• Tidak ada hasil yang ditemukan

REMISI TERHADAP TERPIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REMISI TERHADAP TERPIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA

PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

2.1. Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

Sebelum kita mengetahui landasan hukum tentang remisi terhadap Narapidana

penjara seumur hidup, alangkah lebih baiknya kita mengetahui dan mendalami

tentang pengaturan remisi di Indonesia.

Dasar hukum pemberian remisi sudah mengalami beberapa kali perubahan

bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 69 Tahun 1999 dan belum sempat diterapkan, akan tetapi dicabut kembali

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 174 Tahun 1999. Remisi

yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman Belanda sampai sekarang

berturut-turut sebagai berikut:

1. Gouvernement Besluit tanggal 10 Agustus 1935 Nomor 23 Bijnlad Nomor

13515 jo. 9 Juli 1841 Nomor 12 dan 26 Januari 1942; Merupakan remisi yang

diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran Sri Ratu Belanda.

2. Keputusan Presiden Nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam

Berita Negara Nomor 26 tanggal 28 April 1950 jo. Peraturan Presiden

(2)

Januari 1947 jo. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 120 Tahun

1955, tanggal 23 Juli 1955 tentang Ampunan Istimewa.

3. Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1987 jo. Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor 01.HN.02.01 Tahun 1987 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman

Republik Indonesia Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988

tentang Tambahan Remisi bagi Narapidana yang Menjadi Donor Organ

Tubuh dan Donor Darah dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor 03.HN.02.01. tahun 1988 tanggal 10 Maret 1988 tentang

Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi

Pidana Penjara Sementara berdasarkan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 1987.

4. Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa Pidana

(Remisi).

5. Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum

dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun

1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999,

Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor m.10.HN.02.01

Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Terdapat beberapa ketentuan-ketenutuan yang masih berlaku adalah ketentuan

(3)

dapat ditambahkan dengan beberapa ketentuan-ketentuan yang masih berlaku untuk

remisi saat ini:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 1955, tanggal 23

juli 1955 tentang Ampunan Istimewa.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan

perubahannya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2006.

3. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan.

4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan Bagi

Narapidana dan Anak Pidana.

5. Surat Edaran Nomor E.PS.01-03-15 tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan

Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

6. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor m.10.HN.02.01

Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Dari banyaknya peraturan yang mengatur tentang remisi terhadap Narapidana,

maka terlihat bahwa di sini, pemerintah serius dalam mengatur, mengawasi dan

memberlakukan tentang remisi yang berlaku di Indonesia. Dan hal ini juga

(4)

antaranya disebabkan keberagaman umat beragama di Indonesia. Di bawah ini,

nantinya akan ada penjelasan-penjelasan mendalam mengenai peraturan

perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang remisi dan yang berkaitan dengan

remisi.

2.1.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995.

Undang-undang ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan tentang bagaimana

Lembaga Pemasyarakatan dan pengaturan masyarakat yang ada di dalamnya. Di

dalam keterkaitannya dengan remisi, Undang-undang ini yang menjadi dasar bagi

pemberian remisi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.

Hal mengenai remisi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 1995 pasal 14 yang bunyinya adalah Narapidana berhak

mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Remisi dari segi pengertian secara

luas, sudah dijelaskan pada pasal ini. Dan masih diperlukan peraturan khusus yang

mengatur tentang remisi itu sendiri, misalnya mengenai siapa yang berhak

mendapatkannya, syarat-syaratnya, dan lain-lainnya. Dalam undang-undang ini juga

diatur beberapa kosakata pengertian beberapa unsur dalam remisi, misalnya

pengertian Narapidana, Terpidana, Lembaga Pemasyarakatan dan Anak Pidana.

2.1.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999

tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan dan perubahannya, Peraturan Pemerintah Republik

(5)

Peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dapat

dilaksanakan atau dilakukan oleh Narapidana. Di dalamnya juga mengatur tentang

hak-hak Narapidana. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan remisi. Seperti pada

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang remisi,

pengaturan tentang remisi pada peraturan ini masih belum terlalu khusus, masih luas.

Tetapi di dalamnya terdapat tambahan pengaturan, yaitu syarat mendapatkan remisi.

Pada pasal 34 ayai 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan, syarat remisi adalah :

1. Berbuat jasa kepada Negara;

2. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan; atau

3. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan Lembaga Pemasyarakatan.

Tetapi kemudian pada perubahannya, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006, syarat mendapatkan remisi telah berubah

yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

Dan disana terdapat perkecualian khusus. Pada pasal 34 ayat 3 :

Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,

narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara,

kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional

terorganisir lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi syarat, yaitu

(6)

Pada akhirnya, remisi diberikan kepada Narapidana pidana tertentu seperti

pada pasal 34 ayat 3, sesuai pada pasal 34A, setelah mendapatkan pertimbangan dari

Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Dan pemberian remisi tersebut, dikeluarkan

melalui Keputusan Menteri.

Ketentuan di atas, nantinya akan bertabrakan dengan syarat-syarat

mendapatkan remisi terhadap Narapidana pidana penjara seumur hidup yang berubah

statusnya menjadi pidana penjara sementara dan remisi tambahan. Tetapi dalam

peraturan di atas, tidak mencabut ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan

mendapatkan remisi pada peraturan yang nantinya mengatur tentang remisi terhadap

Narapidana pidana penjara seumur hidup yang berubah statusnya menjadi pidana

penjara sementara dan remisi tambahan. Sehingga peraturan-peraturan tersebut tidak

akan berbenturan dalam ketentuan persyaratan mendapatkan remisi.

2.1.3. Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi jo.

Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik

Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999.

Ketentuan inilah yang mengatur secara umum tentang remisi, yang masih

berlaku sampai saat ini. Disertai dengan pengaturan tambahannya yaitu tentang

pelaksanaannnya. Di dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi, semua tentang pengaturan remisi secara garis besarnya ada di sini.

Lahirnya Undang-undang ini tentunya dengan pertimbangan bahwa dalam

(7)

dalamnya ada penjelasan hak Narapidana tentang mendapatkan remisi,

membutuhkan penjelasan yang lebih khusus lagi. Diharapkan dengan

dikeluarkannya peraturan tentang remisi ini maka :

1. Diharapkan Narapidana mengetahui adanya remisi dan macam-macam remisi

yang ada. Sehingga mereka lebih bersemangat dalam menjalani hari-harinya

di Lembaga Pemasyarakatan dengan lebih baik, tentunya untuk selalu

memenuhi syarat mendapatkan remisi, yaitu berkelakuan baik.

2. Narapidana mengetahui bagaimana proses mendapatkannya, ataupun

mengajukannya. Sehingga jika mereka tidak mendapatkan haknya sesuai yang

diatur dalam peraturan tentang remisi, maka narapidana dapat mengetahuinya.

Peraturan ini juga merupakan perlindungan hukum Narapidana tentang remisi.

2.1.4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan bagi

Narapidana dan Anak Pidana.

Pengeluaran pengaturan ini, menambahkan remisi selain remisi umum dan

khusus, seperti yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999.

Dengan persyaratan tertentu, Narapidana dan Anak Pidana mendapatkan remisi

tambahan.

Tujuan dari pemerintah memberikan remisi tambahan ini adalah:

1. Memompa semangat Narapidana dan Anak Pidana, agar tetap berkarya, tetap

(8)

memberikan ganjaran berupa remisi tambahan, yang tentunya sangat

dibutuhkan oleh Narapidana dan Anak Pidana.

2. Dari Narapidana dan Anak Pidana tersebut berkarya, tentu akan mengurangi

kegiatan-kegiatan yang negatif, seperti bersitegang dengan para narapidana,

membuat kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan, dengan mengalihkannya ke

kegiatan yang lebih positif. Tentunya dapat membuat kondisi Lapas atau

Rutan lebih kondusif dan aman.

2.1.5. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.03-PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan

Permohonan Remisi bagi Narapidana yang Menjalani Pidana Penjara

Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

Dalam peraturan ini, menindaklanjuti dari Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi pasal 9. Yakni membahas

bagaimana Narapidana pidana penjara seumur hidup mendapatkan remisi beserta

proses-prosesnya.

2.2. Tujuan Pemberian Remisi.

Pemberian remisi ini selain untuk memberikan motivasi kepada Narapidana

dan Anak Pidana agar selalu berkelakuan baik, ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai :

1. Secara psikologis pemberian potongan hukuman ini, banyak pengaruhnya

(9)

salah satu “:katup pengaman” untuk menurunkan tingkat tekanan psikologis

massa, sehingga hal ini diharapkan dapat mereduksi atau meminimalisasi

gangguan keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan

berupa pelarian, perkelahian dan kerusuhan lainnya.

2. Dengan 2 kali pemberian remisi yang diberikan dalam waktu berbeda setiap

tahunnya,remisi umum dan khusus dapat dijadikan alat untuk mengingatkan

Narapidana dan Anak Pidana agar selalu berkelakuan baik. Karena kalau

tidak, maka kesempatan mendapatkan potongan hukuman akan hilang, karena

penilaian kelakuan baik berlaku dalam satu tahun. Di sini pengkondisian

perilaku positif, dilakukan secara berkesinambungan.

3. Dengan memberikan remisi kepada residivis dan kemungkinan kepada

terpidana hukuman mati dan narapidana seumur hidup, banyak memberikan

sumbangan kepada penciptaan kondisi aman di Lembaga Pemasyarakatan.

Dalam bukunya Pengantar Penologi, Sanusi Has mengatakan pelarian dan

kerusuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan tidak mustahil karena

ulah Narapidana jenis ini. Perlu diketahui bahwa kelompok Narapidana ini,

biasanya menjadi kelompok elit dalam strata masyarakat penjara dan

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap Narapidana ataupun Anak Pidana

lainnya.

4. Pemberian remisi adalah salah satu hak Narapidana dan Anak Pidana yang

dijamin oleh Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

(10)

Narapidana dan Anak Pidana. Oleh sebab itu pelayanan pemberian remisi

adalah cerminan dari perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.17

Dapat dimengerti bahwa apabila upaya pemberian remisi ini di satu sisi secara

psikologis Negara mengupayakan agar seseorang selalu terkondisikan dalam suasana

yang mendorong timbulnya perilaku positif. Sedangkan di sisi lainnya,

mengusahakan agar seseorang tidak terkena proses sosialisasi budaya penajra, dengan

memberikan potongan masa pidananya. Hal ini seperti apa yang pernah dikemukakan

oleh Sahardjo (alm.) (Mantan Menteri Kehakiman) yang menyatakan bahwa “Negara

tidak berhak membuat orang lebih buruk daripada sebelum dia masuk ke Lembaga

Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan.18

2.3. Macam-Macam Remisi.

Remisi harus ditentukan macam-macamnya. Apakah pemberian remisi

berdasarkan hari besar, kegiatan atau perbuatan yang dilakukan oleh narapidana atau

anak pidana.

2.3.1 Remisi Umum

Pengertian remisi umum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan

Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999

tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999

tentang Remisi adalah:

(11)

“Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak

pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17

Agustus”.

Remisi umum, pada poin terpentingnya, merupakan hak yang diberikan

berdasarkan hari kemerdekaan Negara ini. Besarnya dari remisi umum, berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indoneisa Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi pasal

4 ayat 1:

a) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan.

b) 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

selama 12 (duabelas) bulan atau lebih.

Sedangkan ketentuan pemberian remisi umum dilaksanakan sesuai Keputusan

Presiden Republik Indoneisa Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi pasal 4 ayat 2:

a) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

(satu);

b) Pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;

c) Pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;

d) Pada tahun keempat dan kelimamasing-masing diberikan remisi 5 (lima)

bulan;

(12)

2.3.2. Remisi Khusus

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik

Indonesia Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi, remisi khusus

adalah:

“Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidan dan Anak

Pidana pada Hari Besar Keagamaan yang dianut oleh yang bersangkutan dan

dilaksanakan sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali dalam setahun bagi

masing-masing agama”.

Adapun sesuai Keputusan Presiden Republik Indoneisa Nomor 174 Tahun

1999 tentang Remisi pasal 5 ayat 1, besarnya remisi khusus:

a) 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

b) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Sedangkan ketentuan pelaksananaanya berdasarkan Keputusan Presiden

Republik Indoneisa Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi pasal 5 ayat 1:

a) Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1

(satu);

(13)

c) Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan 15 (lima belas) hari; dan

d) Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap

tahun.

2.3.3. Remisi Tambahan.

Remisi tambahan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan

Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999 tentang

Remisi adalah:

“Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak

Pidana yang berbuat jasa kepada Negara, melakukan perbuatan yang

bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan atau melakukan perbuatan yang

membantu kegiatan Lembaga Pemasyarakatan”.

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan Republik

Indonesia Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi, yang dimaksud

dengan berbuat jasa kepada Negara adalah:

“Jasa yang diberikan dalam perjuangan untuk mempertahankan kelangsungan

(14)

Sedangkan, masih berdasarkan aturan yang sama dengan di atas, yang

dimaksud dengan perbuatan yang bernanfaat bagi Negara atau kemanusiaan antara

lain:

a) Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berguna untuk pembangunan kemanusiaan.

b) Ikut menanggulangi bencana alam.

c) Mencegah pelarian atau gangguan keamanan serta ketertiban di Lembaga

Pemasyarakatan atau Cabang Rumah Tahanan Negara.

d) Menjadi donor organ tubuh dan sebagainya.

Dan yang dimaksud dengan perbuatan yang membantu kegiatan Lembaga

Pemasyarakatan adalah:

“Pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Narapidana yang diangkat sebagai

pemuka kerja oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan/Cabang

Rumah Tahan Negara”.

Adapun sesuai Keputusan Presiden Republik Indoneisa Nomor 174 Tahun

1999 tentang Remisi pasal 6, besarnya remisi tambahan adalah:

a) ½ (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa kepada

negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau

(15)

b) 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana atau Anak Pidana yang telah melakukan

perbuatan yang membantu kegiatan pem,binaan di Lembaga Pemasyarakatan

sebagai pemuka.

2.3.4. Remisi Susulan.

Pengertian Remisi Susulan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang

Remisi Susulan, pasal 1 ayat 1, ada 2, yaitu berdasarkan remisi umum susulan dan

remisi khusus susulan. Remisi umum susulan berdasarkan pasal 1 ayat 2 adalah:

“Remisi umum yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang

pada tanggal 17 Agustus telah menjalani masa penahanan paling singkat 6

(enam) bulan atau lebih dan belum menerima putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Sedangkan remisi khusus susulan berdasarkan pasal 1 ayat 3 adalah:

“Remisi khusus yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang

pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya telah

menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam) bulan atau lebih dan

belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”.

(16)

Remisi Dasawarsa diberikan bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus, tiap 10 tahun sekali. Untuk tahun 2005,

bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang

ke-enampuluh tahun, diberikan remisi dasawarsa.19 Tetapi sayangnya belum ada

pengaturannya secara khusus dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

2.4. Perkecualian Dalam Remisi.

Di dalam pengaturannya tentang pemberian remisi terhadap Narapidana dan

Anak Pidana, terdapat beberapa pengaturan khusus atau perkecualian atau syarat

tertentu.

Di dalam pengaturannya dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi, beberapa pengaturan khususnya adalah:

1. Pasal 8 ayat 2, penghitungan remisi bagi Narapidana dan Anak Pidana yang

menjalani pidana lebih dari satu putusan pengadilan secara berturut-turut

dilakukan dengan cara menggabungkan semua putusan pidananya. Pada ayat 3

nya, pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda tidak diperhitungkan di

dalam penggabungan putusan pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat

2.

2. Pasal 11, remisi sebagaimana pasal 2 dan 3 juga diberikan kepada; Narapidana

dan Anak Pidana yang mengajukan permohonan grasi sambil menjalankan

pidananya dan Narapidana dan Anak Pidana Warga Negara Asing.

(17)

3. Pasal 12, remisi sebagaimana dimaksud pada pasal 2 dan 3, tidak diberikan

kepada Narapidana dan Anak Pidana yang ; dipidana kurang dari 6 bulan;

dikenakan hukuman disiplin dan didaftar dalam buku pelanggaran tata tertib

Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan dalam

pemberian remisi; sedang menjalani cuti menjelang bebeas; dijatuhi pidana

kurungan sebagai pengganti pidana denda.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 juga

mengatur perkecualian. Maksudnya mengganti syarat mendapatkan remisi bagi

Narapidana pidana khusus seperti yang diatur pada pasal 34 ayat 3.

Di dalam keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor

M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi :

1. Pasal 3 ayat 3, bagi Narapidana dan Anak Pidana yang beragama selain

sebagaimana tersebut dalam ayat 2, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 13 ayat 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174

Tahun 1999 tentang remisi.

2. Pasal 4, Apabila seorang Narapidana dan Anak Pidana dalam suatu rtahun

tidak diberikan remisi karena tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan

dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

tentang remisi, maka pemberian remisi pada tahun berikutnya berdasarkan

(18)

3. Pasal 7 ayat 2, jika selama menjalani pidana Narapidana dan Anak Pidana pindah

agama, maka remisi diberikan kepada Narapidana atau Anak Pidana yang

bersangkutan menurut agama yang dianut pada saat pendataan pertama kali.

2.5. Remisi Terhadap Narapidana Pidana Penjara Seumur Hidup.

Remisi untuk Narapidana terpidana seumur hidup adalah sama seperti yang

dijelaskan di atas. Tidak ada perbedaan. Hanya dalam prosesnya, remisi tersebut

menjadi hak setelah mengajukan perubahan status penjara, dari pidana penjara

seumur hidup, menjadi pidana penjara sementara. Jadi maksudnya, Narapidana

pidana penjara seumur hidup akan mendapatkan dua proses remisi, yaitu remisi untuk

menjadi Narapidana penjara sementara dan mendapatkan remisi umum dan khusus

sesuai peraturan yang berlaku.

Terpidana penjara seumur hidup harus mengajukan melalui permohonan, yaitu

permintaan yang diajukan oleh Narapidana yang menjalani pidana seumur hidup agar

mendapatkan remisi menjalani pidana penjara sementara. Nantinya mereka akan

mendapatkan remisi biasanya sesuai dengan ketentuan pasal 1 Keputusan Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Hal ini diatur dalam pasal 11

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M-03.PS.01.04

Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Remisi Bagi Narapidana yang Menjalani

Pidana Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara.

Nantinya hasil dari proses tersebut, yang berujung pada presiden, akan

dikeluarkan Keputusan Presiden tentang Pemberian Remisi bagi Narapidana pidana

(19)

2.6. Akibat-Akibat Hukum Diberikannya Remisi.

Akibat-akibat hukum pemberian remisi sebagaimana diatur dalam keputusan

Presiden Nomor 174 Tahun 1999, dan beberapa peraturan lainnya yang mendukung,

dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Pengurangan masa pidana, dijalani atau diberikan kepada Narapidana dan

Anak Pidana.

2. Pemberian remisi berarti pengurangan masa pidana penjara, yang seharusnya

dijalani oleh para Narapidana.

3. Pengurangan masa pidana yang dapat menyebabkan pembebasan seketika,

degan persyaratan diberikan kepada Narapidana yang setelah dikurangi remisi

umum maupun remisi tambahan, masa pidana yang harus dijalani ternyata

mengakibatkan masa pidananya habis, bertepatan pada saat pemberian remisi

yaitu 17 Agustus pada tahun yang bersangkutan.

4. Masa Pembebasan bersyarat menjadi lebih singkat. Pembebasan bersyarat

diberikan kepada Narapidana yang telah menjalani masa pidananya 2/3 (dua

pertiga) sekurang-kurangnya telah menjalani pidananya selama 9 (Sembilan)

bulan. Maka dengan pemberian remisi akan mengurangi masa pidana dari

Narapidana yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan masa pembebasan

(20)

5. Akibat Hukum lainnya adalah remisi yang di dalamnya mengatur pula

ketentuan-ketentuan tentang komutasi atau perubahan pidana penjara seumur

hidup menjadi pidana penjara sementara waktu 15 tahun, dengan syarat antara

lain Narapidana tersebut telah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun

Referensi

Dokumen terkait

a) Bentuk Buku tanah dan Sertipikat Hak Tang-gungan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996.. b)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sekitar hutan lindung berkultur asli Minang dan Mandailing dengan pendidikan rendah (SD), berpendapatan relatif

It's quite best for you to see this page considering that you could obtain the web link web page to download and install guide The Marathon Monks Of Mount Hiei By John Stevens

Fungsi partikel ‘ga’ ini termasuk dalam bagian kakujoshi 「格助詞」 , karena seperti yang sudah dijabarkan diatas, definisi kakujoshi adalah partikel yang berada di

Contohnya adalah masih banyak orang yang berfikir sempit tentang hukum potong tangan kepada pelaku tindak pidana pencurian dalam Islam.. Paradigma seperti ini akhirnya

● Pengorganisiran, termasuk di dalamnya adalah membentuk kelompok-kelompok baru, seperti kelompok pendamping kampung (community organizers), koperasi perempuan, kelompok

Data yang disajikan ini merupakan data pengukuran awal (pre-test), yang digunakan untuk mengetahui kondisi awal subjek yang akan dijadikan sampel dalam penelitian.

Kutipan tersebut menyatakan bahwa tokoh utama Teweraut menggagumi hutan suku Asmat di Papua, karena spesies flora dan faunanya yang unik. Pesona keberagaman flora dan fauna