• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kaji Ulang Sistem Drainase Untuk Mengatasi Banjir Genangan Di Perumahan Villa Johor, Kec. Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kaji Ulang Sistem Drainase Untuk Mengatasi Banjir Genangan Di Perumahan Villa Johor, Kec. Medan Johor"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Banjir merupakan permasalahan umum terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan.Oleh karena itu, kerugian yang ditimbulkannya besar baik dari segi materi maupun kerugian jiwa.Maka, sudah selayaknya permasalahan banjir perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan permasalahan di masyarakat. Dengan anggapan bahwa permasalahan banjir merupakan masalah umum, sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan.(Robert J. Kodoatie, “Banjir”)

(2)

2.2 Pengertian Banjir 2.2.1 Definisi Banjir

Banjir adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air dalam saluranpembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya.(Suripin,”SistemDrainase Perkotaan yang Berkelanjutan”).

2.2.2 Faktor Penyebab Banjir

Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir.Namun secara umum penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia.

Yang termasuk sebab-sebab alami di antaranya adalah :

1. Curah hujan

2. Pengaruh Fisiografi

3. Erosi dan Sedimentasi

4. Menurunnya Kapasitas Sungai

5. Pengaruh Air Pasang

6. Kapasitas Drainase Yang Tidak Memadai

Sedangkan sebab-sebab yang timbul akibat faktor manusia adalah :

(3)

Kemampuan DAS, khusunya di bagian hulu untuk meresapkan air / menahan air hujan semakin berkurang oleh berbagai sebab, seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tata guna lahan lainnya. Hal tersebut dapat memperburuk masalah banjir karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas banjir.

2. Kawasan kumuh

Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang tepian sungai merupakan penghambat aliran. Luas penampang aliran sungai akan berkurang akibat pemanfaatan bantaran untuk pemukiman kumuh warga. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

3. Sampah

Ketidakdisiplinan masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai bukan pada tempat yang ditentukan dapat mengakibatkan naiknya muka air banjir.

4. Bendung dan bangunan lain

Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan

elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).

5. Kerusakan bangunan pengendali banjir

(4)

Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar.Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi.Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran air menjadi sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.(Robert J.Kodoatie, Sugiyanto, “Banjir”).

2.2.3 Sistem Pengendalian Banjir (Flood Control Sistem)

Sistem pengendalian banjir pada suatu daerah perlu dibuat dengan baik dan efisien, memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan pemanfaatan sumber air mendatang. Pada penyusunan sistem pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan analisis atau memperhatikan hal-hal yang meliputi antara lain :

1) Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut / yang sedang berjalan.

2) Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian akibat banjir.

3) Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah bawah / dataran banjir.

4) Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan yang akan datang.

5) Memperhatikan potensi & pengembangan sumber daya air mendatang.

(5)

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat direncanakan sistem pengendalian banjir dengan menyesuaikan kondisi yang ada, dengan berbagai cara mulai dari dari hulu sampai hilir yang mungkin dapat dilaksanakan. Cara pengendalian banjir dapat dilakukan secara struktur dan non struktur. (Robert J. Kodoatie, “ PSDA Terpadu”).

2.3 Drainase Perkotaan 2.3.1. Defenisi Drainase

(6)

2.3.2. Jenis Drainase

Drainase dapat dikelompokkan berdasarkan :

• Cara terbentuknya

• Sistem pengalirannya

• Tujuan/sasaran pembuatannya

• Tata letaknya

• Fungsinya • Konstruksinya

Drainase berdasarkan cara terbentuknya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Drainase alamiah (natural drainage)

Drainase alamiah terbentuk melalui proses alamiah yang berlangsung lama. Saluran drainase terbentuk akibat gerusan air sesuai kontur tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan sendirinya, masuk ke sungai-sungai. Pada tanah yang cukup poreous, air yang ada di permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi).

(7)

alamiah ini berupa sungai beserta anak-anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur sungai.

2. Drainase buatan (artificial drainage)

Drainase buatan adalah sistem yang dibuat dengan maksud tertentu dan merupakan hasil rekayasa berdasarkan hasil hitungan-hitungan yang dilakukan untuk upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan sistem drainase alamiah.Pada sistem drainase buatan memerlukan biaya-biaya baik pada perencanaannya maupun pada pembuatannya.

Drainase berdasarkan sistem pengalirannya

Jenis drainase berdasarkan dari sistem pengalirannya, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Drainase dengan sistem jaringan

Gambar 2.1 Terbentuknya Drainase Alamiah

(8)

Drainase dengan sistem jaringan adalah suatu sistem pengeringan atau pengaliran air pada suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan air melalui sistem tata saluran dengan bangunan-bangunan pelengkapnya.

2. Drainase dengan sistem resapan

Drainase dengan sistem resapan adalah sistem pengeringan atau pengaliran air yang dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah.Cara resapan ini dapat dilakukan langsung terhadap genangan air di permukaan tanah ke dalam tanah atau melalui sumuran/saluran resapan.Sistem resapan ini sangat menguntungkan bagi usaha konservasi air.

Drainase berdasarkan tujuan/sasarannya

Jenis drainase berdasarkan dari tujuan pembuatannya, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Drainase perkotaan

Drainase perkotaan adalah pengeringan atau pengaliran air dari wilayah perkotaan ke sungai yang melintasi wilayah perkotaan tersebut sehingga wilayah perkotaan tidak digenangi air.

2. Drainase daerah pertanian

Drainase daerah pertanian adalah pengeringan atau pengaliran air di daerah pertanian baik di persawahan maupun daerah sekitarnya yang bertujuan untuk mencegah kelebihan air agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu. 3. Drainase lapangan terbang

(9)

taxiway sehingga kegiatan penerbangan baik take off, landing, maupun taxing tidak terhambat.Pada lapangan terbang drainase juga bertujuan untuk keselamatan terutama pada saat landing dan take off yang apabila tergenang air dapat mengakibatkan tergelincirnya pesawat terbang.

4. Drainase jalan raya

Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengaliran air di permukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan jalan dan menghindari kecelakaan lalu lintas.Drainase jalan raya biasanya berupa saluran di kiri kanan jalan serta gorong-gorong yang melintas di bawah badan jalan.

5. Drainase jalan kereta api

Drainase jalan kereta api adalah pengeringan atau pengaliran air di sepanjang jalur kereta api yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada jalur kereta api.

6. Drainase pada tanggul dan dam

Drainase pada tanggul dan dam adalah pengaliran air di derah sisi luar tanggul dan dam yang bertujuan untuk mencegah keruntuhan tanggul dan dam akibat erosi rembesan aliran air (piping).

7. Drainase lapangan olahraga

(10)

Drainase untuk keindahan kota adalah bagian dari drainase perkotaan, namun pembuatannya lebih ditujukan pada sisi estetika seperti tempat rekreasi dan lainnya

9. Drainase untuk kesehatan lingkungan

Drainase untuk kesehatan lingkungan merupakan bagian dari drainase perkotaan, di mana pengeringan dan pengaliran air bertujuan untuk mencegah genangan yang dapat menimbulkan wabah penyakit.

10.Drainase untuk penambahan areal

Drainase untuk penambahan areal adalah pengeringan atau pengaliran air pada daerah rawa ataupun laut yang tujuannya sebagai upaya untuk menambah areal.

Drainase berdasarkan tata letaknya

Jenis drainase berdasarkan tata letaknya dapat dikelompokkan menjadi: 1.Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)

Drainase Permukaan Tanah adalah sistem drainase yang salurannya berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open chanel flow. Pengaliran air tejadi karena adanya beda tinggi permukaan saluran (slope). 2.Drainase Bawah Permukaan Tanah ( Subsurface Drainage )

(11)

permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.

Drainase berdasarkan fungsinya

Jenis drainase berdasarkan dari fungsinya dapat dikelompokkan menjadi : 1.Drainase single purpose

Drainase single purpose adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan misalnya air hujan atau air limbah atau lainnya.

2.Drainase multi purpose

Drainase multi purpose adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan lebih dari satu air buangan baik secara bercampur maupun bergantian misalnya campuran air hujan dan air limbah.

Drainase berdasarkan kosntruksinya

Jenis drainase berdasarkan dari konstruksinya dapat dikelompokkan menjadi:

1.Drainase saluran terbuka

Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran yang permukaan airnya terpengaruh dengan udara luar (atmosfir).Drainase saluran terbuka biasanya mempunyai luasan yang cukup dan digunakan untuk mengalirkn air hujan atau air limbah yang tidak membahayakan kesehatan lingkungan dan tidak mengganggu keindahan.

2.Saluran tertutup

(12)

sering digunakan untuk mengalirkan air limbah atau air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan dan mengganggu keindahan.

2.3.3 Pola Jaringan Drainase

Pada sistem jaringan drainase terdiri dari beberapa salura yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Dari pola jaringan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pola Siku

Pola siku adalah suatu pola di mana saluran cabang membentuk siku-siku pada saluran utama.Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada di tengah kota.

2. Pola Paralel

Pola paralel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.

Gambar 2.3Pola Jaringan Siku

(13)

3. Grid Iron

Pola grid ikon merupakan pola jaringan drainase untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

4. Pola Alamiah

Pola alamiah adalah suatu pola yang sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar. Saluran cabang tidak selalu berbentul siku terhadap saluran utama seperti diperlihatkan pada gambar.

5. Pola Radial

Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari pusat sumber air memencar ke segala arah.Pola ini sangat cocok pada daerah berbukit.

Gambar 2.5Pola Jaringan Grid Iron

(14)

2.3.4 Bangunan-bangunan Sistem Drainase dan Pelengkapnya

1. Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase

Bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.

a. Bangunan Struktur

Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan struktur adalah : rumah pompa, bangunan tembok penahan tanah, bangunan terjunan, dan jembatan.

b. Bangunan Non-Struktur

Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. Contoh bangunan non struktur adalah :

Pasangan (saluran cecil tertutup, tembok talud saluran, manhole, street inlet). Tanpa pasangan (saluran tanah dan saluran tanah berlapisrumput).

2. Bangunan Pelengkap Saluran Drainase

Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain :

(15)

Bangunan di mana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju catch basin.Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat yang rendah, tempat parkir.

b. Inlet

Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan

agar sampah tidak masuk ke dalam saluran tertutup.

c. Headwall

Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi.

d. Shipon

Shipon dibuat bilamana ada persilangan dengan sungai.Shipon dibangun bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada waktu pembuangannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun kerusakan konstruksi.Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yangdibuat saluran terbuka atau gorong-gorong.

(16)

Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi, perubahan bentuk selokan pada setiap jarak 10-25 m. Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup, asal dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang manhole berdiameter 60 cm dengan tutup dari besi tulang.

f. Lain-lainnya

Meliputi gorong-gorong, bangunan terjun, dan bangunan got miring.

2.3.5 Perencanaan Sistem Drainase Landasan perencanaan

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai parasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumber daya air, yang ada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya banyak meresap dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran, antara lain membuat : bangunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan.

Tahap perencanaan

Tahap perencanaan drainase perkotaan meliputi :

a. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan detail dengan penjelasan :

(17)

Perencanaan detail perlu dibuat sebelum pekerjaan konstruksi drainase dilaksanakan.

b. Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk.

c. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.

d. Data dan Persyaratan

Perencanaan sistem drainase perkotaan memerlukan data dan persyaratan sebagai berikut :

Data primer, merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup :

1. Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman ratarata dan frekuensi genangan.

2. Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran

3. Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya.

4. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan.

(18)

1. Rencana Pengembangan Kota

2. Geoteknik

3. Pembiayaan

4. Kependudukan

5. Institusi / kelembagaan

6. Sosial ekonomi

7. Peran serta masyarakat

8. Keadaan kesehatan lingkungan pemukiman

2.4 Analisa Hidrologi

Analisis data hidrologi dimaksudkan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.

Dalam mendapatkan debit banjir rencana yaitu dengan menganalisis data curah hujan maksimum pada daerah aliran sungai yang diperoleh dari beberapa stasiun hujan terdekat. (Sri Eko Wahyuni, 2000).

2.4.1. Siklus Hidrologi

Gerakan air yang berdaur dari lautan ke atmosfer dan dari sana karena pencurahan air ke bumi, tempat air itu berkumpul, disebut siklus hidrologi.

(19)

Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari.Laju dan jumlah penguapan bervariasi, terbesar terjadi di dekat equator, di mana radiasi matahari lebih kuat.Uap air adalah murni, karena pada waktu dibawa naik ke atmosfir kandungan garam ditinggalkan.Uap air yang dihasilkan dibawa udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap air yang akan jatuh kembali sebagai presipitasi berupa hujan dan / atau salju.Presipitasi ada yang jatuh di samudera, di darat, dan sebagian langsung menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan bumi.

Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari.Laju dan jumlah penguapan bervariasi, terbesar terjadi di dekat equator, di mana radiasi matahari lebih kuat.Uap air adalah murni, karena pada waktu dibawa naik ke atmosfir kandungan garam ditinggalkan.Uap air yang dihasilkan dibawa udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap air yang akan jatuh kembali sebagai presipitasi berupa hujan dan / atau salju.Presipitasi ada yang jatuh di samudera, di darat, dan sebagian langsung menguap kembali sebelum mencapai ke permukaan bumi.

(20)

Presipitasi yang jatuh di permukaan bumi menyebar ke berbagai arah dengan beberapa cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi. Sebagian air hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai. Hal ini disebut aliran / limpasan permukaan. Jika permukaan tanah porous, maka sebagian besar akan meresap ke dalam tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi. Sebagian lagi akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman (evapotranspirasi).

Di bawah permukaan tanah, pori-pori tanah berisi air dan udara.Daerah ini dikenal sebagai zona kapiler (vadoze zone), atau zona aerasi.Air yang tersimpan di zona ini disebut kelengasan tanah (soil moisture), atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan tanah, kemudian menguap.

Kelebihan kelengasan tanah akan ditarik masuk oleh gravitasi dan proses ini disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan akan jenuh air. Batas atau zona jenuh air disebut muka air tanah (water table).Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah.Air tanah ini bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke permukaan sebagai sumber air (spring) atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai, atau laut.

(21)

hidrologi yang terpenting adalah aliran permukaan.Oleh karena itu, komponen inilah yang ditangani secara baik untuk menghindari berbagai bencana, khususnya banjir.

2.4.2. Analisis Hujan

2.4.2.1. Hujan Kawasan (Daerah Tangkapan Air = DTA)

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik atau tempat saja (point rainfall).Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka unutk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut.Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/atau di sekitar kawasan tertentu.

Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar (2) poligon Thiessen, dan (3) ishohyet.

1) Cara Rata-rata Aljabar (Aritmethic Mean Method)

Merupakan metode yang paling sederhana dalam perhitungan hujan kawasan.Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh yang setara.Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata atau hampir merata, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:

P = 𝑃𝑃1+𝑃𝑃2+𝑃𝑃3+⋯+𝑃𝑃𝑃𝑃

𝑃𝑃 =

∑𝑃𝑃𝑃𝑃=1𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑃𝑃

di mana P1, P2,…,Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,…, n

(22)

2) Cara Poligon Thiessen

Metode perhitungan ini berdasarkan rata-rata timbang (weightedaverage) dan memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untukmengakomodasi ketidakseragaman jarak.Daerah pengaruh dibentuk denganmenggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubungantara dua stasiun hujan terdekat.Metode ini didasarkan pada asumsi bahwavariasi hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat.

Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS. Antar pos dibuat garis lurus penghubung.

2. Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa, sehingga membentuk polygon Thiessen. Semua titik dalam satu polygon akan mempunyai jarak terdekat dengan pos penakar yang ada di dalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap pos lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada pos tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam polygon yang bersangkutan.

(23)

3. Luas areal pada tiap-tiap polygon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS, A dapat diketahui dengan menjumlahkan semua luasan polygon.

4. Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan berikut :

P = 𝑃𝑃1𝐴𝐴1+𝑃𝑃2𝐴𝐴2+⋯+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃 𝐴𝐴1+𝐴𝐴2+⋯+𝐴𝐴𝑃𝑃 =

∑𝑃𝑃𝑃𝑃=1𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝑃𝑃 ∑𝑃𝑃𝑃𝑃=1𝐴𝐴𝑃𝑃

3) Metode Ishoyet

Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman.Cara ini memperhitungkan secara actual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain, asumsi metode Thiessen yang secara membabi buta menganggap tiap pos penakar mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi.

Metode Ishoyet terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut :

• Plot data kedalaman air hujan untuk tiap pos penakar hujan pada peta

• Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik titik yang

mempunyai kedalaman air yang sama. Interval ishoyet yang umum dipakai adalah 10 mm.

• Hitung luas area antara dua garis ishoyet dengan menggunakan planimeter. Kalikan

masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua ishoyet yang berdekatan. Hitung hujan rata-rata DAS dengan persamaan berikut:

(24)

P = ∑�𝐴𝐴�

𝑃𝑃1+𝑃𝑃2 2 ��

∑ 𝐴𝐴

Metode Ishoyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5.000 km2.

2.4.2.2.Cara Memilih Metode

Pemilihan metode mana yang cocok dipakai pada suatu DAS dapat ditentukan dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut:

1. Jaring-jaring pos penakar hujan dalam DAS 2. Luas DAS

3. Topografi DAS

2.4.3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan.Data hidrologi dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampau. Sebaliknya, kala-ulang (return period) adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Dalam hal ini tidak terkandung pengertian bahwa kejadian tersebut akan berulang secara teratur setiap kala ulang tersebut.

(25)

sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang.

Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan di masa lalu.

Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi, yaitu: 1. Data maksimum tahunan

Tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya.Seri data seperti ini dikenal dengan seri data maksimum (maximum annual series). Jumlah data dalam seri akan sama panjang dengan data yang tersedia. Dalam suatu tahunan yg mgkn lebih besar dari besaran data maksimum dlm tahun yang tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis. Hal ini oleh beberapa pihak dianggap kurang realistis dan menyarankan menggunakan cara seri parsial.

2. Seri Parsial

(26)

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:

1) Distribusi Normal, 2) Distribusi Log Normal,

3) Distribusi Log Pearson III, dan 4) Distribusi Gumbel

1. Distribusi Normal

Dalam analisis hidrologi distribusi normal banyak digunakan untuk menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan. Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss.

X

T

=

X

+ K

T

S

Di mana:

XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang

T-tahunan,

X = nilai rata-rata hitung variat,

S = deviasi standar nilai variat,

KT = faktor koreksi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe modal matematik distribusi peluang yan digunakan untuk analisis peluang.

Nilai faktor koreksi KT umumnya sudah tersedia dalam tabel nilai variabel

(27)

Tabel 2.1 Nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced gauss)

No. Periode ulang, T Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,01 0,99 -2,33

4 1,05 0,95 -1,64

5 1,11 0,9 -1,28

6 1,25 0,8 -0,84

7 1,33 0,75 -0,67

8 1,43 0,7 -0,52

9 1,67 0,6 -0,25

10 2 0,5 0

11 2,5 0,4 0,25

12 3,33 0,3 0,52

13 4 0,25 0,67

(28)

15 10 0,1 1,28

16 20 0,05 1,64

17 50 0,02 2,05

18 100 0,01 2,33

19 200 0,005 2,58

20 500 0,002 2,88

21 10,000,000 0,001 3,09

Sumber:Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan(Suripin, 2004)

2. Distribusi Log Normal

Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan menikuti distribusi Log Normal. Dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan:

Y

T

=

Y

+ K

T

S

KT =

𝑌𝑌т−Y 𝑆𝑆

Yт = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang

T-tahunan

Y = nilai rata-rata hitung variat

(29)

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

3. Distribusi Log-Pearson III

Pada situsi tertentu, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi Log Normal.

Pearson telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris.Tidak seperti konsep yang melatarbelakangi pemakaian distribusi Log Normal untuk banjir puncak, maka distribusi probabilitas ini hampir tidak berbasis teori.

Tiga parameter penting dalam Log Pearson III yaitu (i) harga rata-rata; (ii) simpangan baku; dan (iii) koefisien kemencengan.

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Tipe III:

o Ubah ke dalam bentuk logaritmis, X = log X o Hitung harga rata-rata

Log X=

o Harga simpangan baku

(30)

o Hitung koefisien kemencengan

G =

𝑃𝑃

= n

1 i

�log Xi – log X�

3

�n - 1��n - 2�s3

o Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T dengan rumus

Log X

T

= log

X

+ K.s

Dimana K adalah variabel standar (standardized variabel) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G.

Tabel 2.2 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III

Interval kejadian (Recurrenceinterval), tahun (periode ulang)

10,101 12,5 2 5 10 25 50 100

Koef, G Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3 -0,667 -0,636 -0,396 0,42 1,18 2,278 3,152 4,051

2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,46 1,21 2,275 3,114 3,973

2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889

2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,573 1,262 2,256 3,023 3,8

2,2 -0,905 -0,752 -0,33 574 1,284 2,24 2,97 3,705

(31)

1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499

1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,78 3,388

1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271

1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,34 2,087 2,626 3,149

1 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,34 2,043 2,542 3,022

0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,78 1,336 1,993 2,453 2,891

0,6 -1,88 -0,857 -0,099 0,8 1,328 1,939 2,359 2,755

0,4 -2,029 -0,855 -0,066 816 1,317 1,88 2,261 2,615

0,2 -2,178 -0,85 -0,033 0,83 1,301 1,818 2,159 2,472

0 -2,326 -0,842 0 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326

-0,2 -2,472 -0,83 -0,033 0,85 1,258 1,68 1,945 2,178

-0,4 -2,615 -0,816 -0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029

-0,6 -2,755 -0,8 -0,099 0,857 1,2 1,582 1720 1,88

-0,8 -2,891 -0,78 -0,132 0,856 1,166 1,448 1606 1,733

-1 -3,022 -0,758 -0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588

-1,2 -2,149 -0,732 -0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449

(32)

-1,6 -2,388 -0,675 -0,254 0,817 1,994 1,116 1,166 1,197

-1,8 -2,499 -0,643 -0,282 0,799 1,945 1,035 1,069 1,087

-2 -3,605 -0,609 -0,307 0,777 0,752 0,959 0,98 0,99

-2,2 -3,705 -0,574 -0,33 0,752 0,753 0,888 0,9 0,905

-2,4 -3,8 -0,537 -0,351 0,725 0,754 0,823 0,83 0,832

-2,6 -3,889 -0,49 -0,368 0,696 0,755 0,764 0,768 0,769

-2,8 -3,973 -0,469 -0,384 0,666 0,756 0,712 0,714 0,714

-3 -3,051 -0,42 -0,396 0,636 0,757 0,666 0,666 0,667

Sumber:Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan(Suripin, 2004

4. Distribusi Gumbel

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:

K = YTr−Yn Sn

Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n

Sn = reduced standar deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data n

(33)

YTr = -ln

–ln

Tr−1

Tr

Tabel 2.3 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,507 0,51 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,522

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,532 0,5332 0,5343 0,5353

30 0,5362 0,5371 0,538 0,5388 0,8396 0,5403 0,541 0,5418 0,5424 0,5436

40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,553 0,5533 0,5535 0,5538 0,554 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,555 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0,5569 0,557 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,558 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,56 0,5603 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,561 0,5611

(34)

Tabel 2.4Reduced Standard Deviation, Sn

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,0071 0,0095 0,0206 0,0316 0,0411 0,0493 0,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,08611 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,108

30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,159

50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,177 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,189 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,193

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,198 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,202 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,206

100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,209 1,2093 1,2096

(35)

Tabel 2.5Reduced Variate, sebagai Fungsi Periode Ulang

Periode ulang, Recuded variate, Periode ulang,

Recuded variate, Ytr

Tr (tahun) Ytr Tr (tahun)

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 4,2969

10 2,251 250 4,5206

20 2,9709 500 4,2149

25 3,1993 1000 4,9087

50 39,028 5000 4,5188

75 43,117 10000 4,2121

Sumber:Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan(Suripin, 2004)

2.4.4 Koefisien Pengaliran

(36)

C =

Q

R

Keterangan:

C = Koefisien pengaliran Q = Jumlah limpasan R = Jumlah curah hujan

Besarnya nilai koefisien pengaliran C untuk daerah perumahan berdasarkan peneliti para ahli diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Koefisien Pengaliran C

Tipe Daerah Aliran Kondisi Koefisien Aliran C

Rerumputan Tanah pasir, datar 2% 0,05-0,10

Tanah pasir, rata-rata, 2-7% 0,10-0,15

Tanah pasir, curam, 7% 0,15-0,20

Tanah gemuk, datar, 2% 0,13-0,17

Tanah gemuk, curam, 7% 0,18-0,22

Business Daerah kota lama 0,25-0,35

Daerah pinggiran 0,75-0,95

Perumahan Daerah "single family" 0,30-0,50

(37)

"Multi units" tertutup 0,60-0,75

"Suburban" 0,25-0,40

Daerah rumah apartemen 0,50-0,70

Industri Daerah ringan 0,50-0,80

Daerah berat 0,60-0,90

Pertamanan, kuburan 0,10-0,25

Tempat bermain 0,20-0,35

Halaman kereta api 0,20-0,40

Daerah yang tidak 0,10-0,30

Jalan Beraspal 0,70-0,75

Beton 0,80-0,95

Batu 0,70-0,85

Untuk berjalan naik 0,70-0,85

Atap 0,70-0,95

Sumber : Wesli, Drainase Perkotaan

2.4.5 Perhitungan Koefisien Tampungan (Cs)

(38)

tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus:

Cs= 2 tc 2tc+td Dimana:

Cs = koefisien tampungan Tc = waktu konsentrasi (jam)

Td = waktu aliran air mengalir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat pengukuran (jam)

2.4.6 Perhitungan Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi (tc) suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan

yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan DAS adalah luasan atap rumah berdasarkan tipe rumah tersebut.

Waktu konsentrasi dihitung dengan membedakannya menjadi dua konponen, yaitu: • to= waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampaisaluran

terdekat, dan

• td = waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran

(39)

t

d

=

Ls

60 V (menit)

dimana

n = koefisien kekasaran Manning, untuk aspal dan beton = 0,013

S = perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat pengamatan, diperkirakan sama dengan kemiringan rata-rata dari daerah aliran

V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

L = Jarak aliran terjauh di atas tanah hingga saluran terdekat (m)

Ls = Jarak yang ditempuh aliran di dalam saluran ke tempat pengukuran (m)

Tabel 2.7 Nilai Kecepatan Berdasarkan Kemiringan Dasar Saluran

Kemiringan Rata-rata Dasar Saluran (%) Kecepatan Rata-rata (m/detik)

Kurang dari 1 0,4

1 – 2 0,66

2 – 4 0,9

4 – 6 1,2

6 – 10 1,5

10 - 15 2,4

(40)

2.5 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifatumum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity-Duration-Frequency Curve).

Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat. Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood) perlu didapatkan harga suatu intensitas curah hujan terutama bila digunakan metode rasional. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi.Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Untuk menghitung intensitas curah hujan dapat digunakan beberapa rumus empiris sebagai berikut :

2.5.1 Rumus Talbot (1881)

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

I =

a t + b

di mana:

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

(41)

a = [I.t]�I

2.5.2 Rumus Sherman (1905)

Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.

I =

𝑎𝑎 𝑡𝑡𝑃𝑃

dimana:

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

2.5.3 Rumus Ishiguro (1953)

I = a √t+ b

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam) a,b = konstanta

(42)

b = [I]�I.√t�−N�I

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dihitung dengan rumus:

I = R24

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

2.6 Debit Banjir Rencana

Metode yang biasa digunakan untuk menghitung debit banjir rencana umumnya sebagai berikut :

2.6.1 Rumus Rasional

Ada banyak rumus rasional yang dibuat secara empiris yang dapat menjelaskan hubungan antara hujan dengan limpasannya, diantaranya adalah:

Q = 0,278.C.Cs.I.A di mana:

(43)

Cs = Koefisien Tampungan

I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah aliran (km²)

Di wilayah perkotaan, luas daerah pengeringan pada umumnya terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (subarea) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan dari masing-masing sub area.Variabel luas sub area dinyatakan dengan Aj dan koefisien pengaliran dari tiap sub area dinyatakan dengan Cj maka untuk menentukan debit digunakan rumus sebagai berikut:

Q = I ∑

I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) Aj = luas daerah aliran (km²)

Rumus rasional lainnya yang menggambarkan hubungan antara hujan dan limpasannya yang dipengaruhi oleh penyebaran hujan sebagai berikut:

Q = C.β.I.A

di mana:

Q = Debit (m3/det) C = Koefisien sub area

(44)

I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = luas daerah aliran (km²)

Koefisien penyebaran hujan (β) merupakan nilai yang digunakan untuk mengoreksi

pengaruh penyebaran hujan yang tidak merata pada suatu daerah pengaliran.Nulai besaran ini tergantung dari kondisi luas daerah pengaliran. Untuk daerah pengaliran yang relative kecil biasanya kejadian hujan diasumsikan merata sehingga nilai koefisien penyebaran hujan β = 1. Koefisien penyebaran hujan (β) diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 2.8 Koefisien Penyebaran Hujan

Luas Daerah Pengaliran

(km2) Koefisien Penyebaran Hujan

a 0-4 1

b 5 0,995

c 10 0,980

d 15 0,955

e 20 0,920

f 25 0,875

g 30 0,820

h 50 0,500

(45)

Dari rumus rasional, dapat diketahui besarnya debit sangat dipengaruhi oleh intensitas hujan dan luas daerah hujan. Karena luas daerah hujan adalah tetap, dan intensitas hujan dapat berubah-ubah, maka dapat dikatakan bahwa besarnya debit berbanding lurus dengan intensitas hujan. Semakin besar intensitas hujan, akan semakin besar pula debit air yang dihasilkan.

2.6.2 Debit Air Pembuangan (Air Kotor)

Debit air kotor adalah debit yang berasal dari buangan aktivitas penduduk sepertimandi, cuci dan lain-lain baik dari lingkungan rumah tangga, bangunan (fasilitas) umumatau instansi, bangunan komersial, dan sebagainya.

Tabel 2.9 Pembuangan Limbah Cair Rata-Rata Per Orang Setiap Hari

Jenins Bangunan

Volume Limbah Cair

(Liter/orang/hari )

Beban BOD (gram/orang/hari )

Daerah Perumahan

- Rumah besar muntuk keluarga tunggal - -

- Rumah tipe tertentu untuk keluarga tunggal 400 100

- Rumah untuk keluarga ganda (rumah susun) 300 80

(46)

(Jika dipasang penggilingan sampah, kalikan 200 80

BOD dengan faktor 1.5)

Perkemahan dan Motel :

- Tempat peristirahatan mewah 400-600 100

- Tempat parkir rumah berjalan (mobile home) 200 80

- Kemah wisata dan tempat parkir trailer 140 70

- Hotel dan motel 200 50

Sekolah :

- Sekolah dengan asrama 300 80

- Sekolah siang hari dengan kafetana 80 30

- Sekolah siang hari tanpa kafetarian 60 20

Restoran :

- Tiap pegawai 120 50

(47)

- Tiap makanan yang disajikan 15 15

Terminal transportasi :

- Tiap pegawai 60 25

- Tiap Penumpang 20 10

Rumah sakit 600-120 30

Kator 60 25

Teater mobil (driver in theatre). Per tempat

duduk 20 10

Bioskop per tempat duduk 10-20 10

Pabrik tidak termasuk limbah cair industri dan

cafeteria 60-120 25

Sumber : Soeparman dan Suparmin, 2001:30

2.7. Aspek Hidrolika

2.7.1. Kriteria Teknis

Kriteria teknis saluran drainase adalah sebagai berikut:

a. Kriteria teknis saluran drainase air hujan:

(48)

3. Kapasitas saluran membesar searah aliran b. Kriteria teknis saluran drainase air limbah

1. Muka air rencana lebih rendah dari muka tanah yang akan dilayani 2. Tidak mencemari kualitas air sepanjang lintasannya

3. Tidak mudah dicapai oleh binatang yang dapat menyebarkan penyakit 4. Ada proses pengenceran atau penggelontoran kotoran

5. Tidak menyebarkan bau dan menganggu estetika 2.7.1. Bentuk Penampang Saluran

Penampang hidrolis terbaik yaitu suatu penampang yang memiliki keliling basah terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah terkecil dengan hantaran maksimum. Penampang Hidrolis terbaik diperlihatkan pada Tabel 2.10 berikut:

Tabel 2.10 Unsur Geometrik Penampang Hidrolis Terbaik

(49)

4 Setengah lingkaran π/Y² πY ½.Y 2Y

5 Parabola 4/3.√2.Y² 8/3. √2.Y ½.Y 2.√2.Y

6 Lengkung hidrolis 1,3959.Y² 2,9836.Y 0,46784.Y 1,917532.Y

Sumber : Drainase Perkotaan (Wesli, 2008

2.7.1. Perencanaan Dimensi Saluran

Untuk menentukan dimensi saluran drainase dalam hal ini, diasumsikan bahwa kondisi aliran air adalah dalam kondisi normal (steady uniform flow) di mana aliran mempunyai kecepatan konstan terhadap jarak dan waktu (Suripin, 2000).Rumus yang sering digunakan adalah rumus Manning.

Q = V. A

V

=

1

n

R

I

½

Q = debit banjir rencana yang harus dibuang lewat saluran drainase (m3/dt)

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/dt)

A = (b + mh).h =Luas potongan melintang aliran (m2)

R = A/P = jari-jari hidrolis (m)

P = b + 2h(m2 +1)1/2 = keliling basah penampang saluran (m)

b = lebar dasar saluran (m)

(50)

I = kemiringan energi/ saluran

n = koefisien kekasaran Manning

m = kemiringan talud saluran ( 1 vertikal : m horisontal)

Faktor-faktor yang berpengaruh didalam menentukan harga koefisien

kekasaran Manning (n) adalah sebagai berikut :

a. kekasaran permukaan saluran.

b. vegetasi sepanjang saluran.

c. ketidakteraturan saluran.

d. trase saluran landas.

e. pengendapan dan penggerusan.

f. adanya perubahan penampang.

g. ukuran dan bentuk saluran.

h. kedalaman air

Tabel 2.11 Koefisien Kekasaran Manning

Tipe Saluran Koefisien Manning (n)

Baja 0,011 – 0,014

Baja permukaan gelombang 0,021 – 0,030

Semen 0,010 – 0,013

(51)

Pasangan Batu 0,017 – 0,030

Kayu 0,010 – 0,014

Bata 0,011 – 0,015

Aspal 0,013

Sumber : Drainase Perkotaan (wesli, 2002)

2.8SumurResapan

2.8.1 Pengertian

Sumurresapan(Gambar2.10)merupakanskemasumurataulubang pada permukaantanahyangdibuatuntukmenampungair hujanagar dapatmeresapke dalamtanah.Sumur resapan inikebalikan darisumur airminum.Sumur resapan merupakanlubanguntukmemasukkanairkedalamtanah,sedangkan sumurair minumberfungsiuntukmenaikkanair tanahke permukaan.Dengandemikian, konstruksidankedalamannyaberbeda.Sumur resapandigalidengankedalamandi atasmukaairtanah,sedangkansumurairminumdigalilebihdalamlagiataudi bawah mukaairtanah(Kusnaedi, 2011).

(52)

2.7.2 Fungsi SumurResapan

Penerapansumur resapansangatdianjurkandalamkehidupansehari-hari.Fungsiutama darisumur resapanbagikehidupanmanusia dapatdibagimenjaditiga fungsi utama,yaitu

1. Pengendali banjir

2. Konservasi air tanah

3. Menekanlajuerosi

2.6.3 Prinsip danTeori Kerja SumurResapan

Prinsipkerjasumurresapanadalahmenyalurkandanmenampungairhujan

kedalamlubangatausumuragarairdapatmemilikiwaktutinggaldipermukaan tanah lebih lamasehinggasedikit demi sedikit airdapat meresap kedalam tanah.

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke dalamakuifer tanahsebagaiair resapan(infiltrasi).Dengandemikian,airakanlebih banyakmasukke dalamtanahdansedikityangmengalir sebagaialiranpermukaan (runoff). Dibawahtanah,airyang meresapiniakanmerembesmasukkedalam lapisantanahyang disebutlapisantidakjenuhdimanapadaberbagai jenistanah, lapisaninimasihbisa menyerapair.Darilapisantersebut,airakanmenembus

(53)

lapisanakuifer.

Sebagaimediayang secaralangsung berhubungandenganlapisantanah,dalam pengoperasiannyasumurresapansesungguhnya mengandalkankemampuantanah dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan berangkatdarisifatfisiktanahkhususnyaharusbertitiktolakpadakeadaan daya rembes tanahnya.

(54)

Semakinbanyakairyang mengalirkedalamtanahberartiakanbanyak tersimpanairtanahdibawahpermukaanbumi.Air tersebutdapatdimanfaatkan kembali melalui sumur-sumur atau mata airyang dapat dieksplorasi setiapsaat.Jumlahaliranpermukaanakanmenurunkarena adanyasumurresapan. Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air permukaanyang berlebihan di suatutempat dapat dihindarkan.Menurunnyaaliran permukaan ini jugaakanmenurunkan tingkat erositanah.

2.9 PersyaratanUmumdanTeknisSumurResapan

PadaSNINo.03-2459-2002dijelaskantentangpersyaratanumumdanteknis sumur resapan, standarini merupakan hasil revisi dari SNINo.03-2459-1991.

Persyaratan umumyang harus dipenuhi antaralain sebagai berikut:

a) Sumur resapanairhujandi tempatkan padalahanyang relatifdatar.

b) Airyangmasuk kedalamsumur resapanadalahairhujan tidak tercemar. c) Penetapan sumurresapanairhujan harus mempertimbangkan keamanan

bangunan sekitarnya.

d) Harus memperhatikan peraturan daerah setempat.

e) Hal-halyangtidak memenuhi ketentuan ini harusdisetujui instansiyang berwenang.

(55)

a) Kedalamanairtanah minimum 1.50 m padamusim hujan.

b) Strukturtanahyangdapat digunakan harus mempunyai nilai permeabilitas tanah≥ 2.0 cm/jam.

c) Jarak penempatan sumurresapanairhujan terhadap bangunan, dapat dilihat padaTabel 2. 13.

Tabel 2.12 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan

N J i B

Jarak minimum dari sumur 1. Sumur resapanairhujan/

2. Pondasi bangunan 1

3. Bidangresapan/ sumur

2.10 PerencanaanDimensi SumurResapan

Dimensisumurresapanditentukanolehbeberapafaktoryaitutinggimukaair tanah, intensitashujan, lama hujan, luas penampang tampungan dan koefisien

permeabilitastanah.Untuklebihjelasnyadapatdilihatpadapembahasandibawah ini:

a) Tinggi muka air tanah

Dasarbangunansumurresapanakanefektifapabilaterletakdiatasmukaair

tanah.Olehkarena itudiperlukanpeta sebaranmuka preatikdaerahpenelitian yangmenggambarkan distribusi tinggi muka airtanah.

(56)

resapanuntukmenampung airhujanyang jatuhpadapenutupanlahandengan luasantertentu.Volume air tampunganadalahhasilkaliintensitashujan,luas daerah tampungan dan lamahujan.

c) Durasi hujan

Lama hujanadalahwaktuterlama hujanituterjadisetiapkejadianhujan.Lama hujan (durasi) sangat diperhitungkan dalam memprediksi dayatampung sumur serapan.

d) Luas penampung tampungan

Luas penampung tampunganinimerupakanjumlahtotaldariatapbangunanatau bidangpekerasanyang airnyadialirkanpada sumur resapan.Semakinbesar luas tampunganmakasemakinbesar luastampunganmakasemakinbesarvolume tampungan.

e)Koefisien permeabilitas tanah

Koefisien permeabilitas adalah kemampuan tanah dalam melewatkan airsebagai fungsi dariwaktu. Kemampuan tanahdalam meresapkan air hujan yang di tampungditentukan olehkoefisien permeabilitas ini.

Metodeyangdigunakanuntuk perencanaan dimensi sumur resapan,antaralain:

a.MetodeSunjoto (2011)

(57)

H = Q T = waktu pengaliran (detik)

K = koefisien permabilitas tanah (m/dt) R = jari-jari sumur (m)

Faktor geometrik tergantung pada berbagai keadaan, dan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

Qo = F. K. H

Kedalaman efektif sumur resapan dihitung dari tinggi muka air tanah apabila dasar sumur berada di bawah muka air tanah tersebut, dan diukur dari dasar sumur bila muka air tanah berada di bawah dasar sumur. Sebaiknya dasar sumur berada pada lapisan tanah dengan permeabilitas tinggi.

b. Metode PU

(58)

H = D.I.At-D.k.As

As+ D.K.P

Dimana:

D = durasi hujan (jam) I = intensitas hujan (m/jam)

At = luas tadah hujan (m2), dapat berupa atap rumah atau permukaan tanah yang diperkeras

Gambar

Gambar 2.2Drainase Buatan
Gambar 2.3Pola Jaringan Siku
Gambar 2.6Pola Jaringan Alamiah
Gambar 2.8SiklusHidrologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat locus of control pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Pada teori antrian PQ dan WFQ menghasilkan rata-rata delay, delay variation dan packet loss yang paling kecil, namun WFQ menghasilkan rata- rata throughput paling

5) Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain secara baik. Jika kita memang mampu memahami dan melaksanakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut,

Dalam memodelkan akreditasi dengan menggunakan logika fuzzy ini mengasumsikan bahwa : (1) standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar

Jadi, dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan

Pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, kenaikan nilai tukar disebabkan oleh meningkatnya indeks harga pada kelompok tanaman perkebunan rakyat seperti karet dan sawit

Perusahaan ini belum memiliki sistem khusus yang mampu meningkatkan kegiatan operasional dan mengurangi kesalahan yang ada pada perusahaan, yaitu dalam perekrutan

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kuisioner, data yang terkumpul selanjutnya diolah menggunakan teknik analisis regresi linier Hasil