Epistomologi dan Antologi
Etika dan Logika dalam Perkembangan Ilmu
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu
Disusun oleh Mulyana Saputra
270110130002 Geologi B
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan raya Bandung-Sumedang km 21 Jatinangor 45363 telp. 022-8428888
Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page i KATA PENGANTAR
Pertama- tama marilah kita panjatkan puji serta sukur kepada Alloh
SWT karena dengan kehendak Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik . Solawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhamad SAW. Makalah yang bejudul: Epistomologi dan Antologi .Etika dan Logika dalam Perkembangan Ilmu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Informasi, dalam hal ini saya mengucapkan terimakasih kepada Dosen : Dr.
Ir. H. Nana Sulaksana, MSP dan R. Irfan Sopiyan, ST., MT selaku dosen
mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah membimbingan saya dalam penyusunan
makalah ini.
Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah
ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya
sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak
retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya harapkan dari para pembaca
guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.
Jatinangor 19 November 2014
Penulis
Mulyana Saputra
Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang 1
1.2Rumusan Masalah 3
1.3Tujuan 3
BAB II ISI
2.1 Pengertian Epistemologi 4
2.2 Ruang Lingkup Epistemologi 5
2.3. Aliran-Aliran Epistemologi 6
2.4. Pengaruh Epistemologi 8
2.5 Pengertian Ontologi 9
2.5.1 Monisme 10
2.5.2 Dualisme 12
2.6 Dasar – Dasar Logika 13
2.6.1 Term 13
2.6.2 Definisi 13
2.6.3 Divisi 14
2.6.4 Penalaran 14
2.7 Dasar – Dasar Etika 15
2.7.1 Etika Normatif 15
2.7.2 Etika Terapan 15
2.7.3 Etika Deskriptif 16
2.7.4 Metaetika 16
2.7.5 Pluralisme 17
2.7.6 Nihilisme 17
Filsafat Ilmu /Teknik Geologi/ 2014 Page iii BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 20
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam
dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang
bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam
atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing
bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak
mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari
pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang
prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya
mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah
ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan
antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah
kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional? Jika
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 2 persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini. Di bawah ini
penulis akan memaparkan sekilas pembahasan mengenai Ontologi, dan
Epistemologi,
Untuk menerapkan filsafat ilmu dibutuhkannya suatu jalinan yang kuat
antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Hal tersebut dapat
kita peroleh melalui logika. Logika adalah kajian filsafat yang merumuskan
tentang hukum-hukum, asas-asas, aturan-aturan, atau kaidah-kaidah tentang
berpikir yang harus ditaati supaya kita dapat berpikir tepat dan mencapai
kebenaran. Atau dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari aktivitas akal atau rasio manusia di pandang dari segi benar atau
salah. Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan metodologi ilmu. Secara umum,
logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya
sebagai cabang matematika.
Karena kepastian merupakan bagian inti dari cara berfikir matematis
didalam kajian matematika yang merupakan cabang dari filsafat logika, maka
berfikir secara ketat dengan pengungkapan bahasa yang sesuai dengan fakta yang
dialami manusia disebut sebagai berfikir logis.
Komunikasi yang logis akan berpeluang menjadikan pemaknaan pesan
yang efektif. Logika didalam ekspresi komunikatif, namun demikian, lebih
berkenaan dengan isi pesan komunikasi. Etika dalam konteks komunikasi
dimaksudkan sebagai usaha manusia mempergunakan kapasitas kognitifnya untuk
memperoleh pertimbangan dengan kepatutan situasional. Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap
dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya
membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita
lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 3 dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
1 . 2 R u m u s a n M a s a l a h
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
2. Apa yang dimaksud dengan Onthologi ?
3. Bagaimana peran etika dan logika dalam perkembangan ilmu ?
1 . 3 T u j u a n
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Epistemologi
2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Onthologi
3. Untuk mengetahui Bagaimana peran etika dan logika dalam
perkembangan ilmu
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 4 BAB II
ISI
2.1 Pengertian Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu“episteme”yang
berarti pengetahuan dan „logos”berarti perkataan, pikiran, atau ilmu.
Kata “episteme”dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara
harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan
yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang
lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari
epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan
dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain
sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba
mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[1]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 5 2.2 Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat
epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem
menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha
menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan
bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada
aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek-aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak
cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara
itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan
pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika
filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan
menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi
makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 6 2.3. Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskosyang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu
es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia
mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan
teoritabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya
mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula
tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah
pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan
manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang
tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode
eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan
indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu
kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes
seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya
bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir
yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan.
Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang
berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang
menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 7 benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang
dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak
mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran,
aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam
bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran
rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah
lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat
menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan
sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada
dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini
menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak
hanya indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah,
demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.
Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila
ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak
mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap
pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan
menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.[4]
5. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang
ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
(1724-Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 8 18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti
rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui
peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan
diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal.[5]
6. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil
dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak
disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang
digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan
rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa
pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia denganakalnya
2.4. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil
pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan
sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung
oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang
pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa
didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan
alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam
menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 9 tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan
berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis,
yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara
mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk
mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
2.5 Pengertian Ontologi
“Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang
dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.
Mulla Shadra berpendapat „Tuhan sebagai wujud murni‟. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan
manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya
adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the
universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya
saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales
beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti
apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh
kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah
berakhir.
Adapun yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika,
matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah,
matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan
yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 10 yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud
tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu
benda yaitu metafisika.
Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut
dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan.
Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat,
substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi,
keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita,
malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada
pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang
meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi
ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani‟al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin
al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas
ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.
Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang
filsafat, baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat
yang membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus
pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan
pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah
realitas yang tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita
itu; apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau
serba banyak (pluralisme).” Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan
tentang ontologi.
2.6.1 Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 11 lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan idealisme.
Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah materi.
Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri sendiri
bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan
salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan naturalisme
artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan yang di luar
alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para filosof pra-sokratik
seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan lainnya. Thales
misalnya beranggapan bahwa unsur dari semua makhluk hidup adalah air.
Sedangkan Anaximandros beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari
apeironartinya “yang tak terbatas” yaitu yang bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan
dan meliputi segalanya. Anaximenes beranggapan lain, bahwa prinsip yang
merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Dan Democritos menganggap
bahwa alam ini tersusun dari atom-atom yang tak terhingga jumlahnya.
“Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti juga spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.”
“Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan oleh George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling.
Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua “dunia”. Satu “dunia” mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera. Pada taraf ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang
kini bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh
pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus diakui juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping “dunia” inderawi itu terdapat satu “dunia” lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Semua ide
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 12 bagus, hanya ada satu ide “yang bagus”. Demikian halnya dengan ide-ide yang lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali sempurna.” Oleh sebab itu, menurut
Plato yang benar-benar real itu hanyalah idea atau dunia ide sedangkan yang
materi merupakan pengejawantahan dari ide.
Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang
gua. Ia menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang
hanya mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak
mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar dari
gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang mereka lihat
selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan kepada panca
indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan begitu saja. Padahal
sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar bayang-bayang
semata.
2.5.2 Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,
jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua
hakikat ini adalah dalam diri manusia.
Tokoh paham ini adalah Rene Descartes. Sebagai pendobrak filsafat
modern Descartes mempunyai concern yang jauh lebih rumit. Ia tidak lagi melihat
alam yang secara terus-menerus dijadikan objek kajian dalam ilmu pengetahuan.
Lebih jauh lagi ia melihat relasi antara subjek yang mengetahui dengan objek
yang diketahui. Dengan demikian ia memosisikan manusia tidak hanya sebagai
subjek saja tetapi sekaligus sebagai objek. Pertanyaannya adalah apakah
pengetahuan yang kita miliki itu karena memang ada realitas di luar sana atau
justru karena faktor keberadaan manusia sebagai subjek yang berpikir. Diktum
Descartes Cogito Ergo Sum “aku berpikir maka aku” ada jelas sekali
memosisikan manusia sebagai subjek berpikir yang bebas. Karena saya berpikir
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 13 merupakan subjek yang sadar akan keberadaan dirinya. Paham inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal aliran eksistensialisme.
2,6 Dasar – Dasar Logika
Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan
cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Logika juga
diartikan oleh dua cabang yang berbeda yakni ilmu filsafat dan ilmu matematika.
Kedua cabang ilmu tersebut mempunyai definisi masing-masing mengenai logika.
Pengertian logika di atas mengikuti definisi dari cabang ilmu filsafat, sedangkan
dalam ilmu matematika logika adalah seluk beluk perumusan pernyataan atau
persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal.
2.6.1 Term
Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat
diinderai sesuai dengan pakar. Tanda itu dapat bersifat formal dan
instrumental. Tanda formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda
yang ditandai seperti gambar, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental
digolongkan atas dua, yakni tanda alamiah dan konvensional. Tanda
alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara tanda dan yang
ditandai. Tanda konvensional digunakan berdasarkan kesepakatan
sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu, misalnya tanda lalu lintas,
dan bahasa.
2.6.5 Definisi
Definisi pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Untuk
menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap
term diperlukan definisi. Di samping itu, definisi juga diperlukan untuk
memahami sebuah kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang
ingin disampaikan. Menurut kesesuaiannya dengan hal atau kenyataan
yang diwakilinya ada dua jenis definisi, yakni definisi nominal (definisi
sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi nominal ialah definisi
yang menerangkan makna seperti yang dimuat dalam kamus. Definisi real
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 14 2.6.6 Divisi
Divisi adalah uraian suatu pembagian dalam bentuk divisi
merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada dua jenis divisi, yakni
divisi real atau aktual dan logis. Divisi real ialah bagian-bagian yang ada
pada objek itu sendiri baik fisik maupun metafisik dan terlepas dari
aktivitas mental manusia, sedangkan divisi logis mental manusialah yang
membagi keseluruhan hal menjadi bagian - bagian. Proposisi adalah
pernyataan akal budi mengenai persesuaian dan ketidaksesuaian yang
terdapat di antara dua gagasan. Dengan kata lain, putusan adalah kegiatan
akal budi mengiakan, memperteguh atau menguatkan sebuah gagasan
dengan perantaraan gagasan lain atau melakukan pengingkaran sebuah
gagasan terhadap gagasan lainnya.
2.6.7 Penalaran
Kata inferensi berasal dari bahasa Inggris inference artinya penyimpulan. Penyimpulan diartikan sebagai proses membuat kesimpulan
(conclusion). Dengan demikian, inferensi dapat didefinisikan sebagai suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi (keputusan).
Erat hubungannya dengan penjelasan itu, inferensi berarti pula sebagai
cara kerja logika yang ke-3 setelah memberikan pengartian dan membuat
keputusan. Di dalam logika, proses penarikan konklusi dapat dilakukan
melalui dua cara. Cara dimaksud yakni, cara deduktif dan induktif.
Mengingat dua cara tersebut kemudian dikenal istilah inferensi deduktif
dan inferensi induktif. Di dalam wilayah kebahasaan (bukan wilayah akal
budi atau pemikiran) kedua cara itu lazim disebut sebagai penalaran.
Dalam hal ini penalaran berarti proses mental dalam mengembangkan
pikiran dari beberapa fakta atau prinsip (premis). Kata penalaran, berasal
dari kata nalar yang berarti aktivitas yang memungkinkan seseorang
berfikir logis. Berdasar hal itulah kemudian pengertian inferensi identik
dengan penalaran yang dalam wilayah kebahasaan lazim juga disebut
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 15 Inferensi deduktif terbagi ke dalam dua jenis. Yakni,
Inferensi/Penalaran Langsung dan Inferensi/Penalaran Tidak Langsung.
Inferensi Tidak Langsung disebut juga sebagai Inferensi/Penalaran
Silogistik.
2.7 Dasar – Dasar Etika
Istilah etika berasal dari kata Yunani “ȇthikos” yang berarti
“adat”,”kebiasaan”, atau “watak”. Fokus yang dimiliki etika adalah tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Lain halnya dengan moralitas yang berasal dari kata Latin “moralis” yang berarti “tata cara”,
“karakter”, atau “perilaku yang tepat”. Moralitas merupakan suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik.
Moralitas merupakan objek kajian etika. Jika moralitas tergantung pada
pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar atau
salah, etika membahas persoalan moral tersebut pada situasi dan pendekatan
tertentu.
Secara garis besar, etika dapat digolongkan menjadi etika normatif, etika
terapan, etika deskriptif, dan metaetika.
2.7.1 Etika Normatif
Etika normatif terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang
bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Misalnya saja pada
situasi tertentu, teori etika akan memberikan semacam pertanyaan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.
2.7.2 Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara
lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada dominan privat
atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati, dan lain-lain.
Etika terapan bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 16 Agar sebuah masalah dapat dianggap sebagai masalah etika terapan,
masalah tersebut harus kontroversial dan punya dimensi dilema etis.
Kontroversial artinya kelompok yang berhadapan saling terkait dengan
permasalahan moral, dan dilema etis artinya permasalahan yang ada
menimbulkan penafsiran yang berbeda pada masyarakat yang lain.
2.7.3 Etika Deskriptif
Etika Deskriptif merupakan sebuah pengkajian tentang apa yang dianggap „etis‟ oleh individu atau masyarakat. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang bagaimana seseorang/masyarakat
memandang sesuatu sebagai baik atau buruk dan bagaimana mereka
bertindak secara nyata ketika berhadapan dengan masalah-masalah etis.
2.7.4 Metaetika
Metaetika berfokus pada masalah makna dari pernyataan-pernyataan
yang ada dalam etika. Untuk itu pada metaetika dituntut adanya bukti, jika
tidak ada bukti maka tidak akan ada makna.
Realisme etis mengajarkan bahwa jika seseorang mengatakan bahwa
tindakan tertentu salah, maka hal itu adalah kualitasnya yang salah. Realisme
etis kembali memicu beberapa masalah karena adanya perbedaan pada
keyakinan etis yang dianut oleh manusia. Gagasan utama dari nonrealisme etis
adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis. Inilah yang menjadi dasar
adanya relativisme etis.
Empat jenis pernyataan yang berbeda tentang etika tersirat dalam contoh pernyataan “pembunuhan itu tidak baik”. Ada empat penafsiran dari pernyataan ini.
1. “pembunuhan itu adalah salah”, yang merupakan realisme moral.
2. “saya tidak menyetujui pembunuhan”, yang merupakan subjektivisme.
3. “tidak ada kompromi dengan pembunuhan”, yang merupakan
emotivisme.
4. “jangan melakukan pembunuhan”, yang merupakan perspektivisme.
Sebenarnya, etika hanya menekankan jika seseorang menyadari bahwa
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 17 rasional untuk orang tidak melakukannya. Prinsip-prinsip etika dapat
menghilangkan kebingungan dan memperjelas masalah yang ada. Hal ini
dikarenakan persoalan moral sangat sulit dan komplek. Etika sangat
memperhitungkan bukan hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain. Artinya,
etika berkaitan dengan kepentingan orang lain secara lebih luas.
2.7.5 Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,
air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James seorang filosof
dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa dunia ini terdiri dari
banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan
suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak hal yang
beraneka ragam atau pluralis.
2.7.6 Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah
nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima
nihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman
Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi
tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 18 oleh dilema subjektif. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
2.7.7 Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari bahasa Yunani yaitu agnostos yang berarti “unknown”. A artinya not dan no artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri dan
dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.” Beberapa tokoh aliran ini misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper.
Masalah ontologi ini semakin lama semakin berkembang tidak hanya di
dunia filsafat Barat tetapi juga di dunia filsafat Islam. Misalnya dalam Islam kita
kenal ada aliran Isyraqi dengan tokohnya Suhrawardi dan Hikmah Mutaalliyah
oleh Mulla Sadra. Suhrawardi misalnya mendiskripsikan realitas ini bagaikan
cahaya yang mempunyai gradasi dari sumber cahaya itu sendiri yang paling
terang hingga yang paling lemah. Sumber cahaya itu adalah Tuhan dan cahaya
yang semakin meredup itu bagaikan ciptaan-Nya yang bermacam-macam dari
yang paling sempurna hingga yang paling rendah. Sedangkan Mulla Sadra
terkenal dengan pandangan Asalat al-Wujud dan Wahdat al-Wujud. Sadra beranggapan bahwa yang primer itu adalah wujud. Tanpa wujud segala sesuatu
tidak akan pernah ada. Dan wujud dari semua hal adalah sama. Oleh sebab itu ia
meyakini kesatuan wujud (Wahdatal-Wujud). Sedangkan yang membuat sesuatu itu berbeda dengan yang lain adalah karena aksidennya seperti warna dan lainnya.
Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam
filsafat ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh
sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata. Sebab
penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah ontologi
bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu mengetahui
kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid. Jadi,
pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan dari
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 19 realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page 20 BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dari uraian di atas kita
bisa mengetahui betapa luasnya objek kajian filsafat mulai dari masalah ontologis,
epistemologis . dua cabang utama filsafat tersebut merupakan masalah yang paling
fundamental dalam kehidupan. Ia memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat
sistematis. Hal itu dikarenakan ketiganya merupakan proses berpikir yang diawali dengan pembahasan “Apa itu kebenaran?”, “Bagaimana mendapatkan kebenaran?”, dan “Untuk apa kebenaran tersebut (aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?”
Hal tersebut mengindikasikan bahwa filsafat layak dikatakan sebagai induk dari
semua ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu-ilmu lain akan mengalami hambatan tanpa
peranan filsafat. Hal itu dikarenakan semua permasalah mendasar dari seluruh ilmu
adalah problem filosofis. Hal tersebut harus segera dipecahkan sebagai langkah awal
untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sekunder. Dengan kata lain, pada
dasarnya semua ilmu pengetahun tidak terlepas dari tiga problem filosofis tersebut
(ontologis, epistemologis dan aksiologis). Artinya semua ilmu pengetahuan pasti
berbicara tentang apa yang menjadi objek kajiannya, bagaimana cara mengetahuinya dan
apa manfaatnya buat kehidupan manusia
Sehingga Untuk menerapkan filsafat ilmu dibutuhkannya suatu jalinan
yang kuat antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Hal
tersebut dapat kita peroleh melalui logika. Logika adalah kajian filsafat yang
merumuskan tentang hukum-hukum, asas-asas, aturan-aturan, atau kaidah-kaidah
tentang berpikir yang harus ditaati supaya kita dapat berpikir tepat dan mencapai
kebenaran. Atau dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari aktivitas akal atau rasio manusia di pandang dari segi benar atau
salah. Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan metodologi ilmu. Secara umum,
logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya
Filsafat Ilmu / Teknik Geologi/ 2014 Page iv DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/7155203/Ontologi_Epistemologi_dan_Aksiologi_seba gai_Landasan_Penelaahan_Ilmu
http://historia-rockgill.blogspot.com/2011/12/definisi-aksiologiontologi-dan.html
http://mohnurula.blogspot.com/2014/03/bab-i-pendahuluan-1.html
http://berkas-kuliah.blogspot.com/2013/02/logika-etika-dan-estetika-dalam-ilmu.html