• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dan teori penyebab terjadinya pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep dan teori penyebab terjadinya pen"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DAN TEORI PENYEBAB TERJADINYA PENYAKIT TYPUS

DI DESA PESAYANGAN MARTAPURA KABUPATEN BANJAR

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS BESAR

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

DOSEN PEMBIMBING :

PROF.DR.QOMARIYATUS SHOLIHAH,AMD.HYP,ST,M.KES DAN

NOVA ANNISA, M.SI

Oleh :

Arif Rahman H1E114231

Hudan Rahmani H1E114234

Winaldy Rahman H1E114031

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU

(2)

REKTOR UNLAM

Prof . Dr .Soharto Hadi ., M.Si ., M.Sc NIP. 19660331 199102 1 001

DEKAN FAKULTAS TEKNIK

Dr.Ing Yulian Firmana Arifin, S.T.,M.T

NIP. 19750719 200003 1 002

KEPALA PRODI TEKNIK LINGKUNGAN

Dr. Rony Riduan,S.T., M.T

NIP.19761017 199903 1 003

2 Dosen Mata Kuliah

Epidemiologi

Prof. Dr .Qomariyatus Sholihah, Amd .Hyp., S.T ., Mkes. NIP. 19780420 200501 2 002

Dosen Mata Kuliah Epidemiologi

Nova Annisa, M.Si

MAHASISWA MAHASISWA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Konsep/ Teori Penyebab Terjadinya Penyakit Akibat Lingkungan Penyakit Typus Di Desa Pesayangan Martapura kabupaten Banjar”.

Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun saya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Qomariyatus Sholihah,Amd.Hyp,ST,M.Kes selaku pembimbing akademik mata kuliah Epidemiologi

2. Ibu Nova Annisa,S.si.MS. selaku dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi

3. Ibu Gusti Masdiana selaku pengelola program surveilans puskesmas pasayangan martapura

4. Masyarakat penduduk desa pasayangan kecamatan martapura kota

5. Rekan rekan kelompok yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini

Banjarbaru, 18 Desember 2015

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...3

DAFTAR ISI...4

BAB I...5

PENDAHULUAN...5

1.1 LATAR BELAKANG...5

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan...6

BAB II...7

TINJAUAN PUSTAKA...7

2.1 Pengertian Typus...7

2.2 Sumber penyakit tipus/typhoid...8

2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Pada Manusia...12

2.4 Pencegahan Penyakit Tifus...15

2.5 Penanggulangan Penyakit Tipus...17

2.6 Diagnosis Laboratorium...22

2.7 Distribusi Typhus Abdominalis...23

2.8 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid...24

BAB III...25

Metodologi Penelitian...25

3.1Jenis Penelitian...25

3.2 Metode Pengumpulan Data...25

3.3 Wawancara terstruktur...25

BAB IV...28

HASIL DAN PEMBAHASAN...28

4.2 Data penderita penyakit Tifus di Puskesmas Pasayangan...33

BAB V...37

Penutup...37

5.1 Kesimpulan...37

5.2 Saran...37

INDEX...38

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit demam thypoid sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di Kalimantan Selatan. Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan karena keangkuhannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila pengobatan tak tuntas.

Kuman salmonela merupakan penyebab tifus. Kuman penghantam usus halus ini terdiri atas Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. Binatang seperti unggas, kucing, anjing, sapi, kuda, babi serta binatang mengerat merupakan sahabat kuman yang juga sangat betah tinggal dalam tubuh manusia. Salmonella typhi umumnya lebih ganas daripada Salmonella paratyphi. Kalau pas naas, dalam tubuh seorang penderita bisa saja hinggap sekaligus kedua macam salmonela itu. Soalnya kuman ini cukup tangguh. Ia mampu bertahan hidup cukup lama dalam tinja, sampah, daging, telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan kimia seperti zat pewarna makanan sekalipun..

Pengobatan penyakit usus ini memang susah-susah gampang, karena memerlukan pemantauan berkelanjutan. Pasalnya, bila kuman belum terbasmi dengan baik, dan pengobatan dihentikan, bisa saja muncul gejala ulang seperti pada Tina tadi. Atau bahkan yang lebih fatal lagi, dapat terjadi komplikasi pada organ lain.

Penyakit tifus mulai banyak menyerang karena bakteri dengan mudah berkembangbiak. Tifus sering terlambat terdiagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain. Kenali gejala khas tifus. Ciri-ciri umunya adalah pusing seperti mau flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, badan terasa tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi yang berasal dari makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi bakteri tersebut dari kotoran orang yang sebelumnya terkena tifus. Karenanya penyakit ini bisa menular, untuk itu bagi orang yang terkena tifus kalau habis buang air besar harus mencuci tangan hingga bersih.

(6)

Penyakit ini erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan yang kurang, perilaku pribadi serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Thypoid ?

2. Apa penyebab penyakit ini?

3. Apa tanda-tanda atau gejala penyakit ini?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui mengenai penyakit Thypoid. 2. Untuk mengetahui penyebab penyakit ini.

3. Untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala penyakit ini

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Bagi masyarakat

Sebagai bahan informasi bagi masyarat tentang penyakit typus.

2. Bagi Univesitas Lambung Mangkurat, Fakultas Teknik Prodi Lingkungan

Menambah kepustakaan dan wawasan keilmuan dalam bidang epidemilogi khususnya tentang penyebab, pecegahan dan penanggulangan penyakit typus.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang penyaki typus.

BAB II

(7)

2.1 Pengertian Typus

1. Typhus Abdominalisadalah penyakit infeksi yang menyerang saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa dengan masa inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).

2. Typhus Abdominalismerupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan dengan lingkungan terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Timmreck, T.C. 2004).

3. Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

4. Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006). Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaan ditandai adanya demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. 5. Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi dalam saluran

(8)

Peraturan Pemerintah Tentang Penyakit Tifus

Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara tahun 1962 No.2) dan Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara tahun 1962 No.3); Wabah dalam Undang-undang ini meliputi:

(1) Penyakit-penyakit karantina berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

(2) a. Tifus perut (Typhus abdominalis), b. Para-tifus A, B dan C,

c. Disentri (mejan) basili (Dycenteriabacillaris), d. Radang hati menular (Hepatitisinfectiosa), e. Para-cholera Eltor,

f. Diphtheria,

g. Kejang tengkuk (Meningitiscerebrospinalis epidemica), h. Lumpuh kanak-kanak (Poliomyelitisanterior acuta). (3) Penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonellatyphimurium.

2.2 Sumber penyakit tipus/typhoid

Penyebab penyakit tifus ini adalah bakteri Salmonella typhi. Keracunan Salmonella typhi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusingpusing dan dehidrasi. Semakin banyak jumlah bakteri yang terkandung dalam tubuh, semakin terancam jiwa penderita (Uttiek, 2006).

(9)

Salmonella typhimurium merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai factor virulensi utama berupa lipopolisakarida (LPS) yang dapat menstimulasi respon imun pada inang (Abbas & Lichmant 2003). Infeksi Salmonella menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin terutama IFNγ juga terhambat (Adrianus et al. 2005). Hasil penelitian McScorley et al. (2002) menunjukkan bahwa respon sel T pada infeksi Salmonella patogenik terlokalisasi pada jaringan limfoid yang berperan pada infeksi awal infeksi, yaitu pada saluran pencernaan (Payer’s patches) dan tidak efisien pada jaringan lain yang berrespon pada infeksi akhir. Meskipun respon utama akibat infeksi Salmonella diperantarai sel T, namun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa koordinasi antara imunitas humoral dan imunitas seluler berperan dalam menginduksi apoptosis sel makrofag yang terinfeksi Salmonella. Hal ini penting sebagai perlindungan untuk sel, jika eliminasi mikroorganisme ini gagal dilakukan (Eguchi & Kikuchi 2010).

Di dunia, insidensi demam tifoid diperkirakan mencapai 16 juta kasus setiap tahunnya. Lebih dari 600.000 orang meninggal setiap tahun karena penyakit ini. Di Indonesia, demam tifoid atau lebih dikenal sebagai penyakit tifus merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Insidensi rata-rata mencapai 650 kasus per 100.000 penduduk di Indonesia, dengan mortalitas rata-rata bervariasi dari 3,1-10,4% (Gassem 2001).

Demam typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhosa cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi salmonella yang lain (Ashkenazi et.al, 2002). Penyakit pada anak biasanya tidak seberat pada orang dewasa. Biasanya dimulai berangsur- angsur

dengan naiknya panas dari hari ke hari, sering mencapai

40

0 C (1

40

0 F) pada akhir minggu pertama. Sakit kepala, batuk, konstipasi, perdarahan hidung, dan meningismus sering kali muncul. Pada minggu kedua penyakit, tinggi suhu menetap dan kulit menjadi panas dan kering. Anak tampak sangat sakit dan berbaring dengan tenang. Perut seringkali bengkak. Diare dapat terjadi dengan tinja cair, berwarna kehijauan dan berlendir. Limpa akan membesar, walaupun barangkali sudah terjadi karena malaria. Bercak Rose ( rose spots, rata, bercak merah dengan diameter 2-5 mm) dapat tampak, terutama diperut dan dada, dan pada anak- anak dengan kulit yang kering. Pemeriksaan dada sering menunjukan gejala bronkhitis atau pneumonia. ( Irianto, 2014).

(10)

dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis. Jadi jelas bahwa penyebab penyakit tipes adalah kuman yang bernama Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C.

Penularan kuman yang bernama salmonella thypi dapat melalui makanan, jari tangan/kuku, muntah, lalat, dan feses. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Jadi menjaga kebersihan terhadap makanan, tangan (selalu mencuci dengan sabun) ketika mau makan, kebersihan lingkungan agar tidak banyak lalat menjadi hal penting agar terhindar dari penyakit tipes. Bisa jadi masih ada penyebab penyakit tipes yang lain tetapi sepertinya faktor kebersihan makanan, badan dan lingkungan sudah mewakili secara keseluruhan.

Adapun Bakteri Salmonella typhosa juga masuk ke tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyer di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Bakteri Salmonella typhosa kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah mengalami kelenjar-kelenjar limfe ini Salmonella typhosa masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Bakteri bakteri Salmonella typhosa lainnya mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhosa bersarang di plaque peyer, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksin. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin Salmonella typhosa berperan pada patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhosa berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang ( Juwono, 2006)

Morfologi Salmonella typhosa.

(11)

tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis (Gupte, 1990).

Fisiologi

Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 41 C (suhu pertumbuhan optimum 37 C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S. Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentase glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam berkilat logam akibat pembentukan H2S.

Daya tahan.

Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan suhu 60o C selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-bulan. Disamping itu dapat hidup subur pada medium yang mengandung garam metil, tahan terhadap zat warna hijau brilian dan senyawa natrium tetrationat dan natrium deoksikolat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk isolasi Salmonella dari tinja (Gupte, 1990).

2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Pada Manusia

1. Demam

Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi

2. Lidah Kotor

Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya penderita akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.

3. Mual Berat sampai Muntah

(12)

mual yang berlebihan, akhirnya makan tidak masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.

4. Diare atau Mencret

Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).

5. Lemas, Pusing dan Sakit Perut

Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas dan pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limfa menimbulkan rasa sakit di perut.

6. Pingsan

Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran. -Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

-Minggu Kedua

(13)

Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

- Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperature mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya member gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

-Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhanmeskipun pada awal minggu ini dapatdijumpai adanya pneumonia lobar atautromboflebitis vena femoralis.

(14)

lebih dahulu. Komplikasi terpenting terjadi pada saat perdarahan karena adanya tukak dan perforasi dengan peritonitis dan shock dan biasanya menimbulkan kematian.

2.4 Pencegahan Penyakit Tifus

Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit maka dapat dilakukan pengendalian dengan menerapkan dasar-dasar hygiene dan kesehatan masyarakat yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi, perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah dan clorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir). Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan (terutama pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan maupun restoran. Selain itu yang sangat penting adalah sterilisasi pakaian, bahan dan alat-alat yang digunakan pasien dengan memberikan antiseptik, dianjurkan pula bagi pengunjung untuk mencuci tangan dengan sabun dan memberikan desinfektan pada saat mencuci pakaian. Deteksi carrier dilakukan dengan cara test darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja dan urine yang dilakukan berulang-ulang. Pasien yang cerrier positif diperlukan pengawasan yang lebih ketat yaitu denganmemberikan informasi tentang hygiene perorangan dan cara meningkatkan standar hygiene agar tidak berbahaya bagi orang lain.

Penyakit tipes merupakan infeksi sistematik dengan gejala yang sudah khas yaitu demam tinggi. Ada juga demam yang dialami oleh si penderita tipes umumnya mempunyai pola khusus dengan suhu yang semakin meningkat (sangat tinggi) naik turun.Hal ini biasanya terjadi pada sore dan malam hari, sedangkan kalau pagi hari tidak terasa demam. hal inilah yang biasanya tidak disadari oleh si penderita bahkan keluarga si penderita.

Ada beberapa cara pencegahan penyakit tipes secara sederhana dan semoga bermanfaat ialah dengan dimulai memperhatikan lingkungan sekitar dan kesehatan tubuh kita, sebagai upaya cegah penyakit. Berikut tips yang dapat dilakukan untuk mencaga tubuh dari penyakit :

a. Mencuci tangan sebelum makan b. Hindari makanan yang tidak higienis

(15)

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat yang cukup (7-8 jam/hari), olahraga teratur 3-4 kali dalam seminggu selama 1-2 jam untuk mencegah

e. Menghindari jajanan di pinggir jalan serta jika mengkonsumsi telur sebaiknya telur benar-benar matang

f. Sebaiknya melakukan imunisasi tipes untuk, meningkatkan daya tahan tubuh Anda terhadap penyakit tipes.

Bakteri tifoid atau Salmonella thypi dikeluarkan melalui tinja dan urine penderita yang sakit dan dalam sedikit kasus, melalui pembawa penyakit (carrier) yang sehat. Penderita tertular lewat air minum, susu, dan makanan terkontaminani. Penyebaran paling penting terjadi lewat tangan yang kotor, lalat dan akibat pembuangan tinja dan urine pada penampungan air (kolam) desa. Karena itu pencegahan terpenting terhadap tifoid adalah dengan memasak air minum dan susu, membangun dan menggunakan jamban dengan lubang yang dalam, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dan mengusir lalat dari lingkungan rumah.

Penderita yang tersangka atau sudah terbukti menderita tifoid, jika mungkin harus diisolasi pada kamar yang terpisa. Mereka dapat dirawat pada bangsal yang terbuka, bila dimaksudkan mencegah penyebaran penyakit. Jika lalat banyak dijumpai, kawat nyamuk harus digunakan. Keluarga, dokter dan perawat harus selalu mencuci tangan setiap selesai mengunjungi penderita. Tinja dan urien penderita harus direndam selama 2-3 jam dalam larutan 1:20 asam karbonat, pada penampungnya di tempat tidur, sebelum dibuang ke saluran air, kloset atau jamban. Pakaian dan sprei harus disterilkan dalam larutan asam karbonat 1:20 sebelum dicuci. Anak- anak yang kontak langsung dengan penderita tifoid harus diberitahu untuk dilaporkan ke rumah sakit, bila mereka menunjukan gejala- gejala demam atau gejala sakit lainnya.

Suntikan intramuskular atau intradermal dari bakteri Salmonella thypi yang mati (TAB) dapat digunakan, tetapi hanya memberi kekebalan yang tidak sempurna dalam jangka waktu pendek. Suntikan ini juga menimbulkan berbagai reaksi berat, seperti demam dan tangan yang sakit, dan booster tahunan juga diperlukan. Suntikan ini tidak dianjurkan diberikan secara rutin pada anak- anak di daerah tropis, walaupun mungkin berguna bila terjadi wabah dan pada anak dan pada keadaan bencana alam. (Irianto, 2014)

2.5 Penanggulangan Penyakit Tipus

(16)

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi dan BAK/ BAB. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pneumonia orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

Penderita perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi, observasi dan pengobatan, pasien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari, bebas demam atau 14 hari, keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perbahan-perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitas.

II. Diet dan Terapi Penunjang

a. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat misalnya:

Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita yang meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan.

Pada mulanya penderita diberikan bubur saring dan kemudian bubur kasar yang bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. Dengan menkonsumsi makanan dalam bentuk tersebut diatas, tentu pasien kurang mau menkonsumsinya sehingga pasien mengalami penurunan keadaan umum dan gizi dan sekaligus memperlambat proses penyembuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini, yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada pasien typhus abdominalis.

b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah dengan dosis 3x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kepan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

III. Pemberian Antimikroba

Obat- obat anti mikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana demam tifoid adalah:

(17)

cholramphenicol adalah terjadi agranulositosis. Kerugian menggunakan choramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi mencapai 5-7% penggunaan jangka panjang (14 hari) dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.

b.Tiamfenikol, diberikan dengan dosis 4 x 500 mg per hari dan demam turun rata- rata pada hari ke- 5 sampai ke- 6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan chloramphenicol.

c. Ampicilin dan Amoksisilin, kemampuan menurunkan demam lebih rendah dibandingkan chloramphenicol diberikan dengan dosis 50- 150 mg/ kgBB selama 2 minggu.

d. Trimetroprim – sulfamethoxazole (TMP- SMZ), dapat digunakan secara oral atau intravena pada dewasa dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.

e. Sefalosforin, yaitu ceftrixon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.

f. Flurokuinolon, secara relatif obat ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat- obatan lini pertama. Flurokuinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh Salmonella thypi yang berada pada stadium statis. Obat ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3-5 hari. Menggunakan obat ini juga mampu menurunkan kemungkinan karier pasca pengobatan.

(18)

sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H memberikan proteksi terhadap Salmonella typhi tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O.

Adapun cara lain salah satu cara untuk membunuh kuman ini adalah dengan memacu fungsi makrofag untuk menghancurkan dan mengeliminasi bakteri tersebut menggunakan imunostimulan. Imunostimulan akan memacu fungsi makrofag untuk killing melalui respiratory burst. Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan berbagai metabolit seperti reactive oxygen species (ROS). Makrofag yang teraktivasi dikarakteristikkan dengan peningkatan ROS. Substansi ini merupakan mediator kunci inflamasi, mikrobisidal dan aktivasi tumorisidal dari makrofag. ROS berperan penting dalam killing serta merupakan salah satu lethal chemical yang dapat membunuh dan mengeliminasi bakteri. Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat berperan sebagai imunostimulan adalah Aloe vera atau biasa dikenal sebagai Tanaman Lidah Buaya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa A. vera memiliki berbagai efek fisiologis terhadap tubuh, yaitu anti inflamasi, antioksidan, antikanker, antidiabetes, dan mengaktivasi makrofag (Grover et al. 2002; Krishnan 2006; Xiao et al. 2007; Xu et al. 2008). Pemberian A. vera secara umum menunjukkan peningkatan aktivitas fagositosis dan proliferasi system retikuloendotelial (Im et al. 2005). Aloe vera juga terbukti mampu menstimulasi imunitas seluler maupun imunitas humoral serta menstimulasi proliferasi stem sel hematopoietik, terutama selgranulocyte macrophage colony-forming, dan sel forming myeloid dan erythroid colonies (Im et al. 2005; Boudreau & Beland 2006). Pengaruh imunostimulasi dari A. vera tergantung pada aktivasi sel imun alami/innate (makrofag, neutr il, limfosit, dan sel NK), sintesis dan pelepasan sitokin (TNF-ooooooooooooo o α, IFN-α, IFN-γ, IL- 1, IL-2, IL-6 dan IL-8), pembentukan respon imun seluler, pembentukan ROS, dan induksi pembentukan nitric oxide (NO) (Leung et al. 2004; Pugh et al. 2001; Im et al. 2005; Boudreau & Beland 2006).

Pada penelitian lain adapun:

(19)

Terjadinya lisis pada sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi dinding sel yang dapat mempertahankan bentuk untuk melindungi bakteri. Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al., 1991 dalam Melati, 2009). Oleh karena itu diduga adanya gangguan atau penghambatan pada pembentukan dinding sel, dan lisisnya dinding sel merupakan efek dari penghambatan oleh sari buah mengkudu. Sel bakteri ini dikelilingi oleh polimer dua karbohidrat yaitu N-asetil glokosamin N-N-asetil muramat yang tersusun oleh sejumlah asam amino. Senyawa-senyawa ini melalui beberapa langkah enzimatik dalamproses sintesis dinding sel. Senyawa kimia yang bersifat antibakteri dalam sari buahm bereaksi dengan asam amino sehingga menghambat langkah-langkah enzimatik tersebut. Dengan demikian proses sintesis dinding sel menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerusakan dinding sel serta sel-sel tidak mempunyai jalur biosintesis yang analog. Kerusakan dinding sel ini juga akan melemahkan dinding sel serta menyebabkan membran sel merekah sehingga menghamburkan isi sel (Volk dan Wheeler, 1993).

2. Kebocoran membran plasma Membran plasma terdiri atas struktur semipermiabel, berfungsi mengendalikan pengangkutan berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Senyawa kimia yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri ini dapat merusak atau menyerang struktur semipermiabel tersebut dengan cara berkombinasi dengan sterol yang terdapat dalam membran sel sehingga menyebabkan gangguan kebocoran membran plasma. Kerusakan struktur ini dapat menghambat atau merusak kemampuannya untuk bertindak sebagai penghalang osmosis juga mencegah berlangsungnya sejumlah biosintesis yang diperlukan dalam membran plasma (Volk dan Wheeler, 1993).

(20)

4. Terhambatnya sintesis asam nukleat Senyawa kimia yang terkandung dalam sari buah mengkudu yang bersifat antibakteri akan bereaksi dengan benang ganda DNA dari bakteri. Reaksi ini dapat mencegah replikasi atau transkripsi DNA sehingga menghambat pembelahan sel (Volk dan Wheeler, 1993). Menurut Volk dan Wheler (1993), pH asam merupakan senyawa kimia yang dapat mengganggu kehiduan sel bakteri. Pertumbuhan sel yang normal sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang ada Pada umumnya bakteri tumbuh normal pada lingkungan yang tidak terlalu asam, tidak terlalu basa, pada pH sekitar 5,0-8,0. Apabila lingkungan tidak sesuai yang salah satu pH terlalu asam atau terlalu basa maka dapat menyebabkan pertumbuhan sel akan terhambat dan juga dapat menyebabkan kematian sel. Sari buah mengkudu dengan pelarut aquadest mempunyai pH 3,5- 4,5. Semakin tinggi konsentrasi buah mengkudu maka semakin tinggi tingkat keasamannya. Asam kuat pada sari buah mengkudu ini bersifat bakterisida karena dapat menyebabkan hidrolisis denaturasi protein. Kerja mineral atau asam tergantung pada dissosiasi ion hidrogen (H+). Beberapa gangguan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam sari buah mengkudu tersebut dapat menghambat pertumbuhan normal bahkan mematikan bakteri Salmonella typhi. Bakteri Salmonella typhi yang merupakan salah satu jenis bakteri patogen penyebab penyakit tifus. Oleh karena itu, maka buah mengkudu dapat dijadikan sebagai obat alternatif penyakit tifus

2.6 Diagnosis Laboratorium

Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyait demam typoid, yakni : 1. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.

2. Diagnosis serologik. 3. Diagnosis klinik.

(21)

tinja seumur hidupnya dan carrier lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak dan lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki. Diagnosis serologik tergantung pada antibody yang timbul terhadap antigen O dan H, yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi (test widan). Antibody terhadap antigen O dari group D timbul dalam minggu pertama sakit dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga dan keempat yang akan menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun. Titer aglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4 kali berarti test Widal positif, hal ini menunjukkan infeksi akut Salmonella typhi.

2.7 Distribusi Typhus Abdominalis

Penyebaran penyakit tidak ada perbedaan dimana laki-laki maupun perempuan akan mempunyai resiko untuk terkena penyakit ini. Insiden yang tertinggi terjadi pada anak-anak, sedangkan pada orangdewasa penderita sering mengalami infeksi ringan dan biasanya sembuh sendiri yang pada akhirnya menjadi kebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 – 80 % pasien berumur 12 – 30 tahun, 10 – 20 % berumur 31 – 40 tahun dan lebih sedikit pada pasien berumur diatas 40 tahun. Typhus abdominalis terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya sebagai penyakit menular, tidak selalu bergantung pada iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang dan daerah dengan iklim tropis. Di Indonesia, penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, dari hasil penelitian kemungkinan kasus ini lebih meningkat pada musim hujan, juga bisa pada musim kemarau atau pada peralihan musim kemarau kemusim hujan. Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih tinggi berkisar antara 0,7 – 1 % (Depkes, 1985). Makanan dan minuman terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella dan carrier adalah sumber infeksi. Salmonella typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang bila organisme inimasuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan sebagainya) akan berkembang bika mencapai dosis infektif.

2.8 Epidemiologi Penyakit Demam Tifoid

(22)

terkontaminasi. Insiden demam typhoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 3002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam typhoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan Salmonellatyphosa : pasien yang menderita demam typhoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam typhoid namun masih mengeksresikan Salmonella typhosa dalam tinja selama lebih dari satu tahun. (Brusch, 2015)

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1Jenis Penelitian

Penelitian tentang penyebab penyakit tipus menggunakan metode penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Deskriptif merupakan dasar bagi semua penelitian. Penelitian Deskriptif dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat dilakukan analisis statistic.

3.2 Metode Pengumpulan Data

(23)

Metode penelitian kali ini adalah dengan melakukan kunjungan ke tempat Pusat Kesehatan Masyarakat yang bertempat di Pasayangan untuk mengetahui seberapa banyak pasien yang menderita penyakit tipus di daerah.

2. Kuesioner

Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang berikan.

Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan menyangkut fakta dan pendapat responden, sedangkan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup, dimana responden diminta menjawab pertanyaan dan menjawab dengan memilih dari sejumlah alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.

3.3 Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden, dalam kalimat dan urutan yang seragam.

Wawancara yang dilakukan meliputi identifikasi faktor-faktor kebutuhan informasi pemustaka hotspot di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Jepara. Keuntungan metode ini adalah mampu memperoleh jawaban yang berkualitas.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

Variabel bebas : Anak-Anak, Remaja, Orang Tua. Variabel terikat : Penyakit Tipus

3.5 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan

(24)

3.5.1Tahap Prapenelitian

Tahap Prapenelitian adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adapun kegiatan prapenelitian ini adalah

1.Koordinasi dengan pihak puskesmas pesayangan mengenai tujuan dan prosedur penelitian.

2.Menentukan sempel penelitian.

3.Penyusunan koesioner dan lembar observasi .

3.5.2 Tahap penelitian

Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan penelitian adapun kegiatan pada tahap penelitian adalah

1.Pengisian koesioner kepada masyarakat sekitar daerah puskesmas pesayangan di desa keraton .pengisian koesioner mengenai kebiasaan mencuci tangan BAB ,kebiasaan mencuci tangan sebelum makan ,kebiasaan makan di luar rumah ,kebiasaaan mencuci bahan makanan mentah yang akan dimakan langsung, umur, jenis kelamin dan tingkat sosial ekonomi.

2.Melakukan wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.

3.pengisian lembar observasi

3.5.3 Tahap paska penelitian

Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah selesai penelitian yaitu :

1.Pencatatan hasil penelitian 2.Analisis data

3.6 Analisis Data

(25)

yang fundamental anatara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 1.Pengertian thypoid

(26)

dengan diameter 2-5 mm) dapat tampak, terutama diperut dan dada, dan pada anak- anak dengan kulit yang kering. Pemeriksaan dada sering menunjukan gejala bronkhitis atau pneumonia.

2.Penyebab penyakit thypoid

Penyebab penyakit tifus ini adalah bakteri Salmonella typhi.Demam typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhosa, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhosa cenderung untuk menjadi lebih berat dari pada bentuk infeksi salmonella yang lain Keracunan Salmonella typhi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusingpusing dan dehidrasi. Semakin banyak jumlah bakteri yang terkandung dalam tubuh, semakin terancam jiwa penderita.

Salmonella typhimuriummerupakan bakteri gram negatif yang mempunyai factor virulensi utama berupa lipopolisakarida (LPS) yang dapat menstimulasi respon imun pada inang. Infeksi Salmonella menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin terutama IFNγ juga terhambat. Respon sel T pada infeksiSalmonella patogenik terlokalisasi pada jaringan limfoid yang berperan pada infeksi awal infeksi, yaitu pada saluran pencernaan dan tidak efisien pada jaringan lain yang berrespon pada infeksi akhir. Meskipun respon utama akibat infeksi Salmonella diperantarai sel T, namun koordinasi antara imunitas humoral dan imunitas seluler berperan dalam menginduksi apoptosis sel makrofag yang terinfeksi Salmonella

(27)

toksemia pada demam typhoid disebabkan oleh endotoksin. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin Salmonella typhosa berperan pada patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhosa berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang

3.Tanda-tanda dan gejala penyakit thypoid 1. Demam

Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi

2. Lidah Kotor

Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya penderita akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.

3. Mual Berat sampai Muntah

Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limfa, akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga trerjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makan tidak masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.

4. Diare atau Mencret

Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).

5. Lemas, Pusing dan Sakit Perut

Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas dan pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limfa menimbulkan rasa sakit di perut.

6. Pingsan

(28)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa macula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

-Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relative nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

- Minggu Ketiga

(29)

berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya member gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

-Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhanmeskipun pada awal minggu ini dapatdijumpai adanya pneumonia lobar atautromboflebitis vena femoralis.

Selain pada usus, juga terjadi kelainan pada organ tubuh lainnya, kantong empedu dapat meradang, dan membesar, limpa membesar (splenomegali), hati membesar (hepatomegali) dan mengandung abses kecil-kecil (sarang nekrosisi). Disana kuman dapat berkumpul dan menetap pada penderita. Orang ini disebut carrier dan merupakan sumber penyakit, karena kemana-mana ia pergi membawa kuman penyakit, sedangkan ia dapat bebas bergaul dengan orang-orang sehat. Oleh karena adanya penderita yang bersifat carrier, maka bagi pengusaha-pengusaha rumah makan ataupun dirumah tangga bila hendak menerima pembantu harus berhati-hati apakah calon pembantu tersebut tidak merupakan seorang carrier penyakit, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kesehatannya lebih dahulu. Komplikasi terpenting terjadi pada saat perdarahan karena adanya tukak dan perforasi dengan peritonitis dan shock dan biasanya menimbulkan kematian.

4.2 Data penderita penyakit Tifus di Puskesmas Pasayangan

(30)

No Kelurahan/Desa Bulan Jlh

mempunyai penderita Tifus terbanyak tepatnya di

Kelurahan Keraton

dan yang terkecil adalah Tambak Baru dan Luar Wilayah. Sedangkan yang tidak memiliki penderita adalah Tambak Baru ilir, Tambak Baru Ulu, dan Murung Kenanga. Hal ini sesuai dengan data lapangan yang diperoleh dari observasi dan pengambilan sampel yang meliputi :

1.Karakteristik Individu dengan Faktor

Karakteristik individu dengan faktor warga di RT.14 Kelurahan Keraton Martapura dari 20 rumah yang diambil sampel dan di observasi 13 rumah (65%) individu tidak mengetahui gejala gejala penyakit tifus dan 7 rumah (35%) mengetahui gejala gejala penyakit tifus,hal ini disebabkan kurang nya pengetahuan warga dan kurang nya sosialisasi dari instansi terkait terhadap penanganan dan pencegahan terhadap penyakit tifus.

(31)

orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman “salmonella”.masuk ketubuh orang yang sehat melalui mulut.kemudian kuman maksud kelambung,sebagian kuman akan dimusnahkan asam lambung dan sebagian lagi akan masuk kelambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpuid.didalam jaringan limpud ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakteri mia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kantung empedu.

2.Karakteristik Tempat

Karakteristik tempat untuk warga di RT. 14 Kelurahan Keraton Martapura sangat kurang baik dengan banyaknya penduduk yang bermukim disepanjang pinggiran sungai dan tidak memperhatikan kebersihan saat mnggunakan atau mengkonsumsinya dikarenakan air yang digunakan sudah terkontaminasi oleh bakteri “salmonella typhii” penyebab penularan penyakit tifus.tapi pada kasus ini yang rentan tekena tifus adalah anak-anak berumur 1 – 4 thn dan 5 – 9 thn sesuai dengan data yang kami dapat dari UPT.Puskesmas Pesayangan serta observasi yang telah kami lakukan.

(32)

0 mempunyai penderita Tifus yang terbanyak adalah anak yang berusia 1 – 4 tahun dan 5 – 9 tahun dan yang terkecil adalah anak usia dibawah 1 tahun. Sedangkan yang tidak ada penderita adalah yang berusia 0 – 28 hari, 45 - 54 tahun, 60 – 69 tahun, dan 70 keatas. Hal ini sesuai dengan data lapangan yang diperoleh dari observasi dan pengambilan sampel. Pada anak 1 – 4 tahun dan 5 – 9 tahun banyak yang jajan di sembarang tempat seperti di sekitar sekolah , dimana pedagang kaki lima yang ada disana kurang memperhatikan kebersihan sehingga banyak anak yang mudah terserang penyakit tifus.

4.3 Pembahasan

(33)

seperti lalat atau serangga lainnya. Bakteri ini bisa ada pada makanan atau minuman dan akan masuk ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Itulah penyebab seseorang bisa terkena tifus. Bakteri tifus menyerang usus sehingga menyebabkan luka pada usus. Selanjutnya akan menyerang hati, limpa dan kantung empedu. Penyakit tifus ditandai dengan demam lebih dari seminggu, lidah kotor(bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah), mual berat sampai muntah, diare atau mencret, lemas, pusing dan sakit perut, serta pingsan.

BAB V

Penutup

(34)

1. Typhus Abdominalismerupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan dengan lingkungan terutama lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

2. Penyebab penyakit tifus ini adalah bakteri Salmonella typhi, Penularan kuman dapat melalui makanan, jari tangan/kuku, muntah, lalat, dan feses. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat

3. Dampak yang ditimbulkan berupa demam, lidah kotor, mual berat sampai muntah, diare dan mencret, lemas, pusing, sakit perut hingga pingsan.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa selama tahun 2013 Kelurahan Keraton mempunyai penderita Tifus terbanyak tepatnya di Kelurahan Keraton. Perilaku warga juga mempengaruhi banyak nya penyakit tifus yang terjadi di Kelurahan Keraton RT.14 Martapura.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada semua masyarakat dapat memahami menerapakan tata cara hidup sehat agar dapat meminimalisir maupun mencegah terjadinya penyakit.

2. Diharapkan agar masyarakat dapat menutup makanan dengan plastik ataupun sesuatu yang tidak mudah dimasuki serangga seperti lalat untuk meminimalisir penularan penyakit tifus

3. Diharapkan agar masyarakat yang mengalami gejala seperti demam, lidah kotor, mual berat sampai muntah, diare dan mencret, lemas, pusing, sakit perut hingga pingsan dapat segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan medis sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit tifus

(35)

M

Malaria...4, 6 Membran plasma...18 Metoclopramide...15 O

Organisme...20 P

Paratyphi...1, 3, 6 Pneumonia...4, 6, 11, 14 S

Salmonela...1

Salmonella....1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 27, 28

Sintesis protein...15, 19 T

Thypoid...1 Thypoid...2 Tiamfenikol...15 Tifus...1, 4, 5, 6, 19, 25, 26, 27, 28 Typhimurium...5 Typhus...3, 4, 20, 21, 27 Typoid...3, 20

DAFTAR PUSTAKA

(36)

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta

Ashkenazi A,. 2002. Apoptosis activation as atherapeutic strategy for cancer, Nature Reviews Cancer 2. 420-430.

Boudreau MD, Beland FA. (2006). An evaluation of the biological and toxicological properties of Aloe Barbadensis(Miller), Aloe vera, Journal Environ. Sci. Health C.

Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2001. Jawetz, Melnick and Adelbergs, Mikrobiologi Kedokteran, Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Brusch, J. L., 2015, Typhoid Fever Medication, (online),

(http://emedicine.medscape.com/article/231135-treatment), diakses pada 16 Desember 2015.

Depkes, RI. 1985.Farmakope Indonesia. Jakarta: Ditjen POM

Gasem MH. 2001. Thypoid fever, Clinical and epidemiology studies in Indonesia. Thesis Nijmegan University Netherlans. Semarang Indonesia: Diponegoro University Press

Grover, J.K., et al. 2002. Medical Plants of India with Anti-diabetic Potential:. Journal of Ethnopharmacology. 81, 81-100.

Gupte S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara. Jakarta.

Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: Alfabeta

Irianto, K. 2006.Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jakarta: CV.Yrama Widya

(37)

Juwono, R. 1996. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi Ketiga. FKUI: Jakarta.

Kikuchi,T. anfd J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagraa beds. dalam: Azkab,M.H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana.

Kresno, S.B., 2001, Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, edisi 4, Fakultas Kedokteran Umum Universitas Indonesia, Jakarta.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.

Nursalam dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.

Timmreck, T.C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. EGC: Jakarta .

Volk, W. A. dan M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga, Jakarta.

(38)

CONTOH SOAL

1. Apa bakteri yang menyebabkan penyakit tifus adalah... a. Mycrobacterium tubercolusis

b. Salmonella typhi c. Clostridium tetani d. E. colli

2. Apa gejala yang di timbulkan oleh penyakit tifus, kecuali… a. Demam

b. Lidah kotor

c. Mual berat sampai muntah d. Sakit gigi

3. Yang tidak termasuk metode untuk mendiagnosis penyakit demam typoid adalah… a. Diagnosi Mikrobiologik

b. Diagnosis Serologik

c. Diagnosis Kimiawi

d. Diagnosis Klinik

4. Yang temasuk penanggulangan penyakit tifus adalah... a. Diet dan terapi penunjang

b. Sikat gigi setelah makan

c. Tinggal di lingkungan yang kotor d. Berolahraga berat

5. Salah satu usaha untuk mencegah terinfeksinya penyakit tifus, yaitu…

a. Menghindari makanan yang tidak higines

b. Tidak mencuci tangan sebelum makan c. Mandi 2 hari sekali

(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)

Referensi

Dokumen terkait

keletihan emosi; c) keletihan emosi merupakan pengantara yang menghubungkan persepsi sokongan organisasi dan tingkah laku kerja tidak produktif; dan d) PKBO merupakan penyederhana

Oleh karena itu, ANIMA CONSULTING hadir sebagai solusi yang tepat bagi semua orang yang membutuhkan mitra yang handal dan dapat dipercaya dalam menghadapi berbagai

Membentuk Tim Percepatan Pengembangan Kawasan Teknopolitan Provinsi Lampung di lahan BPPT Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2016 dengan susunan personalia

Setelah proses kliping Berita Nasional, Regional dan Kota Cimahi dipindahkan ke komputer, lalu penulis mendistribusikan ke bagian terkait seperti : Asisten

SQL Server 7.0 merupakan aplikasi DBMS yang sangat berguna bagi user yang memerlukan informasi dari suatu perusahaan atau departemen tertentu yang terkait dengan aplikasi ini.SQL

Pasal 13 (1) Retribusi menjadi terutang terhitung pada saat Wajib Retribusi memperoleh pelayanan jasa kepelabuhanan termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan. Evidence base adalah

Karakteristik makroskopis jamur ini yang ditemukan pada kulit kayu mati adalah warna tubuh coklat bening dengan permukaan yang licin, karkopranya lunak dan melekat