• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KODRAT, PANCASILA DAN ASAS HUKUM DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM KODRAT, PANCASILA DAN ASAS HUKUM DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM KODRAT, PANCASILA DAN ASAS HUKUM

DALAM PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

Otong Rosadi

Fakult as Hukum dan Pascasarj ana Ilmu Hukum Universit as Ekasakt i Padang, E-mail: ot ong_rosadi@yahoo. co. uk.

Abst r act

Goal of l egi sl at ion est abl i shment i s f ai r l egi sl at ion car r ies out mi ssi on of pr osper ous societ y. To achi eve t he goal , pr ocess of t he est abl i shment has t o be based on mor al nat ion as phi l osophi cal f oundat i on. For Indonesi an peopl e, Pancasi l a on Pr eambl e of UUD 1945, not onl y as nat i onal goal but al so as f undament al basi c r ul e of st at e, shoul d be t he basi s of l egi sl at ion est abl i shment .

Keywor ds: legi sl at i on est abl i shment , Pancasi l a, mor al nat i on, l egal pr i nci pl e

Abst rak

Perat uran perundang-undangan yang adil yang mengemban misi mensej aht erakan masyarakat , merupakan t uj uan dari pembent ukan perat uran perundang-undangan. Unt uk dapat membent uk perat uran perundang-undangan yang demikian maka hukum kodrat dalam hal ini ‘ moral bangsa’ harus menj adi landasan f ilosof is dalam proses pembent ukannya. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, t idak hanya menggariskan t uj uan negara namun sekaligus j uga sebagai pokok-pokok kaidah bernegara yang bersif at f undament al yang harus menj adi dasar (asas) dalam pembent ukan perat uran perundang-undangan.

Kat a kunci: pembent ukan perundang-undangan, pancasila, moral bangsa, asas hukum.

Pendahuluan

Salah sat u t opik (isu) ket at anegaraan dewasa ini adalah ‘ lemahnya f ungsi legislasi’1 DPR Periode 2009-2014. Legislasi adalah salah sat u f ungsi ut ama DPR di samping anggaran dan pengawasan.2 Banyak pihak menyorot i lemah-nya f ungsi legislasi DPR ini, karena DPR lebih banyak menj alankan f ungsi pengawasan dan t erlalu sibuk dengan masalah ‘ polit ik dan pe-negakan hukum’ sej ak awal 20103. DPR dan

1

Dari 70 Undang-undang yang dir encanakan pada t ahun 2010 baru 7 undang-undang saj a yang disahkan sampai Agust us 2010 i ni. Kinerj a DPR dal am menunt askan t arget l egisl asi 2010 hampir gagal t ot al . Target penunt asan 70 rancangan undang-undang (RUU) semakin ber at t er ea-l isasi karena baru t uj uh RUU yang disahkan. Sebagai aksel erasi , DPR dan pemer int ah sebaiknya real ist is dengan menarget kan dua RUU unt uk dipr iorit askan di masing-masing komisi. Lihat dal am ht t p: / / www. j awapos. co. i d/ hal aman/ index. php?act =det ail & ni d=14941 5.

2 Perubahan Kedua UUD 1945 mengat ur dal am Pasal 20A

ayat (1) Dew an Perwakil an Rakyat memil iki f ungsi l egisl asi, f ungsi anggaran, dan f ungsi pengawasan.

3

Kasus hukum yang mel il it Pi mpinan KPK (Bibi-Chandr a), kasus Bank Cent ury, kasus penggel apan Paj ak ol eh

j uga Pemerint ah ‘ seakan lupa’ bahwa legislasi nasional sangat pent ing dalam rangka pem-bent ukan hukum yang akan menj adi j alan bagi penyelenggaraan pemerint ahan dan pemba-ngunan. Selain t erkesan lalai dalam pemben-t ukan perapemben-t uran perundang-undangan, DPR dan Pemerint ah t erkesan j uga kurang hat i-hat i, cermat dan t idak t aat pada konst it usi pada saat pembent ukan perat uran perundang-undangan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya undang-undang yang diuj i konst it usionalit asnya melalui penguj ian undang-undang di f orum Mahkamah Konst it usi.

(2)

dua masalah sekaligus, yakni masalah prosedur dan t eknis pembent ukan perat uran perundang-an dperundang-an masalah asas dperundang-an mat eri muat perundang-an pembent ukan perat uran perundang-undangan. Dari dua masalah ini, art ikel ini mencoba unt uk melihat sisi asas (dan mat eri muat an) dalam pembent ukan perat uran perundang-undangan.

Pembent ukan hukum,4 t erut ama melalui pembent ukan perat uran perundang-undangan memegang peranan pent ing di Indonesia5. Se-kalipun demikian pembent ukan perat uran per-undang-undangan seringkali t idak sert a mert a menghadirkan masyarakat yang t ert ib, mak-mur, dan adil sebagaimana yang dicit cit a-kan6. Pert anyaannya mengapa hal ini t erj adi? Apakah karena perat uran perundang-undangan yang dibuat t idak ‘ memadai’ sebagai sebuah kaidah hukum yang menunt un, memandu, sa-rana at au bahkan mendorong (memaksa) t er-j adinya perubahan masyarakat .7 Pert anyaan yang t idak sederhana ini akan coba dij awab dengan makalah singkat sebagai awal dari kaj ian. Sebagai kaj ian awal t ent u saj a t idak cukup memadai menj awab pert anyaan ‘ radikal’ mengapa hukum yang dibuat t idak meng-hadirkan kesej aht eraan umum dan keadilan bagi masyarakat .

Hukum kodrat , ut amanya pandangan dari Thomas Aquinas t ent ang hubungan hukum dan moral dan pandangan Lon Fuller mengenai

4 Meuwi ssen, menyebut pembent ukan hukum adal ah

penci pt aan hukum baru dal am art i umum. Pembent ukan hukum dapat j uga dit i mbul kan dari keput usan-keput usan konkrit (hukum preseden at au yuri sf rudensi). Juga dapat dengan t indakan nyat a “ yang hanya t erj adi sekal i saj a” (ei nmal i g) yang dil akukan ol eh organ yang berwenang. Lihat B. Ar ief Si dhart a, 2007, Meuwi ssen: Tent ang Pengembanan Hukum, Il mu Hukum, Teor i Hukum dan Fi l saf at Hukum, Bandung: Ref ika Adit ama, hl m. 9.

5 Sekal ipun kit a t idak secar a t egas menganut sist em

hukum Eropa kont inent al , namun t idak dapat dipungkiri bahw a pembent ukan per at uran perundang-undangan menj adi sarana pembangunan hukum yang pent i ng dan dominan.

6

UUD 1945 menyebut kan bahwa Pemerint ah Negara Indonesi a mempunyai t uj uan “ …mel indungi segenap bangsa Indonesia dan sel ur uh t umpah dar ah Indonesia dan unt uk memaj ukan kesej aht eraan umum, mencdaskan kehi dupan bangsa, dan ikut mel aksanakan ket er-t iban duni a yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadil an sosial , …”

7 Bandingkan dengan pancaf ungsi hukum: direkt if ,

int egrat ive, st abil it at if , perpekt if , dan korekt if , dari Sj achr an Basah Per l i ndungan Hukum t er hadap Si kap Ti ndak Admi ni st r asi Negar a, Or asi Il mi ah Dies Nat al is UNPAD, Bandung, 24 Sept ember 1986, hl m. 13-14.

moralit as hukum akan menj adi dasar t eoret is dalam ikht iar menelusuri j awaban at as per-t anyaan ini. Sedangkan nilai-nilai dalam Panca-sila dit empat kan sebagai j awaban at as per-t anyaan mendasar ini.

Hukum Kodrat Thomas Aquino

Thomas Aquinas (1225-1275 M), pemikir abad pert engahan memberi pengert ian hukum sebagai: “Quendam r at ionis or di nat io ad bo-num commune, ab eo cur am communit at i s ha-bet , pr omul gat a” (perint ah yang masuk akal, yang dit uj ukan unt uk kesej aht eraan umum, dibuat oleh mereka yang mengemban t ugas suat u masyarakat dan dipromulgasikan at au diundangkan).8

Thomas Aquinas merumuskan bahwa t u-j uan hukum t idak lain menghadirkan keseu-j ah-t eraan bagi rakyaah-t secara umum. Rakyaah-t dalam suat u Negara haruslah menikmat i kesej aht era-an umum it u. Pemerint ah yera-ang t idak menj amin rakyat nya menikmat i kesej aht eraan umum adalah pemerint ah yang mengkhianat i mandat yang diembannya. Pemerint ah haruslah melak-sanakan suat u Negara demi kesej aht eraan an-t ara lain melalui hukumnya yang adil. Kesej ah-t eraan umum selain merupakan ah-t uj uan hukum, j uga merupakan suat u prasyarat adanya masyarakat at au Negara yang memperhat ikan rakyat -nya. Kesej aht eraan umum it u meliput i ant ara lain, keadilan, perdamaian, ket ent raman hi-dup, keamanan, dan j aminan bagi warganya.9 Thomas Aquinas menyebut kan hukum Kodrat berakar pada kodrat manusia, bergerak pada hakikat manusia dan t erarah demi kesej ah-t eraan dan kebahagiaaan manusia iah-t u sendiri. Dalam rangka it u, hukum haruslah adil dan memperj uangkan keadilan. Hukum yang t idak adil bert ent angan dengan hakikat hukum, dan haruslah diubah agar mencapai sasarannya, yakni kesej aht eraan umum.

Relevansi aj aran Thomas Aquinas t ent ang hukum kodrat t erhadap krit ik at as posit ivisme hukum t ampak t erut ama dalam hal-hal yang

8 Lihat Mar t ino Sardi dal am Kat a Pengant ar buku E.

Sumar yono, 2002, Et i ka dan Hukum: Rel evansi Teor i Hukum Kodr at Thomas Aqui nas, Yogyakart a: Kani si us, hl m. 5.

9

(3)

berhubungan t ent ang keadilan; kebaj ikan; dan keadilan sosial dalam keberlakuan hukum. Thomas Aquinas mengkaj i konsep keadilan pada saat membahas hubungan ant ara hukum kodrat dengan hukum posit if dan pemberlakuannya da-lam penyelenggaraan negara. Asas-asas f ormal hukum kodrat menj adi rambu-rambu keadilan dalam pembuat an hukum dan kebij akan po-lit ik.10

Thomas Aquinas berpandangan bahwa hukum posit if yang adil memiliki daya ikat melalui hat i nurani. Hukum posit if akan disebut adil j ika memenuhi syarat : diperint ahkan at au diundangkan demi kebaikan umum; diperint ah-kan oleh legislat or yang t idak menyalahgunaah-kan kewenangan legislat if nya; dan memberikan be-ban yang set impal demi kepent ingan kebaikan umum.

Mengenai dasar pembent ukan hukum po-sit if yang baik, Lon Fuller dalam bukunya The Mor al i t y of t he Law (Moralit as Hukum)11 mem-perkenalkan dua macam moralit as, yakni mo-ralit as kewaj iban (t he mor al i t y of dut y) dan moralit as nilai at au moralit as ikht iar at au mo-ralit as aspirasi (t he mor al i t y of aspi r at ion).12 Moralit as kewaj iban, t erbuka unt uk dit ransf or-masikan ke dalam hukum posit if . Fuller j uga membedakan ant ara moralit as hukum int ernal dan moralit as hukum ekst ernal. Moralit as hu-kum int ernal t erdiri at as syarat -syarat f ormal yang harus dipenuhi agar layak menyandang nama hukum. Syarat -syarat f ormal ini adalah sej enis at uran-at uran t eknikal yang diperlukan unt uk membent uk hukum. At uran-at uran yang t idak memenuhi t unt ut an-t unt ut an moral hu-kum int ernal, t idak dapat dipandang sebagai at uran hukum dan keput usan hukum. Di sam-pingnya, t erdapat moralit as hukum ekst ernal, berkenaan dengan syarat -syarat subst ansial ba-gi hukum, j ika hukum it u inba-gin berf ungsi de-ngan baik dan disebut adil. Termasuk bahwa hukum it u harus mempert ahankan st andar hi-dup minimal, bahwa hukum harus menyeleng-garakan ket ert iban dan keamanan di dalam

10 Ibi d. , hl m. 20.

11 Ful l er, Lon. L. , 1973. The Mor al i t y of Law, Revi sed

edit ion Nint h Print ing, New Haven and London: Yal e Uni versit y Press hl m. 4

12

Ibi d. , hl m. 5.

masyarakat , hukum j uga harus melindungi pihak-pihak yang lemah.13

Fuller menyebut delapan (syarat ) morali-t as inmorali-t ernal dari hukum. Fuller, membahas se-cara t erperinci pada bab II bukunya dengan j udul ‘The Mor al it y t hat Makes Law Possi bl e” . Kedelapan prinsip di at as, diawali lebih dahulu oleh Fuller dengan menyebut kan ‘ei ght ways t o f ai l t o make l aw” , yait u:

The f ir st and most obvi ous l i es i n a f ai l ur e t o achieve r ul es at al l , so t hat ever y i ssue must be deci ded on an ad hoc basi s. The ot her r out es ar e (2) a f ai l ur e t o publ i ci ze, or at l east t o make avai l abl e t o t he af f ect ed par t y, t he r ul es he is expect ed t o obser ve; (3) t he abuse of r et r oact ive l egi sl at i on, whi ch not onl y cannot i t sel f gui de act ion, but under cut s t he int egr i t y of r ul es pr os-pect ive i n ef f ect , since i t put s t hem un-der t he t hr eat of r et r ospect ive change; (4) a f ai l ur e t o make r ul es under st and-abl e; (5) t he enact ment of cont r adi ct or y r ul es or (6) r ul es t hat r equir e conduct beyond t he power s of t he af f ect ed par -t y; (7) in-t r oduci ng such f r equen-t cha-nges i n t he r ul es t hat t he subj ect cannot or i ent hi s act i on by t hem; and f i nal l y (8) a f ai l ur e of congr uence bet ween t he r ul es as announced and t hei r act ual admi ni st r at ion.14

Menggunakan kalimat lain, delapan j alan keliru membent uk hukum it u dapat dikat egori-kan sebagai berikut : per t ama, The r ul es must be expr essed i n gener al t er m; (at uran harus berupa at uran umum, t ak boleh sekadar ke-put usan-keke-put usan ad hoc). Kedua, The r ul es must be publ i cl y pr omul gat ed; (at uran it u ha-rus dipublikasikan kepada masyarakat luas),

ket i ga, The r ules must be pr ospect i ve i n ef -f ect; (at uran t ak boleh berlaku surut ), keempat

The r ul es must be expr essed i n under st andabl e t er ms; (at uran harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengert i), kel i ma, The r ul es must

13 B. Ar ief Si dhar t a, 1999, Bruggi nk, Recht s-Ref l ect i es,

Gr ondbegr i ppen ui t de Recht st heor i e at au Ref l eksi Ten-t ang Hukum, Bandung: Cit r a Adit ya Bakt i, hl m. 261.

14 Ful l er, Lon. L. , The Mor al i t y, op ci t . , hl m. 39;

(4)

be consi st ent wit h one anot her; (at uran-at uran it u t ak boleh saling bert ent angan), keenam,

The r ul es must not r equir e conduct beyond t he power s of t he af f ect ed par t ies; (at uran it u t ak boleh mengandung t unt ut an yang melebihi apa yang dapat dilakukan), ket uj uh The r ul es must not be changed so f r equent l y t hat t he subj ect cannot r el y on t hem; (at uran t ak boleh sering diubah-ubah). Sedangkan kedel apan, The r ul es must be admini st er ed i n a manner consi st ent wi t h t hei r wor ding. (at uran yang diadakan harus mengandung kecocokan ant ara at uran

yang diundangkan dengan pelaksanaannya

sehari-hari).

Umumnya dalam buku t eks dan pem-bahasan asas-asas hukum dalam pembent ukan perundang-undangan hanya syarat -syarat f or-mal at au prosedural saj a yang disebut kan, agar hukum yang sedang dan akan dibuat menj adi ‘ hukum yang baik dan pat ut ’ . Jarang sekali asas-asas hukum mat erial at au subst ansial disebut kan agar menj adi ‘ hukum yang adil’ .

Mengenai asas hukum relevan dikemuka-kan pandangan Sat j ipt o Rahardj o15 yang menya-t akan bahwa asas hukum merupakan ‘ j anmenya-t ung-nya’ perat uran hukum. Menurut Sat j ipt o Rahar-dj o, asas hukum disebut j ant ungnya perat uran hukum karena dua alasan. Pert ama, karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suat u perat uran hukum. Kedua, merupakan alasan bagi lahirnya per-at uran hukum, per-at au r at io l egis dari perat uran hukum. Asas hukum t idak akan habis kekuat -annya dengan melahirkan perat uran hukum, melainkan akan t et ap saj a ada dan melahirkan perat uran-perat uran selanj ut nya. Asas hukum sebagai suat u sarana yang membuat hukum hidup, t umbuh dan berkembang. Dengan ada-nya asas hukum, menyebabkan hukum t idak sekedar kumpulan perat uran, karena asas it u mengandung nilai-nilai dan t unt ut an-t unt ut an et is. Sement ara B. Arief Sidhart a menyebut bahwa asas hukum lebih merupakan nilai, sebagai nilai maka f ungsi asas hukum, adalah: (1) sebagai norma krit is unt uk menilai kualit as dari at uran hukum yang seharusnya merupakan

15

Sat j i pt o Rahar dj o, 1991, Il mu Hukum, Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i, hl m. 45.

penj abaran nilai t ersebut dan (2) sebagai sara-na bant u unt uk mengint epret asikan at uran yang bersangkut an yait u unt uk menet apkan ruang lingkup wilayah penerapan ket ent uan undang-undang yang bersangkut an.16

Sement ara dalam kont eks pembent ukan hukum melalui perat uran perundang-undangan dapat dikemukakan pandangan I. C. van der Vlies dalam “Het wet sbegr i p en begi nsel en van behoor l i j ke r egel gevi ng” yang membagi asas-asas pembent ukan perat uran negara yang baik menj adi: Asas-asas yang f ormal, meliput i: asas t uj uan yang j elas (beginsel van dui del i j ke doel st el l i ng); Asas organ/ lembaga yang t epat (begi nsel van het j ui st e or gaan); Asas perlunya pengat uran (het noodzakel i j khei ds begi nsel); Asas dapat nya dilaksanakan (het begi nsel van ui t voer baar hei d); dan Asas konsensus (het begi nsel van de consesus).

Adapun asas-asas pembent ukan perat uran negara yang mat erial meliput i: (1) Asas t ent ang t erminologi dan sist emat ika yang benar (het begi nsel van dui del i j ke t er minologie en dui -del i j ke syt emat iek); (2) Asas t ent ang dapat di-kenali (het begi nsel van de kenbaar hei d); (3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het r echt sgel i j khei ds beginsel); (4) Asas kepast ian hukum (het r echt szeker hei ds begi nsel); dan (5) Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan indivi-dual (het begi nsel van de i ndivi duel e r echt s-bedel i ng).17 Asas-asas mat erial meliput i asas se-suai dengan cit a hukum Indonesia dan norma f undament al negara, asas sesuai dengan hu-kum dasar negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar at as hukum dan asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerint ahan berdasarkan sist em konst it usi.18

16

B. Arief Sidhart a dal am, Ot ong Rosadi , 2010, Inkor por a-si Pr i na-si p Keadi l an Soa-si al dal am Pembent ukan Undang-undang t ent ang Kehut anan dan Undang-Undang-undang t ent ang Per t ambangan Per i ode 1967-2009, Di sert asi, Jakar t a: Program Pascasarj ana Fakul t as Hukum Univer si t as Indo-nesi a, hl m. 94.

17 A. Hami d S. At t ami mi, i bi d. , hl m. 330.

18 A. Hami d S. At t amimi, Per anan Keput usan Pr esi den

(5)

Sement ara it u, dalam hukum posit if In-donesia t erdapat ket ent uan dalam Undang-un-dang Nomor 10 Tahun 2004 t ent ang Pemben-t ukan PeraPemben-t uran Perundang-undangan,19 yang membedakan ‘ asas pembent ukan perat uran perundang-undangan’ dan ‘ asas mat eri muat an perat uran perundang-undangan. ’ Asas ‘ pem-bent ukan perat uran perundang-undangan’ yang diat ur dalam Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 dapat disebut syarat -syarat prosedural at au asas-asas hukum f ormal, meliput i: asas kej elas-an t uj uelas-an, asas kelembagaelas-an at au orgelas-an pem-bent uk yang t epat , asas kesesuaian ant ara j e-nis dan mat eri muat an, asas dapat dilaksana-kan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kej elasan rumusan, dan asas ket erbukaan. Sedangkan asas ‘ mat eri muat an perat uran per-undang-undangan’ yang diat ur dalam Pasal 6 UU Nomor 10 Tahun 2004 merupakan syarat -syarat subst ansil at au asas-asas hukum mat erial dalam pembent ukan perat uran perundang-un-dangan, yang t erdiri at as: pengayoman; ke-manusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenu-sant araan; bhineka t unggal ika; keadilan; kesa-maan kedudukan dalam hukum dan pemerin-t ahan; kepemerin-t erpemerin-t iban dan kepaspemerin-t ian hukum; dan/ at au keseimbangan, keserasian, dan keselaras-an.

Kedua j enis asas ini, selain diat ur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 unt uk asas-asas per-at uran perundang-undangan (t ingkper-at ) Pusper-at j uga diat ur dalam ket ent uan Pasal 137 dan Pasal 138 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah, bagi penyusunan Perat uran Daerah.20 Menurut pandangan Penulis diat urnya ket ent uan dalam Pasal 137 dan Pasal 138 UU NO. 32 Tahun 2004 ini merupakan ‘ pe-ngulangan’ yang t idak perlu, karena yang di-maksud j enis dan hierarki perat uran per-undangan-undangan, meliput i: Undang-Undang

19

Republ ik Indonesia, Undang-undang Tent ang Pemben-t ukan Per aPemben-t ur an Per undang-undangan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 53, TLN Nomor 4389.

20 Bandingkan dengan Ot ong Rosadi Ar t i Pent i ng Pr ogr am

Legi sl asi Daer ah Bagi Pencapai an Tuj uan Ot onomi Daer ah, Wacana Par amit a Jurnal Hukum Univ. Lang-l angbuana, VoLang-l . 7, No. 1, Mei 2008, hLang-l m. 43. Juga daLang-l am H. M. Laica Marzuki, “ Prinsi p-Pri nsip Pembent ukan Pera-t uran Daerah” , Jur nal Konst i t usi, Vol . 6 No. 4, No-pember 2009, hl m. 4.

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang/ Perat uran Pemerint ah Peng-gant i Undang-undang; Perat uran Pemerint ah; Perat uran Presiden; Perat uran Daerah, yang t erdiri dari: Perat uran Daerah Provinsi, Pera-t uran Daerah KabupaPera-t en/ KoPera-t a, dan PeraPera-t uran Desa.21 Seluruh j enis dan hirarkkhi perat uran perundang-undangan, t ermasuk yang paling t inggi (secara khirarkhis) yait u UUD 1945 dan yang paling rendah (secara khirarkhis) yakni Perat uran Daerah harus berdasarkan pada asas pembent ukan dan asas perat uran perundang-undangan yang dimaksud oleh Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 10 Tahun 2004.

Menj adikan Moral (Bangsa) Sebagai Panduan

Pembahasan mengenai hubungan ant ara hukum dan moral,22 bukanlah pembicaraan yang baru. Hukum, bagaimanapun membut uh-kan moral, sepert i pepat ah dimasa Kekaisaran Roma: Qui d Leges Si ne Mor i bus? “ Apa art inya undang-undang kalau t idak disert ai moralit as?” . Karena it u hukum selalu harus diukur dengan norma moral di sat u sisi. Di sisi lain moral j uga membut uhkan hukum, moral akan mengawang-ngawang kalau t idak dilembagakan dalam masyarakat .23

Disebut kan bahwa Thomas Aquinas ber-pandangan hukum posit if yang adil memiliki daya ikat melalui hat i nurani. Karenanya pem-bent ukan hukum yang adil haruslah menj adikan moral sebagai t olok ukur. Moral bangsa harus menj adi asas-asas hukum dan asas hukum t ercermin dalam kaidah at au norma hukum.

21 Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 t ent ang Pembent ukan

Perat uran Perundang-undangan,

22 Di banyak kepust akaan pada awal pembahasan hukum

sebagai kaedah sel al u di bi car akan macam-macam kaedah yang ada dal am masyar akat , di ant aranya kaidah keso-panan kaedah, kesusil aan, kaedah agama dan kaedah hukum. Lihat misal nya dal am Purnadi Pur bacar aka dan Soej ono Soekant o, 1993 Per i hal Kaedah Hukum, Ban-dung: Cit ra Adit ya Bhakt i, hl m. 11-27; Juga pada bab II Hukum dan Kaidah-Kaidah Et ika Lai nnya pada L. J. van Apel doorn, 1983, Inl ei di ng t ot de St udi r van Het Neder -l andse Recht , Pengant ar Il mu Hukum t erj Mr. Oet ar id Sadino, Jakart a: Pradnya Par amit a, hl m. 34-52. Juga dal am J. Van Kant dan J. H. Beekhui s, 1990, Inl ei di ng t o de Recht wet enschap, Pengant ar Il mu Hukum t erj , Mr. Moh. O. Masdoeki, Jakart a: Ghal i a Indonesi a, cet akan kesebel as.

23

(6)

Tepat kiranya A. Gunawan Set iardj a24, yang menyebut kan t it ik pot ong ant ara hukum dan moral adalah hukum kodrat . Pada Hukum kodrat it ulah dit emukan dialekt ika ant ara hukum dan moral. Moral mencakup dan me-ngat ur hidup manusia dalam segala seginya, baik sebagai makhluk pribadi maupun sebagai makhluk sosial. Mengat ur hidup manusia, baik bat in maupun lahir manusia. Semua yang t erlibat dan berperan dalam proses panj ang pembent ukan hukum, harus selalu ingat pada hukum kodrat . Hukum kodrat adalah segi et is dari hukum posit if .

Para pembent uk hukum it u harus meng-hadirkan t at anan hukum yang baik, dan t at anan hukum yang baik harus mendasarkan diri pada moral bangsa dimana hukum it u dibuat / disusun, bert umbuh dan berkembang. Moral bangsa it u lalu menj adi pemandu bagi asas-asas hukum yang menj adi dasar pembent ukan perat uran perundang-undangan. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, t idak hanya menggariskan t uj uan negara namun sekaligus j uga menyediakan pokok-pokok kaidah bernegara yang bersif at f unda-ment al yang harus menj adi dasar pembent ukan perat uran perundang-undangan. Sila-sila dalam Pancasila menj adi kaidah penunt ut yang ber-sif at f undament al dan menj adi asas hukum ut ama dalam pembent ukan perat uran per-undang-undangan.

Pancasila sebagai sumber hukum dalam pembent ukan hukum dit egaskan dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 10 Tahun 200425, yang menyebut kan “ Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. ” Sement ara Pasal 3 ayat (1)26 “ Undang-Undang Dasar Ne-gara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Perat uran Perundang-undangan. ”

Kedua pasal dalam Undang-Undang No-mor 10 Tahun 2004 ini bermakna agar set iap

24 A. Gunawan Set i ardj a, 1990, Di al ekt i ka Hukum dan

Mor al : Dal am Pembangunan Masyar akat Indonesi a. Yogy-akart a: Kani sius, hl m. 117.

25 Republ ik Indonesi a, Undang-Undang Tent ang

Pemben-t ukan Per aPemben-t ur an Per undang-undangan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 53, TLN Nomor 4389.

26

Ibi d.

pembent ukan perat uran perundang-undangan harus menj adikan Pancasila sumber dan pe-doman pembent ukannya. Pancasila merupakan cit a hukum (r echt si dee) berf ungsi sebagai pe-doman dan sebagai t olok ukur dalam mencapai t uj uan-t uj uan masyarakat yang dirumuskan dalam perat uran perundang-undangan.

Menurut Rudolf St ammler, cit a hukum ialah konst ruksi pikir yang merupakan ke-harusan bagi mengarahkan hukum kepada cit a-cit a yang diinginkan masyarakat . Cit a hukum berf ungsi sebagai bint ang pemandu (l ei t st er n) bagi t ercapainya cit a-cit a masyarakat . Cit a hukum mempunyai dua sisi: di sat u sisi sebagai penguj i hukum posit if yang berlaku dan disisi lain mengarahkan hukum posit if sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuj u sesuat u yang adil (Zwangver suchzum Ri cht i gen). Menurut St ammler, keadilan ialah suat u usaha at au t indakan mengarahkan hukum posit if kepada cit a hukum. Dengan demikian maka hukum yang adil (r i cht i gen Recht) ialah hukum posit if yang memiliki sif at yang diarahkan oleh cit a hukum unt uk mencapai t uj uan-t uj uan masya-rakat .27

Gust av Radbruch berpendapat bahwa cit a hukum bukan hanya berf ungsi sebagai t olok ukur yang bersif at regulat if , yang menguj i apa-kah hukum posit if adil at au t idak, melainkan sekaligus berf ungsi sebagai dasar yang bersif at konst it ut if yang menent ukan bahwa t anpa cit a hukum, hukum akan kehilangan maknanya sebagai hukum.

Berdasarkan uraian di at as, j elaslah bah-wa Pancasila sebagai sumber dari segala sum-ber hukum, yang t elah dit et apkan sej ak awal kemerdekaan pada saat PPKI menet apkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar Negara Republik Indonesia. Ket et apan MPRS Nomor XX/ MPRS/ 1966, Ket et apan MPR Nomor III/ MPR/ 2000 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menegasulang bahwa Pancasila sebagai cit a hukum Negara Republik Indonesia adalah sumber hukum bagi pembent ukan

27 A. Hamid S. At t ami mi, 1991, Pancasi l a Ci t a Hukum

(7)

perat uran perundang-undangan di Indonesia, sej ak mulai UUD, Undang-Undang/ Perat uran Pemerint ah Penggant i Undang-Undang, Perat ur-an Pemerint ah, Perat urur-an Presiden, dur-an Per-at uran Daerah, yang t erdiri dari: PerPer-at uran Daerah Provinsi, Perat uran Daerah Kabupat en/ Kot a, dan Perat uran Desa.

Pert anyaan kemudian masih t et apkah Pancasila sebagai sumber hukum dij adikan ru-j ukan (pedoman, l eit st er n) dalam pemben-t ukan perapemben-t uran perundang-undangan dewasa ini. Bukankah f akt or-f akt or masyarakat yang mempengaruhi pembent ukan hukum sudah j auh berubah. Hubungan sosial yang sudah berubah; hubungan kekuat an polit ik pascaref ormasi dan amandemen UUD 1945 yang j uga sudah ber-ubah; sit uasi sosial ekonomi yang berubah bahkan hit ungan menit ; perkembangan masya-rakat int ernasional sampai pemampat an dunia (globalisasi); perkembangan ilmu penget ahuan dan t eknologi yang cepat bahkan revolusioner; keadaan lingkungan hidup, iklim dunia dan geograf is yang j uga berubah.

Perubahan f akt or yang mempengaruhi pembent ukan hukum mendorong kit a sebagai bangsa t et ap berpij ak dan berdasar pada Pan-casila sebagai cit a hukum (r echt si dee), yang t i-dak hanya karena t elah disepakat i bersama (se-bagai konsensus bersama) namun j uga karena Pancasila merupakan pedoman dan cara pan-dang bangsa Indonesia dalam mencapai cit a-cit anya sekarang dan di masa depan. Pancasila akan t et ap selalu relevan bagi masyarakat Indo-nesia dewasa ini, karena sebagai konsensus bersama menat a kehidupan bersama di t engah masyarakat het erogen sepert i Indonesia mem-but uhkan ‘over l api ng con-sensus’.

Tant angan kini dan di masa dat ang yang semakin kompleks j uga mengharuskan masya-rakat Indonesia mempunyai cit a hukum yang dij adikan pedoman dalam pembent ukan sist em

hukum, t ermasuk pembent ukan perat uran

perundang-undangan. Pengaruh kekuat an asing baik polit ik, sosial budaya dan ekonomi yang semakin nyat a dalam proses pembent ukan hukum di Indonesia. Pembaharuan hukum yang dikendalikan oleh lembaga/ negara pendonor (donor dr iven l egal r ef or m) mengharuskan

bangsa kit a menyediakan ‘f i l t er ’ yang dapat menyaring dan menj adi pedoman agar kepen-t ingan bangsa Indonesia kepen-t ekepen-t ap menj adi pilihan ut ama (priorit as). Kepent ingan asing melalui lembaga at au negara pendonor, harus disesuai-kan dengan kepent ingan bangsa ini di masa dat ang. Kegagalan IMF menangani Indonesia di t engah dan pascakrisis monet er 1997 harusnya menj adi pelaj aran berharga bagi bangsa ini dalam menat a t at a ekonominya. Ket idakber-hasilan Bank Dunia dalam menat a t at a ke-pemerint ahan yang baik (good gover nance) di banyak negara Asia, Amerika Lat in dan Af rika harusnya menj adi peringat an dini (ear l y war n-i ng) bagi negara kit a. Program pengelolaan sekt or publik yang diusung Bank Dunia alih-alih dapat mendorong t at a kelola pemerint ahan yang bersih dan bebas dari KKN, yang ef isien, part isipat if , dan ramah lingkungan t ernyat a malah menghasilkan korupsi yang meluas dan t ak bert epi, makin parahnya kerusakan ling-kungan, dan memperbesar kesenj angan sosial. Karenanya t at anan ekonomi, t at a keperint ahan dan t at anan polit ik Indonesia ke depan harus-nya berdasar pada t at anan hukum yang ber-pij ak pada cit a hukum Indonesia dengan berorient asi pada kepent ingan masa depan Indonesia. Tat anan Hukum Nasional Indonesia yang mengat ur t at anan sosial budaya, polit ik, dan ekonomi, haruslah t at anan hukum Pan-casila. Dalam kont eks inilah pat ut j uga di-renung ulang, apakah selama lebih dari sat u dekade ini (1998-2010) pembent ukan hukum Indonesia sudah berdasar (bersumber) pada Pancasila, t ermasuk Perubahan at au Aman-demen UUD 1945. Lebih khusus lagi, menj adi perenungan apakah amandemen UUD 1945 yang dilakukan sesuai dengan ‘ arahan’ dalam Pem-bukaan UUD 194528

Menurut Penulis, menj adikan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi pembent ukan hukum (t erut ama pembent ukan perundang-undangan) t idak hanya masih

28 Mengenai hal ini t er dapat buku yang mengkri t ik

(8)

van t et api merupakan keharusan unt uk masa depan Indonesia, sebagaimana yang dicit a-cit a dalam Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh t umpah darah Indonesia dan unt uk memaj ukan kesej ah-t eraan umum, mencerdaskan kehidupan bang-sa, dan ikut melaksanakan ket ert iban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.29

Penut up Simpulan

Uraian di at as sekalipun masih summir dan dangkal berupaya unt uk membuat garis besar bahwa hukum kodrat , yakni Moral Bangsa yang kemudian dkrist alisasi menj adi cit a hukum harus menj adi acuan penyusunan perat uran perundang-undangan.

Pancasila dengan sila-silanya, menyaj ikan sej umlah panduan yang dapat dij adikan ‘ dasar’ penyusunan asas-asas hukum Indonesia (t er-ut ama asas-asas hukum subst ansial), yang sa-ngat bermanf aat bagi pembent ukan hukum yang adil agar menj adi sarana yang menunt un, memandu, bahkan mendorong perubahan ma-syarakat (melalui) pembangunan guna men-capai t uj uan menj adi masyarakat Pancasila yang diidam-idamkan sebagaimana cit a-cit a Proklamasi Kemerdekaan yang dirumuskan lebih laj ut dalam Pembukaan UUD 1945.

Masyarakat Pancasila yang dimaksud ada-lah masyarakat yang t erlindungi segenap bang-sa dan seluruh t umpah darahnya, masyarakat yang sej aht era, masyarakat yang berada dalam kehidupan yang cerdas, dan yang ikut (akt if ) melaksanakan ket ert iban dunia yang berdasar-kan kemerdekaan, perdamaian abadi dan ke-adilan sosial, sert a dalam lindungan dan berkah Tuhan Yang Maha Esa.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Per i hal Undang-undang. Jakart a: Konpress;

Apeldoorn, L. J. van. 1983. Inl ei di ng t ot de St udi r van Het Neder l andse Recht .

29

Ot ong Rosadi, Inkor por asi Pr i nsi p Keadi l an Sosi al . . . , op ci t . , hl m. 199-201.

j emahan Mr. Oet arid Sadino. Jakart a: Pradnya Paramit a;

Arj oso, Amin. dkk. 2008, Undang-undang Dasar 2002 Hasi l Amandeme UUD 1945: Menghancur kan Bangsa Secar a Ideol ogi , Pol i -t i k, Ekonomi & Kebudayaan, Jakart a: Ya-yasan Kepada Bangsaku;

At t amimi, A. Hamid S. 1990. Per anan Kepu-t usan Pr esi den Republ i k Indonesi a dal am Penyelenggar aan Negar a: Suat u St udi Anal i si s Mengenai Keput usan Pr esi den yang Ber f ungsi Pengat ur an dal am Kur un Wakt u Pel i t a I-Pel it a IV” , Disert asi, Ja-kart a: Pascasarj ana Universit as Indone-sia;

---. 1991. Pancasi l a Ci t a Hukum dal am Kehi dupan Hukum Bangsa Indonesia: Pancasi l a Sebagai Ideol ogi dal am Ber ba-gai Bi dang Kehi dupan Ber masyar akat , Ber bangsa dan Ber negar a. Jakart a: BP7 Pusat ;

Basah, Sj achran. Per l i ndungan Hukum t er hadap Si kap Ti ndak Admi ni st r asi Negar a. Orasi Ilmiah Dies Nat alis UNPAD. 24 Sept ember 1986. Bandung;

Bert ens, K. 2004. Et i ka. Jakart a: Gramedia Pus-t aka UPus-t ama;

Fuller, Lon L. 1973. The Mor al i t y of Law. Revi-sed edit ion Nint h Print ing, New Haven and London: Yale Universit y Press; Indrart i, Maria Farida. 2007. Il mu Per

undang-undangan: Pr oses dan Tekni k Pemben-t ukannya. Yogyakart a: Kanisius;

Kant , J. Van dan J. H. Beekhuis, 1990, Inlei di ng t o de Recht wet enschap, Pengant ar Ilmu Hukum t erj emahan Mr. Moh. O. Masdoe-ki. cet akan kesebelas. Jakart a: Ghalia Indonesia;

Marzuki, Laica. “ Pr i nsi p-Pr i nsi p Pembent ukan Per at ur an Daer ah” , Jur nal Konst i t usi ,

vol. 6 no. 4. Nopember 2009

Purbacaraka, Purnadi. dan Soej ono Soekant o. 1993. Per i hal Kaedah Hukum, Bandung: Cit ra Adit ya Bhakt i;

Rahardj o, Sat j ipt o. 1991. Ilmu Hukum. Ban-dung: Cit ra Adit ya Bakt i;

Rosadi, Ot ong. “ Ar t i Pent i ng Pr ogr am Legi sl asi Daer ah Bagi Pencapai an Tuj uan Ot onomi Daer ah” , Wacana Par amit a Jurnal Hukum Univ. Langlangbuana, Vol. VII, Nomor 1, Mei 2008;

(9)

t ang Kehut anan dan Undang-undang t en-t ang Per en-t ambangan Per iode 1967-2009,

Disert asi, Jakart a: Program Pasca-sarj ana Fakult as Hukum Universit as Indonesia; Sidhart a, B. Arief . 1999, Recht s-Ref l ect i es,

Gr ondbegr i ppen uit de Recht st heor i e at au Ref l eksi Tent ang Hukum, Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i;

---. 2007. Meuwi ssen: Tent ang Pengem-banan Hukum, Il mu Hukum, Teor i Hukum dan Fi l saf at Hukum. Bandung: Ref ika Adit ama;

Set iardj a, A. Gunawan 1990. Di al ekt i ka Hukum dan Mor al : Dal am Pembangunan Masya-r akat Indonesi a. Yogyakart a: Kanisius; Sumaryono, E. 2002. Et i ka dan Hukum: Rel

Referensi

Dokumen terkait

Adapun materi dan objek komparatif yang dikorelasikan dengannya adalah berupa (a) Gambaran tentang Konsepsi Bunga Padma yang tersurat dalam naskah manuskrip

Differences in Clinical Features Between Children and Adults with Dengue Hemorrhagic Fever/ Dengue Shock Syndrome.. Thailand: Southest Asian J Trop Med

Islam, dan tidak bagi agama yang lain, mereka merasa kalimat ini sesuai dengan ajaran Islam karena tidak akan melukai dan menggangu hak-hak agama yang lain, dengan kata

Sekarang ini berbagai macam model berbahan dasar batik, baik berupa kain maupun perca banyak ditemui dipasaran, usaha yang kami lakukan ini untuk menarik minat konsumen

Kepadatan, volume, dan motilitas sperma perlakuan ECJ dan 17α -metiltestosteron lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (p<0,05) pada minggu ke-8, namun kadar spermatokrit

Hasil penelitian menghasilkan 5 faktor dan 29 variabel penyebab keterlambatan proyek, dan didapat 1 faktor yaitu faktor Manajemen Kontraktor dan 7 variabel yang paling

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa biaya total per unit menggunakan 3 stasiun kerja lebih kecil dibandingkan dengan 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Pada grafik 4.5 dengan waktu fermentasi 3 hari hal yang dapat kita lihat adalah adanya kecenderung kenaikan kadar alcohol yang dihasilkan dengan semakin banyaknya