• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERFERENSI BAHASA KERINCI KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA TEKS NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SUNGAI PENUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTERFERENSI BAHASA KERINCI KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA TEKS NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SUNGAI PENUH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

INTERFERENSI BAHASA KERINCI KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA TEKS NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SUNGAI PENUH

Fithri Yenti1, Yetty Morelent2, Agustina2 1

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, 2

Dosen Pascasarjana Universitas Bung Hatta. Email:fithri-yenti@yahoo.com

Abstract

This study aims to describe Kerincinese interference on the narrative text written by students through its kinds, grammars, and it cause. This study refers to siregar’s (2011) statement that had introduced the term of ‘linguistik interference’ on bilingualism indication that showed the contravention of linguistic norm as the effect of language contact. This study is qualitative study with descriptive method. The data was sentences contained of Kerincinese interference in narrative text written by students of SMA 3 Sungai Penuh. the source of data was 50 students selected from X by purposive sampling thecnique. The data collected by using observational technique, tapping technique and continued with taking note technique. The data gathered were identified and classified. In order to guarantee the originality of the data, the writer used constancy observational observational and discussion techniques. With the native of Kerincinese at school and at the neighborhood. The data that had been classified and identified then were interpreted and analyzed to get conclusion. The result of study showed the following points. First of all, the writer found the interference of Kerincinese in the narrative text were from all language levels. The levels that been found were in sintax, semantics, morphology and phonology levels. The reason of the dominacy dued to the high frequency of usingin daily communication.Secondly, proactive and syistemic interferences were the kinds of interferences that were found in the text. Thirdly, the cause of the interferences of Kerincinese into Indonesian language are the over comparation, the structure transfer of Kerincinese into Indonesian language, the vocabulary lacks and the influence of Kerincinese as an interlanguage becase the students are more master the Kerincinese than the Indonesian language itself. As conclusion based on study, the writer found that the interference in the narrative text written by the students SMA 3 Sungai Penuh became in all language levels.

(2)

INTERFERENSI BAHASA KERINCI KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA TEKS NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 SUNGAI PENUH

Fithri Yenti1, Yetty Morelent2, Agustina2 1

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, 2

Dosen Pascasarjana Universitas Bung Hatta. Email:fithri-yenti@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan interferensi bahasa Kerinci pada teks narasi dari jenis, tataran bahasa, dan penyebabnya. Penelitian ini mengacu pada pendapat Siregar yang memperkenalkan istilah interferensi linguistik (linguistic interference) pada gejala bilingualisme yang menunjukkan adanya ‘pelanggaran norma linguistik’ akibat kontak bahasa. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian adalah kalimat-kalimat yang mengandung interferensi bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Sumber data penelitian ini adalah 50 orang siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh yang dipilih dari kelas X melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak yaitu sadap dengan teknik lanjutan yaitu catat, serta untuk keabsahan data digunakan teknik ketekunan/keajegan pengamatan dan diskusi dengan penutur asli bahasa Kerinci di sekolah dan lingkungan sekitar. Data yang sudah diklasifikasi diinterpretasikan dan dianalisis untuk menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut. Pertama, ditemukan interferensi bahasa Kerinci dalam teks narasi dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Tataran yang jumpai adalah tataran sintaksis, tataran semantik dan tataran morfologi, tataran fonologi karena tataran bahasa ini paling banyak digunakan oleh siswa untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, jenis interferensi yang ditemukan dalam teks narasi siswa adalah interferensi proaktif dan sistemik. Ketiga, penyebab terjadinya interferensi ini adalah adanya penyamaan berlebihan, transfer struktur bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia, kurangnya kosakata siswa dan adanya pengaruh bahasa antara (interlanguage) bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa karena siswa lebih mengguasai bahasa Kerinci daripada bahasa Indonesia. Dengan demikian,temuan interferensi dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh terjadi dalam semua tataran bahasa.

(3)

1. PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bilingual (dwibasawan), karena memiliki bahasa daerah sebagai bahasa pengantar yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, juga menguasai satu dua bahasa daerah yang lain yang turut juga mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dalam masyarakat dwibasawan atau bilingualisme terjadi kontak bahasa

yang dapat menimbulkan

penyimpangan norma-norma bahasa. .(Iskandarwassid, 2013:78).

Penguasaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah. Kadang kala tanpa disadari, ketika dalam berkomunikasi seseorang berbahasa Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Munculnya struktur bahasa daerah dalam proses pembentukan dan pengembangan masyarakat yang bilingual diawali dengan adanya faktor sosiopolitik, ekonomi dan kontak budaya yang memungkinkan terjadinya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi apabila bahasa daerah digunakan secara berdampingan dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia itu dipelajari oleh seseorang setelah ia menguasai bahasa pertama sehingga pengajaran bahasa Indonesia akan menimbulkan masalah yang meliputi semua tataran bahasa. Hal itu dapat terlihat dalam struktur fonetis, morfologis, bentuk kata, perluasan kosakata, dan struktur bahasa.

Menurut Siregar (2011:156) yang mengutip pendapat Weinrich telah memperkenalkan istilah interferensi linguistik (linguistic interference) pada gejala bilingualisme yang menunjukkan adanya ‘pelanggaran norma linguistik’ akibat kontak bahasa. Pelanggaran ini menurut Siregar adalah hal yang normal pada perilaku bahasa dwibasawan atau bilingual. Dalam penguasaan sebuah bahasa asing atau bahasa kedua, seorang pelajar tidak terlepas dari pengaruh bahasa pertama atau bahasa ibunya. Penggunaan dua bahasa yang berdampingan akan menyebabkan kesalahan berbahasa. Salah satu efek dari kesalahan berbahasa disebut dengan peristiwa pentransferan bahasa dan interferensi bahasa

Dalam peristiwa interferensi itu terjadi kekeliruan atau penyimpangan dari norma-norma tiap bahasa baik bahasa pertama (B1) ataupun bahasa kedua (B2). Penyimpangan itu bisa terjadi diantaranya karena siswa tidak tepat dalam menggunakan kosakata, baik bahasa pertama masuk dalam bahasa kedua demikian juga sebaliknya, serta adanya pencampuradukkan unsur-unsur pada tiap bahasa (B1 atau B2). Kesalahan berbahasa sering terjadi dalam kondisi formal, misalnya dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.

(4)

keluarga. Di samping menggunakan bahasa Kerinci, mereka juga mempelajari bahasa Indonesia di sekolah. Kondisi ini menyebabkan siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh tersebut termasuk masyarakat bilingual yang dapat menimbulkan kontak bahasa saat mereka berkomunikasi dalam lingkungannya.

Pada umumnya mereka kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran. Ketika proses pembela-jaran berlangsung, masih banyak ditemui siswa di sekolah ini menggunakan bahasa Kerinci dalam berkomunikasi. Sebagian guru di sekolah ini juga membiasakan menggunakan bahasa Kerinci di kelas, terutama saat proses pembelajaran berlangsung dengan alasan masih banyak siswa yang kurang mampu memahami dan kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia. Begitu juga di luar proses pembe-lajaran, penggunaan bahasa Kerinci antarsiswa serta antarguru dan siswa, sudah merupakan hal yang biasa di sekolah ini jika ada guru mengajak siswa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, lebih banyak dan sering siswa merespons dengan mengguna-kan bahasa Kerinci. Bahmengguna-kan, saat proses pembelajaran berlangsung, banyak siswa menggunakan bahasa Kerinci baik antarsiswa maupun dengan guru. Kondisi ini menyebabkan siswa-siswa kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia baku, yakni dalam teks-teks dan pertemuan resmi. Bahasa Indonesia yang digunakan

(5)

penelitian ini, interferensi terjadi akibat kontak dua bahasa, yaitu bahasa Kerinci sebagai bahasa daerah atau (B1) siswa dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) mereka di lingkungan sekolah. Oleh sebab itu, penelitian ini membicarakan masalah interferensi yang mencakup pembahasan tentang masalah bahasa umumnya yang meliputi semua tataran bahasa Indonesia dalam Teks Narasi Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh yang mana siswanya dalam kehidupan sehari-hari mempergunakan bahasa pertama mereka, yaitu bahasa Kerinci. Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Menjelaskan jenis-jenis interferensi yang terjadi dari bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia pada Teks Narasi Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh.

2. Menjelaskan tataran interferensi bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia pada Teks cerita Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. 3. Menjelaskan penyebab terjadinya

interferensi bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia pada teks cerita Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh.

2. Kajian Teoretis

Interferensi muncul apabila penutur menerapkan kemampuan berbahasanya lebih dari satu. Istilah interferensi berasal dari bahasa Inggris interference, yang berarti ‘gangguan’. Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) dengan istilah interferensi linguistik (linguistic interference) pada gejala bilingualisme yang menunjukkan

adanya pelanggaran norma linguistik akibat kontak bahasa (Siregar, 2011:156). Senada dengan itu, Nababan (1991:35) mengungkapkan bahwa interferensi adalah terjadinya kekacauan dalam suatu bahasa akibat masuknya unsur bahasa lain.

Pengertian interferensi dikemukakan juga oleh (Alwasilah, 1993:114) yang menyatakan bahwa interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu ke dalam bahasa kedua. Dalam hal ini, interferensi dapat terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosa kata, dan makna budaya baik lisan maupun teks terutama jika seseorang sedang mempelajari bahasa kedua. Seiring dengan hal di atas Alwi, dkk. (2000:8—9) mengatakan bahwa interferensi adalah proses pengaruh-mempengaruhi di antara bahasa yang digunakan secara berdampingan yang mengganggu keefektifan penyampaian informasi.

Ohoiwutun (2002:69) menyatakan bahwa di antara penutur yang bilingual atau multilingual, sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan atau interferensi berbahasa (performance interference). Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari bahasa tertentu dari satu kalimat atau bahasa lain Ohoiwutun (2002:66)

(6)

Kridalaksana (2009:95) menyatakan hal yang berbeda tentang interferensi, yakni penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa, dimana ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara.

Menurut Iskandarwassid (2013:90), “istilah interferensi pertama kali digunakan untuk menyebutkan adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bahasa yang bilingual”. Iskandarwassid (2013:96) menyatakan bahwa interferensi sebagai error/kekeliruan dari pelajar yang menggunakan bahasa asing yang dapat diikuti oleh bahasa ibu.

Hal senada dikemukakan juga oleh Ahmad (2013:180) yang mengatakan bahwa interferensi atau pengaruh bahasa terjadi akibat kontak bahasa dalam bentuk yang sederhana, yang berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan dipergunakan dalam bahasa yang lain. Menurut Ahmad (2013:180) ‘interferensi merupakan salah satu akibat dari kontak bahasa sehingga menimbulkan pengaruh terhadap bahasa yang lain’.

2.1 Tataran Interferensi

Tataran interferensi bahasa menurut Chaer (1999:66) dapat juga terjadi dalam semua tataran bahasa, misalnya dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Karena interferensi itu merupakan pelanggaran dan gangguan bahasa serta merugikan tiap-tiap bahasa maka interferensi

harus dihindari. Walaupun menurut Siregar (2011:155) yang dikutipnya dalam Weinrich pelanggaran atau penyimpangan-penyimpangan itu sebenarnya suatu hal yang normal pada perilaku dwibahasawan atau bilingual. Penyimpangan yang dimaksudkan Weinrich adalah pencampuran unsur-unsur bahasa tertentu ke dalam bahasa lainnya pada saat berbahasa.

Interferensi itu sering muncul jika penutur mempelajari bahasa kedua. Bahasa pertama berpengaruh pada proses belajar bahasa kedua. Oleh sebab itu, interferensi dapat terjadi dalam semua tataran bahasa. Pertama, bidang fonologi (tata bunyi). Interferensi fonologis ini terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf, interferensi fonologis penambahan huruf, dan interferensi

fonologis pergantian

(7)

struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Contoh: mereka akan married bulan depan. Keempat, bidang leksikal. Interferensi leksikal (tata kata).Interferensi ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya pada kata dasar, kelompok kata, maupun pada frase. Kelima, bidang semantik. Interferensi semantik (tata makna). Interferensi semantik ini terjadi dalam bidang tata makna.

2.2 Jenis Interferensi

Nababan (1991:35-36) membagi interferensi atas dua bagian. (1) Interferensi perlakuan (performance interference) atau disebut juga dengan interferensi perkembangan atau interferensi belajar (developmental atau learning interference), yaitu interferensi yang terjadi ketika seseorang masih belajar bahasa kedua. (2) Interferensi sistemik (systemic interference), merupakan interferensi yang terlihat dalam bentuk perubahan dalam satu bahasa dengan unsur-unsur, bunyi (fonologi), atau struktur dari bahasa yang lain.

Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Dari sini kemudian

muncul konsep societal

multilingualism, yang mengacu pada kenyataan terdapatnya sejumlah bahasa dalam suatu masyarakat. Hal

ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian para ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Dari pengamatan para ahli tersebut timbul bermacam-macam teori interferensi.

Terdapat dua jenis ‘pengganggu’ (interference,interferensi): interferensi proaktif dan interferensi retroaktif. Interferensi proaktif terjadi ketika informasi yang dipelajari sebelumnya mengganggu pengingatan kembali suatu hal yang dipelajari kemudian. Ini dapat menjadi bermasalah ketika informasi yang baru tidak dapat digunakan dengan benar akibat diganggu informasi lama. Interferensi retroaktif adalah kebalikan dari interferensi proaktif, di mana informasi baru mengganggu informasi lama. Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal (Chaer, 1994:66).

Selanjutnya, Sukamto dan Soenjono (ed.), 1998:27) membagi interferensi atas dua jenis yakni interferensi hambatan retroaktif dan interferensi hambatan proaktif.

Senada dengan pendapat tersebut, Ohoiwutun (2002:72—74) menyatakan jenis interferensi dapat dilihat pada tiga dimensi kejadian, yaitu (1) dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat; (2) dari dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur; dan (3) dimensi pembelajaran bahasa.

(8)

istilah interferensi sistemik yang dikemukakan oleh Ohoiwutun di atas, Chaer dan Lionie (2004:122) juga menyatakan bahwa interferensi sistemik adalah interferensi yang tampak dalam perubahan sistem fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya. Dalam hal ini juga dapat dibedakan antara campur kode dan interferensi. Campur kode mengacu pada digunakannya serpihan-serpihan bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tertentu; sedangkan interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain (Chaer dan Lionie, 2004: 124).

Sehubungan dengan pandangan pakar tersebut yang mengacu pada pandanganWeinrech mengelompokkan interferensi menjadi interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal.

Dari uraian pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis interferensi dapat dibagi atas: (a) interferensi proaktif; dan (b) interferensi sistemik.

2.3 Penyebab Interferensi

Pateda (1989:76) mengemu-kakan bahwa interferensi terjadi karena adanya tiga hal: (1) adanya penyamaan yang berlebihan yakni si pembelajar bahasa salah menggunakan kosakata karena unsur yang sama dengan bahasa sendiri terutama yang berhubungan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik misalnya; (2) adanya transfer struktur, yakni si pembelajar bahasa membuat kesalahan karena pengaruh bahasa ibu dengan bahasa yang sedang mereka

pelajari; (3) kesalahan interlingual, yakni si terdidik salah menggunakan unsur kosakata karena ada perbedaan leksikon antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa yang sedang mereka pelajari (B2).

Lebih lanjut Ahmad (2013: 181) menyebutkan 7 -faktor penyebab terjadinya interferensi dalam suatu bahasa. (1) Kedwibahasaan peserta tutur; (2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima. (3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima. Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru. (4) Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan. (5) Kebutuhan akan sinonim. (6) Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa. (7) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu.

Selain yang dikemukakan di atas, Iskandarwassid (2013:94─122) menjelaskan enam faktor penyebab interferensi. (1) Adanya transfer atau memindahkan unsur-unsur bahasa pertama ke dalam struktur bahasa kedua. (2) Sengaja menggunakan kaidah bahasa pertama untuk bahasa kedua. (3) Kesilapan yaitu (kesalahan yang dibuat secara isidental karena tidak disengaja). (4) Kesalahan yaitu kesalahan yang muncul secara konsisten karena ketidaktahuan; (5) pemerolehan bahasa kedua hanya dengan satu cara, yaitu dengan cara mengerti serta memahami makna pesan yang sampai kepadanya. (6) Pengaruh bahasa antara atau interlanguage yaitu suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat

belum sepenuhnya dapat

(9)

berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua.

Dari uraian beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyebab interferensi adalah: (a) adanya penyamaan yang berlebihan dari penutur; (b) kurangnya kosa kata; (c) adanya transfer struktur; dan (d) pengaruh bahasa antara.

3. Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong ( 2009: 4) yang mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati.

Sementara itu, Syahrul R., dkk. (2011: 11) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bermaksud untuk menjelaskan hasil pengukuran suatu variabel apa adanya. Senada dengan pendapat tersebut Sukmadinata (2011:94) menyatakan bahwa penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran dan persepsinya.

Selain itu pemahaman tentang penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2012:15) merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpo-sitivisme (memandang realitas/

gejala/fenomena itu dapat diklasi-fikasikan, relative tetap, teramati, terukur dan hubungan gejala bersifat

sebab akibat), digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci.

Oleh karena itu, metode yang digunakan sebagai landasan dalam kegiatan penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif

digunakan hanya untuk

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan (Arikunto, 1997:310). Dengan demikian, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu hal sebagaimana adanya.

Dalam penelitian ini penulis menerapkan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yang akan mencoba memberikan gambaran interferensi bahasa Kerinci dalam Teks Narasi Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Jadi, penelitian ini menggambarkan masalah interferensi tataran bahasa yang dilakukan siswa sebagaimana adanya dilapangan.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Sungai Penuh dengan alamat Jln Hamparan Besar Rawang, Kota Sungai Penuh. Sekolah yang terletak di dusun Sri Menanti Kecamatan Koto Baru ini , didirikan pada tahun 1982.

Penulis memilih SMA Negeri 3 Sungai Penuh sebagai lokasi penelitian karena penulis merupakan guru di sekolah ini. Hal ini akan memudahkan peneliti untuk memilih sumber data penelitian dan informasi yang akurat nantinya.

(10)

interferensi leksikal dan semantik bahasa Kerinci dalam Teks Narasi Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Dengan demikian, sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X MIA dengan kelas X IIS SMA Negeri 3 Sungai Penuh yang menggunakan bahasa Kerinci sebagai bahasa sehari-hari mereka di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.

Penetapan kelas X sebagai sumber data dalam penelitian didasarkan atas kenyataan di lapangan bahwa hampir sebagian besar siswa di SMA Negeri 3 Sungai Penuh berasal dari latar belakang bahasa pertama yang sama, yaitu bahasa Kerinci. Jumlah siswa kelas X SMA Negeri 3 Sungai Penuh sebanyak 190 orang yang terdiri atas siswa laki-laki 88 orang dan siswa perempuan 102 orang. Akan tetapi, kriteria yang digunakan dalam penetapan sumber data penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Teknik pemilihan sumber data pada teknik ini diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Moleong (2009:224) mengata-kan bahwa penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sampling). Dia mengatakan bahwa ciri-ciri purposive sampling adalah sampel tidak dapat ditarik terlebih dahulu, pemilihan sampel secara berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sample, dan pemilihan sampel berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Menurut Soegiyono (2012:300) purposive sampling adalah teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Jadi, sumber data penelitian ini diambil dari tiga kecamatan yaitu siswa yang tinggal di Kecamatan Hamparan Rawang, Kecamatan Koto Baru dan Kecamatan Pesisir Bukit. Dari masing-masing kecamatan diambil 25 siswa laki-laki dan 25 siswa perempuan Jadi, jumlah sumber data keseluruhan adalah 50 orang siswa.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Artinya, alat utama pengumpul data adalah peneliti sendiri. Instrumen pelengkap pengumpul data penelitian ini adalah tes, yakni menulis Teks Narasi Siswa SMA Negeri 3 yang dikerjakan oleh siswa kelas X. Alasan menggunakan jenis instrumen berupa tes menulis Teks Narasi Pengalaman Paling Lucu Siswa SMA Negeri 3 karena melalui menceritakan Pengalaman dalam kehidupannya maka akan memun-culkan kealamiahan berbahasa siswa sehingga masalah interferensi muncul. Siswa bebas menuangkan kata-kata dalam teksnya. Sehingga kata-kata yang mengalami inteferensi terlihat dengan jelas.

(11)

penelitian ini dilakukan dengan teknik simak dan teknik catat. Mahsun (2005: 92-93) mengatakan bahwa teknik simak tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Dalam praktik selanjutnya, teknik ini diikuti dengan teknik lanjutan: teknik catat. Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan teknik simak Dengan demikian, pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan membaca teks narasi untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian. Selanjutnya, peneliti mencatat kalimat-kalimat yang mengandung interferensi dalam tataran bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia yang terdapat dalam Teks Narasi Pengalaman Paling Lucu Siswa SMA Negeri 3 Kota Sungai Penuh. Teks pengalaman ini dibaca, dipahami, dan diteliti secara cermat sehingga memperoleh data penelitian. 3.5 Teknik Penganalisisan Data

Mahsun (2005:253) menga-takan bahwa penganalisisan data adalah upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengelompokkan data. Metode penganalisisan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan intralingual, yaitu metode yang menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda. Metode ini dapat digunakan dalam penelitian masalah interferensi ( Mahsun, 2005: 117-118). Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Menginventarisasi dan mengide-ntifikasi data dari teks narasi siswa yakni kalimat-kalimat yang mengandung interferensi bahasa Kerinci dikelompokkan berda-sarkan jenis, tataran bahasa dan penyebabnya.

2. Pengklasifikasian data dari teks narasi siswa yakni kata-kata yang mengandung interferensi bahasa Kerinci dikelompokkan berda-sarkan jenis, tataran bahasa dan penyebabnya.

3. Menginterpretasi data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang dianalisis. Langkah ini dilakukan dengan mendeskripsikan dan menjelaskan jenis-jenis interferensi bahasa Kerinci. Kedua, yakni tataran bahasa yang paling banyak muncul bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia tersebut dibandingkan untuk melihat interferensi yang terjadi. Penafsiran ini digambarkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut. (1) Jenis-jenis interferensi apakah yang terdapat dalam teks cerita pengalaman Tak Terlupakan Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh? (2) Apakah tataran bahasa yang menginterferensi bahasa Kerinci dalam teks narasi pengalaman tak terlupakan siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh? (3) Apakah penyebab Interferensi Bahasa Kerinci dalam Teks Narasi Pengalaman Tak Terlupakan Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh? 4. Merumuskan dan menyimpulkan

hasil analisis yang diperoleh.

(12)

interferensi, peneliti menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan pedoman penulisan bahasa Kerinci sebagai pedoman penganalisisan. Pedoman penulisan bahasa Kerinci bisa didapatkan dari buku-buku yang berhubungan dengan bahasa Kerinci.

3.6 Teknik Pengabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan salah satu teknik ketekunan/keajegan penga-matan yang dikemukakan oleh Moleong (2009:320-334). Dalam teknik ini peneliti melakukan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap semua perihal yang menonjol

4. Pembahasan 4.1. Deskripsi Data

Interferensi yang ditemukan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan jenis interferensi, tataran interferensi serta penyebab interferensi bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Kota Sungai Penuh.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian dari 50 orang siswa ditemukan dua jenis interferensi yaitu interferensi proaktif dan interferensi sistemik. Pada penelitian ini ditemukan interferensi dalam semua tataran Dalam tataran fonologi terjadi dalam penambahan fonem, pengurangan fonem, dan penyisipan fonem. Pada tataran morfologi terjadi interferensi dalam kategori kata yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbial, dan preposisi. Pada tataran sintaksis terjadi pada

struktur kalimat inversi dan satuan sintaksis frase. Dan pada tataran semantik terjadi dalam makna denotasi, makna konotasi, makna gramatikal, dan .makna leksikal.

Berdasarkan penyebab interferensi dalam penelitian ditemukan interferensi penyamaan yang berlebihan, transfer struktur, pengaruh pengaruh bahasa antara dan kurangnya kosakata siswa.

4.2 Analisis Data 4.2.1 Jenis Interferensi

Berdasarkan data penelitian, jenis interferensi yang ditemui dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Kota Sungai Penuh adalah interferensi proaktif dan interferensi sistemik. Interferensi proaktif yakni interferensi yang terjadi akibat pengaruh negatif dari bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa. Jenis interferensi ini dilihat berdasarkan kalimat yang berinterferensi dalam teks narasi siswa. Contohnya sebagai berikut: 1. (N/88) Ketika mobil di rem semua

tertunggit kedepan dan

ketika dihidupkan kembali tertunggit lagi ke belakang. Kata-kata tertunggit dalam kalimat (1) dalam bahasa Indonesia ‘tersungkur’ mengalami interferensi leksikal proaktif dari bahasa Kerinci ‘tatunggank’.

(13)

2. (F/40) Lalu ada paman saya yang mangkul berlari mengusir anjing.

Kata mangkul dalam bahasa Indonesia ‘mencangkul’ yang ditemui dalam kalimat (2) mengalami interferensi sistemik morfologi dari bahasa Kerinci ‘mangkau’.

4.1.2 Tataran Interferensi 1. Interferensi Tataran Fonologi

Dalam tataran fonologi ditemukan kata-kata yang mengalami proses pergantian fonem, proses penghilangan bunyi, dan penambahan bunyi. Misalnya dalam kalimat berikut:

3. (A/1) Waktu itu saya mamancing di danau sama tetangga saya, saya di sengat penyengat dan tercebur di danau.

Kata mamancing pada kalimat (3) dalam bahasa Indonesia

memancing mengalami interferensi fonologi yaitu adanya penambahan bunyi /a/ dalam bahasa Kerinci

’mancang’. Dalam bahasa Kerinci ada kebiasaan menghilangkan bunyi /e/ menjadi /a/ pada kata yang diawali dan diakhiri dengan huruf tersebut. 2. Interferensi Tataran Morfologi

Pada tataran morfologi terjadi interferensi pada kategori kata yaitu pada bentuk dasar, reduplikasi, dan afiksasi. Berikut ini contoh-contohnya. Interferensi dalam Bentuk Dasar 4. (D/27) Sampai siang hari lamanya

keheningan terjadi karena saya ingat bahwa uang saya telah habis karena saya kebanyakan jajang dan membayar uang tugas.

Kata jajang yang ditemui dalam kalimat (4), dalam bahasa Kerinci adalah banyok melai yang dalam bahasa Indonesia ‘jajan’ berarti ‘membeli makanan, kue, nasi’. Ditilik dari segi kelas kata, kata jajang merupakan kelas kata verba dasar bebas.

Interferensi Turunan Berafiks

5. (Q/114) Dan waktu itu ada teman kami yang jahil dia mengitik kaki teman saya yang saya yang bernama Aidel.

Kata mengitik pada kalimat (5)

dalam bahasa Indonesia

‘menggelitik/tergilik-gilik (terasa geli)’ mengalami interferensi morfologi yaitu penghilangan afiks /menge-/ bahasa Kerinci mangituik. dalam bahasa Kerinci imbuhan /me-/ biasanya berubah menjadi /ma-/. Ditinjau dari segi kelas kata, kata mengitik dan menggelitik adalah kelas kata nomina turunan berafiks. Interferensi Reduplikasi

6. (W/147)Saya senang bangat pada malam itu, bisa lucu-lucu dengan teman.

(14)

maknanya adalah ‘menggelikan hati,; menimbulkan rasa tertawa; jenaka’ sedangkan kata lucu-lucu dalam bahasa Kerinci maknanya adalah menok lucu-lucu. Ditilik dari segi kelas kata, lucu-lucu dan lucu-lucu merupakan kelas kata adjektiva reduplikasi.

Interferensi Gabungan Preposisi 7. (H/58) Dan pada waktu saya

bangun teman menceritakan itu kepada saya dan saya pun tertawa.

Kata kepada yang ditemui dalam kalimat (125), dalam bahasa Kerinci adalah ngusui yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘dengan’. Dalam bahasa Indonesia, kata kepada merupakan kata depan untuk menandai tujuan orang. Kata ngusui biasanya digunakan untuk menandai tujuan orang. Sementara itu, makna kata kepada yang dimaksud siswa dalam kalimat di atas adalah ‘dengan’. Ditinjau dari segi kelas kata, kepada merupakan kelas kata preposisi turunan gabungan sedangkan ‘dengan’ merupakan preposisi dasar. Jadi, kata kepada dan dengan termasuk kelas kata preposisi.

3. Interferensi Sintaksis

Interferensi Struktur Kalimat Inversi dalam Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu subjek dan satu predikat. Predikat dalam kalimat tersebut bisa berupa verbal, adjectival, nominal, numeralia, dan frase preposisional. Contohnya sebagai berikut.

8. (A/5) Setelah itu saya mau ngambil sandal saya.

Kalimat ini dalam bahasa Kerinci adalah sudoh iteuh akau ngambuik seluk akau karena terinterferensi bahasa Kerinci maka kalimat yang ditulis siswa dalam bahasa Indonesia menjadi ‘setelah itu saya mau ngambil sandal saya’. Kalimat ini dalam bahasa Kerinci lazim digunakan.

Interferensi Frase sebagai Satuan Sintaksis

Frase adalah suatu konstruksi atau satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak berciri klausa dan pada umumnya pembentuk klausa. Contohnya sebagai berikut.

9. (C/21) Dan yang namanya nabila itu sering disebut biyuah gandik/kakanji

10. (Y/158)Sudah itu ibu mau ngambil pucuk ubi kayu kami mau makan cabe lauk sitau.

Kata-kata yang bercetak miring dalam kalimat (9) adalah frase yang terinterferensi oleh bahasa Kerinci. Frase-frase dalam kalimat ini lazim digunakan dalam bahasa Kerinci. Walaupun dalam bahasa Indonesia frase ini tidak diketahui artinya.

4. Interferensi Semantik Interferensi Leksikal

(15)

12.(A/1) Waktu itu saya mamancingdi danau sama tetangga saya, saya di sengat penyengat dan tercebur di danau.

Kata mamancing yang ditemui dalam kalimat (12) dalam bahasa Kerinci adalah mancang yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘memancing’. Dalam bahasa Indonesia kata ‘memancing’ dengan kata dasarnya ‘pancing’.Kata memancing mengalami proses afiksasi dari kata me + pancing menjadi memancing. Secara gramatikal makna kata mamancing dalam bahasa Indonesia dengan makna kata ‘memancing’ dalam bahasa Indonesia sama. Menurut makna gramatikal kata ‘memancing’ dan mancang yaitu ‘menangkap ikan dengan pancing; mengail’.

Penyebab Interferensi

Berdasarkan data penelitian, penyebab interferensi yang ditemui dalam teks narasi SMA Negeri 3 Kota Sungai Penuh adalah pertama, adanya penyamaan berlebihan terhadap kata atau leksikal yang digunakan siswa karena adanya kemiripan antara bahasa Kerinci dengan bahasa Indonesia untuk kata-kata tertentu. Penyebab interferensi ini dilihat berdasarkan leksikal yang berinterferensi dalam teks narasi siswa. Penyebab kedua adanya transfer struktur yang ditemui dalam teks narasi pengalaman Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Siswa lebih banyak melakukan interferensi dengan menggunakan transfer struktur bahasa Kerinci ke dalam bahasa Indonesia. Adanya transfer struktur, maksudnya yakni si pembelajar bahasa membuat kesalahan karena pengaruh bahasa ibu dengan bahasa

yang sedang mereka pelajari.

Penyebab ketiga faktor

ketidakcukupan atau terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi. Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima. Penyebab keempat pengaruh bahasa antara atau interlanguage yaitu suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat

belum sepenuhnya dapat

meninggalkan kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua. 4.3 Pembahasan

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hasil penelitian dari 50 orang siswa ditemukan dua jenis interferensi yaitu interferensi proaktif dan interferensi sistemik. Chaer dan Lionie (2004:122) menyatakan bahwa interferensi sistemik adalah interferensi yang tampak dalam perubahan sistem fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya. sedangkan hambatan proaktif merupakan jenis interferensi yang merujuk ke pengaruh negatif dari bahasa ibu ke bahasa sasaran atau bahasa kedua, Sukamto dan Soenjono (ed.), 1998:27).

(16)

terjadi dalam semua tataran bahasa, misalnya dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Pada penelitian ini ditemukan interferensi dalam semua tataran Dalam tataran fonologi terjadi dalam penambahan fonem, pengurangan fonem, dan penyisipan fonem. Pada tataran morfologi terjadi interferensi dalam kategori kata yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbial, dan preposisi. Pada tataran sintaksis terjadi pada struktur kalimat inversi dan satuan sintaksis frase. Dan pada tataran semantik terjadi dalam makna denotasi, makna konotasi, makna gramatikal, dan .makna leksikal.

Pateda (1990:76) mengemuka-kan bahwa interferensi terjadi karena : (1) adanya penyamaan yang berlebihan yakni si pembelajar bahasa salah menggunakan kosakata karena unsur yang sama dengan bahasa sendiri terutama yang berhubungan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik misalnya; (2) adanya transfer struktur, menurut Iskandarwassid (2013:94─122) menjelaskan faktor-faktor penyebab interferensi adalah pengaruh bahasa antara atau interlanguage yaitu suatu gejala pemakaian bahasa yang muncul akibat

belum sepenuhnya dapat

meninggalkan kebiasaannya dalam berbahasa pertama, tetapi belum sepenuhnya menguasai bahasa kedua.

Berdasarkan penyebab interferensi dalam penelitian ditemukan interferensi penyamaan yang berlebihan, transfer struktur, pengaruh pengaruh bahasa antara dan kurangnya kosakata siswa.

5. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, ditemukan interferensi dalam teks narasi siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh . Interferensi yang dominan adalah tataran sintaksis, tataran morfologi, tataran fonologi, dan tataran semantik. Tataran- tataran bahasa ini lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh. Tataran fonologi sedikit yang ditemukan karena dalam kehidupan sehari-hari Siswa SMA Negeri 3 Sungai Penuh sudah banyak terpengaruh oleh bahasa lain karena masyarakat kerinci adalah multilingual. Dari hasil itu, ditemukan interferensi bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa. Interferensi yang terdapat dalam teks narasi siswa karena pengaruh siswa yang dwibahasa.

Kedua, Interferensi yang ditemukan dalam teks narasi siswa termasuk jenis interferensi proaktif yakni interferensi yang terjadi karena pengaruh negatif dari bahasa Kerinci dalam teks narasi siswa. Dan interferensi sistemik yakni interferensi yang tampak dalam perubahan sistem fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya.

(17)

dalam Bahasa Indonesia, kurangnya kosakata siswa, dan karena adanya pengaruh bahasa antara.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1994.Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul & Lionie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

H.P,Achmad dan Alek Abdullah.2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2013. Strategi Pembelajaran Bahasa.Bandung: Pascasarjana UPI dan Remaja Rosdakarya.

Kridalaksana, Harumurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harumurti. 2008. Kamus Lingistik.. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi, Cetakan Kedua Puluh Enam). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nababan, P.W.J. 1991.Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Ohoiwutun,Paul. 2002. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Pateda,Mansoer.(1990).Sosiolinguistik Bandung: Penerbit Angkasa.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik.Yogyakarta: Erlangga.

(18)

Subyakto, Sri Utari dan Nababan. 1992. Psikolinguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan

Referensi

Dokumen terkait

Kepemimpinan pembelajaran yang telah diterapkan di madrasah Nurul Islam 1 Jember dan Al-Qodiri 1 Jember adalah: Pertama, sosialisasi visi, misi, dan tujuan yang

Jadi, yang dimaksudkan judul skripsi ini adalah penulis ingin mengetahui bagaimana proses pemberian bantuan untuk siswa yang memiliki rendah diri dalam mengatasi

Berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 10 orang anggota DPR RI Fraksi “X” periode 2009-2014 terkait dengan motif sosial yang dimiliki : terdapat 30% memiliki

Analisis Total Bakteri Dan Total Koliform Dalam Sari Kedelai Selama Proses Penyimpanan Pada Suhu Kamar Dan Hubungannya ” adalah hasil karya saya, dan dalam

 Sesuatu barangan boleh dijual dengan harga yang lebih murah dan mendapat permintaan yang tinggi jika tidak dikenakan cukai. Antara  produk yang selalu diseludup

FASE 4: TAHAP AWAL PENGEMBANGAN USAHA LANGKAH 1 Pelaku usaha memperoleh sumber pembiayaan seperti yang direncanakan dalam Rencana Pengembangan Usaha (RPU) LANGKAH 2 Pelaku usaha

Untuk mendukung pencapaian visi Kabupaten Malang yaitu Terwujudnya Kabupaten Malang MADEP MANTEB MANETEP yang dijabarkan dengan “Terwujudnya Kabupaten Malang

Pada saat ini, penggunaan Global Positioning Systems (GPS)/ Global Navigation Satellite Systems (GNSS) dalam kegiatan topografi seismik umumnya digunakan untuk pembuatan