• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan mortality rate pada mencit balb/c model sepsis paparan lipopolisakarida dengan cecal inoculum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbedaan mortality rate pada mencit balb/c model sepsis paparan lipopolisakarida dengan cecal inoculum"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN MORTALITY RATE PADA MENCIT BALB/C MODEL SEPSIS

PAPARAN LIPOPOLISAKARIDA DENGAN CECAL INOCULUM

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ARIANA SETIANI G 0005063

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Mei 2009

(3)

iii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Perbedaan Mortality Rate Pada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan Lipopolisakarida dengan Cecal Inoculum

Ariana Setiani, G0005063, Tahun 2009

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 7 Mei 2009

Pembimbing Utama

Nama : Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si.

NIP : 132 233 152 ... Pembimbing Pendamping

Nama : Sri Sutati, Dra., Apt., SU.

NIP : 130 818 781 ... Penguji Utama

Nama : Sri Hartati H, Dra., Apt., SU.

NIP : 130 786 653 ... Anggota Penguji

Nama : Ipop Syarifah, Dra., M.Si.

NIP : 131 472 635 ... Surakarta, ...

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr.,Mkes. NIP: 130 134 646

Dekan FK UNS

(4)

iv PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT yang hanya dengan karunia dan kemudahan dari-Nya lah penulisan skripsi ini bisa selesai. Skripsi dengan judul “Perbedaan Mortality Rate Pada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan Lipopolisakarida dengan Cecal Inoculum” ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Diding Heri Prasetyo, dr. M.Si. selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, pengarahan, serta motivasi bagi penulis.

4. Dra. Sri Sutati, Apt., SU. selaku pembimbing pendamping yang telah berkenan meluangkan waktu, pengarahan, serta motivasi.

5. Dra. Sri Hartati, Apt., SU. selaku penguji utama yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan saran serta nasihat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Dra. Ipop Syarifah, M. Si. selaku anggota penguji yang telah memberikan waktu, saran dan nasihat untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Skripsi ini jauh dari kata baik dan sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran khususnya pada perkembangan pengetahuan mengenai patofisiologi dan pengobatan sepsis, serta bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Agustus 2008 Surakarta, Mei 2009

(5)

v

(6)

vi

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Konseptual 10

Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian 15

Gambar 3.2. Skema Rancangan Kerja 17

Gambar 4.1. Histogram Survival rate 20

Gambar 4.2. Prosentase perubahan berat badan mencit 20

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Data Mortalitas Mencit 19

Tabel 4.2. Hasil Analisis Statistik 22

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Hasil Penelitian Lampiran B. Hasil Analisis S Lampiran C. Tabel Daftar Vol

yang Dapat Dibe Lampiran D. Jadwal Penelitia Lampiran E.

Lampiran F.

(8)

viii ABSTRAK

Sepsis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pasien. Pengetahuan patofisiologi dan pengobatan sepsis terus diupayakan. Untuk itu, diperlukan pengembangan hewan coba model sepsis yang lebih menyerupai kondisi klinik. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan mortality rate mencit Balb/C model sepsis paparan Liopolisakarida (LPS) dengan Cecal Inoculum (CI).

Pada penelitian ini digunakan 18 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20-40 gram, dan berumur 4-6 minggu. Mencit dibagi 3 kelompok: kelompok LPS (n=6) diinjeksi 0,3 mg LPS/ mencit i.p. kelompok Cecal inoculum (n=6) diinjeksi 8 mg CI/ mencit i.p. dan kelompok kontrol (n=6). Mortality rate diamati selama 7 hari meliputi jumlah mencit mati, temperatur dan berat badan. Uji One way anova dengan p<0.05 digunakan untuk menentukan kemaknaan.

Hasil penelitian didapatkan mortality LPS 50%, CI 0%, dan kontrol 0%. Terdapat perbedaan pola perubahan suhu harian dan penurunan BB pada kelompok sepsis. Analisa statistik menunjukan perbedaan bermakna mortality rate.

Sehingga disimpulkan terdapat perbedaan pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dengan CI.

(9)

ix ABSTRACT

Ariana Setiani, G0005063, 2009. Mortality Rate Difference on Balb/c Mice Model of Sepsis Induced by Lipopolysaccharide and by Cecal Inoculum. Medical Faculty of Sebelas Maret University. Surakarta.

Sepsis is major leading cause of morbidity and mortality. Considerable effort have been developing the pathophysiology and treatment of sepsis. Thus we need to develop animal model to mimic human sepsis. This study was aimed to evaluate the difference mortality rate on balb/c mice model of sepsis induced by lipopolysaccharide (LPS) and those by Cecal Inoculum (CI).

18 male balb/c mice weighing + 20-40 gram on age 4-6 week were used in the study. Mice were divided into 3 groups: LPS (n=6) induced by LPS injection 0.3mg/mice/i.p; CI (n=6) induced by CI injection 8 mg/mice/i.p; and control group (n=6). Mortality rate were evaluated each day for 7 days by determining the mortality, temperature and body weight of mice. One way anova were used to determine significant difference by p<0.05.

Result for mortality of LPS 50%, CI 0%, while control 0%. The daily temperature exhibiting distinct alteration pattern, and weight loss happen on both sepsis groups. Statistic analysis shows mortality difference between groups.

It can be concluded that there is significant difference on balb/c mice model of sepsis induced by LPS and those by CI.

Key words: sepsis, mortality rate, LPS, cecal inoculum

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

(10)

x

kematian di dunia (Buckley, 2006), penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan kanker (Qin et al., 2006), serta insidennya terus meningkat (Oscar et al., 2006; Shahin et al., 2006). Meskipun telah terjadi kemajuan terapi, sepsis masih merupakan masalah klinis yang penting (Xiao et al., 2006), baik di negara berkembang maupun negara maju (Ismanoe, 2008).

Sepsis dapat menyebabkan syok dan kegagalan sistem organ yang merupakan sindroma klinik yang sangat penting (James et al., 2005). Pada tahun 1997 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Moewardi Surakarta, ditemukan bahwa 130 (97%) dari 135 pasien sepsis dengan syok sepsis meninggal (Arifin dan Guntur, 2006).

Pada tiga dekade terakhir ini, pengetahuan patofisiologi dan pengobatan sepsis terus diupayakan (Riedeman et al., dalam Garrido et al., 2004). Model hewan coba sangat penting dalam pengembangan terapi sepsis dan syok sepsis.

Banyak model sepsis yang telah dikembangkan. Garrido et al. ( 2004) menyebutkan beberapa model sepsis yaitu intravascular infusion of endotoxin,

bacterial peritonitis, cecal ligation and perforation, soft tissue infection,

pneumonia model, dan meningitis model. Sementara Deitch (2005)

menyebutkan model sepsis intra abdominal yang terdiri atas intra-abdominal

instillation of bacterial products, fecal pellets, defined bacterial inoculums,

(11)

xi

Endotoxicosis model atau model sepsis paparan lipopolisakarida (LPS)

secara umum digunakan dalam penelitian sepsis, meskipun terdapat kontroversi mengenai relevansinya terhadap sepsis pada manusia (Garrido et al., 2004). Dimana sepsis tidak hanya terjadi karena induksi endotoksin saja.

Sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus, dan parasit (Guntur, 2006a). Sehingga para peneliti menyepakati injeksi LPS sebagai model syok endotoksin, bukan model sepsis (Riedemann, Fink, dalam Garrido et al., 2004). Disamping harga LPS yang mahal.

Model sepsis lain yang dikembangkan adalah bacterial inoculum model, yang salah satu tekniknya adalah cecal inoculums (CI). Dimana model ini meniru keadaan peritonitis pada manusia (Deitch, 2005).

Ketidaksesuaian kondisi klinis pada hewan coba dengan manusia menyebabkan perkembangan terapi sepsis kurang memuaskan (Ebong et. al, 1999). Oleh sebab itu, perlu dilakukan banyak pengembangan pada hewan coba model sepsis (Garrido et al., 2004) sehingga didapatkan model sepsis yang lebih menyerupai kondisi klinik pada manusia dengan harga lebih terjangkau.

(12)

xii

Adakah perbedaan mortality rate pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dan CI?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan mortality rate pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dan CI.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai model sepsis yang lebih menyerupai keadaan klinis pada manusia dengan harga terjangkau.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian sepsis lebih lanjut.

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Sepsis

(13)

xiii

2007; James et al., 2005), dengan atau tanpa ditemukannya organisme tersebut dalam darah (Guntur, 2006a).

Guntur (2008a,b), membagi sepsis dalam 5 derajat:

a. Systemic Inflammatory Responds Syndrome (SIRS), ditandai dengan

≥2 gejala:

1) Hiperthermia/Hipothermia (>38,3° C/< 35,6° C) 2) Takipneu ( frekuensi respirasi >20 menit) 3) Takikardi ( frekuensi jantung >100/menit)

4) Leukositosis > 12.000/mm atau Leukopenia <4000/mm 5) Leukosit lebih dari 10% imatur

b. Sepsis

Infeksi disertai SIRS c. Sepsis berat

Sepsis disertai disfungsi organ multipel (multiple organ disfunction/ MODS) / gagal organ multipel (multiple organ failure / MOF), hipotensi, oligouri bahkan anuri.

(14)

xiv

Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan tekanan sistolik > 40 mmHg).

e. Syok sepsis

Syok sepsis adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan disertai hipoperfusi jaringan.

Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri gram positif, jamur, virus, dan parasit (Edwin et al., 2003; James et al., 2005). Bakteri gram negatif merupakan penyebab sepsis terbesar dengan prosentase 60-70% kasus, bakteri gram positif menyebabkan 20-40% kasus, sementara jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes), atau protozoa (Falciparum malariae) juga dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, meskipun jarang (Guntur, 2006a).

(15)

xv

Overproduksi sitokin inflamasi menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya (Arul, 2001) yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan metabolik, menyebabkan terjadinya apoptosis maupun nekrosis jaringan, MOF, syok septik serta kematian (Javier et al., 2005; Arul, 2001).

Peningkatan kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6 mencetuskan berbagai macam gambaran sepsis termasuk demam, takikardia, takipneu, lekositosis, mialgia dan somnolen. Kadar TNF-α yang tinggi menginduksi terjadinya syok, koagulasi intravaskuler diseminata (KID) dan kematian (Ismanoe, 2008).

(16)

xvi

Biomarker sepsis meliputi C-reactive protein (CRP), Procalcitonin (PcT) dan LPS-binding protein (LBP) (Shahin et al., 2006). Petanda biomolekuler ini memegang peranan penting dalam diagnosa awal sepsis (Guntur, 2008a).

Penatalaksanaan sepsis umumnya dilakukan dengan mempertahan-kan hemodinamik tetap normal, pemberian antibiotika dan pengobatan penyakit dasar, eliminasi pusat dan sumber infeksi, serta pemberian imunonutrisi (Guntur, 2008b). Pengobatan sepsis gram negatif didasarkan pada pemberian antimikroba yang adekuat dan support disfungsi organ (Oscar et al., 2006).

2. Lipopolisakarida (LPS)

Lipopolisakarida merupakan produk yang berperan penting terhadap sepsis (Oscar et al., 2006; Edwin et al., 2003), yaitu komponen utama membran luar bakteri gram negatif (Oscar et al., 2006), yang bersifat stabil terhadap panas (Bochud dan Chalandra, 2003). LPS dinyatakan sebagai penyebab sepsis paling banyak (Guntur, 2006a).

(17)

xvii

Lipopolisakarida tidak bersifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggungjawab terhadap sepsis (Guntur, 2006a). Dalam darah, LPS diikat oleh LBP. Kompleks LPS-LBP berinteraksi dengan toll-like receptor 4 (TLR4) dengan perantaraan reseptor CD14+ untuk menginduksi nuclear factor κ-B (NFκ-B) sebagai sinyal dan transkripsi sitokin proinflamasi (Hongwei et al., 2005; Kristine et al., 2007). LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral yang dapat menimbulkan gejala septikemia (Guntur 2006a), dan merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada hospes yang terinfeksi (Ismanoe, 2008).

Lipopolisakarida mengaktifkan respon inflamasi sistemik yang dapat menyebabkan suatu keadaan SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya, mengakibatkan syok, MOF, serta kematian (Arul, 2001).

Dalam penelitian, injeksi LPS secara umum digunakan sebagai suatu model standard untuk menginduksi sepsis pada hewan coba (Kruzel et al., 2000). Meskipun demikian, terdapat kontroversi mengenai relevansinya terhadap sepsis pada manusia (Garrido et al., 2004).

3. Cecal inoculum

(18)

xviii

dalam inokulasi, yaitu pemasukan mikroorganisme, bahan infektif, serum, dan substansi lain ke dalam jaringan organisme hidup atau pemasukan agen penyakit ke dalam individu sehat untuk menimbulkan bentuk ringan penyakit tersebut yang menimbulkan imunitas.

(19)

xix B. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Berpikir Konseptual

kematian Gram (+)

Jamur Virus Parasit

LPS

Material Cecal

Antigen Presenting Cell (APC)

Sitokin Proinflamasi

↑↑↑ Sitokin Anti-inflamasi

SIRS

MOD/F

Sepsis Inflamasi Gram(-)

(20)

xx 2. Kerangka Berpikir Teoritis

Eksotoksin, virus, jamur, bakteri, maupun parasit merupakan antigen yang apabila memasuki tubuh akan difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell kemudian ditampilkan dalam antigen precenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor), kemudian akan berfungsi sebagai imunomodulator dan berfungsi untuk mengekpresikan sitokin proinflamatori yang akan menyebabkan inflamasi (Guntur, 2008a)

Lipopolisakarida yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak, berikatan dengan protein darah membentuk kompleks LPS-LBP, yang dapat mengaktifkan sistem imun humoral dan selular secara langsung sehingga menimbulkan perkembangan gejala septikemia (Guntur, 2006a).

(21)

xxi BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post tes only control group design.

B. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 18 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20-40 gram, berumur 4-6 minggu. Mencit Balb/C diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Setia Budi, Surakarta. Bahan makanan mencit digunakan pakan mencit BR 1.

D. Teknik Sampling

(22)

xxii E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : LPS, Cecal Inoculum

2. Variabel Terikat : mortality rate 3. Variabel luar

a. Dapat dikendalikan : Genetik, berat badan, makanan, umur b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan terhadap suatu zat

F. Skala Variabel

1. LPS à diberi / tidak : skala nominal

2. Cecal Inoculumà diberi/ tidak : skala nominal

3. Mortality rate mencit Balb/C : skala rasio

G. Definisi operasional

1. Model sepsis paparan LPS

(23)

xxiii 2. Model sepsis paparan cecal innoculum

Cecal inoculum disiapkan baru setiap hari dari cecum mencit donor sehat yang dikorbankan, dengan mensuspensikan 200 mg material cecal dalam 5 ml Dextrose Water 5% (Ren et al., 2002). Untuk membuat model sepsis paparan CI digunakan injeksi 8 mg CI per mencit secara intra peritoneal (Chopra dan Sharma, 2007). Sehingga dosis yang diinjeksikan adalah 0,2 ml suspensi CI per mencit.

3. Mortality Rate

Mortality rate merupakan angka kematian mencit setelah mendapat

induksi sepsis, dihitung dari jumlah mencit mati dan dibandingkan dengan

jumlah seluruh sample yang digunakan dalam masing-masing kelompok

perlakuan. Data mortality rate didapatkan dengan mengamati keadaan fisik

mencit dan jumlah mencit mati dalam interval 24 jam selama 7 hari, didukung

dengan pengukuran temperatur mencit per rectal serta penimbangan berat

(24)

xxiv H. Rancangan Penelitian

Keterangan

S : Jumlah mencit yang digunakan K : Kelompok kontrol

P1 : Kelompok perlakuan 1

(induksi sepsis dengan LPS 0,3mg/mencit i.p pada hari ke-0) P2 : Kelompok perlakuan 2

(induksi sepsis dengan Cecal Inoculum 8mg/mencit/hari i.p)

I. Instrumentasi Penelitian 1. Alat penelitian

a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan hewan Camry

c. Timbangan digital Mettler Toledo

d. Spuit injeksi 5ml

e. Spuit tuberculin

f. Pipet ukur

g. Labu takar 10ml

h. Beaker glass 250ml

i. Alumunium foil

Mortality rate S

Analisa dengan One way anova K

P1 P2

(25)

xxv j. Alat bedah minor

k. Termometer digital

2. Bahan penelitian

a. Lipopolisakarida (LPS)

b. Larutan Phospat Buffer aline (PBS) c. Material cecal

d. Dextrose Water 5% (D5W) e. Alkohol 70%

f. Aquadest

g. Hewan uji (18 ekor Mencit Balb/C) h. Makanan hewan uji

J. Cara Kerja

1. Sebelum perlakuan

a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian selama kurang lebih 1 minggu.

b. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok. Masing masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.

(26)

xxvi

Kelompok 1, 2 dan 3 diberi diet standart berupa BR-1. Masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda sejak hari ke-0 sampai hari ke-6.

Mencit 18 ekor

diet standar (pallet & air ad libitum)

Kelompok P 2

Mencit 6 ekor

HARI KE 0 – 6 + CI 8mg (intraperitonial)

hari ke 0-6 mencit diperiksa survival, suhu dan berat badan nya kemudian dibandingkan antar kelompok

Kelompok K

Mencit 6 ekor

HARI KE 0 + LPS 0,3 mg (intraperitonial)

Kelompok P 1

Mencit 6 ekor

(27)

xxvii K. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji One Way Anova menggunakan program SPSS for windows release 15.0.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Setelah dilaksanakan penelitian, pada kedua kelompok perlakuan

didapatkan tanda-tanda mencit sepsis meliputi piloereksi, letargi, penurunan

aktifitas fisik serta penurunan nafsu makan dan minum. Sementara pada kelompok

kontrol, mencit menunjukan aktifitas fisik yang baik/nornal.

Hasil pengamatan pada kelompok kontrol (K) didapatkan seluruh mencit

(100%) dapat bertahan hidup sampai percobaan berakhir. Pada kelompok sepsis

model LPS, 50% mencit mengalami kematian pada awal masa percobaan, dan pada

kelompok sepsis model CI sampai masa percobaan berakhir didapatkan 0%

kematian.

Tabel 4.1. Data Mortalitas Mencit

No Hari ke Kelompok Kontrol Kelompok LPS Kelompok CI

Hidup Mati Hidup Mati Hidup Mati

1 0 6 0 6 0 6 0

(28)

3 2 6

peningkatan BB sebesar 1

digambarkan dalam gamba

erat badan menunjukan mencit pada kedua kelompo

ilangan berat badan (BB) selama perlakuan. Kelom

BB 9,6% sedangkan pada kelompok mencit model se

capai 19,86%. Sebaliknya pada kelompok kontrol t

(29)

Gambar 4.2 Prosent

ran suhu, didapat suhu mencit sehat (kontrol) berkisa

ntara pada mencit sepsis didapat data yang lebih be

model sepsis LPS suhu cenderung menunjukan

(30)

xxx Gambar 4.3 Grafik perubahan suhu mencit

B. Analisis Data

Analisis statistik data hasil penelitian mengenai mortality rate dilakukan

menggunakan uji one way anova dengan software SPSS for windows release 15.0.

Hasil analisis tertera pada tabel 4.2.

(31)

xxxi BAB V PEMBAHASAN

Sepsis merupakan sindroma klinik yang terjadi akibat respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Dalam penelitian ini rangsang terhadap respon imun tubuh dihasilkan oleh LPS dan CI. Mencit balb/c model sepsis baik yang diinduksi dengan injeksi intra peritoneal 0,3mg LPS/mencit maupun dengan injeksi intraperitoneal 0,8mg CI/mencit menunjukan tanda-tanda sepsis meliputi letargi, piloereksi, periokular discharge, diare, kesulitan bernafas, penurunan aktifitas fisik, serta penurunan intake makan dan minum. Sedangkan mencit yang tidak mendapatkan induksi sepsis (kontrol) tidak menunjukan tanda-tanda adanya dystress serta masih memiliki pergerakan dan aktifitas fisik yang normal.

(32)

xxxii

Lipopolisakarida merupakan komponen utama dinding bakteri gram negatif yang memegang peranan penting dalam patogenesis sepsis. Dalam darah, LPS diikat oleh LBP. LBP membawa LPS menuju reseptor CD14+ pada permukaan sel monosit dan makrofag untuk berinteraksi dengan TLR4. Selanjutnya menginduksi NFκ-B yang merupakan sinyal pengaturan transkripsi sitokin proinflamasi, sehingga terjadi overproduksi sitokin proinflamasi, yang akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS dan berakhir pada kematian (Hongwei et al., 2005; Kristine et al., 2007; Elena et al., 2006).

(33)

xxxiii

Meskipun tidak didapatkan kematian mencit pada kelompok paparan CI, adanya tanda-tanda sepsis yang jelas setelah inokulasi CI menunjukan kesesuaian dengan pendapat Chopra dan Sharma, 2007; Garrido et al., 2004; serta Ren et al., 2002 bahwa CI dapat digunakan untuk menginduksi sepsis. Pada keadaan ini, komponen CI berupa polimikroba yang berasal dari saluran pencernaan menimbulkan infeksi intra-abdomen dan menghasilkan respon inflamasi peritoneum yang merupakan salah satu sumber terjadinya sepsis (Remick et al., 2002).

Polimikroba dapat mengaktivasi sel APC untuk mengekspresikan imunomodulator yang dapat merangsang pembentukan sitokin proinflamasi (Guntur, 2008) sehingga terjadi ketidakseimbangan sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi yang berakibat terjadinya SIRS dan Sepsis. Dengan demikian model sepsis CI dapat dikatakan mampu menggambarkan dengan baik keadaan klinis sepsis menyerupai peritonitis yang disebabkan infeksi polimikroba Akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan dosis CI yang tepat baik untuk memicu sistem imun maupun untuk mendapatkan lethal dosis, sehingga didapatkan model sepsis yang lebih sesuai dengan kondisi klinis pada manusia.

(34)

xxxiv

tingginya kadar IL-1 dan TNFα berhubungan dengan syok serta keparahan dan kematian akibat sepsis (Guntur, 2006b). IL-1 menyebabkan MOF akibat disfungsi

endotel, sementara TNFα menyebabkan KID (ismanoe, 2008).

Kematian segera terjadi setelah induksi sepsis menggunakan LPS. Sesuai dengan Guntur, 2006a bahwa LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral yang dapat menimbulkan gejala septikemia. Sehingga terjadi pelepasan molekul-molekul proinflamasi termasuk TNF-α, IL-1β, dan IL-6 secara cepat dan dalam jumlah besar (Remick, 2007). Keadaan ini menyebabkan terjadinya syok dan MODS (Deitch, 2005), sehingga injeksi LPS disepakati para peneliti sebagai model syok endotoksin, bukan model sepsis (Riedemann, Fink, dalam Garrido et al., 2004). Sedangkan polimikroba yang merupakan komponen CI menginduksi pelepasan molekul-molekul proinflamasi pada fase lanjut dalam jumlah kecil dan dengan durasi yang lebih panjang (Deitch, 2005).

(35)

xxxv

Penelitian Agrivina, 2009 menunjukan perbedaan bermakna hitung limfosit darah tepi pada hewan coba model sepsis paparan LPS dengan CI. Kelompok CI menunjukan hitung limfosit yang jauh lebih rendah (68,67±10,63) dibanding kelompok LPS (88,17±2,56) maupun kelompok kontrol (89,67±4,59). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian penulis, dimana kematian pada kelompok LPS lebih banyak dari kelompok CI.

Hal ini menandakan kematian pada kelompok LPS dalam penelitian ini bukan disebabkan oleh disregulasi apoptosis sel-sel efektor imun yang dapat dipicu oleh peningkatan ekspresi P53 akibat banyaknya radikal bebas, steroid, Nitric Oxide (NO) maupun peningkatan sitokin seperti IL-1 dan IL-6 yang terbentuk dalam penderita sepsis (Guntur, 2006b; Ismanoe, 2008). Yang kemudian mengaktifasi molekul pro apotosis seperti Bax maupun memicu cascade caspase. Sejalan dengan penelitian Chopra dan Sharma, 2007 kenaikan pro caspase-3, caspase-3, dan Bax disertai penurunan molekul anti apoptosis BCL2 pada hewan coba model sepsis terjadi mulai hari ke-3 dan menetap pada pengamatan hari ke-7.

Dengan demikian, dimungkinkan kematian fase awal mencit paparan LPS terjadi akibat kegagalan sirkulasi yang berhubungan syok endotoksin serta peningkatan cepat berbagai molekul proinflamasi yang ditandai dengan kegagalan pengaturan suhu.

(36)

xxxvi

Sepsis dapat menyebabkan perubahan metabolisme tubuh. Pada penelitian ini kelompok mencit kontrol mengalami kenaikan BB sebesar 1,6% sesuai teori bahwa diet standart tidak menimbulkan efek inflamasi sehingga tidak menurunkan nafsu makan maupun minum serta tidak menyebabkan perubahan metabolisme pada mencit. Sedangkan pada kedua kelompok model sepsis ditemukan adanya kehilangan BB, yang merupakan gejala penyerta infeksi bakteri (Remick et al., 2005). Sesuai dengan terori bahwa pada keadaan sepsis terjadi penurunan nafsu makan sebagai akibat apoptosis saluran cerna (Diding dan Subijanto, 2008) maupun pengaruh IL-1β disamping pengaruh pada perubahan metabolism karbohidrat (Ismanoe, 2008). Disamping itu, pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kebutuhan energi 80-90% yang diambil dari metabolisme lemak serta proteolisis otot skeletal akibat peningkatan sitokin TNF-α, IL-1, IL-6, IFN- α (Guntur, 2008c). Penurunan BB akibat proteolisis otot terjadi setelah hari ke-5.

Kelompok mencit yang mendapat induksi LPS mengalami kehilangan BB sebesar 9,6%. Sedangkan kelompok CI mengalami kehilangan BB lebih banyak, mencapai 19,89%. Sesuai penelitian Gupta et al., 2005 hewan coba model sepsis paparan CI mengalami kehilangan BB yang signifikan selama periode 48-72 jam post induksi sepsis dan sampai hari ke-7 tidak mengalami peningkatan kembali.

(37)

xxxvii

kelompok model sepsis CI menunjukan 5,56% grade 2, 61,11% grade 3, dan 33,33% grade 4.

Beratnya derajat inflamasi mukosa usus pada kelompok CI inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan BB secara signifikan. Selain itu kadar sitokin proinflamasi yang cenderung menetap pada infeksi polimikroba mengakibatkan penurunan nafsu intake makanan. Keadaan ini sesuai penelitian Xiao et al., 2006 yang memperlihatkan penurunan BB yang lebih tajam.pada hewan coba dengan sepsis fase lanjut.

Pengaruh Sepsis terhadap Perubahan Temperatur

Mencit kelompok kontrol menunjukan suhu harian dalam batas normal, yakni berkisar antara 37,2°C – 38,2°C. Sementara pada kedua kelompok model sepsis terdapat perubahan suhu harian yang menunjukan adanya gangguan termoregulasi akibat pengaruh interaksi sitokin pro inflamasi TNFα dan IL-1β dengan sel-sel di daerah hipotalamus (Guntur, 2006b; Ismanoe, 2008). IL-1 yang merupakan pirogen leukosit mampu memacu pembentukan prostaglandin, terutama PGE-2 yang dapat memicu reaksi deman (Guyton, 1997). Hal ini sesuai dengan teori bahwa sepsis dikarakteristikan dengan adanya gangguan termoregulasi berupa hipotermi atau hipertermi.

(38)

xxxviii

pelepasan IL-1. Pada keadaan hipotermi berat, dapat menyebabkan henti jantung maupun fibrilasi jantung (Guyton, 1997) yang dapat menyebabkan kematian. Seperti hasil penelitian ini, kematian pada kelompok LPS terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 pasca induksi sepsis dimana rerata suhu harian menunjukan angka terendah. Hal ini lebih menguatkan pendapat bahwa pathogenesis sepsis yang diinduksi LPS terjadi akibat mekanisme syok endotoksin.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Terdapat perbedaan mortality rate yang bermakna pada model sepsis paparan LPS dan CI.

B. SARAN

1. Cecal inoculum dapat digunakan sebagai model sepsis yang lebih mendekati keadaan klinis pada manusia dan lebih terjangkau dibanding model sepsis paparan LPS.

(39)

xxxix

3. Dapat digunakan sebagai dasar pada penelitian preklinik untuk pengembangan pengetahuan patofisiologi sepsis dan pengembangan terapi sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Agrivina BS. 2009. Perbedaan Hitung Limfosit pada Mencit Balb/c Model Sepsis Paparan LPS (Lipopolisakarida) dengan Cecal Inoculum. Skripsi. FK UNS

Arifin, Guntur AH. 2008. Sepsis Prevalency in dr. Moewardi Surakarta 2004. Kumpulan Karya Ilmiah A. Guntur H. Surakarta: UNS Press, p:11 Arul MC., Markus HL., Chandan KS., Terrence RB., Sunita SS., Vidya JS.,

Vaishalee AP., and Peter AW. 2001. Molecular signatures of sepsis multiorgan gene expression profiles of systemic inflammation. Am J Pathol. October; 159(4): 1199–1209.

Bochud PY., Calandra T. 2003. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ. 326:262–266.

Chang KC., Unsinger J., Davis CG., Schwulst SJ., Muenzer JT., Strasser A., Hotchkiss RS. 2007. Multiple triggers of cell death in sepsis: death receptor and mitochondrialmediated apoptosis. FASEB J. 21: 708–719. Chopra M., Sharma AC. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular

characteristics during early and late stages of sepsis-induced myocardial dysfunction. Life Sci.81(4): 306–316.

Chung CS., Chaudry IH., Ayala A. 2000. The apoptotic response of the lymphoid immune system to trauma, shock and sepsis. In: Vincent, J-L., editor. Yearbook of Intensive Care and Emergency Medicine. Spinger-Verlag; Berlin. p. 27.-40.

Deitch, Edwin A. 2005. Rodent models of intra-abdominal infection. Shock. 24 :19-23.

Diding H. P, Subijanto A. A. 2008. Efek probiotik terhadap hitung limfosit pada sepsis. Medicina. 39(2):149-152.

Dorland. 2005. Kamus Kedokteran. Edisi 29. Jakarta: EGC

(40)

xl

Edwin S.V.A.,Theo J.C.V.B., and Johan K. 2003. Receptors, Mediators, and Mechanisms Involved in Bacterial Sepsis and Septic Shock. Clin Microbiol Rev. 16(3): 379–414.

Elena GR., Alejo C., Gema R., and Mario D. 2006. Cortistatin, a new antiinflammatory peptide with therapeutic effect on lethal endotoxemia. J Exp Med. 203(3): 563–571

Garrido A.G., Francisco L., Rocha e Silva M. 2004. Experimental models of sepsis and septic shoch: an overview. Acta cirurgica Brasileira; 19(2): 82-88

Guntur H, A. 2006a. Penyakit Tropik dan Infeksi: Sepsis. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp:1862-1865.

Guntur H, A. 2006b. The Role of Immune Response in Sepsis and Septic Shock. In: Perspeektif Masa Depan Imunologi-Infeksi Edisi II. Surakarta: UNS press, pp: 48-56

Guntur H, A. 2008a. Sirs, Sepsis,& Syok Septik: Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Guntur H, A. 2008b. Clinical observation of IVIG (intravenous Immunoglobulins) in management of sepsis. The 2nd Indonesian sepsis forum. Surakarta: Sebelas Maret University Press, pp:106-113

Guntur, AH.2008c. The Role of Micronutrient in Chronical and Critical Illness. Kumpulan Makalah. National Symposium: The 2nd Indonesian Sepsis Forum. Surakarta: Sebelas Maret University Press. p:86

Guyton AC., Hall JE. 1997. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu, dan Demam. In: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi IX. Jakarta: EGC. Pp: 1141-56

Hasnak NF. 2009. Perbedaan Derajat Inflamasi Usus pada Mencit Balb/c Model Sepsis Paparan LPS (Lipopolisakarida) dengan Cecal Inoculum. Skripsi. FK UNS

Hongwei Q., Cynthia AW., Sun J L., Xueyan Z., and Etty NB. 2005. LPS induces CD40 gene expression through the activation of NF-κB and STAT-1α in macrophages and microglia. Blood. 106(9): 3114–3122.

Ismanoe G. 2008. The role of Cytokine in the Pathobiology of Sepsis. Kumpulan Makalah. National Symposium: The 2nd Indonesian sepsis forum. Surakarta: Sebelas Maret University Press, pp:114-118

James MJ., Naeem AA., and Edward A. 2005. Year in review in Critical Care, 2004: sepsis and multi-organ failure. Crit Care. 9(4): 409–413.

(41)

xli

Kristine M J., Sarah B.L., Anncatrine LP., Jesper EO., and Thomas B. 2007. Common TNF-α, IL-1β, PAI-1, uPA, CD14 and TLR4 polymorphisms are not associated with disease severity or outcome from Gram negative sepsis. BMC Infect Dis. 7: 108.

Kruzel ML, Harari Y, Chen CY, Castro GA. 2000. Lactoferrin protects gut mucosal integrity during endotoxaemia induced by lipopolysaccharide in mice. Inflammation. 24:33–44

Martijn P., Graham R., Herwig G., Francesca R., and Mitchel L. 2004. An international sepsis survey: a study of doctors' knowledge and perception about sepsis. Critical Care. 8:R409-R413.

Oscar C., Andrea G., Roberto G., Cristina B., Fiorenza O., Carmela S., Federico M., Alberto L., Barbara S., Marco R., Vittorio S., Margherita Z. and Giorgio S. 2006. LL-37 Protects rats against lethal sepsis caused by gram-negative bacteria. Antimicrob Agents Chemother. 50(5): 1672– 1679.

Qin S.,Wang H., Yuan R., Li H., Ochani M., Ochani K., et.al.2006. Role of HMGB1 in apoptosis-mediated sepsis lethality. The Journal of Experimental Medicine. 203 (7): 1673-1643

Remick DG., Bolgos GR., Siddiqui J., Shin J., and Nemzek JA. 2002. Six at six: interleukin-6 measured 6 h after the initiation of sepsis predicts mortality over 3 days. Shock. 17:463–467

Remick DG, Bolgos G, Copeland S, Siddiqui J. 2005. Role of interleukin-6 in mortality from and physiologic respon to sepsis. Infection and Imunity. 73(5):2751-2757

Remick DG. 2007. Pathophysiology of sepsis. Am J Pathol. 170(5): 1435–1444. Ren, Jun, Ren, Bonnie H, Sharma, Avadesh C. 2002. Sepsis-induced depressed

contractile function of isolated ventricular myocytes is due to altered calcium transient properties. Shock. 18(3): 285-288

Shahin G., Ole GK., Court P., and Svend SP. 2006. Procalcitonin, lipopolysaccharide-binding protein, interleukin-6 and C-reactive protein in community-acquired infections and sepsis: a prospective study. Critical Care. 10:R53.

(42)

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
Gambar 3.2 Skema Cara Kerja
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian sikap sosial (KI-2) meliputi: (1) jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

Honororitrm Panitia Pelaksens Kegiean, t{onorsrium Tonnga Ahli/InetukturNaresumhr, Balilrja Jasa Pihak lfutiga, Tron$portflei dqn Akomodasi, Pefrotanan Dlnas tusr

[r]

Sahabat MQ/ Sikap Presiden SBY yang menolak Wapres Boediono/ dan Menteri Keuangan Sri Mulyani nonaktif/ dinilai berlebihan// Sebab/ imbauan Pansus Angket Bank Century/

Memahami dinamika globalisasi dengan segala dimensinya, maka globalisasi juga akan memberi pengaruh terhadap hukum. Globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB paru.. Tuberkulosis Paru

Terima kasih karena telah menemaniku setiap saat dan selalu memberikan motivasi dalam peneyelesaiaan skripsi

Metode yang dapat digunakan pada jenis evaluasi ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respons klien dan keluarga terkait