• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Jenis Bakteri pada Dudukan Kloset Sebelum dan Sesudah Dibersihkan di Toilet Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Jenis Bakteri pada Dudukan Kloset Sebelum dan Sesudah Dibersihkan di Toilet Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2015"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sonya Rajagukguk

Tempat / TanggalLahir : Nias / 12 September 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Pintu Air Gg.Gabetua No. 22

Sisingamangaraja Medan

Pekerjaan : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia RiwayatPendidikan :

1.Sekolah Dasar San Francesco Balige (2000-2006)

2.Sekolah Menengah Pertama Budhi Dharma Balige (2006-2009)

3.Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Soposurung Balige (2009-2012)

Riwayat Organisasi :

(2)

LAMPIRAN 2

ALUR KERJA

Dudukan Kloset sebelum dibersihkan (hari yang sama)

Dudukan Kloset sesudah dibersihkan (hari yang sama)

Swab Permukaan Dudukan Kloset

(3)

LAMPIRAN 3

ALUR PEMBERSIHAN TOILET FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Zat desinfektan yang dipakai dicampurkan ke dalam botol air mineral yang

telah diisi dengan air.

2. Zat desinfektan tersebut disebarkan pada beberapa bagian tempat di toilet

seperti di lantai dan di dudukan kloset.

3. Penggunaan alat pembersih untuk membersihkan toilet adalah alat

pembersih yang tidak diganti setiap harinya atau tidak dilakukan

pembersihan sebelum digunakan.

4. Alat pembersih dan zat desinfektan digunakan dalam pembersihan toilet

(4)

LAMPIRAN 4

GAMBAR PENELITIAN

Hasil Swab pada Media Transport

(5)

Hasil Pewarnaan Gram : Batang Gram Negatif

Batang Gram Positif

(6)

Media Selektif menunjukkan E.coli dan Klebsiella sp.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Alfred B. Cunningham, John E. Lennox, and Rockford J. Ross, Eds. 2001-2008

Bagiastra, I. K., 2013. Analisis Manajemen Toilet Umum di Kawasan Wisata Lombok. Media Bina Ilmiah.

Brooks G.F., Carrol K.C., Butel J.S., Morse S.A., 2010 inJawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology. 25th ed. USA: McGraw-Hill. p237-239

Chatim, 1994., Sterilisasi dan Disininfeksi dalam Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Entjang Indan, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti.

Flores, G. E., Bates, S. T., Knights, D., Lauber, C. L., Stombaugh, J., Knight, R., 2011. Microbial Biogeography of Public Restroom Surfaces. (M. R. Liles, Ed.) Plos One, 6(11), 1-3.

Giannini, M. A., Nance, D., & McCullers, J. A., 2009. Are toilet seats a vector for

transmission of methicillin-resistant Staphylococcus aureus?Am J Infect

Control, 37(6), 505-506.

Gillespie, Stephen dan Kathleen Bamford. 2008. At a Glance Mikrobiologi Medis

dan Infeksi Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Hong, Huynh A.; Khaneja, Reena; Tam, Nguyen M.K.; Cazzato, Alessia; Tan, Sisareuth; Urdaci, Maria; Brisson, Alain; Gasbarrini, Antonio; Barnes, Ian; Cutting, Simon M., 2009. Bacillus subtilis isolated from the human gastrointestinal tract. Research in Microbiology 160 (2): 134–43.

Juli Soemirat, 2011. Toksikologi Lingkungan. Bandung: UGM Press.

Levinson, W., 2008.Medical Microbiology & Immunology. USA: McGraw-Hill.

(8)

Ning, Sri Utami, 2012. Kaitan Pencemaran Bakteri Coliform dan E.coli pada Air

Sumur Penduduk dengan Kepadatan Permukiman di Kecamatan Jebres

Kota Surakarta.

Notoadmodjo, S., 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta:

Rineka Cipta.

Rasko, D. A., Webster, D. R., Sahl, J. W., Bashir, A., Boisen, N., Scheutz, F., et

al. 2011. Origins of the E. coli Strain Causing an Outbreak of

Hemolytic-Uremic Syndrome in Germany. The New England Journal of Medicine,

709-715.

Sabra, S. M. M., 2013. Bacterial Public Health hazard in the Public Female

Restrooms at Taif. KSA. Egypt: IDOSI.

Scheffers, D., and Pinho, G. M., 2005. Bacterial Cell Wall Synthesis: New

Tanagho, E.A., McAninch, J.W., 2008. Smith’s General Urology. 17th ed. USA:

McGraw-Hill.

Tietjen, Linda., Bossemeyer, Debora., McIntosh, Noel., 2004.Panduan Pencegahan Infeksi Untuk FasilitasPelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas.Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Vasanthakumari, R., 2007. Textbook of Microbiology. India: BI Publications Pvt

Ltd. Avalable

from:http://books.google.co.id/books/about/Textbook_of_Microbiology.ht ml?id=HX_vyjBbAkkC&redir_esc=y [Accesed 06 May 2015].

(9)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1.Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Bakteri Yang Terdapat di

Dudukan Kloset pada Toilet Umum di LingkunganFakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara tahun 2015.

3.2 Definisi Operasional

1. Permukaan dudukan kloset

a. Definisi Operasional : objek swab atau bagian penutup kedua dari

dudukan kloset.

b. Cara Ukur : Pengusapan pada permukaan dudukan kloset secara 360º

dan mengikuti arah jarum jam.

c. Alat Ukur : Kapas lidi steril

d. Hasil Ukur : Hasil swab ini kemudian dimasukkan ke media transport

untuk dikirimkan ke laboratorium mikrobiologi.

e. Skala Pengukuran : -

2. Gambaran Bakteri

a. Definisi Operasional : Jenis-jenis bakteri yang ditemukan (terdapat) di

toilet umum dan sifat bakteri.

b. Cara Ukur : Swab dan kultur Laboratorium. Permukaan Dudukan

Kloset

(10)

c. Alat Ukur : Media Agar.

d. Hasil Ukur :

1. Komensal (Non-Patogen)

2. Oportunistik

3. Kondisional

4. Intraseluler

(11)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif, yaitu untuk melihat

gambaran bakteri yang terdapat pada dudukan kloset di toilet

umumlingkunganFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan desain

peneletian cross-sectional. Dalam penelitian ini dilakukan teknik swab, lalu

hasilnya akan dikultur, dan kemudian dilihat gambaran bakteri yang tumbuh.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada dudukan kloset di toilet umum lingkungan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara rentan waktu antara bulan

September hingga Oktober 2015. Alasan pemilihan tempat tersebut adalah tempat

tersebut merupakan tempat yang banyak dikunjungi setiap hari dan memiliki

komponen toilet yang cukup lengkap yang diperlukan peneliti untuk mengambil

usapan, serta lokasi tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah toilet umum di lingkungan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3.2. Sampel

Penelitian ini adalah penelitian desktriptif, dan untuk pengambilan sampel

dilakukan secara total sampling dan dengan kriteria inklusi dan eksklusi dari

(12)

Kriteria Inklusi :

5. Toilet umum di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

6. Toilet yang memiliki jadwal pembersihan rutin oleh Cleaning

Service

Kriteria Eksklusi :

1. Toilet yang sulit untuk di akses oleh mahasiswa

2. Toilet yang tidak memiliki kelengkapan toilet umum yang cukup

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan cara melakukan swab

(usapan) dengan putaran 360º searah jarum jam menggunakan kapas lidi steril dan

kemudian akan disimpan di media transport lalu dikirim ke laboratorium

mikrobiologi. Swab dilakukan pada dudukan kloset.Waktu pengambilan spesimen

dilakukan pada saat sebelum dan sesudah dibersihkan.Selanjutnya di laboratorium

mikrobiologi dilakukan identifikasi kuman.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian akan diperiksa dengan cara

mengultur hasil usapan untuk mengetahui gambaran bakteri yang ada di

masing-masing dudukan kloset. Hasil dari pengolahan data ini akan dimasukkan ke dalam

program komputer dan kemudian akan diolah sehingga menghasilkan data

(13)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Dekripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di toilet Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Jumlah lokasi swab yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara adalah sebanyak 15 dudukan kloset yaitu 6 dudukan kloset di

toilet pria dan 9 dudukan kloset di toilet wanita.Sampel yang diuji dalam

penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel yaitu 15 sebelum dibersihkan dan 15

sesudah dibersihkan dan sesuai dengan jumlah maksimum yang diperbolehkan

oleh departemen Mikrobiologi FK USU.

5.1.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 5.1 Hasil Pewarnaan GramPada Dudukan Kloset Sebelum dan

Sesudah Dibersihkan

Sebelum Dibersihkan Sesudah Dibersihkan

Bakteri Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%)

Gram (+) 5 33,3 9 60

Gram (-) 10 66,7 6 40

Jumlah 15 100 15 100

Dari hasil pewarnaan gram pada dudukan kloset sebelum dibersihkan

didapati lebih banyak bakteri gram negatif dibandingkan dengan bakteri gram

positif.Dan pada dudukan kloset sesudah dibersihkan didapati lebih banyak

bakteri gram positif dibandingkan dengan bakteri gram negatif.Hasil pewarnaan

(14)

Tabel 5.2 Bakteri yang Tumbuh pada Media Selektif pada Dudukan Kloset

Sebelum dan Sesudah Dibersihkan

Sebelum Dibersihkan Sesudah Dibersihkan

Bakteri Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%)

E.coli 13 86,7 9 60

Klebsiella

sp.

2 13,3 4 26,7

B. subtilis 0 0 2 13,3

Jumlah 15 100 15 100

Setelah mengetahui jenis gram pada bakteri, selanjutnya dilakukan

penanaman ke media selektif yaitu agar EMB (Eosin Methylene Blue), media

disimpan di inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam. Hasil yang didapat dari

kultur bakteri pada dudukan kloset sebelum dibersihkan adalah Escherichia

colilebih banyak dibandingkan Klebsiella sp. dan pada dudukan kloset sesudah

dibersihkan juga adalah terdapat lebih banyakEscherichia coli dibandingkan

denganKlebsiella sp. dan pada pemeriksaan mikroskopik serta pengamatan koloni

didapati gambaran khas bakteri Bacillus subtilis dan tidak dilakukan identifikasi

selanjutnya. Persentase masing-masing jumlah bakteri secara keseluruhan dapat

(15)

Tabel 5.3 Bakteri pada Identifikasi Biokimia pada Dudukan Kloset Sebelum

Setelah dilakukan penilaian hasil gambaran bakteri dengan kultur pada

media selektif maka selanjutnya dilakukan uji biokimia atau reaksi biokimia maka

hasil yang didapatkan adalah pada dudukan kloset sebelum dibersihkan terdapat

lebih banyakEscherichia coli daripada Klebsiella sp., dan pada dudukan kloset

sesudah dibersihkan terdapat paling banyak yaitu Escherichia coli, menyusul

Klebsiella sp.,lalu Bacillus subtilis, dan paling sedikit yaitu Pseudomonas

aeruginosa, dan Proteus sp.. Dengan persentase masing-masing jumlah bakteri

secara keseluruhan dapat dilihat di tabel 5.3 di atas.

Dan adapun dari hasil-hasil gambaran bakteri yang telah didapat maka

dapat ditetapkan bakteri tersebut ke dalam kelompok menurut sifat

patogennya.Dengan persentase masing-masing jumlah bakteri secara keseluruhan

(16)

Tabel 5.4Jenis Bakteri Menurut Sifat Bakteri pada Dudukan Kloset Sebelum

bakteri gram negatif yaitu sebanyak 16/30(53.3%)dibandingkan dengan gram

positif dengan hasil 14/30(46.7%), sementara pada penelitian yang dilakukan

sebelumnya terdapat lebih banyak bakteri gram positif (75,4%) dibandingkan

dengan bakteri gram negatif (68,9%) (Sabra, S. M. M., 2013). Dari hasil tersebut

memang tidak bisa dikatakan bahwa bakteri gram negatif yang lebih dominan bisa

hidup di luar tubuh manusia seperti di lingkungan toilet atau sebaliknya.Karena

dalam teori sendiri dijelaskan bahwa ada berbagai macam bakteri baik itu gram

negatif ataupun gram positif yang hidup di kulit, membran mukosa tubuh manusia

maupun di dalam tubuh manusia itu sendiri (Brooks, et al., 2014).

Berdasarkan hasil identifikasi selanjutnya, bakteri lebih banyak ditemukan

adalah Escherichia coli (73.3%), sementara pada penelitian yang sebelumnya

bakteri yang lebih banyak ditemukan adalahStaphylococcus aureus (40.6%)

(Sabra, S. M. M., 2013), hal ini terjadi karena pada penelitian ini hanya terfokus

pada dudukan kloset, dudukan kloset lebih banyak terkontaminan dengan air

sebagai tempat hidup E.coli, E.coli sendiri merupakan bakteri yang dapat

(17)

jenis bakteri yang hidup di dalam air yaitu bakteri Coliform dan E. coli (Sri Utami

Ning, 2012), dan sementara pada penelitian sebelumnya dilakukan pada beberapa

tempat di toilet seperti gagang pintu, tombol urinari, flush, dan keran air yang

memungkinkan kontak dengan kulit manusia karena seperti kita ketahui

Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada kulit manusia seperti pada

bagian hidung, kulit, ketiak, atau perineum (Brooks, et al., 2014).

Dan dari keseluruhan uji biokimia yang dilakukan terdapat bakteri

Escherichia coli, Klebsiella sp., Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, dan

Proteus sp.. E.coli merupakan bakteri yang langsung berkoloni di saluran

pencernaan neonatus dan akan tetap tumbuh disana untuk melakukan hubungan

mutualisme dengan manusia. Bakteri ini sebenarnya adalah bakteri komensal,

namun terdapat bukti bahwa jenis pathogen bakteri ini merupakan perubahan atau

transformasi dari jenis komensal.Namun bukan hanya E. coli patogen saja yang

dapat menyerang manusia, jenis non-patogen juga bisa menjadi patogen dan dapat

merusak mukosa saluran pencernaan manusia (Migla et al, 2013).E. coli

umumnya bukan patogen penyebab penyakit, namun apabila di dalam air tersebut

terkontaminasi oleh bakteri E. coli yang bersifat fecal jika dikonsumsi

terus-menerus dalam jangka panjang akan berdampak pada timbulnya penyakit seperti

radang usus, diare, infeksi pada saluran kemih dan empedu, dan kemunculan

bakteri disebabkan oleh masuknya tinja, kotoran hewan, sampah, air kencing,

dahak, ekskresi luka, dan sebagainya, ke dalam badan air atau ada kalanya

pencemar yang masuk ke dalam air tidak disengaja, seperti masuknya kembali air

buangan kedalam sumur, adanya pipa air yang bocor yang menyebabkan

hubungan pipa air yang bersih dengan air riul (Suriawiria, 2008:65).

Mikroorganisme yang satu ini cukup sering menyebabkan infeksi baik infeksi

saluran pencernaan maupun infeksi saluran kemih pada manusia.

Setelah E.coli terdapat Klebsiella sp., merupakan bakteri oportunistik

dan juga sekaligus sebagai flora menetap dalam saluran cerna, selain itu bakteri

ini juga ditemukan diberbagai tempat di luar tubuh manusia seperti di permukaan

(18)

selanjutnya ditemukan bakteri Bacillus subtilis terdapat di tanah dan tidak bersifat

patogen.Bakteri ini ditemukan di dalam tanah dan saluran pencernaan ruminansia

dan manusia.B. subtilis adalah berbentuk batang , mempunyai endospora

pelindung , memungkinkan untuk mentolerir kondisi lingkungan yang ekstrim.

(Cutting, Simon M et al, 2009). Setelah itu ditemukan Pseudomonas aeruginosa,

bakteri ini ditemukan di tanah, air, flora kulit, dan lingkungan. Menggunakan

berbagai bahan organik untuk makanan, pada hewan, memungkinkan organisme

untuk menginfeksi jaringan yang rusak atau orang-orang dengan kekebalan

berkurang.Gejala infeksi tersebut umum peradangan dan sepsis.Jika kolonisasi

tersebut terjadi pada organ tubuh penting, seperti paru-paru, saluran kemih, dan

ginjal, hasilnya bisa fatal. Karena itu berkembang pada permukaan lembab,

bakteri ini juga ditemukan dan di peralatan medis, termasuk kateter ,

menyebabkan cross-infeksi di rumah sakit dan klinik. (Smith, Raymond,

1994).Dan yang terakhir adalah Proteus sp., Proteus sp. merupakan flora normal

dari saluran cerna manusia.Bakteri ini juga ditemukan bebas di air atau tanah. Jika

bakteri ini memasuki luka terbuka, atau paru-paru akan menjadi bersifat patogen.

Perempuan muda lebih beresiko terkena daripada lelaki, akan tetapi lelaki juga

dapat terinfeksi jika berhubungan dengan penyakit prostat. (Zamzam, 2014).

Lebih banyak gambaran jenis bakteri yang ditemukan pada dudukan

kloset sesudah dibersihkan dibandingkan dengan dudukan kloset sebelum

dibersihkan, hal ini terjadi karena cara pembersihan dan zat desinfektan yang

tidak berfungsi dengan baik serta penggunaan takaran yang tidak pas seperti pada

(Adnan,2009) mengatakan bahwadesinfektan yang telah menunjukkan

tanda-tanda kekeruhan atau tanda-tanda-tanda-tanda pengendapan harus diganti dengan yang baru

dan pendapat (Volk, 1993) mengatakan bahwa dalam penggunaan desinfektan

keefektifannya bergantung pada waktu kontak seperti reaksi-reaksi kimia atau

fisika yang akan terjadi memerlukan waktu yang cukup untuk bergabung dan

waktu yang diperlukan ini bergantung pada sifat desinfektan, konsentrasi, pH,

(19)

dalam populasi bakteri memiliki kesensitifan yang berbeda-beda terhadap

disinfektan.

Sementara dari hasil jenis bakteri menurut sifat patogen atau tidak, lebih

banyak ditemukan bakteri bersifat komensal yaitu bakteri yang tidak bersifat

merugikan dan mungkin juga bisa menguntungkan atau bisa disebut non-patogen,

bakteri tersebut adalah Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Dan juga ditemukan

bakteri dengan sifat oportunistik atau bakteri yang biasanya menyebabkan

penyakit jika pasien memiliki sistem kekebalan tubuh yang tertekan seperti

bakteri Klebsiella sp. dan Pseudomonas aeruginosa. Dan terdapat bakteri dengan

sifat kondisional atau yang disebut dengan bakteri yang dapat menyebabkan

infeksi dan penyakit dalam keadaan tertentu seperti dari luka terbuka, contohnya

Proteus sp.. Dan tidak ditemukan bakteri patogen intraseluler atau bakteri yang

(20)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Bakteri yang terdapat pada Dudukan Kloset di Toilet Fakultas Kedokteran

adalah didominasi oleh bakteri gram negatif yaitu sebanyak 16(53.3%)

dari 30 sampel yang diambil sedangkan selebihnya adalah bakteri gram

positif.

2. Bakteri yang terdapat dari seluruh dudukan kloset yaitu mulai dari yang

lebih banyak ditemukan adalah 22 bakteri E. coli (73,3%), setelah itu4

bakteri Klebsiella sp. (13.3%),dan terdapat 2 bakteri B. subtilis (6.7%),

dan yang paling sedikit adalah 1 bakteri Proteus sp. (3.3%), serta1 bakteri

Pseudomonas aeruginosa (3.3%).

3. Dudukan kloset sebelum dibersihkan terdapat jenis bakteri yaitu E.

coli(86.7%) dan Klebsiella sp.(13,3%) dan pada dudukan kloset sesudah

dibersihkan terdapat jenis bakteri yaitu E. coli(60%), Klebsiella

sp.(13,3%), B. subtilis(13,3%), Proteus sp.(6,7%), Pseudomonas

aeruginosa(6,7%).

4. Hasil yang didapat dari dudukan kloset menunjukkan ada beberapa jenis

bakteri yang bersifat komensal, oportunistik, dan kondisional, sementara

tidak didapatkan bakteri dengan bersifat intraseluler.

6.2 Saran

1. Untuk peneliti:

Peneliti harus dapat lebih mengembangkan penelitian ini dan lebih

mempunyai niat dalam melakukan penelitian untuk menambah dan

memperkaya ilmu serta dapat memberi informasi kepada masyarakat

tentang dunia kesehatan.

(21)

1. Sebaiknya lebih memperhatikan hygienitas diri, seperti dapat

melakukan cuci tangan atau pembilasan dudukan kloset terlebih dahulu

sebelum menggunakan kloset.

2. Sebaiknya dalam penggunaan dudukan kloset perhatikan terlebih

dahulu apakah ada luka yang dapat berhubungan atau dapat

kontaminasi langsung dengan dudukan kloset.

3. Untuk Pekerja Pembersih Toilet :

1. Sebaiknya dalam usaha pembersihan toilet dapat lebih baik lagi cara

dari pembersihannya.

2. Dan sebaiknya zat desinfektan yang digunakan dalam pembersihan

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Bakteri

2.1.1 Pengertian

Bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom

tunggal dan tidak memiliki nukleus. (Gillespie et al, 2007)

Bakteri adalah nama sekelempok mikroorganisme yang termasuk

prokariotik yang bersel satu. Istilah bakteri dari bahasa Yunani dari kata bekterion

yang berarti tongkat atau batang dan umumnya tidak berklofrofil. Berkembang

biak dengan membela diri dan bahan – bahan genetiknya tidak terbungkus dalam

membran inti. (BIMA, 2005)

Bakteri mempunyai struktur sel yang penting, antara lain :

1. Kapsul : Merupakan struktur polisakarida longgar yang melindungi sel

dari fagositosis dan desikasi (kekurangan).

2. Lipopolisakarida : melindungi bakteri Gram-negatif dari lisis yang

diperantarai oleh komplemen. Merupakan stimulator pelepasan sitokin

yang poten.

3. Fimbria atau Pili : Bulu-bulu tipis khusus yang membantu adhesi ke sel

pejamu dan kolonisasi. Eschercia coli yang uropatogenik memiliki fimbria

terspesialisasi (fimbria P) yang terikat ke reseptor manosa pada sel epitel

ureter. Antigen fimbria sering bersifat imunogenik tetapi bervariasi

antarstatin sehingga dapat terjadi infeksi ulang (misalnya pada Neisseria

gonorrhoeae).

4. Flagela : Organ pergerakan (lokomasi) bakteri, membuat organisme

mampu untuk menemukan sumber nutrisi dan menembus mukus pejamu.

(23)

(polar) atau di banyak tempat (peritrik). Pada beberapa spesies (misalnya

Treponema), flagela terfiksasi secara kuat di dalam dinding sel bakteri.

5. Lendir : Materi polisakarida yang disekresikan oleh beberapa bakteri yang

tumbuh dalam lapisan biofilm, melindungi organisme tersebut dari

serangan imunitas dan eradikasi oleh antibiotik.

6. Spora : Suatu bentuk yang inert secara metabolik, dipicu oleh kondisi

lingkungan yang tidak cocok; sebagai adaptasi untuk kelangsungan hidup

jangka panjang, sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh kembali

pada kondisi yang sesuai.(Gillespie et al, 2007)

2.1.2 Klasifikasi

Tujuan dari klasifikasi mikroorganisme adalah untuk menentukan potensi

dari patogeniknya. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk menyebar

secara luas di komunitas dan menyebabkan penyakit yang serius.Bakteri dapat

diidentifikasi berdasarkan serangkaian sifat-sifat, imunologis fisik atau sifat-sifat

molekuler.

1. Reaksi Gram : Bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif memberi

respons terhadap antibiotik yang berbeda. Bakteri lain (misalnya

Mikobakteria) mungkin memerlukan teknik pewarnaan khusus.

2. Bentuk Sel : Kokus, basilus, atau spiral.

3. Endospora : Keberadaan, bentuk, dan posisinya di dalam sel bakteri

(terminal, subterminal, atau sentral).

4. Preferensi atmosfer : Organisme aerob memerlukan oksigen; organisme

anaerob memerlukan atmosfer dengan sangat sedikit atau tanpa oksigen.

Organisme yang dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpa oksigen

dikenal sebagai anaerob fakultatif. Organisme mikroaerofil menyukai

lingkungan bertekanan oksigen rendah; organisme kapnofil menyukai

lingkungan berkadar karbon dioksida tinggi.

5. Kekhususan (fastidioudness) : Kebutuhan akan media khusus atau

(24)

6. Enzim Kunci : Tidak adanya fermentasi laktosa membantu identifikasi

salmonela, urease membantu identifikasi Helicobacter.

7. Reaksi Serologis : Interaksi antara antibodi dengan struktur permukaan

(misalnya subtipe dari Salmonela, Haemophilus, Meningokokus, dan

banyak lagi)

8. Sekuens DNA : Sekuens DNA ribosom 16S saat ini merupakan elemen

kunci dalam klasifikasi. (Gillespieet al, 2007)

9. Sifat Patogen Bakteri :

1. Bakteri Komensal (Non-Patogen) : makhluk hidup bersel satu yang

hidup bersama organisme lain, tetapi tidak bersifat merugikan dan

mungkin juga bisa menguntungkan.

2. Bakteri Oportunistik : bakteri yang biasanya tidak menyebabkan

penyakit, tetapi akan terjadi jika pasien memiliki sistem kekebalan

tubuh yang tertekan.

3. Bakteri Kondisional : bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dan

penyakit dalam keadaan tertentu seperti dari luka terbuka untuk

menduplikasi diri mereka sendiri dan menyebarkan penyakit.

4. Bakteri Intraseluler : bakteri yang selalu menyebabkan penyakit

ketika memasuki tubuh manusia. (Brooks et al, 2014).

2.1.3 Faktor Pertumbuhan, Reproduksi, dan Patogenesis Infeksi

Substansi yang paling diperlukan adalah Air, Kuman memerlukan air

dalam konsentrasi tinggi (cukup) di sekitarnya karena diperlukan bagi

pertumbuhan dan perkembangbiakan. Air merupakan pengantar semua bahan

gizi yang diperlukan sel dan untuk membuang zat-zat yang tak diperlukan ke

luar sel. Selain untuk melancarkan reaksi-reaksi metabolik, air juga merupakan

(25)

Seperti halnya makhluk hidup lain, bakteri juga memerlukan beberapa

faktor untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan akan

kehidupannya ini memerlukan beberapa faktor yang bermacam-macam.

Kebutuhan kehidupan bakteri dibagi menjadi dua, yaitu kebutuhan nutrisi atau

kimia dan kebutuhan lingkungan.Contoh dari kebutuhan nutrisi misalnya

sumber energi, karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, besi, faktor pertumbuhan

organik dan vitamin.Sementara untuk faktor lingkungan adalah oksigen,

karbondioksida, suhu, konsentrasi ion hidrogen, kelembaban dan kekeringan,

cahaya, efek osmotik, stres mekanik dan sonik (Vasanthakumari, 2007).

A. Kebutuhan Nutrisi

1. Energi

Beberapa bakteri memiliki perbedaan dalam hal sumber energi nya,

misalnya Escherichia coli yang menggunakan bahan kimia untuk sumber

energinya.Disebut juga dengan kemotrop.Ada juga yang menggunakan

cahaya sebagai sumber energinya, contohnya Rhodospirillum

(Vasanthakumari, 2007).

2. Karbon

Karbon sangat diperlukan bukan hanya oleh bakteri tapi juga seluruh

makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.Misalnya karbon diperlukan

untuk pembentukan atau sintesis peptidoglikan (Scheffers and Mariana,

2005) atau beberapa protein dan karbohidrat serta lemak pada manusia.

Penggunaan karbon oleh bakteri ini ada yang diambil langsung dari CO2 –

disebut dengan autotrop – ada juga yang digunakan dari bahan organik lain

seperti dari karbohidrat, lemak dan protein yang disebut heterotrop.

Kira-kira sekitar 50% dari berat kering bakteri adalah karbon (Vasanthakumari,

2007).

3. Nitrogen, sulfur dan fosfor

Nitrogen dibutukan untuk pembuatan nitrogen dan juga DNA dan RNA

dimana nitrogen ini bisa didapat dari bahan anorganik seperti nitrat dan

(26)

diperlukan bakteri untuk sisntesis asam amino seperti metionin dan sistein

serta vitamin seperti B1 dan biotin. Yang terakhir adalah fosfor, digunakan

untuk membuat asam nukleat dan fosfolipid. Sementara pada manusia dan

hewan serta tumbuhan lainnya fosfor digunakan dalam pembuatan molekul

ATP (adenine triphosphate) yang akan digunakan selanjutnya untuk

menghasilkan energi (Vasanthakumari, 2007).

4. Faktor pertumbuhan organik dan vitamin

Ada beberapa bahan organik yang dibutuhkan bakteri dalam kelangsungan

hidupnya namun tidak dapat dibuatnya sendiri yang disebut juga dengan

faktor pertumbuhan organik.Tapi bahan organik ini bisa didapat di media

pertumbuhan.Misalnya adalah asam amino, purin, pirimidin dan vitamin

(Vasanthakumari, 2007).

5. Zat Besi

Zat besi merupakan suatu nutrisi penting untuk pertumbuhan dan

metabolisme pada hampir semua mikroorganisme dan merupakan suatu

kofaktor penting pada banyak proses metabolik dan enzimatik (Brooks et

al, 2014)

B. Kebutuhan Lingkungan

1. Oksigen

Kebutuhan utama bakteri akan oksigen menjadikan bakteri dibagi menjadi

dua yaitu bakteri anaerob dan aerob. Bakteri anaerob dibagi lagi menjadi

anaerob obligat, anaerob fakultatif dan beberapa bakteri mikroaerofilik.

Bakteri anaerob obligat artinya adalah bakteri tersebut harus dalam kondisi

bebas dari oksigen untuk dapat hidup, dan akan mati ketika ada oksigen

(mis: Clostridium). Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat

hidup dengan kondisi lingkungan terdapat roksigen maupun tidak. Untuk

istilah mikroaerofilik artinya bahwa bakteri jenis ini bisa tumbuh di

lingkungan dengan konstentrasi oksigen yang rendah namun akan mati jika

(27)

hanya tergolong kedalam aerob obligat, yaitu bakteri yang harus

membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya (mis: M. tuberculosis)

(Vasanthakumari, 2007).

2. Karbondioksida

Hampir semua bakteri membutuhkan karbondioksida dalam

pertumbuhannya.Ada beberapa bakteri yang justru harus membutuhkan

konsentrasi karbondioksida untuk hidup seperti bakteri anaeorb obligat

(Vasanthakumari, 2007).

3. Suhu

Suhu merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan bakteri.Terdapat

beberapa kategori yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan hidup di

suhu tertentu, yaitu mesofil, psikrofil, termofil.Mesofil adalah kelompok

bakteri yang dapat hidup pada suhu antara 25oC sampai 40oC.Sedangkan

psikrofil dibawah suhu 25oC.Sementara termofil yaitu bakteri yang dapat

hidup diantara suhu 50oC sampai 80oC.Namun kebanyakan bakteri dapat

hidup dalam suhu optimal 37oC (Vasanthakumari, 2007).

C. Reproduksi Kuman

1. Pembelahan

Umumnya kuman berkembang biak secara amitosis dengan membelah jadi

2 bagian (binary division). Waktu di antara 2 pembelahan disebut

generation time dan ini berlainan untuk tiap jenis kuman, bervariasi antara

20 menit sampai 15 jam. Sebagai contoh, Mycobacterium tuberculosis

mempunyai generation time 15 jam, tumbuhnya lambat.

2. Pembentukan Tunas/Cabang

Kuman membentuk tunas akan melepaskan diri dan membentuk kuman

baru. Reproduksi dengan pembentukan cabang didahului dengan

(28)

diri. Dapat dijumpai pada kuman dari famili Streptomyceteceae.

3. Pembentukan Filamen

Pada pembentukan filamen, sel mengeluarkan serabut panjang, filamen

yang tidak bercabang. Bahan kromosom kemudian masuk ke dalam

filamen. Filamen terputus-putus menjadi beberapa bagian. Tiap bagian

membentuk kuman baru. Dijumpai terutama dalam keadaan abnormal,

misalkan bila kuman Haemophilus influenzae dibiakkan dalam perbenihan

yang basah.

4. Reproduksi secara Seksual

Pembelahan kuman disini didahului oleh pelaburan bahan kromosom dari 2

kuman. Akibatnya adalah timbul sel-sel kuman dengan sifat-sifat yang

berasal dari kedua sel induknya. Reproduksi semacam ini hanya terjadi

antara kuman-kuman sejenis dari satu famili, misalnya Enterobacteriaceae,

antara Escherichia coli dengan Shigella dysenteriae, antara Escherichia

coli dengan Salmonella typhosa.Bila kuman ditanam dalam pembenihan

yang sesuai dan pada waktu-waktu tertentu ditinjau jumlah kuman yang

hidup, maka dapat dilihat suatu grafik yang dapat dibagi dalam 4 fase,

yaitu: (Chatim et al, 1994)

a. Fase penyesuaian diri (lag phase)

lag phase (2 jam) : kuman menyesuaikan diri terhadap keadaan

sekitarnya

b. Fase pembelahan (logarhytmik phase/exponential phase)

log phase (exponential phase) : kuman berkembangbiak secara

logaritmik sampai jam ke-10

c. Fase stasioner (stationary phase)

stationary phase : jumlah kuman relatif konstan

d. Fase kemunduran/penurunan (period of decline)

(29)

D. Patogenesis Infeksi

Patogenesis infeksi bakteri mencakup permulaan proses infeksi dan

mekanisme yang mengarah pada perkembangan tanda dan gejala penyakit. Ciri

bakteri yang patogen meliputi bersifat menular, melekat pada sel pejamu,

menghasilkan toksin, dan mampu menghindari sistem imun pejamu.Banyak

infeksi oleh bakteri yang secara umum dianggap patogen bersifaat tidak jelas atau

tidak menimbulkan gejala.Penyakit terjadi jika bakteri atau reaksi imunologi

terhadap keberadaan mereka menyebabkan cukup bahaya untuk orang tersebut

(Brooks et al, 2014).

Mekanisme Penyakit :

1. Akses ke pejamu yang rentan-transmisi

Organisme yang berbeda akan ditransmisi (ditularkan) dengan cara yang

berbeda pula. Pada beberapa kasus, strain epidemik mungkin ditransmisi

dengan lebih efisien atau mungkin dapat bertahan dari kesukaran

transmisi antar-pejamu dengan lebih efektif, sehingga menyebar dengan

lebih cepat. Organisme yang ditransmisi melalui rute fekal-oral

menginduksi muntah dan diare, dan karena itu akan mengkontaminasi

lingkungan dengan sejumlah besar sekret saluran gastrointestinal.

2. Perlekatan ke pejamu

Mikroorganisme harus melekatkan dirinya ke jaringan pejamu untuk

berkoloni pada tubuh; mikroorganisme yang berbeda memiliki strategi

dan mekanisme yang berbeda untuk melekat ke jaringan pejamu.

Distribusi reseptor yang dapat berinteraksi dengan organisme tertentu

menentukan organ yang terlibat. Beberapa bakteri memiliki mekanisme

yang mmbawanya untuk dapat mendekati epitel mamalia. Beberapa

bakteri membentuk biofilm polisakarida yang membantu kolonisasi

bakteri pada alat prostetik yang dipasang di dalam tubuh, seperti kateter.

(30)

bermacam-macam molekul pejamu yang mungkin terpajan akibat terjadi kerusakan

jaringan, berbagai strain Escherchia coli mengekspresikan fimbria atau

pili yang menyebabkan adhesi yang melibatkan manosa atau antigen grup

darah P, dan masing-masing menyebabkan infeksi saluran gastrointestinal

dan saluran kemih.

3. Invasi Mikroorganisme

memiliki strategi yang berbeda-beda dalam melintasi sawar mukosa atau

berbagai jenis membran sel. Begitu melewati sawar ini, mikroorganisme

tersebut harus mampu bertahan hidup dan bermultiplikasi saat

menginvasi pejamu. Beberapa bakteri seperti Helicobacter dan Neisseria

memproduksi protease IgA. Enzim ini memecah IgA dan karenanya

mampu mengatasi salah satu dari sistem pertahanan mukosa utama.

4. Motilitas

Kemampuan bergerak untuk mencari lokasi sumber makanan yang baru

atau sebagai respons terhadap sinyal kemotaktik secara potensial akan

meningkatkan patogenisitas. Vibrio cholerae bersifat motil karena

memiliki flagela-mutan yang tidak motil bersifat kurang virulen.

5. Evasi Imun

Untuk bertahan hidup dalam sel pejamu, patogen harus mengatasi

pertahanan imun pejamu. Bakteri saluran napas menyekresi protease IgA

yang mendegradasi immunoglobulin pejamu.Menghindari destruksi yang

dilakukan oleh fagosit pejamu adalah teknik evasi (penghindaran) yang

penting.

(31)

Toksin :

a. Endotoksin

Endotoksin menstimulasi makrofag untuk memproduksi

interleukin-1 (IL-interleukin-1) dan tumour necrosis factor (TNF), sehingga menyebabkan

demam dan syok.

b. Eksotoksin

Beberapa bakteri menyekresi eksotoksin yang menyebabkan

kerusakan setempat maupun jauh, biasanya dalam bentuk protein.

Banyak dari eksotoksin ini yang memiliki struktur subunit.

Umumnya satu jenis dari subunit ini memfasilitasi perlekatan atau

masuknya ke sel pejamu, sementara subunit lainnya memerantarai

terjadinya efek fisiologis. Toksin kolera merupakan contoh klasik di

mana subunit B terikat ke sel epitel dan subunit A mengaktivasi

adenilat siklase yang menyebabkan keluarnya natrium dan klorida

dari sel, sehingga menyebabkan diare.

Eksotoksin lain bertindak sebagai superantigen menyebabkan

aktivasi non-spesifik dari sel T; variasi struktur regio yang

kompatibel menyebabkan produksi sitokin inflamasi, yang pada

akhirnya menghasilkan efek fsiologis yang luas dengan demam,

syok, gangguan saluran gastrointestinal, dan ruam. Beberapa

eksotoksin memengaruhi sintesis protein sel pejamu, eksotoksin

lainnya memengaruhi sinyal neurologis atau neuromuskular.Pada

banyak kasus ditemukan bahwa antibodi terhadap toksin bersifat

memperbaiki efek fsiologis dari penyakit dan karenanya bersifat

memberi perlindungan. (Gillespie et al, 2007)

(32)

1. Staphylococcus

Adalah sel sferis gram-positif, biasanya tersusun dalam kelompok

ireguler seperti anggur.Organisme ini mudah tumbuh pada banyak jenis

medium dan aktif secara metabolis, memfermentasi karbohidrat dan

menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua

(Brookset al, 2014).

a. Staphylococcus Aureus

Spesies ini pernah dianggap sebagai satu-satunya patogen dari

genusnya. Pembawa S. aureus yang asimtomatik sering ditemukan, dan

organisme ini ditemukan pada 40% orang sehat, di bagian hidung, kulit,

ketiak, atau perineum.

Patogenesis :S. aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis

perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini

untuk membentuk barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki

reseptor terhadap permukaan sel pejamu dan protein matriks (misalnya

fibronektin, kolagen) yang membantu organisme ini untuk

melekat.Bakteri ini memproduksi enzim litik ekstraseluler (misalnya

lipase), yang memecah jaringan pejamu dan membantu invasi.

Beberapa strain memproduksi eksotoksin poten, yang menyebabkan

sindrom syok toksik. Enterotoksin juga dapat diproduksi, yang

menyebabkan diare.

Kepentingan klinis :S. aureus menyebabkan rentang sindrom infeksi

yang luas. Infeksi kulit dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembap

atau saat kulit terbuka akibat penyakit seperti eksim, luka pembedahan,

atau akibat alat intravena. Impetigo dapat muncul pada kulit yang sehat

: infeksi ditransmisikan dari orang ke-orang. Pneumonia akibat S.

aureus jarang terjadi, tetapi dapat terjadi setelah influenza.Pneumonia

(33)

mortalitas yang tinggi.Endokarditis akibat S. aureus juga berkembang

dengan cepat dan bersifat destruktif dan dapat terjadi setelah

penyalahgunaan obat intravena atau kolonisasi pada alat intravena.S.

aureus merupakan agen yang paling sering menyebabkan osteomielitis

dan artritis septik.

Diagnosis Laboratorium :S. aureus mudah tumbuh pada sebagian

besar media laboratorium. Bakteri ini toleran terhadap kadar garam

yang tinggi, sehingga media dapat dibuat secara selektif dengan cara

ini. Sebagian besar S. aureus memfermentasi manitol: gabungan

manitol dan pewarna indikator akan menyeleksi organisme ini untuk

subkultur.

Organisme diidentifikasi dengan adanya enzim koagulase, DNAase,

dan katalase, morfologi khas yang membentuk „klaster anggur‟ pada

pewarnaan Gram, dan uji biokimia.S. aureus dapat digolongkan dengan

menggunakan sifat-sifat litik dari serangkaian fag internasional atau

profil restriksi DNA.

b. Staphylococcus saprophyticus

Stafilokokus koagulase-negatif ini merupakan organisme tersering

yang menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita muda.Bakteri ini

dibedakan oleh resistensinya terhadap novobiosin. (Gillespieet al, 2007)

2. Streptococcus agalactiae

S. agalactiae merupakan residen normal vagina pada 5 – 25%

wanita(Brookset al., 2010). Bakteri ini juga sering sindrom gawat nafas

pada bulan pertama kehidupan neonatus (Brookset al, 2014).

(34)

Infeksi Enterobakter biasanya terjadi pada lingkungan rumah sakit,

namun ada juga beberapa spesies Enterobakter yang kurang berbahaya

yang bisa didapatkan dari lingkungan seperti air.Sumber infeksi

mikroorganisme ini bisa berasal dari endogen seperti saluran cerna,

saluran kemih, dan kolonisasi di kulit.Sama seperti Enterobactericeae

lainnya bakteri ini juga dapat dikultur di media agar McConkey atau EMB

dan hasil dari kultur bakteri ini akan menghasilkan koloni yang

memfermentasi laktosa (Brookset al, 2014).

4. Citrobacter spp.

Citrobacter adalah kelompok bakteri famili dari

Enterobactericeaeberbentuk batang dan menghasilkan warna merah muda

pada pewarnaan gram.Bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, dan

makanan, serta saluran pencernaan manusia dan juga hewan. Penelitian

menunjukkan bahwa dalamsampel urin individu yang memiliki infeksi

saluran kemih 5 – 12% disebabkan oleh spesies Citrobacter (Metriet al,

2013).

Selain menyebabkan infeksi saluran kemih, beberapa spesies Citrobacter

ada yang bisa menyebabkandiare seperti Citrobacter freundii (Bai et al.,

2011).

5. Proteus spp.

Proteus adalah bakteri garam negatif berbentuk batang famili

Enterobactericeae.Infeksi mikroba ini dapat ditemukan dalam kasus

infeksi saluran kemih, pneumonia, infeksi fokal, dan bisa terjadi

bakteremia.Bakteri ini menimbulkan infeksi pada manusia hanya jika

Proteus keluar dari saluran cerna (Brookset al, 2014).Proteus adalah flora

normal pada saluran pencernaan bersamaan dengan Klebsiella dan E.coli

(Struble, 2013). Urease yang dihasilkanya menyebabkan dihidrolisisnya

urea pada urin manusia menjadi ammonia sehingga pada pasien dengan

(35)

sebenarnya sering menyebabkan infeksi pada rumah sakit seperti pada

pasien ataupun pekerja medis.Namun ada juga spesies yang sangat banyak

menimbulkan infeksi di kalangan masyarakat (community-acquired)

seperti Proteus mirabilis.Untuk kepentingan diagnostik, proteus bisa

dibiakkan di agar MacConkey yang akan menghasilkan koloni yang

bergerombol dan motil (Struble, 2013).

6. Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif. Bakteri

biasanya dikultur pada media bernama Eosin Methylene Blue (EMB) dan

akan menghasilkan koloni berwarna logam mengkilap (metallic sheen).

Sama seperti beberapa famili Enterobacteriaceae lainnya, E.coli juga

memfermentasi laktosa dan pada hasil kultur akan mengasilkan gas dan

asam (Levinson, 2008).

Mikroorganisme yang satu ini cukup sering menyebabkan infeksi baik

infeksi saluran pencernaan maupun infeksi saluran kemih pada manusia.Di

Amerika Serikat yang paling sering menyebabkan diare adalah tipe

Enterotoxigenic E.coli. Selain dapat menyebabkan diare dan infeksi

saluran kemih, ada tipe lain dari E. coli ini yang bisa menyebabkan

sindrom penyakit, yaitu sindrom hemolitik-uremik yang disebabkan oleh

Shiga-toxin – producing E.coli(Rasko, et al., 2011).

Sementara untuk infeksi saluran kemih, kasus ini sering ditemukan pada

wanita dibandingkan pria.Hal ini dikarenakan jarak antara anus dan vagina

lebih dekat sehingga E.colidapat dengan mudah berpindah dari saluran

pencernaan ke uretra wanita dibandingkan dengan pria (Tanaghoet al,

2008).Saat setelah lahir, E. coli langsung berkoloni di saluran pencernaan

neonatus dan akan tetap tumbuh dsana untuk melakukan hubungan

mutualisme dengan manusia. Bakteri ini sebenarnya adalah bakteri

komensal, namun terdapat bukti bahwa jenis pathogen bakteri ini

(36)

hanya E. coli patogen saja yang dapat menyerang manusia, jenis

non-patogen juga bisa menjadi non-patogen dan dapat merusak mukosa saluran

pencernaan manusia (Migla et al, 2013).

2.2Perwarnaan Gram dan Kultur Bakteri

Salah satu tindakan penting yang perlu dilakukan dalam bidang kesehatan

terutama menyangkut mikroorganisme adalah melakukan identifikasi terhadap

mikrooganisme yang kita temukan seperti jenis bakteri, jamur, ataupun

virus.Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan kepada identifikasi terhadap

bakteri. Oleh karena itu hal yang akan dibahas adalah cara singkat dalam

mengidentifikasi bakteri, yaitu dengan cara pewarnaan gram dan kultur bakteri.

Untuk mengetahui bakteri apa yang kita dapat dari hasil swab yang kita

lakukan di suatu lokasi tertentu, tentu kita pertama melakukan teknik pewarnaan

yang disebut pewarnaan gram, yang merupakan identifikasi awal terhadap bakteri

sehinggal akan diketahui bakteri tersebut termasuk ke dalam golongan gram

negatif atau positif. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan pewarnaan

gram, yaitu:

1. Spesimen diusapkan di kaca objek lalu dikeringkan di atas api selama

beberapa detik

2. Lalu siram kaca objek dengan larutan kristal violet

3. Bilas dengan air mengalir

4. Tuangkan larutan iodin

5. Bilas dengan air mengalir

6. Tuangkan larutan aseton (30ml) dan alkohol (70ml) selama 10 – 30 detik

7. Bilas dengan air mengalir

8. Genangi sediaan dengan basic fuchsin (safranin) selama 10 – 30 detik

9. Bilas lagi dengan air dan keringkan

(37)

Hasil yang didapat dari pemeriksaan ini akan direpresentasikan sebagai bakteri

gram negatif atau gram positif. Namun untuk beberapa jenis bakteri, hasil yang

demikian belum cukup untuk mengetahui jenis bakteri yang ada di sediaan yang

kita periksa tersebut. Oleh karena itu, tahap selanjutnya yang bisa dilakukan untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai spesies bakteri tersebut adalah dengan cara

mengulturnya di media kultur yang cocok.

Media kulturmerupakan tempat menanam bakteri yang akan diidentifikasi.

Media ini berupa cairan atau jel yang telah ditambahi nutrient tertentu yang

diperlukan oleh bakteri yang dibuat di dalam sebuah wadah bernama piring petri.

Ada bermacam-macam jenis media kultur, tapi yang paling sering digunakan

adalah media agar darah, disebut juga media primer. Media ini mengandung darah

domba 5%.Kebanyakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif dapat tumbuh di agar

darah ini.Kemudian yang tak kalah penting adalah agar coklat yang terbuat dari

darah yang dihangatkan dengan atau tanpa tambahan suplemen.Beberapa bakteri

seperti Neisseria dan Haemophilus yang tidak dapat tumbuh di agar darah dapat

tumbuh di agar coklat. Selanjutnya untuk kultur bakteri usus yang berbentuk

batang dan gram negatif dapat digunakan media khusus seperti agar Eosin

Methylene Blue (EMB). Media ini merupakan media sekunder yang sering

digunakan oleh mikrobiologis (Brookset al, 2014).Ada beberapa jenis agar

lainnya yang bisa digunakan untuk identifikasi mikroba namun beberapa media

diatas adalah yang biasa digunakan dalam laboratorium mikrobiologi.

Adapun cara untuk mengultur bakteri adalah pertama menyediakan peralatan

terlebih dahulu berupa sengkelit (ose), api Bunsen, media kultur, serta spesimen

yang akan diperiksa. Cara selanjutnya adalah dengan mensterilkan sengkelit di

api Bunsen. Kemudian ambil spesimen menggunakan sengkelit dengan cara

mengusap. Lalu buat beberapa goresan di media kultur dan kemudian disimpan

untuk dilihat kemudian pertumbuhan koloni yang terjadi. Beberapa bakteri

menunjukkan koloni yang unik seperti E. coliakan menghasilkan warna logam

(38)

Streptococcus β-hemolyticusakan menghemolisis sempurna darah pada media agar darah, dan lain sebagainya (Brookset al, 2014).

Gambar 2.2. Pewarnaan Gram

Sumber :Alfred B. Cunningham, John E. Lennox, and Rockford J. Ross, Eds. 2001-2008

2.3Tindakan pencegahan infeksi

2.3.1 Cara pencegahan infeksi

1. Dekontaminasi

Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh staf

sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV)

dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang

menogntaminasi.

2. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa

endospora bakterial dari objek, dengan merebus menguapkan atau

memakai desinfektan kimiawi.

3. Pembersihan

(39)

darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang

sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang

menyentuh kulit atau menangani objek. Proses terdiri dari mencuci

sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air, membilas dengan air

bersih, dan mengeringkan.

Pembersihan penting karena :

a. sebuah cara yang efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme

pada peralatan dan istrumen tercemar, terutama endospora yang

menyebabkan tetanus.

b. tidak ada prosedur sterilisasi atau DTT yang efektif tanpa melakukan

pencucian terlebih dahulu (Porter 1987)

4. Sterilisasi

Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi,

dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap

tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilian kimiawi, atau

radiasi. (Tietjen et al, 2004)

2.3.2 Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan faktor intrinsik yang melekat pada

host.Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam

memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan

fisik dan psikologis (Wartonah, 2010). Tujuan personal hygiene adalah untuk

memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat

kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri

sendiri maupun orang lain.

A.Faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene

(40)

1. Budaya

Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan

bahwa saat individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat

memperparah sakitnya.

2. Status Sosial-Ekonomi

Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana

dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi,

serta perlengkapan mandi yang cukup (misalnya; sabun, sikat gigi,

shampo, dan lain-lain). Hal tersebut membutuhkan biaya, dengan kata

lain, sumber keuangan individu akan berpengaruh pada

kemampuannya mempertahankan personal hygiene yang baik.

3. Tingkat Pengetahuan atau Perkembangan Individu

Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada

kualitas diri orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang

lebih baik. Pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan

individu, sebagai contoh, agar terhindar dari penyakit kulit, maka harus

mandi dengan bersih setiap hari.

4. Status Kesehatan

Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu

dalam melakukan perawatan diri. Hal ini tentunya berpengaruh pada

tingkat kesehatan individu. Individu akan semakin lemah dan jatuh

sakit.

5. Kebiasaan

Kebiasaan individu dalam menggunakan produk-produk atau

benda tertentu dalam melakukan perawatan diri, misalnya

menggunakan showers, sabun orang lain, pakaian atau handuk orang

lain dapat menimbulkan penularan penyakit.

6. Cacat Jasmani/Mental Bawaan

Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan

individu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.(Alimul,

(41)

2.3.3 Sanitasi Lingkungan

Menurut Notoadmojo (2003), sanitasi lingkungan adalah status kesehatan

suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan

air bersih, dan sebagainya. Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus

dicapai dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan

lingkungan.Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi

elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Menurut Entjang (2000), personal

hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologi,

sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan

yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki

atau dihilangkan. Perilaku yang kurang baik dari manusia akan mengakibatkan

perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi lingkungan yang

dapat menyebabkan timbulnya penyakit.

2.4Toilet

2.4.1 Pengertian

Menurut kamus besar bahasa indonesia :

toilet/toi·let / /toilét/ n

1. tempat cuci tangan dan muka;

2. kamar kecil (kakus); kertas -- , (gulungan) kertas yg dipakai di kamar

kecil

3. peranti untuk berhias, spt bedak, cermin, dan sikat rambut; kamar

rias; meja rias (dng cermin besar)

Toilet merupakan salah satu sarana sanitasi yang paling

vital.(Bagiastra,2013)

2.4.2 Macam-Macam Toilet

(42)

Di negara maju, hampir semua tempat tinggal memiliki paling

sedikit sebuah toilet.Toilet di tempat tinggal pribadi umumnya tidak

dipisahkan menurut jenis kelamin.Toilet dapat berada satu ruangan

dengan tempat mandi, dapat pula tidak.Di India baru-baru ini

disarankan agar semua perempuan wajib memiliki toilet.

2. Toilet Umum

Toilet Umum adalah salah satu sarana sanitasi yang dirancang

khusus lengkap dengan kloset, persediaan air dan perlengkapan lain

yang bersih, aman dan higienis dimana masyarakatdi tempat-tempat

domestik, komersial maupun publik dapat membuang hajat serta

memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis lainnya. Sarana

toilet umum merupakan salah satu jenis toilet yang diperuntukkan

untuk masyarakat umum yang berkunjung ke suatu tempat.Sering kali

disebutkan bahwa toilet umum adalah toilet ketika jauh dari rumah.

Dengan demikian pengguna toilet umum akan sangat beragam dan

senantiasa berganti. Sebagai akibatnya, toilet merupakan tempat yang

potensial sebagai sarana penyebaran penyakit bila sanitasi dan

higiene-nya tidak dipelihara dengan baik.(Bagiastra, 2013)

2.4.3 Kelengkapan Toilet Umum

Kelengkapan toilet umum adalah sebagai berikut :

1. Kloset :

a. Kloset Duduk

Kloset yang digunakan dengan cara mendudukinya untuk buang air

besar yang memiliki fasilitas untuk menyiram buangan setelah digunakan

adalah jenis toilet yang paling umum di Barat kloset yang digunakan

dengan cara mendudukinya untuk buang air besar) yang memiliki fasilitas

untuk menyiram buangan setelah digunakan adalah jenis toilet yang paling

(43)

b. Kloset Jongkok

Kloset yang digunakan dengan cara berjongkok di atasnya untuk

buang air besar cukup lazim di Asia Tenggara, Asia Timur (Republik

Rakyat Tiongkok dan Jepang), India, serta masih dapat dijumpai pada

toilet umum di Eropa selatan dan timur (termasuk

sebagian Perancis, Yunani, Italia, negara-negara Balkan, dan negara

bekas Uni Soviet).

2. Air dan perlengkapannya (kran, gayung)

3. Tempat sampah (khusus pembalut dan khusus sampah tissue)

4. Ruangan buang air kecil dan air besar (kloset dan bak)

5. Ruangan cuci tangan dan cuci muka (westafel dan cermin)

(44)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit dapat tertular melalui apapun seperti penemuan pertama oleh

Hipocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran modern,

telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang

bersifat spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit,

Ia mengemukakan teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa:

1. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan

2. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal

seseorang. Teori itu dimulai dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places”.

Hiprocates mengatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh lingkungan

terutama air, udara, tanah, cuaca. (Juli Soemirat, 2010)

Peningkatan kepadatan populasi penduduk di dunia membuat kecenderungan

terjadinya penularan penyakit dari satu orang atau kelompok ke orang atau

kelompok lain semakin meningkat. Penularan penyakit bisa terjadi melalui

berbagai cara antara lain melalui udara, makanan, minuman, tangan yg

dimasukkan kedalam mulut atau menyentuh makanan (Sherifa M. M. Sabra,

2013).

Sampai saat ini orang-orang telah banyak mengenal berbagai macam

penularan penyakit serta kiat-kiat mengatasi penularan penyakit.Namun dalam

beberapa hal mungkin tidak terduga oleh masyarakat yaitu ada beberapa lokasi

atau tempat di mana penularan penyakit kadang terabaikan oleh mereka.Misalnya

adalah lingkungan dalam rumah atau bisa juga public restroom atau yang biasa

kita kenal dengan toilet (Gilbertoet al, 2011).

Toilet merupakan salah satu tempat yang dapat menyebabkan terjadinya

(45)

pembersihan bagian-bagian tubuh yang kotor serta mengandung kuman

(Bagiastra, 2013).

Public restroom atau toilet menunjukkan situasi yang lebih memungkinkan

untuk terdapatnya berbagai macam mikroba sehingga kecenderungan untuk

menularkan kepada orang lain lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena toilet

digunakan oleh banyak komunitas dengan berbeda latarbelakang dan sikap peduli

kebersihannya (Gilberto et al, 2011).

Berdasarkan World Toilet Organization (WTO) sekitar 700.000 anak

meninggal setiap tahunnya karena diare yang disebabkan oleh buruknya sanitasi

dan air yang tidak bersih.Bukan hanya itu sebuah penelitian yang publikasi di

New York menyebutkan bahwa dari penelitian terhadap toilet umum di beberapa

bandara di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 89% dari

sampel positif Human Papilloma Virus (HPV).Selain itu juga terdapat kuman

MRSA(Methicillin-ResistantStaphylocoocus Aureus) pada beberapa dudukan

toilet pasien rawat jalan di rumah sakit (Giannini, Nance, & McCullers, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sherifa M. M. S (2013), terdapat

beberapa jenis bakteri yang biasanya terdapat di toilet yaitu Staphylocoocus

aureus 30,1%, Kliebsella pneumonia 25,7%, E. coli 16%, Enterobacter spp.

11,2%, Citrobacter spp. 7,1%, Pseudomonas aeruginosa 5,9% dan Proteus spp.

4,5%. Sementara itu dalam Gilberto et al(2011) melaporkan beberapa bakteri

yang pada umumnya terdapat di toilet adalah Propionibacteriaceae,

Corynebacteriaceae, Staphylococcaceae, Lactobacillaceae, Clostridiales,

Cyanobacteria, dll. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan bagi

masyarakat oleh karena terdapat system pembersihan yang biasanya dilakukan

oleh petugas, tetapi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa bakteri bisa tumbuh

dan menetap di toilet dalam jangka waktu yang lama meskipun telah disiram atau

dibersihkan dengan cairan antimikroba ( Sherifa M. M. S., 2013).

Untuk menangani kasus-kasus seperti di atas, diperlukan hygiene, sanitasi dan

usaha kebersihan pada setiap petugas kebersihan maupun pengguna toilet. Pada

hakikatnya “Hygiene” dan “Sanitasi” mempunyai pengertian dan tujuan yang

(46)

2010) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan

timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri sebagai

penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan masalah

kebersihan untuk mencapai kesehatan”.

Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci

tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi

kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi

keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Gea (2009:19)

sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih

untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar tidak dibuang sembarangan.

Dari beberapa faktor di atas harus kita waspadai bahaya penularan

penyakit yang bisa terjadi lewat apa saja, kapan saja, di mana saja, dan siapa saja.

Ditambah dengan prevalensi kejadian yang belum diketahui di Indonesia

khususnya di toilet lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.Oleh karena itu peneliti ingin mencari tahu apa-apa saja bakteri yang

terdapat pada toilet umum di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Dengan usaha pembersihan toilet melalui sanitasi tersebut apakah bakteri

yang ada pada toilet semakin berkurang dan dapat mengurangi resiko terjadinya

penyakit yang terjadi lewat toilet di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang ramai dengan seluruh civitas akademik yang akan lebih

(47)

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran bakteri di dudukan kloset pada toilet umum yang

ada di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

sebelum dan sesudah dibersihkan?

1.3TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Mengetahui gambaran bakteri yang terdapat pada dudukan kloset

sebelum dan sesudah dibersihkan di toilet umum yang ada di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan kultur bakteri untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang

terdapat pada dudukan kloset di toilet sebelum dibersihkan.

2. Melakukan kultur bakteri untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang

terdapat pada dudukan kloset di toilet sesudah dibersihkan.

1.4Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi pembaca untuk mengetahui bakteri apa saja yang

ada pada dudukan kloset di toilet pada sebelum dan sesudah dibersihkan.

2. Sebagai antisipasi untuk pencegahan penularan penyakit di toilet umum

maupun sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya.

3. Menanamkan rasa kebersihan pada setiap orang yang memakai toilet

(48)

ABSTRAK

Dudukan kloset adalah tempat yang termasuk dalam kelengkapan toilet umum dan tempat yang paling sering digunakan oleh masyarakat saat menggunakan toilet. Penggunaan toilet umum terutama dudukan kloset dengan bergantian oleh masyarakat dan dengan latar belakang masyarakat yang berbeda, dapat menjadi media tempat hidup bakteri dan media penularan penyakit, tetapi selama ini dudukan kloset menjadi hal yang terabaikan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar masyarakat lebih peduli dengan media-media yang memungkinkan terdapat bakteri dan sebagai tempat penularan penyakit.

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran bakteri yang terdapat pada toilet umum yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2015. Populasi adalah dudukan kloset pada toilet umum di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 30. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dengan besar sampel 30.

Melalui analisis pada 30 hasil swab, didapatkan hasil penelitian yaitu gambaran jenis bakteri yang didapat dari dudukan kloset sebelum dibersihkan adalah 13 Eschericia coli dan 2 Klebsiella sp., pada dudukan kloset sesudah dibersihkan adalah 9 Eschericia coli, 2 Klebsiella sp., 2 Bacillus subtilis, 1 Proteus sp., dan 1 Pseudomonas aeruginosa.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa gambaran jenis bakteri dari keseluruhan yang paling banyak ditemukan adalah bakteri Eschericia coli yaitus ebanyak 22 (73,3%), lalu bakteri Klebsiella sp. sebanyak 4 (13.3%), 2 bakteri B. subtilis (6.7%), dan yang paling sedikit yaitu bakteri Proteus sp. sebanyak 1 (3.3%), dan juga bakteri Pseudomonassp. sebanyak 1 (3.3%).

Gambar

GAMBAR PENELITIAN
Tabel 5.1 Hasil Pewarnaan GramPada Dudukan Kloset Sebelum dan Sesudah Dibersihkan
Tabel 5.2 Bakteri yang Tumbuh pada Media Selektif pada Dudukan Kloset Sebelum dan Sesudah Dibersihkan
Tabel 5.3 Bakteri pada Identifikasi Biokimia pada Dudukan Kloset Sebelum dan Sesudah Dibersihkan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi yang berhubungan dengan

Dalam hal ini perlu dilakukan upaya untuk manyakinkan masyarakat tentang partisipasi dalam pembangunan yang sangat memerlukan adanya komunikasi antara pemerintah dengan

location information to improve decision making and community outcomes. These figures cannot be extrapolated to the whole of Australia. GA as the National Mapping

(4) Pedoman mengenai kegiatna pengerukan, reklamasi, salvage dan kegiatan pekerjaan di bawah air di daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan

• was shown to match the North, East and Down position computed using the ASB network Carrier Phase DGNSS processing for 100 airborne data sets to an accuracy of 0.021m, 0.020

There are multiple methods of segmentation and classification of urban point clouds, but we can at first distinguish between meth- ods using a 2D information (either by projecting

In this investigation, Oscar coast area in Graham Land, Antarctic Peninsula (AP) was selected to conduct a remote sensing study using Landsat-7 Thematic Mapper (TM),

[r]