• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epistomologi dan Antologi Etika dan Logi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Epistomologi dan Antologi Etika dan Logi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Epistomologi dan Antologi

Etika dan Logika dalam Perkembangan Ilmu

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Filsafat Ilmu

Disusun oleh Mulyana Saputra

270110130002 Geologi B

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Jalan raya Bandung-Sumedang km 21 Jatinangor 45363 telp. 022-8428888

(2)

Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page i KATA PENGANTAR

Pertama- tama marilah kita panjatkan puji serta sukur kepada Alloh

SWT karena dengan kehendak Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini

dengan baik . Solawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhamad SAW. Makalah yang bejudul: Epistomologi dan Antologi .Etika dan Logika dalam Perkembangan Ilmu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi

Informasi, dalam hal ini saya mengucapkan terimakasih kepada Dosen : Dr.

Ir. H. Nana Sulaksana, MSP dan R. Irfan Sopiyan, ST., MT selaku dosen

mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah membimbingan saya dalam penyusunan

makalah ini.

Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah

ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya

sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak

retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,

saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca

guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu

mendatang.

Jatinangor 19 November 2014

Penulis

Mulyana Saputra

(3)

Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Rumusan Masalah 3

1.3Tujuan 3

BAB II ISI

2.1 Pengertian Epistemologi 4

2.2 Ruang Lingkup Epistemologi 5

2.3. Aliran-Aliran Epistemologi 6

2.4. Pengaruh Epistemologi 8

2.5 Pengertian Ontologi 9

2.5.1 Monisme 10

2.5.2 Dualisme 12

2.6 Dasar – Dasar Logika 13

2.6.1 Term 13

2.6.2 Definisi 13

2.6.3 Divisi 14

2.6.4 Penalaran 14

2.7 Dasar – Dasar Etika 15

2.7.1 Etika Normatif 15

2.7.2 Etika Terapan 15

2.7.3 Etika Deskriptif 16

2.7.4 Metaetika 16

2.7.5 Pluralisme 17

2.7.6 Nihilisme 17

(4)

Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page iii BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 20

(5)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)

yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu

merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.

Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam

dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang

bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam

atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing

bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak

mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari

pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang

prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya

mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab

beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah

ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan

antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan

mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang

memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana

prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan

pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah

kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan

pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan

kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan

pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional? Jika

(6)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 2 persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini. Di bawah ini

penulis akan memaparkan sekilas pembahasan mengenai Ontologi, dan

Epistemologi,

Untuk menerapkan filsafat ilmu dibutuhkannya suatu jalinan yang kuat

antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Hal tersebut dapat

kita peroleh melalui logika. Logika adalah kajian filsafat yang merumuskan

tentang hukum-hukum, asas-asas, aturan-aturan, atau kaidah-kaidah tentang

berpikir yang harus ditaati supaya kita dapat berpikir tepat dan mencapai

kebenaran. Atau dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari aktivitas akal atau rasio manusia di pandang dari segi benar atau

salah. Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan metodologi ilmu. Secara umum,

logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya

sebagai cabang matematika.

Karena kepastian merupakan bagian inti dari cara berfikir matematis

didalam kajian matematika yang merupakan cabang dari filsafat logika, maka

berfikir secara ketat dengan pengungkapan bahasa yang sesuai dengan fakta yang

dialami manusia disebut sebagai berfikir logis.

Komunikasi yang logis akan berpeluang menjadikan pemaknaan pesan

yang efektif. Logika didalam ekspresi komunikatif, namun demikian, lebih

berkenaan dengan isi pesan komunikasi. Etika dalam konteks komunikasi

dimaksudkan sebagai usaha manusia mempergunakan kapasitas kognitifnya untuk

memperoleh pertimbangan dengan kepatutan situasional. Etika dalam

perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika

memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian

tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap

dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya

membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita

lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan

(7)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 3 dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan

manusianya.

1 . 2 R u m u s a n M a s a l a h

1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?

2. Apa yang dimaksud dengan Onthologi ?

3. Bagaimana peran etika dan logika dalam perkembangan ilmu ?

1 . 3 T u j u a n

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Epistemologi

2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Onthologi

3. Untuk mengetahui Bagaimana peran etika dan logika dalam

perkembangan ilmu

(8)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 4 BAB II

ISI

2.1 Pengertian Epistemologi

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu“episteme”yang

berarti pengetahuan dan „logos”berarti perkataan, pikiran, atau ilmu.

Kata “episteme”dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara

harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan

yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang

lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari

epistemologinya.

Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).

Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan

dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain

sebagainya.

Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada

epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang

filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope

pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban

atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba

mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa

epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup

pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu

dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[1]

Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854

(9)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 5 2.2 Ruang Lingkup Epistemologi

M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber

dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu

hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M

Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus

dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,

bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,

mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan

sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua

masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat

epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem

menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha

menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk

menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.

Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek

tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan

bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada

aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek-aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak

cenderung diabaikan.

M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih

banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan

secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak

membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara

itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau

setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.

Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan

pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika

filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan

menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi

makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat

(10)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 6 2.3. Aliran-Aliran Epistemologi

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :

1. Empirisme

Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskosyang berasal dari kata

empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh

pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata

yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu

es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia

mencicipinya.

John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan

teoritabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya

mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula

tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah

pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan

manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang

tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.

Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode

eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan

indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu

kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.

2. Rasionalisme

Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal

menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes

seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya

bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir

yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan.

Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang

berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang

menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).

Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat

(11)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 7 benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang

dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak

mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran,

aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam

bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran

rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk

mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah

lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .

3. Positivisme

Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham

empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh

pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan

eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.

Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur

jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat

menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan

sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh

bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada

dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini

menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.

4. Intuisionisme

Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak

hanya indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah,

demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.

Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila

ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak

mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap

pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan

menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu

kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.[4]

5. Kritisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang

ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara

(12)

(1724-Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 8 18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti

rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui

peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan

sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),

tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).

Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan

diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya

persoalan-persoalan yang melampaui akal.[5]

6. Idealisme

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik

hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil

dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.

Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,

tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak

disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang

digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan

rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa

pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia denganakalnya

2.4. Pengaruh Epistemologi

Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.

Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi

mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu

sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi

pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil

pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan

sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan

teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung

oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang

pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa

didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan

alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam

menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian

(13)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 9 tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari

pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.

Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan

berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk

teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis,

yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara

mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk

mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

2.5 Pengertian Ontologi

“Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang

dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.

Mulla Shadra berpendapat „Tuhan sebagai wujud murni‟. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan

manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya

adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the

universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya

saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales

beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti

apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh

kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah

berakhir.

Adapun yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika,

matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah,

matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan

yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya

(14)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 10 yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud

tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu

benda yaitu metafisika.

Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut

dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan.

Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat,

substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi,

keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita,

malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.

Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada

pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang

meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi

ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani‟al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin

al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas

ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.

Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang

filsafat, baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat

yang membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus

pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan

pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah

realitas yang tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita

itu; apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau

serba banyak (pluralisme).” Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan

tentang ontologi.

2.6.1 Monisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu

hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber

yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin

ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya

(15)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 11 lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.

Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan idealisme.

Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah materi.

Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri sendiri

bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan

salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan naturalisme

artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan yang di luar

alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para filosof pra-sokratik

seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan lainnya. Thales

misalnya beranggapan bahwa unsur dari semua makhluk hidup adalah air.

Sedangkan Anaximandros beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari

apeironartinya “yang tak terbatas” yaitu yang bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan

dan meliputi segalanya. Anaximenes beranggapan lain, bahwa prinsip yang

merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Dan Democritos menganggap

bahwa alam ini tersusun dari atom-atom yang tak terhingga jumlahnya.

“Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti juga spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini

beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal

dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan

menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.”

“Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan oleh George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling.

Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua “dunia”. Satu “dunia” mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera. Pada taraf ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang

kini bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh

pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus diakui juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping “dunia” inderawi itu terdapat satu “dunia” lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Semua ide

(16)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 12 bagus, hanya ada satu ide “yang bagus”. Demikian halnya dengan ide-ide yang lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali sempurna.” Oleh sebab itu, menurut

Plato yang benar-benar real itu hanyalah idea atau dunia ide sedangkan yang

materi merupakan pengejawantahan dari ide.

Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang

gua. Ia menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang

hanya mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak

mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar dari

gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang mereka lihat

selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan kepada panca

indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan begitu saja. Padahal

sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar bayang-bayang

semata.

2.5.2 Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat

sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,

jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda.

Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri

sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan

dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua

hakikat ini adalah dalam diri manusia.

Tokoh paham ini adalah Rene Descartes. Sebagai pendobrak filsafat

modern Descartes mempunyai concern yang jauh lebih rumit. Ia tidak lagi melihat

alam yang secara terus-menerus dijadikan objek kajian dalam ilmu pengetahuan.

Lebih jauh lagi ia melihat relasi antara subjek yang mengetahui dengan objek

yang diketahui. Dengan demikian ia memosisikan manusia tidak hanya sebagai

subjek saja tetapi sekaligus sebagai objek. Pertanyaannya adalah apakah

pengetahuan yang kita miliki itu karena memang ada realitas di luar sana atau

justru karena faktor keberadaan manusia sebagai subjek yang berpikir. Diktum

Descartes Cogito Ergo Sum “aku berpikir maka aku” ada jelas sekali

memosisikan manusia sebagai subjek berpikir yang bebas. Karena saya berpikir

(17)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 13 merupakan subjek yang sadar akan keberadaan dirinya. Paham inilah yang

kemudian menjadi cikal bakal aliran eksistensialisme.

2,6 Dasar – Dasar Logika

Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan

cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Logika juga

diartikan oleh dua cabang yang berbeda yakni ilmu filsafat dan ilmu matematika.

Kedua cabang ilmu tersebut mempunyai definisi masing-masing mengenai logika.

Pengertian logika di atas mengikuti definisi dari cabang ilmu filsafat, sedangkan

dalam ilmu matematika logika adalah seluk beluk perumusan pernyataan atau

persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal.

2.6.1 Term

Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat

diinderai sesuai dengan pakar. Tanda itu dapat bersifat formal dan

instrumental. Tanda formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda

yang ditandai seperti gambar, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental

digolongkan atas dua, yakni tanda alamiah dan konvensional. Tanda

alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara tanda dan yang

ditandai. Tanda konvensional digunakan berdasarkan kesepakatan

sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu, misalnya tanda lalu lintas,

dan bahasa.

2.6.5 Definisi

Definisi pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Untuk

menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap

term diperlukan definisi. Di samping itu, definisi juga diperlukan untuk

memahami sebuah kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang

ingin disampaikan. Menurut kesesuaiannya dengan hal atau kenyataan

yang diwakilinya ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal (definisi

sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi

yang menerangkan makna seperti yang dimuat dalam kamus. Definisi real

(18)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 14 2.6.6 Divisi

Divisi adalah uraian suatu pembagian dalam bentuk divisi

merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada dua jenis divisi, yakni

divisi real atau aktual dan logis. Divisi real ialah bagian-bagian yang ada

pada objek itu sendiri baik fisik maupun metafisik dan terlepas dari

aktivitas mental manusia, sedangkan divisi logis mental manusialah yang

membagi keseluruhan hal menjadi bagian - bagian. Proposisi adalah

pernyataan akal budi mengenai persesuaian dan ketidaksesuaian yang

terdapat di antara dua gagasan. Dengan kata lain, putusan adalah kegiatan

akal budi mengiakan, memperteguh atau menguatkan sebuah gagasan

dengan perantaraan gagasan lain atau melakukan pengingkaran sebuah

gagasan terhadap gagasan lainnya.

2.6.7 Penalaran

Kata inferensi berasal dari bahasa Inggris inference artinya penyimpulan. Penyimpulan diartikan sebagai proses membuat kesimpulan

(conclusion). Dengan demikian, inferensi dapat didefinisikan sebagai suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi (keputusan).

Erat hubungannya dengan penjelasan itu, inferensi berarti pula sebagai

cara kerja logika yang ke-3 setelah memberikan pengartian dan membuat

keputusan. Di dalam logika, proses penarikan konklusi dapat dilakukan

melalui dua cara. Cara dimaksud yakni, cara deduktif dan induktif.

Mengingat dua cara tersebut kemudian dikenal istilah inferensi deduktif

dan inferensi induktif. Di dalam wilayah kebahasaan (bukan wilayah akal

budi atau pemikiran) kedua cara itu lazim disebut sebagai penalaran.

Dalam hal ini penalaran berarti proses mental dalam mengembangkan

pikiran dari beberapa fakta atau prinsip (premis). Kata penalaran, berasal

dari kata nalar yang berarti aktivitas yang memungkinkan seseorang

berfikir logis. Berdasar hal itulah kemudian pengertian inferensi identik

dengan penalaran yang dalam wilayah kebahasaan lazim juga disebut

(19)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 15 Inferensi deduktif terbagi ke dalam dua jenis. Yakni,

Inferensi/Penalaran Langsung dan Inferensi/Penalaran Tidak Langsung.

Inferensi Tidak Langsung disebut juga sebagai Inferensi/Penalaran

Silogistik.

2.7 Dasar – Dasar Etika

Istilah etika berasal dari kata Yunani “ȇthikos” yang berarti

“adat”,”kebiasaan”, atau “watak”. Fokus yang dimiliki etika adalah tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Lain halnya dengan moralitas yang berasal dari kata Latin “moralis” yang berarti “tata cara”,

“karakter”, atau “perilaku yang tepat”. Moralitas merupakan suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik.

Moralitas merupakan objek kajian etika. Jika moralitas tergantung pada

pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar atau

salah, etika membahas persoalan moral tersebut pada situasi dan pendekatan

tertentu.

Secara garis besar, etika dapat digolongkan menjadi etika normatif, etika

terapan, etika deskriptif, dan metaetika.

2.7.1 Etika Normatif

Etika normatif terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang

bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Misalnya saja pada

situasi tertentu, teori etika akan memberikan semacam pertanyaan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.

2.7.2 Etika Terapan

Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara

lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada dominan privat

atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati, dan lain-lain.

Etika terapan bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika

(20)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 16 Agar sebuah masalah dapat dianggap sebagai masalah etika terapan,

masalah tersebut harus kontroversial dan punya dimensi dilema etis.

Kontroversial artinya kelompok yang berhadapan saling terkait dengan

permasalahan moral, dan dilema etis artinya permasalahan yang ada

menimbulkan penafsiran yang berbeda pada masyarakat yang lain.

2.7.3 Etika Deskriptif

Etika Deskriptif merupakan sebuah pengkajian tentang apa yang dianggap „etis‟ oleh individu atau masyarakat. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang bagaimana seseorang/masyarakat

memandang sesuatu sebagai baik atau buruk dan bagaimana mereka

bertindak secara nyata ketika berhadapan dengan masalah-masalah etis.

2.7.4 Metaetika

Metaetika berfokus pada masalah makna dari pernyataan-pernyataan

yang ada dalam etika. Untuk itu pada metaetika dituntut adanya bukti, jika

tidak ada bukti maka tidak akan ada makna.

Realisme etis mengajarkan bahwa jika seseorang mengatakan bahwa

tindakan tertentu salah, maka hal itu adalah kualitasnya yang salah. Realisme

etis kembali memicu beberapa masalah karena adanya perbedaan pada

keyakinan etis yang dianut oleh manusia. Gagasan utama dari nonrealisme etis

adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis. Inilah yang menjadi dasar

adanya relativisme etis.

Empat jenis pernyataan yang berbeda tentang etika tersirat dalam contoh pernyataan “pembunuhan itu tidak baik”. Ada empat penafsiran dari pernyataan ini.

1. “pembunuhan itu adalah salah”, yang merupakan realisme moral.

2. “saya tidak menyetujui pembunuhan”, yang merupakan subjektivisme.

3. “tidak ada kompromi dengan pembunuhan”, yang merupakan

emotivisme.

4. “jangan melakukan pembunuhan”, yang merupakan perspektivisme.

Sebenarnya, etika hanya menekankan jika seseorang menyadari bahwa

(21)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 17 rasional untuk orang tidak melakukannya. Prinsip-prinsip etika dapat

menghilangkan kebingungan dan memperjelas masalah yang ada. Hal ini

dikarenakan persoalan moral sangat sulit dan komplek. Etika sangat

memperhitungkan bukan hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain. Artinya,

etika berkaitan dengan kepentingan orang lain secara lebih luas.

2.7.5 Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan

kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap

macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy

and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam

ini tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini

pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan

bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,

air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James seorang filosof

dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa dunia ini terdiri dari

banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan

suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak hal yang

beraneka ragam atau pluralis.

2.7.6 Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah

nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima

nihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman

Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi

tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu

(22)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 18 oleh dilema subjektif. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

2.7.7 Agnostisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat

benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari bahasa Yunani yaitu agnostos yang berarti “unknown”. A artinya not dan no artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri dan

dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.” Beberapa tokoh aliran ini misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper.

Masalah ontologi ini semakin lama semakin berkembang tidak hanya di

dunia filsafat Barat tetapi juga di dunia filsafat Islam. Misalnya dalam Islam kita

kenal ada aliran Isyraqi dengan tokohnya Suhrawardi dan Hikmah Mutaalliyah

oleh Mulla Sadra. Suhrawardi misalnya mendiskripsikan realitas ini bagaikan

cahaya yang mempunyai gradasi dari sumber cahaya itu sendiri yang paling

terang hingga yang paling lemah. Sumber cahaya itu adalah Tuhan dan cahaya

yang semakin meredup itu bagaikan ciptaan-Nya yang bermacam-macam dari

yang paling sempurna hingga yang paling rendah. Sedangkan Mulla Sadra

terkenal dengan pandangan Asalat al-Wujud dan Wahdat al-Wujud. Sadra beranggapan bahwa yang primer itu adalah wujud. Tanpa wujud segala sesuatu

tidak akan pernah ada. Dan wujud dari semua hal adalah sama. Oleh sebab itu ia

meyakini kesatuan wujud (Wahdatal-Wujud). Sedangkan yang membuat sesuatu itu berbeda dengan yang lain adalah karena aksidennya seperti warna dan lainnya.

Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam

filsafat ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh

sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata. Sebab

penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah ontologi

bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu mengetahui

kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid. Jadi,

pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan dari

(23)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 19 realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik

(24)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 20 BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dari uraian di atas kita

bisa mengetahui betapa luasnya objek kajian filsafat mulai dari masalah ontologis,

epistemologis . dua cabang utama filsafat tersebut merupakan masalah yang paling

fundamental dalam kehidupan. Ia memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat

sistematis. Hal itu dikarenakan ketiganya merupakan proses berpikir yang diawali dengan pembahasan “Apa itu kebenaran?”, “Bagaimana mendapatkan kebenaran?”, dan “Untuk apa kebenaran tersebut (aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?”

Hal tersebut mengindikasikan bahwa filsafat layak dikatakan sebagai induk dari

semua ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu-ilmu lain akan mengalami hambatan tanpa

peranan filsafat. Hal itu dikarenakan semua permasalah mendasar dari seluruh ilmu

adalah problem filosofis. Hal tersebut harus segera dipecahkan sebagai langkah awal

untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sekunder. Dengan kata lain, pada

dasarnya semua ilmu pengetahun tidak terlepas dari tiga problem filosofis tersebut

(ontologis, epistemologis dan aksiologis). Artinya semua ilmu pengetahuan pasti

berbicara tentang apa yang menjadi objek kajiannya, bagaimana cara mengetahuinya dan

apa manfaatnya buat kehidupan manusia

Sehingga Untuk menerapkan filsafat ilmu dibutuhkannya suatu jalinan

yang kuat antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Hal

tersebut dapat kita peroleh melalui logika. Logika adalah kajian filsafat yang

merumuskan tentang hukum-hukum, asas-asas, aturan-aturan, atau kaidah-kaidah

tentang berpikir yang harus ditaati supaya kita dapat berpikir tepat dan mencapai

kebenaran. Atau dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari aktivitas akal atau rasio manusia di pandang dari segi benar atau

salah. Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan metodologi ilmu. Secara umum,

logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya

(25)

Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page iv DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7155203/Ontologi_Epistemologi_dan_Aksiologi_seba gai_Landasan_Penelaahan_Ilmu

http://historia-rockgill.blogspot.com/2011/12/definisi-aksiologiontologi-dan.html

http://mohnurula.blogspot.com/2014/03/bab-i-pendahuluan-1.html

http://berkas-kuliah.blogspot.com/2013/02/logika-etika-dan-estetika-dalam-ilmu.html

Referensi

Dokumen terkait

terbentuk warna merah pada medium setelah ditambahkan a- napthol dan KOH, artinya hasil akhir fermentasi bakteri ini bukan asetil metil karbinol (asetolin). Selain uji

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal dimulai dari daerah servikal hingga sakral. Jumlah penderita tumor medula spinalis di Indonesia belum diketahui secara

Kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap pemilik asal tanah dalam pelaksanaan jual beli yang dilakukan oleh tergugat I, II, III dan IV maka perlindungan hukum

Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM-M dengan judul: Penanaman Sikap Mandiri dan Jiwa Kewirausahaan Anak-Anak Jalanan Kawasan Balai Kota Tegal Dengan Pemberian Pelatihan

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika Dasar, 2010

Dengan demikian, penerapan kebijakan larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran, dan penjualan serta memproduksi minuman beralkohol, sangat dibutuhkan adanya dukungan

 DT subjektai turi turėti savarankiškas teises, pareigas ir atsakomybę, o darbuotojų kolektyvui tai nėra būdinga, pvz.: ar gali darbuotojų kolektyvas sudaryti

Hyperlink adalah sebuah teks khusus di internet, dimana saat teks tersebut diklik, akan membawa kita ke halaman web selanjutnya/halaman web lain yang telah ditentukan.. 