• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN PONOROGO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI BERDASARKAN ALTERNATIF

DISTRIBUSI POTENSI BIOGAS DESA PUDAK WETAN, KABUPATEN

PONOROGO

Winda Rosyida Faza, Christia Meidiana, Ismu Rini Dwi Ari

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia Telp 0341-567886

e-mail: windarf@yahoo.com

ABSTRAK

Desa Pudak Wetan merupakan Kawasan Sentra Peternakan Kabupaten Ponorogo (RTRW Kab.Ponorogo 2008-2028), sehingga memiliki potensi kotoran ternak sapi sebagai sumber energi alternatif memasak.Rata-rata kepemilikan ternak ± 2-4 ekor/peternak. Namun dari total 329 peternak, hanya 8,8% yang mengolah limbah

ternak sapi menjadi biogas dengan biodigester. Syarat operasional biodigester ukuran 6m3 adalah minimal

memiliki 2 ekor sapi dewasa. Hasil gas dapat digunakan untuk 7 jam waktu memasak, namun penggunaan setiap peternak rata-rata hanya 3-4 jam. Hanya terdapat 5 dari 29 peternak yang sistem pemanfaatan biogas dilakukan secara komunal yang didasari adanya hubungan kekerabata.Jika sistem biodigester dilakukan secara sentralitas skala desa tidak dapat dilakukan karena pola permukiman peternak menyebar settlemen compact dan topografi perbukitan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alternatif terbaik dalam distribusi potensi biogas sebagai energi alternatif memasak dan alternatif tersebut diterapkan sebagai dasar pengelompokan peternak berdasarkan karakteriatik spasial dan statistik. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Multikriteria Analisis, Analisis Kluster Spasial, dan Analisis Kluster Statistik. Terdapat empat yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu variabel lokasi, ekonomi, sosial dan teknis. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif tipe biodigester terbaik adalan tipe biodigester skala menengah untuk 2-5 peternak dengan

10-25 ekor sapi. Sistem pengelompokkan yang terbentuk ada 10-25 unit dengan ukuran terbesar 22m3 untuk 5 peternak

dan minimal 6m3 untuk 2 peternak

Kata Kunci: Biogas, Kotoran Sapi, Biodigester, Alternatif Distribusi Biogas.

ABSTRACT

Pudak Wetan is the name of a village in Ponorogo which has a Livestock Center (RTRW Ponorogo 2010-2013). So that Pudak Wetan has an alternative energy resource for cooking, in the form of cow manure potency with the

ownership of ±2-4 cows/breeder. But in fact, there’s just 8,8% of 329 breeders who can manage their waste to

make it into biogas with the biodigester. Operational requirement of biodigester sized 6m3 is every farmer has at

least 2 adult cows. Gas production can be used for 7 hours of cooking time, but every farmer to use gas only for 3-4 hours. There are only 5 of the 29 breeders who utilize biogas communally because of family connections. Another problem is very hard to realize the centrality into the village scale because of the settlement and the topography. Therefore the primary aim of this research is to identify the best alternative to distribute the cow manure potency and then the best alternative is used as a reference division of the breeders group based on spatial and statistical characteristics.This paper use some methods for analising, there are multicriteria analysis, spatial cluster analysis, and statistic cluster analysis. There are four variabels in this research are location, economic, social, and technical. The result of this research shows that the best alternative of the biodigester’s type is the medium scale for 2-5 breeders with 10-25 cows. In this system, there are 25 groups for

breeders which is the maximum size is 22m3 for 5 breeders and the minimum size is 6m3 for 2 breeders.

Keywords : Biogas, Cow Manure , Biodigester , Alternative Distribution of Biogas.

PENDAHULUAN

Usaha peternakan menghasilkan dampak yang berbahaya bagi lingkungan, yaitu menghasil-kan limbah feses dan urine dimana limbah tersebut menimbulkan polusi udara dan air. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi resiko ling-kungan salah satunya dengan mengolah kotoran ternak menjadi biogas.

(2)

merupakan penghasil biogas dan pupuk organik terbesar, sebanyak 73,81% (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia – Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).

Kecamatan Pudak merupakan salah satu kecamatan pada Kabupaten Ponorogo yang menjadi kawasan pengembangan kawasan ternak unggulan (ternak sapi jawa dan kambing etawa) berdasarkan RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-2030 dalam Rencana Pola Ruang). Populasi ternak sapi pada Kecamatan Pudak sebanyak 780 ekor sapi perah dan 3164 ekor sapi potong (BPS, 2013). LSM LPPAB (Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Anak Bangsa), HIVOS (Humanist Institute for Cooperation in full, Dutch: Humanis-tisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking) dan SNV (Stichting Nederlandse Vrijwilligers) dalam Program BIRU (Biogas Rumah Tangga) memberikan bantuan pengadaan biogas sebagai energi altermatif berbasis partisipasi masyarakat. Realisasi pembuatan biogas di Kecamatan Pudak sejauh ini berjumlah 76 generator biogas yang dila-kukan antara tahun 2010-2012.

Potensi Desa Pudak Wetan memiliki jumlah ternak terbanyak 814 ekor dan jumlah peternak ter-banyak 329 orang di Kecamatan Pudak diperlukan adanya pengembangan biogas yang berkelanjutan. Disamping itu Desa Pudak Wetan ditetapkan seba-gai salah satu kawasan sentra peternakan sapi pe-rah Kabupaten Ponorogo (RTRW Kabupaten Po-norogo Tahun 2008-2028). Potensi ini ditunjang dengan kepemilikan ternak sapi minimal 2 ekor pada setiap peternak yang menyebar (BPS, 2013). Namun sejauh ini, pemanfaatan biogas masih 8,8% dari 329 peternak Desa Pudak Wetan tersebar pada 4 dusun dengan ukuran 5,6,8,10, dan 12 m3 (LSM LPPAB, 2012). Padahal setiap peternak dengan kepemilikan 2 ekor sapi yang dapat menjadi poten-si operapoten-sional biodigester (Use, 2012 dan BIRU, 2010).

Pemanfaatan biogas yang belum menyeluruh disebabkan minimnya dana swadaya masyarakat dan minat masyarakat. Sistem pengadaan sentrali-tas skala pedesaan tidak mampu dilakukan karena pola permukiman bertipe compact settlements dan topografi perbukitan.

Distribusi biogas yang bersifat individual dengan kuantitas berlebih menjadi dasar pengada-an jaringpengada-an distribusi pengada-antar peternak. Pempengada-anfaatpengada-an gas untuk kebutuhan memasak 3-4 jam/hari masih memiliki kelebihan gas yang tidak dapat disimpan, sedangkan inisiatif pengadaan distribusi biogas hanya dilakukan oleh 5 dari 29 peternak karena di-dasari hubungan kekeluargaan. Sistem distribusi desentralisasi diperlukan untuk memperluas jalur transmisi agar tersebar pada pusat–pusat penduduk, menghindari pemanfaatan jalan desa yang masih

minim kelayakannya, dan dapat mempromosi-kan pembangunan daerah melalui pengenalan jaringan produksi energi biomasa, biogas (Herran & Nakata, 2008).

Oleh karena itu diperlukan alternatif pengadaan tipe biodigester harus disesuaikan dengan sistem distribusi biogas antar peternak. Distribusi kebutuhan biogas berdasarkan penge-lompokan peternak dilakukan tanpa menentu-kan letak titik biodigester dan jaringan pipa dis-tribusi biogas. Sehingga penelitian ini tidak memperhatikan kondisi kontur Desa Pudak We-tan (Widodo, 2006 & Etica, 2014). Setiap peter-nak memiliki akses untuk mendapatkan ja-ringan biogas dan dapat direncanakan secara spasial kriteria yang digunakan dalam pengada-an biodigester dpengada-an jaringpengada-an distribusinya. Pe-ngadaan kelompok distribusi disesuaikan dengan kondisi spasial dan homogenitas (statistik) peternak sehingga didapatkan peman-faatan limbah secara maksimal.

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah mengidentifika-si alternatif terbaik tipe biodigester untuk distri-busi potensi biogas khusus Desa Pudak Wetan dan selanjutnya dilakukan pembagian kluster (kelompok) berdasarkan karakteristik spasial dan statistik peternak Desa Pudak Wetan.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dengan survei primer menggunakan kuisioner peternak, wawancara instansi dan tokoh masyarakat, serta observasi lapangan. Survei sekunder dengan pencarian data ke instansi terkait untuk mendapatkan RTRW Kabupaten Ponorogo 2010-2030, Kecamatan Dalam Angka 2012, Monografi Desa Pudak Wetan 2010, dan Data BPS Kabupaten Ponorogo dalam Sensus Pertanian Pemutakhiran Rumah Tangga Desa Pudak Wetan Tahun, 2013.

Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

Teknik random sampling

(3)

Tabel 1. Proporsi sample peternak

Dusun Peternak Persentase Sample

Pandansari 96 40% 58

Pudak Kidul 33 13% 21

Ngelo 69 29% 42

Bakalan 44 18% 27

Total 242 100% 148

Teknik purposive sampling

Teknik purposive sampling dipilih karena diharapkan kriteria sample yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilaku-kan nantinya (Sugiyono, 2010). Teknik ini dipilih untuk menentukan 7 pakar/stakeholder dalam ana-lisis MCA. Terdapat 5 pakar yang berdomisili di Ponorogo untuk mengetahui kondisi eksisting dan terkait kerja lapangan di wilayah studi, serta 2 pa-kar merupakan papa-kar pendidikan yang mengetahui teori dan kinerja tentang biogas.

Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penentuan pemilihan alternatif terbaik tipe biodigester untuk distribusi biogas, yaitu:

Analisis Multicriteria (MCA)

Menurut Mendoza (1999), Analisis Multikriteria (MCA) adalah pengambilan keputu-san yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria yang mencakup aspek kualitatif dan atau kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan menggunakan bantuan aplikasi expert choice dan tahap pairwise compare-son menggunakan microsoft excel.

Tujuan dari MCA untuk mengidentifikasi al-ternatif terbaik berdasarkan beberapa kriteria tipe biodigester Desa Pudak Wetan.Untuk tahap pem-bobotan dilakukan pemberian prioritas berdasarkan teori dan pengalaman kepada 7 pakar dan pada ta-hap skoring dilakukan penilaian yang disesuaikan dengan kondisi eksisting wilayah studi kepada 5 pakar yang berdomisili di Ponorogo. Hasil akhir MCA terdapat 4 model yang disesuaikan dengan unit analisis, yaitu 4 dusun.

Variabel untuk analisis MCA adalah varia-bel lokasi dan ekonomi. Sub variavaria-bel lokasi, terdiri dari kelembapan udara, lokasi aman, dan keterse-diaan lahan, serta untuk sub variabel ekonomi hanya menggunakan kemampuan masyarakat, yang semuanya diterapkan dalam analisis MCA sebagai kriteria (Gambar 1).

Analisis Kluster Spasial

Analisis kluster spasial (ArcGis Resources, 2013) yang digunakan memiliki tujuan memini-malkan jarak atau aturan antar fitur terdekat. Penggunaan Nearest Neighbor Analysisbertujuan untuk menghitung indeks antar peternak terdekat berdasarkan jarak rata-rata.

Average Nearest Neighbor (ANN) dihi-tung sebagai jarak rata-rata yang diamati dibagi dengan jarak rata-rata yang diharapkan.

Keterangan :

Do = rata-rata jarak yang diamati antar point De = rata-rata jarak yang diharapkan antar point

Analisis Cluster digunakan untuk meng-identifikasi pengelompokan peternak berdasar-kan karakteristik spasial (kedekatan jarak) antar permukiman berdasarkan hasil ANN menggu-nakan ArcGis 10.1. Pengelompokkan peternak dibagi setiap kawasan permukiman peternak antar dusun, sehingga membentuk 6 model ana-lisis cluster. Untuk dusun Ngelo dan dusun Pandansari dibagi menjadi dua karena antar ka-wasan permukiman membentuk berjarak ±500m - 1 km yang tidak di mungkinkan apabila dilakukan distribusi biogas antara 2-5 peternak.

Gambar 1. Struktur hirarki untuk mengidentifikasi alternatif terbaik tipe

biodigester

Analisis Kluster Statistik

Analisis cluster dapat dilakukan sesuai dengan input dan data yang ada, yaitu ukuran jarak atau cluster spasial (Distance Type Measure) dan homogenitas antar variabel atau analisis statistik (matching type measure) (Green, 1997 dalam Simamora, 2005).

(4)

binari atau kuantitatif. Metode ini disebut juga se-bagai aglomerativ method yang digambarkan dengan dendogram yang membentuk pohon hirarki (tingkatan). Pengelompokkan peternak dibagi setiap kawasan permukiman peternak antar dusun, sehingga membentuk 6 model analisis cluster yang disesuaikan dengan analisis cluster spasial.

Asumsi Penting

Berdasarkan Direktorat Jenderal Ketenaga-listrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012 dan Budiyanto, 2009, Pemanfaatan ini dapat menghemat beberapa bahan bakar komer-sial dengan memanfaatkan limbah dua ekor sapi.

Untuk 1 m3 biogas dapat mengganti bebera-pa bahan bakar untuk memasak, yaitu setara dengan 0,46 kg elpiji, 0,62 liter minyak tanah, 0,80 liter bensin, dan 3,5 kg kayu bakar dimana untuk 3/5 ikat kayu bakar (1 ikat = 2,25 kg). 0,3 m3 dapat digunakan untuk 1 jam waktu memasak (United Nation,1984)

Sasaran pembuatan biodigester dilakukan secara bertahap dengan tiga pendekatan (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2008), yaitu:

a. Prinsip pembuatan biodigester kelompok/kawasan (skala besar) bersifat sentralitas menjadi satu dalam 1 dusun karena masing-masing dusun rata-rata memiliki 150-400 ekor sapi.

b. Prinsip pembuatan biodigester rumah tangga (skala sedang). Pengadaan diperuntukkan untuk 2-5 peternak karena menampung 10-15 ekor, dimana masing-masing peternak Desa Pudak memiliki rata-rata 4-5 ekor sapi. c. Prinsip pembuatan biodigester individu (skala kecil) dengan ukuran minimal 4-6 m3karena berdasarkan kondisi eksisting pengadaan biogas Desa Pudak Wetan. Informasi dasar mengenai ukuran biodiges-ter dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan ber-dasarkan standart BIRU yang disesuikan kondisi Desa Pudak Wetan (Use, 2014) dijelaskan pada tabel 2.

Tabel 2. Pemilihan ukuran biodigester

SN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Wilayah Studi

Desa Pudak Wetan memiliki luas 1.195m2 dengan topografi kelas II, kemiringan 15-25%. Desa Pudak Wetan terdiri dari 4 Dusun, yaitu Dusun Bakalan, Pudak Kidul, Ngelo dan Pandansari. Setiap dusunnya membentuk kelompok-kelompok permukiman. Jumlah Kepala Keluarga Peternak 329 KK dari 580 KK Desa Pudak Wetan. Jumlah ternak sapi sample peternak 814 ekor.

Setelah dilakukan penggabungan data dapat dari sample peternak 148 KK diketahui Desa Pudak Wetan memiliki potensi produksi kotoran sapi 8.120,5 kg/hari dari sample ternak 539 ekor. Biogas yang dihasilkan 317,7 m3/hari, dapat digunakan untuk bahan bakar memasak selama 1.049,3 jam/hari.

Potensi penggunaaan energi alternatif ini dihitungan untuk setiap peternak apakah memiliki input kotoran sapi yang seimbang dengan output biogas yang digunakan untuk memasak. Apabila input yang dihasilkan lebih, maka peternak tersebut berpotensi untuk melakukan distribusi biogas.

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil bahwa pemanfaatan dari 148 peternak dapat memenuhi kebutuhan dalam 241 KK dengan asumsi 1 KK terdiri dari 5 anggota keluarga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk 1 KK peterak mampu memenuhi 1 KK masyarakat lainnya.Berikut ini dijabarkan jumlah peternak yang berpotensi distribusi dan tidak berpotensi distribusi berdasarkan unit dusun pada tabel 3.

Tabel 3. Potensi distribusi biogas antar

(5)

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah peternak berpotensi distribusi biogas lebih banyak untuk keempat dusun dengan jumlah terbanyak pada Dusun Pandansari 29,1%.

Penentuan Alternatif Terbaik Tipe Biodigester Penentuan alternatif terbaik untuk tipe biodigester skala besar, skala menengah, dan skala kecil.Unit analisis untuk pemilihan alternatif adalah Dusun, sehingga terdapat 4 hasil MCA. Berdasarkan hasil pairwise comparison setiap dusun, sebagai berikut:

Tabel 4. Nilai prioritas kriteria

Kriteria Dusun

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa persentase tertinggi dalam kriteria utama adalah Kriteria Lokasi Aman dengan persentase diatas 50% untuk semua dusun.

Pada tabel 5 dijelaskan prioritas utama antara sub kriteria pada empat dusun yang menghasilkan peringkat prioritas yang sama namun dengan persentase yang berbeda

Untuk kriteria Kelembapan udara (KU), sub kriteria prioritas utama adalah lokasi harus terkena sinar matahari secara langsung (KU2). Untuk kriteria lokasi aman (LA), sub kriteria prioritas pertama adalah jenis tanah padat (LA4). Pada krieteria utama ketersediaan lahan (KL), sub kriteria prioritas pertama adalah biodigester terletak dekat dengan kandang (LA4), sedangkan untuk kriteria kemampuan masyarakat (KM) terdiri dari sub kriteria ketersediaan biaya masyarakat (KM1).

Berdasarkan perhitungan kriteria dan sub kriteria prioritas, selanjutnya dilakukan perhitungan nilai prioritas alternatif dari pembobotan 7 pakar dan skoring 5 pakar yang digabungkan dengan hasil (Tabel 6).

Tabel 5. Nilai prioritas sub kriteria

Krite-pairwise comparison skoring alternatif global dari 7 pakar biogas, pembuatan biodigester Desa Pudak Wetan direncanakan dengan menggunakan skala sedang. Persentase prioritas biodigester skala sedang untuk Dusun Bakalan sebanyak 44,03% , Dusun Pudak Kidul 41,48%, Dusun Ngelo berbobot 43,87%, dan Dusun Pandansari bobot alternatif pembuatan biodigester skala sedang 43,87%.

Pendekatan pembuatan biogas rumah tangga (skala sedang) merupakan prinsip pembuatan biogas untuk menampung kotoran ternak segar dari 2-5 orang peternak, berkisar maksimal 25 ekor ternak yang dimiliki. Satu biodigester dapat digunakan atau diditribusikan jaringan kepada 2-5 rumah peternak. Namun dalam penelitian ini tidak membahas mengenai persebaran titik biodigester, melainkan pengelompokan yang terdiri dari 2-5 peternak dilihat dari kondisi spasial dan statistiknya.

Tabel 6. Nilai prioritas alternatif

Kri

a Skor Akhir Dusun Bakalan

Skor Akhir Dusun Pudak

Kidul Skor Akhir Dusun Ngelo

(6)

Penentuan Kluster berdasarkan Homogenitas Jarak Spasial Antar Peternak

Berdasarkan hasil Analisis Average Nearest Neghbour, diketahui pola permukiman Desa Pudak Wetan membentuk kluster (pengelompokan). Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Dengan menganalisis pola permukiman seluas kawasan permukiman Desa Pudak Wetan, 511.745,00 m2.

Gambar 3. Grafik Analisis Average Nearest Neghbour

Hasil Nearest Neighbor Analysis

menunjukkan nilai z-score sebesar -4,4 dan p value 0,000009 ≈ 0,00. Hasil z-score kurang dari 2,58 dan p-value kurag dari 0,01 maka disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Pudak Wetan mengelompok.

Nearest neighbor ratio menunjukkan angka 0,914317 ≈ 0,91, berarti bahwa persebaran permukiman dan biogas bersifat mengelompok (clustered) karena nilai kurang dari 1,00. Jadi untuk persebaran permukiman mengelompok.

Jarak rata-rata permukiman yang diamati Desa Pudak Wetan berdasarkan hasil Observed Mean Distance sejauh 12,079292 meter ≈ 12,08 meter. Jarak rata-rata permukiman yang diharapkan berdasarkan hasil Expected Mean Distance adalah 13,211278 meter ≈ 13,21 meter, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Pudak membentuk mengelompok dengan jarak masing-masingnya 13 meter. Sehingga dilakukan pengelompokkan pada 6 unit kawasan permukiman Desa Pudak Wetan dengan menetapkan batasan jarak skala pelayanan 13 meter yang dibandingkan dengan jumlah peternak.

Tabel 7. Kluster peternak berdasarkan kedekatan jarak

Pengelompokkan jarak 13 meter menjadi dasar jarak kedekatan antar peternak. Untuk Dusun bakalan menjadi 22 kluster, Dusun Pudak Kidul menjadi 20 kluster, Dusun Ngelo RT 1 & RT 2 menjadi 17 kluster, Dusun Ngelo bagian Tritih menjadi 16 kluster, Dusun Pandansari bagian Trembang menjadi 8 kluster, dan Dusun Pandansari menjadi 37 kluster.

Penentuan Kluster berdasarkan Homogenitas Karakteristik Antar Peternak

Pengelompokan dibagi menjadi 6 unit penelitian yang disesuaikan dengan pembagian pada Analisis Cluster Spasial, berikut ini pembagian distribusi biogas untuk setiap dusunnya:

(7)

Berdasarkan homogentias karakteristik antara peternak didapatkan hasil bahwa keanggotaan kluster terbanyak terdiri dari 1 peternak saja, sedangkan untuk keanggotaan kluster yang sesuai dengan standart pengadaan biodigester skala menengah hanya 30 kluster dari 68 kluster.

Namun berdasarkan hasil analisis statistik, pengelompokan distribusi kebutuhan biogas belum sesuai dengan kedekatan jarak masyarakat. Sehingga perlu adanya pengelompokkan yang disesuaikan dengan kedekatan jarak dan kesamaan kondisi ekonomi, sosial, dan teknis peternakan dengan menggabungkan analisis kluster statistik dan analisis kluster spasial menjadi 119 pembuatan biodigester, dengan pembuatan biodigester skala sedang sebanyak 25 unit dengan maksimal anggota kelompok 5 anggota dan minimal 2 anggota. Untuk sisanya adalah pembuatan biodigester skala kecil 94 unit yang tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan standart pembuatan biodigester skala sedang dan kondisi jarak spasial yang tidak dapat dilakukan pengelompokan (Tabel 9.)

Pengadaan biodigester tertinggi dengan ukuran 22 m3untuk pendistribusian 5 peternak dan minimal ukuran biodigester 6 m3 untuk pendistribusian 2 peternak. Namun dalam Program Pengadaan Biogas pada Kabupaten Ponorogo minimal pengadaan biodigester 6 m3, sehingga untuk ukuran 4 m3 direalisasikan dalam bentuk 6 m3 untuk efisiensi biaya.

Pengelompokan pada tabel 9 didasari pada kedekatan jarak dan homogenitas karakteristik

antar peternak memiliki dampak positif sebagai rekomendasi yang mempermudah pemerintah dalam memberikan bantuan atau sosialisasi kepada anggota kluster. Bantuan homogenitas karakteristik peternak yang bersifat positif dapat dijadikan sebagai keunggulan dari setiap kluster dan tidak menjadi pertimbangan utama dalam pengadaan biodigester skala sedang, seperti memiliki kemampuan biaya swadaya, kesamaan pemeliharaan ternak. Namun untuk homogenitas peternak yang bersifat negatif dapat dijadikan sebagai kelemahan yang perlu pertimbangan khusus, seperti: tidak memiliki kemampuan dalam swadaya pengadaan biodigester, kondisi kandang yang tidak disemen.

Terdapat 23 kluster peternak yang berpotensi melakukan distribusi kebutuhan biogas kepada masyarakat lainnya karena terdapat kelebihan produksi gas dibandingkan kebutuhan gas.

Pengadaan biodigester terbanyak berada di Dusun Pandansari, sedangkan pengadaan biodigester paling sedikit berada di Dusun Pudak Kidul dan Dusun Pandansari Trembang.

Peta perencanaan distribusi biogas bersumber dari Citra Satelit Google Earth, RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 dan Bidang ESDM, PU Kabupaten Ponorogo. Peta Administrasi Desa Pudak Wetan terdiri dari 4 Dusun (Gambar 4.). Peta pembagian kluster distribusi biogas dibagi menjadi 6 (enam) kawasan berdasarkan persebaran permukiman pada 4 (empat) dusun dijelaskan dalam peta pada gambar 5.

(8)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 5. Peta kluster peternak potensi distribusi biogas (a) Dusun Bakalan yang bersumber skala 1:1700, (b) Dusun Pudak Kidul yang bersumber skala 1:2800, (c) Dusun Ngelo yang bersumber skala 1:1900, (d) Dusun Ngelo (Tritih) yang bersumber skala 1:1900, (e) Dusun Pandansari (Trembang) yang bersumber skala 1:1700, dan (f) Dusun Pandansari yang bersumber skala 1:2800

Tabel 9. Potensi Distribusi Biogas berdasarkan Cluster Spasial dan Statistik Peternak Desa Pudak Wetan

Kluster Anggota Anggota Distribusi

Kondisi Ekonomi

Kondisi Sosial

Kondisi Teknis

Kedekatan jarak (m)

Ukuran Biodigester (m3)

Potensi Distribusi BAKALAN

1 Bini 2 rumah √ √ √ > 13 12 Lebih

Karmin

2 Setiadi 2 rumah √ √ √ > 13 12 Lebih

Sarni

3 Sumarno 2 rumah √ √ √ > 13 10 Lebih

Sukani

(9)

Kluster Anggota Anggota Distribusi

Kondisi Ekonomi

Kondisi Sosial

Kondisi Teknis

Kedekatan jarak (m)

Ukuran Biodigester (m3)

Potensi Distribusi Sukanto

5 Sarnu 2 rumah √ √ √ > 13 18 Lebih

Suparman

PUDAK KIDUL

1 Tarnu 2 Rumah √ √ √ > 13 8 Lebih

Ukir

NGELO

1 Sutrisno 2 rumah √ √ √ > 13 10 Lebih

Sunarto

2 Sumadi 2 rumah √ √ √ < 13 8 Lebih

Sinu

3 Kaderi 2 rumah √ √ √ > 13 10 Lebih

Danur

4 Sarji 2 rumah √ √ √ < 13 12 Lebih

Misnanto

TRITIH

1 Sujud 2 rumah √ √ √ ≤ 13 6 Kurang

Saran

2 Tumiran 2 rumah √ √ √ < 13 8 Lebih

Boyadi

3 Sairin 2 rumah √ √ √ < 13 8 Lebih

Slamet

4 Muhayat 2 rumah √ √ √ < 13

8 Lebih

Slamet

5 Saijo 2 rumah √ √ √ < 13 8 Lebih

Kaderi

TREMBANG

1 Sutomo 2 rumah √ √ √ > 13 12 Lebih

Darmaji

PANDANSARI

1 Parno 2 rumah √ √ √ > 13 12 Lebih

Cipto

2 Warni 2 rumah √ √ √ < 13 10 Lebih

Wagiyo

3 Kamto 2 rumah √ √ √ > 13 12 Lebih

Sesno

4 Boiran 2 rumah √ √ √ > 13 10 Lebih

Tumiran & Sibuh

5 Nyoto 2 rumah √ √ √ > 13 16 Lebih

Mesiran

6 Wahno 3 rumah - √ √ < 13 12 Lebih

Suparnu& Eko

7 Kasri

3 rumah √ √ √ > 13 16 Lebih

Kaseni Harmani

8

Jemari/Sainah

2 rumah √ √ √ > 13 6 Kurang

Eko Sunarto Mujiono

9

Marsono K

5 rumah √ √ √ > 13 22 Lebih

Purwanto Sarwan Tarjan Sipar

SIMPULAN

Kesimpulan dari hasil analisis dengan menggunakan 148 peternak sebagai sample, didapatkan hasil seba-gai berikut:

1. Berdasarkan perhitungan potensi distribusi biogas dari 148 peternak didapatkan hasil, potensi sumber energi alternatif biogas

(10)

2. Berdasarkan perhitungan 4 Dusun pada Desa Pudak Wetan didapatkan hasil bahwa alter-natif terbaik dalam pembuatan biodigester dari 7 pakar/stakeholder adalah pembuatan biodigester skala sedang (rumah tangga). Persentase pembuatan biodigester skala se-dang untuk Dusun Bakalan 44,81%, Dusun Pudak Kidul 44,36%, Dusun Ngelo 44,49%, dan Dusun Pandansari 44,18%. Pembuatan Biodigester skala sedang beranggotakan 2-5 rumah tangga untuk 1 biodigester dengan jumlah sapi 10-25 ekor. Penerapan skala se-dang diterapkan secara global satu Desa Pu-dak Wetan karena ketinggian tiPu-dak berpe-ngaruh terhadap peletakan secara fisik bio-digester, karakteristik ekonomi yang sama, pola guna permukiman compact settlements, dan jumlah keluarga rata-rata 5 orang. 3. Berdasarkan penggabungan analisis cluster

statistik dan analisis cluster spasial didapat-kan 25 unit kluster pembuatan biodigester dengan ukuran terbesar 22 m3 dan minimal ukuran biogas 6 m3. Pengguna biodigester maksimal anggota kelompok 5 peternak dan minimal 2 peternak.

Saran

Saran yang diajukan peneliti untuk peneli-tian selanjutnya yaitu:

1. Penelitian tidak mengidentifikasi karakteris-tik sapi dari umur ternak, sehingga untuk pe-nelitian selanjutnya perlu diperhatikan lebih lanjut karena umur mempengaruhi jumlah ko-toran sapi untuk perhitungan input potensi distribusi biogas;

2. Peneliti tidak mempertimbangkan kontur De-sa Pudak Wetan, sehingga diperlukan kajian data sebagai pendukung perencanaan titik biodigester dan jaringan distribusi kebutuhan biogas baik kepada peternak maupun non pe-ternak.

3. Peneliti tidak mempertimbangkan karakteris- tik masyarakat non peternak. Untuk peneliti-an selpeneliti-anjutnya perlu dilakukpeneliti-an metode sam-pling untuk dua jenis objek, masyarakat pe-ternak dan masyarakat non pepe-ternak karena potensi distribusi melebihi kebutuhan peter-nak. Selain itu, dipertimbangka faktor

willingnes to pay oleh masyarakat lain kepa-da peternak yang melakukan distribusi. 4. Penelitian berada di Desa Pudak Wetan yang

memiliki pola permukiman settlement compact, sehingga diperlukan pengambilan sampel kluster (clusteringa cluster) untuk masyarakat bermukim di sekitar kluster peter-nak.

5. Peneliti tidak memperhitungkan keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh peternak da-lam pemanfaatan biogas. Dada-lam penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan manfaat ekonomi dalam pemanfaatan biogas dan digestate untuk menunjang Desa Mandiri Energi.

DAFTAR PUSTAKA

ArcGis Resources. 2013. Arcgis Help 10.1 Average Nearest Neighbor (Spatial Statistics). Website (Online) http://resources.arcgis.com/en/help/m ain/10.1/index.html#//005p000000080 00000 (diakses 18 Mei 2013)

Anonim2. 1984. Updated Guidebook on Biogas Development - Energy Resources Development Series 1984, No. 27, United Nations, New York, USA. BIRU (Biogas Rumah Tangga). 2010. Model

Instalasi Biogas Indonesia Panduan Konstruksi. Jakarta: TIM BIRU. ______________________________. Pedoman

Penggunaan. Jakarta: TIM BIRU. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2008.

Pedoman Umum Pengembangan Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS). Jakarta: Departemen Pertanian

Herran, Diego Silva & Nakata, Toshihiko. 2008.

Optomozation of decentralizad energy systems using biomass resources for rural electrification in developing countries. Japan: Department of Management Science and Technology, Graduate School of Engineering Tohoku University Mendoza, Guillermo A. dkk. 1999. Panduan

untuk Menerapkan Analisis Mutlikriteria dalam Menilai Kriteria dan Indikator. Jakarta: Center for International Foresty Research (CIFOR)

http://www.cifor.org/publications/pdff iles/Books/BMendoza0001.pdf (dikases pada tanggal 13 Mei 2013) Simamora, Bilson. 2005. Analisis Multivariat

Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Simamora, S., Salundik, Wahyuni, S., & Surajudin. 2005. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak & Gas dari Kotoran Ternak. Bogor: PT AgroMedia Pustaka.

Gambar

Tabel 1. Proporsi sample peternak
Tabel 3. Potensi distribusi biogas antar Peternak
Tabel 4. Nilai prioritas kriteria
Gambar  3. Grafik Analisis Average Nearest
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat bagaimana pandangan anggota majelis taklim „Aisyiah Koto Tangah terhadap keberadaan kelompok atau paham yang berbeda, terlebih dahulu penting dikemukakan

Fenomena gender dalam ornamen/ dongkari tersebut dalam perwujudannya ditunjukkan oleh adanya ornamen/ dongkari yang bersifat maskulin dan feminin yang masing-masing biasa

Dengan melihat masalah tersebut, maka perlu diadakan suatu analisa perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Nias Selatan dan ketersediaan fasilitas pelayananan

Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan sangat efisien dalam sebagian kecil penulisan Keterampilan Penulisan Tulisan hasil pengamatan dibuat dengan benar,

Organisasi ULP– Hubungan dgn PA/KPA Kementerian/Lembaga/Institusi PA / KPA Pejabat Pengadaan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Panitia/Pejabat

Dalam mengidentifikasi tipe kesopanan maksim dalam tuturan mahasiswa semester 6 jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya penulis berpegang pada pendapat Leech

pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii tidak terlepas dari adanya intensitas cahaya dan suhu yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel air laut di bagian

Kecerdasan seksual yang berbasis pada kesadaran spiritual dan visi ukhrawi tersebut di atas hanya diberikan Tuhan kepada orang-orang yang muhsin , yakni orang-orang yang