PRARANCANGAN PABRIK STIRENA DENGAN
PROSES DEHIDROGENASI ETILBENZENA
KAPASITAS 60.000 TON/TAHUN
TUGAS AKHIR
Arum Sari (I.0505001)
Mellyza C. (I.0505041)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stirena (C
6H
5C
2H
3) merupakan salah satu produk senyawa aromatik
monomer yang saat ini semakin dibutuhkan. Hal ini terutama disebabkan oleh
semakin meningkatnya permintaan produk – produk plastik yang menggunakan
bahan dasar stirena. Kegunaan utamanya sebagai zat antara (
intermediet
) untuk
pembuatan senyawa kimia lainnya dan untuk memperkuat industri hilir seperti
:
PolyStyrene (PS)
,
Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS)
,
Styrene Acrylonitrile
(
SAN
),
Styrene Butadiena Latex (SBL)
,
Styrene Butadiene Rubber (SBR),
Unsaturated Polyester Resins (UPR)
. Kebutuhan dunia akan stirena tiap tahunnya
mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan kebutuhan sebagai bahan baku
untuk polystirena (+50%), ABS (+ 11 %), SAN (+ 1 %), SBR (+ 15 %), SBL (+
12%), UPR (+ 11%) (anonim,2009).
Meningkatnya permintaan dunia akan stirena selalu diikuti dengan
peningkatan produksi pabrik stirena, namun produksi stirena di dalam dunia
belum mampu sepenuhnya memenuhi konsumsi dunia akibat keterbatasan
kapasitas pabrik yang telah berdiri. Khususnya di Asia Tenggara masih terdapat
beberapa negara yang kekurangan akan stirena. Sedangkan di Indonesia,
Untuk prospek ekspor pasar produk stirena untuk kawasan Asia masih
cukup menjanjikan dengan negara tujuan ekspor adalah Malaysia, Thailand dan
Filipina. Hal ini tentunya memberikan dampak positif terhadap peningkatan
devisa bagi negara.
Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a.
Pendirian pabrik stirena dapat diproyeksikan untuk orientasi ekspor mengingat
kebutuhan dalam negeri telah dapat dipenuhi oleh PT. Styrindo Mono
Indonesia.
b.
Mendukung berkembangnya pabrik hilir industri lain yang menggunakan
stirena sebagai bahan pembantu maupun bahan baku.
c.
Membuka kesempatan lapangan kerja baru sehingga dapat menurunkan
tingkat pengangguran di Indonesia.
Dengan mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas
maka pendirian pabrik stirena di Indonesia dipandang masih cukup strategis.
1.2. Kapasitas Rancangan.
Dalam menentukan kapasitas produksi yang menguntungkan digunakan
beberapa pertimbangan, yaitu:
1)
Ketersediaan bahan baku.
2)
Kapasitas minimum pabrik.
3)
Data impor stirena di negara tujuan ekspor (Malaysia, Filipina, dan
1.2.1 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan faktor yang sangat penting untuk kelangsungan
produksi suatu pabrik dilihat dari ketersediaan maupun kontinuitasnya. Bahan
baku pembuatan stirena adalah etilbenzena yang diperoleh dari PT Styrindo Mono
Indonesia ( PT SMI ) yang berlokasi di Serang, Banten dengan kapasitas
penjualan etilbenzena sebesar 150.000 ton/tahun. Sedangkan kebutuhan untuk
produksi stirena pada pabrik yang akan didirikan sebesar 65.000 ton/tahun.
Dengan alokasi sebesar 45% dari total kapasitas etilbenzena yang dijual oleh PT
SMI diharapkan dapat menjamin ketersediaan dan kontinuitas bahan baku.
Sedangkan untuk bahan pendukung lainnya seperti katalis Fe
2O
3diperoleh dengan
mengimpor dari Chemsource Enterprice,Pte, Ltd, Singapura.
1.2.2 Kapasitas Minimum Pabrik
Untuk menentukan kapasitas pabrik yang akan didirikan harus
memperhatikan kapasitas pabrik sejenis dalam skala komersial yang sudah
dibangun. Daftar pabrik stirena beserta lokasi dan kapasitas produksinya disajikan
Tabel 1.1 Daftar Pabrik Stirena beserta Lokasi dan Kapasitas Produksinya
No
Pabrik dan Lokasi
Kapasitas
(Ton/Tahun)
Proses
1
Chevron (St. James, La)
974.000
dehidrogenasi
2
Dow (Freeport, Texas)
644.000
dehidrogenasi
3
Sterling (Texas)
770.000
dehidrogenasi
4
Westlake (Lake Charles, La)
220.000
dehidrogenasi
5
Lyondell/Bayer (Roterdam, Bld)
640.000
oksidasi
6
CSPC (Guangdong, China)
560.000
oksidasi
7
Jilin Chemical (China)
140.000
dehidrogenasi
8
Guangzhou Petrochemical (China)
80.000
dehidrogenasi
9
Lanzhou Petrochemical (China)
30.000
dehidrogenasi
10
Panjin Chemical (China)
60.000
dehidrogenasi
11
Fushun Petrochemical (China)
40.000
dehidrogenasi
12
Dallian Petrochemical (China)
60.000
dehidrogenasi
13
Mitshubishi Chemical (Khasima, Japan)
400.000
dehidrogenasi
14
Asahi (Mizushima, Japan)
150.000
dehidrogenasi
15
Styrindo Mono Indonesia ( Indonesia)
200.000
dehidrogenasi
16
Idemitsu Stirena (Malaysia)
220.000
dehidrogenasi
17
Ellba Eastern (Singapura)
550.000
oksidasi
18
Seraya Chemical (Singapura)
315.000
oksidasi
19
Thai Petrochemical (Thailand)
150.000
dehidrogenasi
Sumber : CMAI,2008
Berdasarkan tabel 1.1 di atas pabrik stirena kapasitas minimum yang
pernah dibangun adalah Lanzhou Petrochemical (China) dengan kapasitas sebesar
30.000 ton/tahun dan pabrik stirena dengan kapasitas terbesar adalah Chevron
Indonesia sendiri saat ini hanya satu yaitu PT. Styrindo Mono Indonesia dengan
kapasitas 200.000 ton/tahun. Kapasitas pabrik yang didirikan direncanakan
sebesar 60.000 ton/tahun.
1.2.3 Data Impor Stirena di Negara Tujuan Ekspor
( Malaysia, Filipina, dan Thailand)
Stirena yang dihasilkan ditujukan untuk orientasi kebutuhan ekspor
dengan mengambil pasar di Asia Tenggara dengan negara tujuan Malaysia,
Filipina dan Thailand. Impor stirena di negara tujuan ekspor disajikan pada
tabel1.2 :
Tabel 1.2 Data Impor Stirena di Negara Tujuan Ekspor
Impor (ton)
Tahun
Malaysia Filipina Thailand
2004
43.019
66.853
27.988
2005
37.468
87.866
27.395
2006
44.781
107.026
30.167
2007
Gambar 1.1 Grafik Kebutuhan Stirena di Malaysia, Filipina dan Thailand
Tahun 2004 – 2007
Pada tabel 1.2 dapat diketahui bahwa impor stirena di negara Malaysia,
Filipina dan Thailand mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan
ini menunjukkan bahwa kebutuhan stirena di negara-negara tersebut semakin
meningkat dari tahun ke tahun.
Dari grafik gambar 1.1 dapat dilakukan pendekatan regresi linear, sehingga
dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
y
1= 2.285 x – 4.539.201
y
2= 11.429 x – 22.830.782,5
y
3= 533,7 x – 1.041.737,1
dengan : y
1= jumlah kebutuhan stirena di Malaysia (ton/tahun)
y
2= jumlah kebutuhan stirena di Filipina (ton/tahun)
x = tahun ke
Jadi dapat diperkirakan kebutuhan stirena di negara Malaysia, Filipina dan
Thailand pada tahun 2014 sebesar 62.789 ton, 187.223,5 ton, 33.134,7 ton
sehingga dapat diketahui adanya kekurangan akan stirena yang besar.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka direncanakan
pabrik stirena akan mulai produksi pada tahun 2014 dengan kapasitas 60.000
ton/tahun dan diharapkan akan dapat memenuhi sebagian kekurangan konsumsi
negara Malaysia, Filipina dan Thailand akan stirena pada tahun 2014.
Pertimbangan di atas berdasarkan bahan baku yang tersedia masih mencukupi
yaitu sebesar 45 % dari kapasitas total etilbenzena yang dijual oleh PT. Styrindo
Mono Indonesia. Penentuan kapasitas ini juga berdasarkan pertimbangan
kapasitas pabrik yang telah didirikan serta kebutuhan pasar akan stirena.
1.3. Penentuan Lokasi Pabrik
Pemilihan lokasi pabrik merupakan hal yang sangat penting dalam setiap
perancangan suatu pabrik karena menyangkut kelangsungan dan keberhasilannya,
baik dari segi ekonomi maupun teknis. Orientasi perusahaan dalam menentukan
lokasi pabrik pada prinsipnya ditentukan berdasarkan pertimbangan pada letak
geografis, teknis, ekonomis dan lingkungan. Dari pertimbangan tersebut lokasi
pabrik dari prarancangan pabrik stirena ini dipilih kawasan industri Pulo Ampel di
daerah Serang, Banten yang dekat dengan daerah penghasil bahan baku dengan
A. Faktor Primer
a.
Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan suatu pabrik
untuk beroperasi sehingga pengadaannya harus benar-benar diperhatikan.
Sehingga diutamakan lokasi pabrik yang akan didirikan dekat dengan bahan baku.
Hal ini dapat mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan serta mengurangi
investasi pabrik. Lokasi pabrik yang dipilih adalah kawasan industri Pulo Ampel
di daerah Serang, Banten. Bahan baku etilbenzena yang digunakan diperoleh dari
PT. Styrindo Mono Indonesia (PT. SMI) yang juga terletak di Serang, Banten.
b.
Transportasi
Transportasi bahan baku menuju Pulo Ampel cukup mudah, mengingat
fasilitas jalan tol Merak – Jakarta – Cikampek cukup memadai dan fasilitas umum
transportasi seperti pelabuhan dan bandara tersedia dekat lokasi pabrik sehingga
baik transportasi bahan baku maupun pemasaran hasil produksi untuk luar negeri
tidak mengalami kesulitan. Banten mempunyai pelabuhan Merak, pelabuhan
Ciwandan ,juga terdapat dermaga khusus (Dersus) di daerah Anyer dan di daerah
Karangantu, Serang.
B. Faktor Sekunder
a. Tenaga Kerja dan Tenaga Ahli
Area kawasan industri Pulo Ampel berlokasi tidak jauh dari wilayah
nonformal sehingga memiliki potensi tenaga ahli maupun non ahli baik dari segi
kualitas maupun kuantitas. Dengan didirikannya pabrik ini maka akan mengurangi
tingkat pengangguran baik dari penduduk sekitar ataupun penduduk urban.
b. Kebijakan Pemerintah dan Keadaan Masyarakat
Pendirian suatu pabrik perlu mempertimbangkan kebijakan pemerintah
yang terkait didalamnya. Kebijakan pengembangan industri dan hubungannya
dengan pemerataan kerja dan hasil-hasil pembangunan. kawasan industri Pulo
Ampel merupakan daerah yang telah disiapkan untuk kawasan industri sehingga
sudah sesuai dengan kebijakan dari pemerintah.
c. Utilitas
·
Penyediaan Energi
Kawasan industri Pulo Ampel menyediakan fasilitas berupa fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan listrik dari PLTU Sulfindo dengan kapasitas 1050 MW yang
mampu mensuplai kebutuhan tenaga listrik pabrik serta menggunakan
generator
yang dibangun sendiri sebagai cadangan.
·
Penyediaan Air
Kebutuhan air pabrik meliputi air pendingin proses, air umpan
boiler
, air
konsumsi umum dan sanitasi serta air pemadam kebakaran diperoleh dari PT.Sauh
Bahtera Samudera yang berada di kawasan industri.
·
Penyediaan
Steam
Kebutuhan
steam
sebagai media pemanas pada
reboiler
dipenuhi oleh
·
Penyediaan Udara Tekan
Penyediaaan udara tekan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
instrumentasi, untuk penyediaan udara tekan di bengkel, dan untuk kebutuhan
umum yang lain.
·
Penyediaan Bahan Bakar
Kebutuhan bahan bakar untuk kebutuhan
generator
yang berupa IDO
(Industrial Diesel Oil)
dapat diperoleh dari Pertamina.
·
Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik berupa limbah cair yang diolah terlebih
dahulu di unit pengolahan limbah cair kemudian dibuang.
Peta Lokasi
LOKASI
Gambar 1.2 Lokasi Rencana Pendirian Pabrik
1.4. Tinjauan Pustaka
1.4.1. Pemilihan Proses
Macam–macam Proses Pembuatan Stirena
1. Dehidrogenasi Katalitik
Dehidrogenasi katalitik adalah reaksi langsung dari etilbenzena menjadi
stirena, cara tersebut adalah proses pembuatan stirena yang banyak dikembangkan
dalam produksi komersial. Reaksi terjadi pada fase uap dimana gas umpan
melewati katalis Fe
2O
3padat. Reaksi bersifat endotermis dan merupakan reaksi
kesetimbangan (Mc. Ketta, 1980). Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH
2CH
3↔
C
6H
5CH = CH
2+ H
2Diperoleh yield yang rendah jika reaksi ini berlangsung tanpa menggunakan
katalis. Temperatur reaktor 537–665
0C pada tekanan 0,27-1,3 atm (US Patent
6.096.937). Konversi etilbenzena mencapai 97% (Wenner Dybdal, 1948) dengan
selektivitas pembentukan stirena 93-97% (Mc. Ketta, 1980).
2. Oksidasi Etilbenzena
Menurut Kirk Othmer (1994), proses ini ada dua macam yaitu dari Union
Carbide dan Halogen Internasional. Proses dari Union Carbide mempunyai dua
produk yaitu stirena dan acetophenon. Menggunakan katalis acetate diikuti
dengan reaksi reduksi menggunakan katalis chrome-besi-tembaga kemudian
dilanjutkan dengan reaksi hidrasi alkohol menjadi stirena dengan katalis titania
Reaksi yang terjadi berturut – turut adalah sebagai berikut :
C
6H
5CH
2CH
3+ O
2→
C
6H
5COCH
3+ H
2O
C
6H
5COCH
3+ CH
2CHCH
3→
H
2COCHCH
3+ C
6H
5CH(OH)CH
3C
6H
5CH(OH)CH
3→
C
6H
5CH = CH
2+ H
2O
Kekurangan proses ini adalah terjadinya korosi pada tahap oksidasi. Proses
Halogen Internasional menghasilkan stirena dan propilenaoxide. Yaitu proses
mengoksidasi etilbenzena menjadi etilbenzena hidroperoxide kemudian
direaksikan dengan propilena membentuk propilenaoxide dan
α
-phenil-etilalkohol
kemudian didehidrasi menjadi stirena.
Perbandingan kedua proses disajikan pada tabel 1.3. Dari uraian proses
pembuatan stirena tersebut, maka pabrik stirena dirancang dengan proses
dehidrogenasi katalitik dengan menggunakan katalis Fe
2O
3dengan alasan sebagai
berikut :
1.
Proses dehidrogenasi adalah proses yang paling sederhana.
2.
Proses dehidrogenasi katalitik yang paling banyak dipakai secara komersial.
3.
Hasil samping berupa toluena dan benzena bisa dijual sehingga dapat
menambah keuntungan.
4.
Tekanan yang digunakan rendah, sehingga lebih aman.
5.
Selektivitas tinggi, sehingga pembentukan produk utama akan semakin besar.
Tabel 1.3 Perbandingan Proses Dehidrogenasi dan Oksidasi Etilbenzena
Parameter
Proses Dehidrogenasi
1.4.2. Tinjauan Proses Dehidrogenasi Secara Umum
Dehidrogenasi adalah salah satu reaksi yang penting dalam industri kimia
meskipun penggunaannya relatif sedikit bila dibandingkan dengan proses
hidrogenasi. Reaksi dehidrogenasi adalah reaksi yang menghasilkan komponen
yang berkurang kejenuhannya dengan cara mengeliminasi atom hidrogen dari
suatu senyawa menghasilkan suatu senyawa yang lebih reaktif. Pada prinsipnya
semua senyawa yang mengandung atom hidrogen dapat dihidrogenasi, tetapi
umumnya yang dibicarakan adalah senyawa yang mengandung carbon seperti
hidrokarbon dan alkohol. Proses dehidrogenasi kebanyakan berlangsung secara
endotermis yaitu membutuhkan panas.
Dehidrogenasi adalah reaksi yang bersifat endotermis yaitu membutuhkan
panas untuk terjadinya reaksi dan suhu yang tinggi diperlukan untuk mencapai
konversi yang tinggi pula. Reaksi dehidrogenasi yang sering digunakan dalam
skala besar adalah dehidrogenasi etilbenzena menjadi stirena.
Reaksi pembentukan stirena dari etilbenzena :
C
6H
5CH
2CH
3C
6H
5CH= CH
2+ H
2Pada umumnya reaksi dehidrogenasi terhadap senyawa hidrokarbon
membutuhkan temperatur tinggi agar tercapai kesetimbangan dan kecepatan
reaksi yang lebih sehingga proses ini dapat berlangsung dengan baik pada fase
gas. Reaksi dehidrogenasi dalam fase gas hanya sesuai dilakukan pada senyawa
hidrokarbon tertentu. Senyawa tersebut harus mempunyai stabilitas termal yang
Reaksi dehidrogenasi merupakan reaksi endotermis. Panas untuk reaksi
ditambahkan melalui pipa-pipa dan pemanasan umpan. Proses dehidrogenasi ini
membutuhkan
supplay
panas untuk menjaga suhu reaksi. Pemilihan katalis
didasarkan atas kondisi reaksi yang bersifat
highly endothermic
. Katalis yang
digunakan adalah Fe
2O
3yang cocok digunakan pada reaksi suhu tinggi (550–
670
oC). Katalis menurun keaktifannya seiring dengan berkurangnya umur hidup
katalis sehingga secara periodik perlu dilakukan regenerasi katalis (Ullmans,
1989).
1.4.3. Sifat Fisis dan Kimia Senyawa yang Terlibat
1.
Bahan Baku :
A.
Etilbenzena
Sifat Fisis (Ullman’s,2002) :
§
Wujud
§
Berat Molekul
§
Densitas pada 25 °C
§
Titik beku
§
Titik didih pada 1 atm
§
Kelarutan dalam air
§
Faktor aksentrik
§
Kompresibilitas kritis
§
Flash point
§
Refraktif indeks pada 25 °C
§
Surface tension
Sifat Kimia (Ullman’s,2002) :
1.
Reaksi Dehidrogenasi
Proses ini dilakukan pada fase gas dengan katalis Fe
2O
3dan
membutuhkan panas.
Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH
2CH
3→
C
6H
5= CH
2+ H
2∆
H (650 °C) = 117,44 kJ/mol
Etilbenzena Stirena Hidrogen
2.
Reaksi Oksidasi
Reaksi oksidasi menghasilkan etilbenzena hidroperokside .
Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH
2CH
3+ O
2→
C
6H
5CH(OOH)CH
3Reaksi fase cair dengan udara digelembungkan melalui cairan
terhadap katalis. Hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak
stabil, maka kemungkinan kenaikan temperatur harus dihindari
karena akan terjadi dekomposisi. Polietilbenzena merupakan
3.
Reaksi Hidrogenasi
Dapat terjadi dengan bantuan katalis Ni, Pt, atau Pd menghasilkan
etilsiklohexana.
Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH
2CH
3+ 3H
2→
C6H11C
2H
5Etilbenzena Etilsiklohexana
4.
Reaksi Halogenasi
Dapat terjadi dengan adanya bantuan panas atau cahaya.
Reaksi yang terjadi :
2C
6H
5CH
2CH
3+ Cl
2→
C
6H
5CH-ClCH
3+ C
6H
5CH
2Cl
Etilbenzena 1-chloro-2phenilethana 2-chloro phenilethana
2. Produk : Stirena
Sifat Fisis (Ullman’s,2002) :
§
Wujud
§
Kelarutan dalam air
§
Panas pembakaran 25°C
§
Panas pembentukan gas (25
0C)
§
Panas penguapan 25°C
§
Faktor aksentrik
Sifat Kimia (Ullman’s,2002) :
1.
Polimerisasi stirena menjadi polivinilbenzena
Reaksi yang terjadi :
nC
6H
5CH = CH
2+ O
3→
(CHCH
2)
n-C
6H
52.
Stirena ditambah ozon menjadi benzaldehida
Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH = CH
2+ O
2→
C
6H
5CHO
3.
Alkilasi stirena dengan methanol menjadi metilether
Reaksi yang terjadi :
C
6H
5CH = CH
2+ CH
3OH
→
C
6H
5-CH(OCH
3)CH
33. Produk Samping
A. Benzena
Sifat Fisik (Kirk Othmer, 1983) :
§
Wujud pada 25
oC
: cair
§
Berat molekul
: 78,114 gram / mol
§
Berat jenis
: 0,8729 gram/cm
3§
Tekanan uap pada 25
oC
: 873,700 kPa
§
Viskositas pada 25
oC
: 0,6071 cp
§
Tegangan permukaan pada 25
oC
: 28,180 dyne/cm
§
Temperatur kritis
: 289,0
oC
§
Tekanan kritis
: 48,6 atm
§
Flash point
: -11,1
oC
§
Panas pembentukan
: 48,66 kJ/gmol
§
Panas peleburan
: 9,874 kJ/kmol
§
Panas penguapan pada 80
oC
: 33,847 kJ/kmol
§
Panas pembakaran pada 25
oC
: -3267,6 kJ/gmol
§
Kelarutan dalam air pada 25
oC
: 0,180 gram/100 gram air
Sifat Kimia (Ullman’s,2002):
§
Benzena adalah sumber senyawa organik yang banyak digunakan
sebagai senyawa antara
§
Pembentukan benzena terjadi pada temperatur diatas 500
0C
§
Alkilasi katalitik benzena dengan etilen menghasilkan etilbenzena
§
Alkilasi katalitik pada fase gas benzena dan propena menghasilkan
B. Toluena
Sifat Fisik (Ullman’s,2002):
§
Wujud pada 25
oC
: cair
§
Berat molekul
: 92,141 gram / mol
§
Titik didih pada tekanan 1 atm
: 110,625
oC
§
Temperatur kritis
: 320,8
oC
§
Tekanan kritis
: 40,23 atm
§
Densitas 25°C
: 0,8631 g/cm
3§
Viskositas 25°C
: 0,5465 cp
§
Flash point
: 4,0
oC
§
Panas penguapan pada 110
0C
: 32,786 kJ/mol
§
Kelarutan dalam air pada 25
0C
: 0,050 gram/100 gram air
Sifat Kimia (Ullman’s,2002):
§
Senyawa aromatik
§
Pengoksidasi group metil menghasilkan benzaldehida dan asam
benzoat
§
Dapat mengalami dekarboksilasi menjadi phenol atau mengalami
hidrogenasi menjadi asam sikloheksankarboksilik
§
Alkilasi dari toluena dengan propilen menghasilkan methylcumene
1.4.4. Kegunaan Produk
Menurut anonim, 2009, stirena dalam industri dapat digunakan antara
lain dalam bentuk :
·
Polystyrene.
Digunakan dalam industri pengemasan, alat-alat rumah tangga,
elektronik.
·
Acrylonitrile Butadiena Styrene
.
Digunakan dalam industri pipa dan kelistrikan/elektronik.
·
Styrene Acrylonitrile
.
Digunakan dalam barang-barang rumah tangga, pengemas kosmetik.
·
Styrene Butadiena Rubber
.
Digunakan dalam industri perekat, ikat pinggang, sepatu dan ban.
·
Styrene Butadiena Latex
.
Digunakan dalam industri karpet, matras busa dan perekat.
·
Unsaturated Polyester Resins
.
BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1. Spesifikasi Bahan Baku dan Produk 2.1.1 Spesifikasi Bahan Baku
A. Etilbenzena (PT. Styrindo Mono Indonesia, 2009)
Wujud = Cair
Kenampakan = Tidak berwarna
Bau = Khas aromatis
Komposisi :
Etilbenzena = Minimal 99,85 % berat
Benzena = Maksimal 0,15 % berat
Berat jenis pada 25 oC = 0,867 g/mL
Viskositas pada 25 oC = 0,6268 cp
2.1.2. Spesifikasi Bahan Pembantu
A. Spesifikasi Katalis (Chemsource Enterprice,Pte, Ltd, 2009)
Jenis katalis = Fe2O3
Wujud = Butiran padat
Kenampakan = Kuning
Bentuk = Granular
Diameter = 4,7 mm
Bulk density = 977 kg/m3
Porositas = 0,35
2.1.3 Spesifikasi Produk
Produk Utama
A. Stirena (Cevron Philips Chemical Company, 2004)
Kenampakan = Tidak berwarna
Bau = Khas aromatis
Komposisi :
Stirena = Minimal 99,7 % berat
Etilbenzena = Maksimal 0,3 % berat
Inhibitor = 4-tert-butylcatechol 10 – 20 ppm
Produk Samping
A. Benzena (Chevron Philips Chemical Company,2004)
Wujud = Cair
Kenampakan = Tidak berwarna
Bau = Khas aromatis
Komposisi :
Benzena = Minimal 99,95 % berat
Toluena = Maksimal 0,05 % berat
B. Toluena (CITGO Petroleum Corporation,2009)
Wujud = Cair
Kenampakan = Tidak berwarna
Bau = Khas aromatik
Komposisi :
Toluena = Minimal 99,92 % berat
Benzena = Maksimal 0,03 % berat
Etilbenzena = Maksimal 0,05 % berat
2.2.1 Dasar, Fasa dan Sifat Reaksi
Proses pembuatan stirena dari etilbenzena berdasarkan pada reaksi dehidrogenasi pada
molekul etilbenzena dengan melepaskan dua atom hidrogen dari cabang etil. Reaksi berlangsung
dalam fasa gas, bersifat reversibel endotermis. Panas yang dibutuhkan digunakan untuk memutus
ikatan C-H. Untuk memenuhi kebutuhan panas agar temperatur reaksi dapat tercapai digunakan
molten salt yang akan masuk ke reaktor fixed bed multitube.
Reaksi utama yang terjadi :
C6H5C2H5 (g) ↔ C6H5C2H3 (g) + H2 (g) ΔH = 117440 kj/kmol
Di samping itu juga terjadi reaksi samping menurut Wenner Dybdal (1948),
menghasilkan benzena, toluena, metana dan etena.
Reaksi :
C6H5C2H5 (g) → C6H6 (g) + C2H4 (g)
C6H5C2H5 (g) + H2 (g) → C6H5CH3 (g) + CH4 (g)
2.2.1 Mekanisme Reaksi
Adsorbsi reaktan ke permukaan katalis
Reaksi pada permukaan katalis
2.2.3 Kondisi Operasi
Reaksi berlangsung di dalam reaktor fixed bed multitube yang dioperasikan pada suhu
sekitar 537 – 665 oC dan tekanan 0,27 - 1,3 atm. Pembentukan toluena sebesar 2 % dan benzena 1
% (% mol) dari produk stirena yang dihasilkan. Selektivitas stirena adalah 93-97 % (Kirk Othmer,
1980).
Dalam hal ini suhu dan tekanan yang digunakan adalah 650oC dan 1,2atm. Pemilihan
suhu dan tekanan tersebut dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Reaksi dehidrogenasi ini merupakan reaksi katalitik maka kondisi operasi harus berada
pada suhu dan tekanan dimana katalis dalam keadaan aktif dan memberikan selektivitas
yang tinggi. Rentang batas aktivitas katalis Fe2O3 pada suhu 550-670 oC dimana pada
kondisi suhu tersebut sedikit diatas tekanan atmosferik memberikan konversi
keseluruhan etilbenzena 90 % dengan selektivitas stirena sebesar 97 %. Oleh karena itu
pemilihan suhu mempertimbangkan agar kecepatan reaksi tinggi dan katalis dalam
keadaan aktif.
2. Reaksi dehidrogenasi merupakan reaksi endotermis dimana akan terjadi penurunan suhu
pada saat reaksi berlangsung sehingga suhu perlu dipertahankan 650 oC untuk
menghasilkan konversi dan selektivitas yang tinggi dengan cara menambahkan molten
salt sebagai pemanas reaktor.
Fungsi katalis
Katalis yang digunakan adalah Fe2O3. Katalis ini berperan untuk memperoleh konversi
dan yield stirena yang lebih tinggi dan memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi samping.
Menurut Wenner, Dybdal (1948), reaksi dehidrogenasi etilbenzena dapat ditinjau secara
kinetika dari harga konstanta kecepatan reaksi (k) untuk reaksi dehidrogenasi etilbenzena menurut
persamaan :
C6H5C2H5 (g) ↔ C6H5C2H3 (g) + H2 (g)
C6H5C2H5 (g) → C6H6 (g) + C2H4 (g)
C6H5C2H5 (g) + H2 (g) → C6H5CH3 (g) + CH4 (g)
Dan persamaan kecepatan reaksinya adalah :
r1= k1 (PE - PSPH2/K)
r2= k2 PE
r3= k3 PE PH2
Dengan harga k masing-masing reaksi :
logk1= (-31.370/5,575ToK) + 0,883
logk2 = (-50.800/5,575ToK) + 9,130
logk2 = (-21.800/5,575ToK) + 2,780
Konstanta kesetimbangan reaksi :
ln K = 20,7358 – 12.617,7/ToK
Dimana :
-rA = kecepatan reaksi dehidrogenasi ; lbmol/(hr)(lbcat)
k = konstanta kecepatan reaksi ; lbmol/(hr)(atm)(lbcat)
K = konstanta kesetimbangan ; atm
T = temperatur reaksi ; oK
PEB = Tekanan parsial etilbenzena ; atm
PS = Tekanan parsial stirena ; atm
PH2 = Tekanan parsial hidrogen ; atm
Menurut Smith Van Ness (1975), tinjauan segi termodinamika adalah untuk mengetahui
apakah reaksi tersebut melepaskan panas (eksotermis) atau memerlukan panas (endotermis), dan
juga apakah reaksi berjalan searah atau bolak-balik.
Reaksi dehidrogenasi etilbenzena :
C6H5C2H5 (g) ↔ C6H5C2H3 (g) + H2 (g) ΔHo298 = 117440 kj/kmol
Etilbenzena Stirena Hydrogen
Reaksi dehidrogenasi merupakan reaksi endotermis. Hal ini dapat dilihat dari harga ΔH
reaksinya yang positif.
Data-data ∆Hfo pada T = 298oK :
∆Hfo H2 = 0
∆Hfo etilbenzena = 29.920 kJ/kmol
∆Hfo stirena = 147.360 kJ/kmol
∆HRo reaksi = ∆Hfo produk - ∆Hfo reaktan
= (∆Hfostirena+ ∆HfoH2)-(∆Hfo etilbenzena)
= (147.360 + 0 – 29.920) kJ/kmol
= 117.440 kJ/kmol
Konstanta kesetimbangan reaksi tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan :
ln K = 20,7358 – 12.617,7/ToK
Dengan : K : konstanta kesetimbangan, atm
T : temperatur reaksi, K
Reaksi berlangsung secara non isotermal non adiabatis. Reaktan masuk reaktor pada suhu
650 oC dan keluar reaktor pada suhu 632 oC.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi kesetimbangan hal ini ditunjukkan dari nilai
konstanta kesetimbangan berikut :
ln K= - 1,3501
K = 0,2592
Pada T = 650 oC = 923,15 K
ln K= 7,0677
K = 1173,4543
Karena nilai K pada keadaan standar lebih kecil daripada nilai K pada suhu operasi yang
diinginkan maka reaksi dapat dianggap berjalan kearah kanan atau ke arah pembentukan stirena.
2. 3 Diagram Alir Proses 2.3.1 Diagram Alir Kualitatif
Diagram Alir Kualitatif disajikan pada gambar 2.1
2.3.2 Diagram Alir Kuantitatif
Diagram Alir Kuantitatif disajikan pada gambar 2.2
2.3.3 Diagram Alir Proses
Diagram Alir Proses disajikan pada gambar 2.3
2.3.4 Langkah proses
Proses pembuatan stirena dari etilbenzena dengan proses dehidrogenasi katalitik terdiri
dari 4 langkah proses, yaitu :
1. Penyiapan bahan baku
2. Pembentukan produk
3. Pemurnian produk
4. Penyimpanan produk
Persiapan bahan baku selalu dipertimbangkan dalam suatu pabrik, karena kondisi operasi
yang diinginkan tidak begitu saja tercapai sehingga bahan baku perlu dikondisikan sedemikian
rupa sehingga reaksi bisa berjalan dengan baik.
Tahap penyiapan bahan baku bertujuan untuk mengubah fase etilbenzena dari cair
menjadi gas dan menyesuaikan suhu dan tekanan etilbenzena agar sesuai dengan suhu dan tekanan
reaksi.
Bahan baku etilbenzena cair disimpan di dalam tangki penyimpan (T-01) pada suhu 30 oC
dan tekanan 1 atm. Etilbenzena dari tangki penyimpan dialirkan dengan pompa (P-01) ke
vaporizer (VP-01) yang beroperasi pada tekanan 1,2 atm untuk menguapkannya sampai suhu 143
o
C. Pemanas yang digunakan untuk menguapkan adalah produk keluaran reaktor pada suhu 430 oC
dan tekanan 1,1 atm. Gas umpan keluar vaporizer dialirkan ke dalam heat exchanger (HE-01)
untuk dipanaskan kembali dengan memanfaatkan panas produk keluaran reaktor sampai suhu 210
o
C. Gas umpan keluar heat exchanger (HE-01) dialirkan ke dalam furnace (F-01) untuk
dipanaskan sampai suhu 650 oC.
2. Tahap Pembentukan Produk
Tahap pembentukan produk bertujuan untuk mereaksikan umpan etilbenzena pada reaktor
fixed bed multitube pada suhu 650 oC dan tekanan 1,2 atm.
Reaktor bekerja secara non isotermal non adiabatis. Gas keluar reaktor pada suhu 629 oC
dan tekanan 1,1 atm. Reaktan melewati pipa-pipa yang berisi katalis Fe2O3. Katalis ini
ditempatkan pada tube-tube yang disusun paralel. Reaksi yang terjadi dalam reaktor ini merupakan
reaksi sangat endotermis sehingga untuk menjaga suhu reaksi diperlukan pemanas. Pemanas
dialirkan pada shell reaktor. Pemanas yang digunakan adalah molten salt. Pemanas masuk pada
suhu 700 oC dan keluar pada suhu 657 oC.
3. Tahap pemurnian
Tahap ini bertujuan untuk memisahkan stirena dari campuran gas produk secara
kondensasi dan distilasi. Campuran gas produk keluar reaktor diturunkan suhunya sampai 532 oC
dengan memanfaatkan panasnya untuk memanaskan umpan MD-01 pada HE-02. Campuran gas
furnace pada HE-01 sehingga suhunya turun menjadi 384 oC. Produk reaktor yang keluar dari
HE-02 dimanfaatkan panasnya kembali untuk memanaskan umpan reaktor pada vaporizer VP-01
sehingga suhunya turun menjadi 149 oC. Produk reaktor dari VP-01 dikondensasikan dalam
kondensor parsial (CP-01) pada suhu 40 oC. Campuran gas yang tidak terkondensasi dan cairan
hasil kondensasi dialirkan ke separator (S-01) untuk dipisahkan.
Campuran gas yang tidak terkondensasi sebagian besar adalah gas hidrogen, metana,
etena, karbon dioksida dan etilbenzena, benzena, toluena, stirena dalam jumlah kecil. Gas tersebut
akan digunakan sebagai bahan bakar pada furnace dan boiler. Cairan produk reaktor akan keluar
dari bagian bawah separator menuju menara distilasi (MD-01). Menara distilasi (MD-01) bekerja
pada tekanan dibawah atmosferik untuk menghindari terjadinya polimerisasi. Selain itu diperlukan
penambahan distillation inhibitor 4-tert butyl cathecol untuk menghambat polimerisasi. Menara
distilasi (MD-01) divakumkan dengan menggunakan pompa vakum (P-04). Hasil bawah menara
distilasi (MD-01) yaitu produk stirena dengan kemurnian 99,7% berat keluar pada suhu 110 oC.
Produk stirena dialirkan dengan pompa (P-05) menuju cooler (CL-03) untuk diturunkan suhunya
sampai 45 oC kemudian dimasukkan ke tangki penyimpan stirena (T-02) sebelumnya ditambahkan
4-tert butyl cathecol (TBC sebanyak 10 ppm) untuk menghindari polimerisasi sebelum disimpan
dalam tangki penyimpan stirena dalam bentuk cair dan siap dipasarkan.
Hasil atas menara distilasi (MD-01) yaitu campuran benzena, toluena, etilbenzena dan
sedikit stirena diembunkan pada kondensor (CD-01) selanjutnya ditampung dalam akumulator
(ACC-01). Sebagian embunan akan dikembalikan ke menara distilasi sebagai refluk dengan pompa
(P-03) dan sebagian lagi diambil sebagai produk. Produk keluaran dari pompa vakum (P-04)
bersuhu diatas 90 oC sehingga akan terjadi polimerisasi stirena dan polimer yang terbentuk harus
dipisahkan terlebih dahulu dengan menggunakan centrifuge (CF-01). Slurry yang mengandung
polimer selanjutnya menuju ke unit pengolahan limbah sedangkan komponen cairan yang sudah
dipisahkan dari polimer masuk ke dalam menara distilasi (MD-02).
Hasil bawah menara distilasi (MD-02) yaitu campuran toluena, etilbenzena dan stirena
dialirkan dengan pompa (P-06) sebagai recycle umpan reaktor. Hasil atas menara distilasi
selanjutnya ditampung dalam akumulator (ACC-02). Sebagian embunan akan dikembalikan ke
menara distilasi sebagai refluk dengan pompa (P-05) dan sebagian lagi diambil sebagai produk.
Selanjutnya produk atas dipisahkan lebih lanjut ke dalam menara distilasi (MD-03).
Hasil atas menara distilasi (MD-03) yaitu benzena dengan kemurnian 99,95% berat keluar
pada suhu 98 oC dan diembunkan pada kondensor (CD-03) selanjutnya ditampung dalam
akumulator (ACC-03). Sebagian embunan akan dikembalikan ke menara distilasi sebagai refluk
dan sebagian lagi diambil sebagai produk. Hasil bawah menara distilasi (MD-03) yaitu toluena
dengan kemurnian 99,2 % berat keluar pada suhu 83 oC. Produk benzena dan toluena dialirkan
dengan pompa (P-07) dan (P-8) menuju cooler (CL-04) dan (CL-05) untuk diturunkan suhunya
sampai 45 oC kemudian dimasukkan ke tangki penyimpan benzena (T-03) dan tangki penyimpan
2.4 Neraca Massa dan Neraca Panas 2.4.1 Neraca Massa
Neraca massa sistem tabel :
Produk : stirena
Kapasitas : 60.000 ton/tahun
Basis perhitungan : 1 jam operasi
1. Pipa pencampuran
Tabel 2.1 Neraca Massa Pipa Pencampuran
Masuk
(kg/jam)
Keluar
(kg/jam) Komponen
Arus 1 Arus 15 Arus 2
C8H10 8007,582 809,402 8816,984
C8H8 0 0 0
C6H6 12,029 0 12,029
C7H8 0 71,884 71,884
8019,611 881,286 8900,897 Total
8900,897 8900,897
2. Reaktor
Masuk
(kg/jam)
Keluar
(kg/jam) Komponen
Arus 2 Arus 7
C8H10 8816,984 881,698
C8H8 0,000 7557,868
C6H6 12,029 68,713
C7H8 71,884 205,609
H2 0 143,367
CH4 0 23,283
C2H4 0 20,358
Total 8900,897 8900,897
3. Separator (S-02)
Tabel 2.3 Neraca Massa Separator (S-02)
Masuk
(kg/jam)
Keluar
(kg/jam)
Komponen
C
8H
10881,698
6,905
874,793
8900,897
198,856
8702,040
Total
8900,897
8900,897
4. Menara distilasi I
Tabel 2.4 Neraca Massa Menara Distilasi I
Masuk
8702,040
1126,283
7575,758
Total
8702,040
8702,040
5. Centrifuge
Tabel 2.5 Neraca Massa Centrifuge
1126,283
1066,379
59,904
Total
1126,283
1126,283
6. Menara distilasi II
Tabel 2.6 Neraca Massa Menara Distilasi II
Masuk
1066,379
185,094
881,286
Total
1066,379
1066,379
7. Menara distilasi III
Tabel 2.7 Neraca Massa Menara Distilasi III
8. Neraca massa total
Tabel 2.8 Neraca Massa Total
Masuk
8019,611
198,856
7575,758
59,904
63,927
121,167
Total
8019,611
8019,611
2.4.2 Neraca Panas
Neraca panas sistem tabel :
Kapasitas : 60.000 ton/tahun
Suhu referensi : 298,15 K
Basis perhitungan : 1 jam operasi
1. Reaktor
Tabel 2.9 Neraca Panas Reaktor
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
C
8H
1011995089,2019
1199508,9202
C
8H
80
9612991,0433
pemanas
8966938,2676
0
Total
21062496,5476
21062496,5476
2. Vaporizer
Tabel 2.10 Neraca Panas di Vaporizer
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
Q umpan masuk
248912,8297
0
Q pemanasan
0
1681777,6057
Q penguapan
0
4033501,8767
Q pemanas masuk
7220340,4375
0
Q pemanas keluar
0
1753973,7848
Total
7469253,2672
7469253,2672
3. HE-01
Tabel 2.11 Neraca Panas HE-01
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
C
6H
61845,4132
3158,4964
C
7H
810643,2654
18140,8789
C
8H
101507383,6985
2563001,4431
Q Pemanasan
1064428,4412
-
Total
2584300,8183
2584300,8183
4. HE-02
Tabel 2.12 Neraca Panas HE-02
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
C
6H
62388,9445
9775,3109
C
7H
86043,4250
24697,1238
C
8H
1017198,0252
70759,9441
C
8H
8172672,3832
708017,8571
Q Pemanasan
9799692,7831
-
5. Kondenser parsial
Tabel 2.13 Neraca Panas Kondenser Parsial
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
Q umpan masuk
1991044,2245
-
Q pendinginan
1358724,1723
-
Q kondensasi
4829285,3740
-
Q pendinginan
-
8179053,7709
Total
8179053,7709
8179053,7709
6. Furnace
Tabel 2.14 Neraca Panas Furnace
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
C
6H
63158,4964
14977,7705
C
7H
818140,8789
85491,3076
C
8H
102563001,4431
11995089,2019
Molten salt
129828723,0370
138496189,6184
Beban
furnace
18178724,0430
-
Total
150591747,8983
150591747,8983
7. Menara distilasi I
Tabel 2.15 Neraca Panas Menara Distilasi I
Komponen
Input (kJ/jam)
Output (kJ/jam)
Umpan cair masuk
986754,3148
-
Q reboiler
2755936,6989
-
Panas distilat
-
49173,1939
Panas cairan bottom
-
922824,6897
Q condenser
-
2770693,1302
8. Menara distilasi II
Tabel 2.16 Neraca Panas Menara Distilasi II
Komponen
Masuk (kJ/jam)
Keluar (kJ/jam)
Umpan cair masuk
171351,4789
-
Panas
reboiler
220816,8711
-
Panas distilat
-
17760,1803
Panas cairan
bottom
-
191740,1993
Panas
condenser
-
182667,9704
Total
392168,3499
392168,3499
9. Menara Distilasi III
Tabel 2.17 Neraca Panas Menara distilasi III
Komponen
Masuk (kJ/jam)
Keluar (kJ/jam)
Umpan cair masuk
26210,7245
-
Panas reboiler
83880,2239
-
Panas distilat
-
7445,0487
Panas cairan bottom
-
20514,8399
Panas condenser
-
82131,0598
2.5 Tata Letak Pabrik dan Peralatan 2.5.1 Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik merupakan suatu pengaturan yang optimal dari seperangkat
fasilitas-fasilitas dalam pabrik. Tata letak yang tepat sangat penting untuk mendapatkan efisiensi,
keselamatan dan kelancaran kerja para pekerja serta keselamatan proses.
Menurut Vilbrant, 1959 untuk mencapai kondisi yang optimal, maka hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan tata letak pabrik adalah :
1. Kemungkinan perluasan pabrik sebagai pengembangan pabrik di masa depan.
2. Faktor keamanan sangat diperlukan untuk bahaya kebakaran dan ledakan, maka perencanaan
lay out selalu diusahakan jauh dari sumber api, bahan panas dan dari bahan yang mudah
meledak, juga jauh dari asap atau gas beracun.
3. Sistem kontruksi yang direncanakan adalah out door untuk menekan biaya bangunan dan
gedung, juga karena iklim Indonesia memungkinkan konstruksi secara out door.
4. Harga tanah amat tinggi sehingga diperlukan efisiensi dalam pemakaian dan pengaturan
ruangan / lahan.
Secara garis besar lay out dibagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu :
a. Daerah administrasi / perkantoran, laboratorium dan ruang kontrol
Daerah administrasi berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi pabrik dan mengatur
kelancaran operasi. Laboratorium dan ruang kontrol sebagai pusat pengendalian proses,
kualitas dan kuantitas bahan yang akan diproses serta produk yang dijua.
b. Daerah proses
Daerah tempat alat proses diletakkan dan proses berlangsung.
c. Daerah penyimpanan bahan baku dan produk
Daerah untuk tangki bahan baku dan produk.
d. Daerah gudang, bengkel dan garasi
Daerah untuk menampung bahan-bahan yang diperlukan oleh pabrik dan untuk keperluan
e. Daerah utilitas
Daerah dimana kegiatan penyediaan bahan pendukung proses berlangsung dipusatkan.
Tata letak pabrik disajikan pada gambar 2.4.
2.5.2 Tata Letak Peralatan Proses
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lay out peralatan proses pada
pabrik stirena menurut Vilbrant, 1959, antara lain :
1. Aliran bahan baku dan produk
Pengaliran bahan baku dan produk yang tepat akan memberikan keuntungan ekonomi yang
besar serta menunjang kelancaran dan keamanan produksi.
2. Aliran udara
Aliran udara di dalam dan di sekitar area proses perlu diperhatikan kelancarannya. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya stagnasi udara pada suatu tempat sehingga
mengakibatkan akumulasi bahan kimia yang dapat mengancam keselamatan pekerja.
3. Cahaya
Penerangan seluruh pabrik harus memadai dan pada tempat-tempat proses yang berbahaya
atau beresiko tinggi perlu adanya penerangan tambahan.
4. Lalu lintas manusia
Dalam perancangan lay out pabrik perlu diperhatikan agar pekerja dapat mencapai seluruh
alat proses dangan cepat dan mudah. Hal ini bertujuan apabila terjadi gangguan pada alat
proses dapat segera diperbaiki. Keamanan pekerja selama menjalani tugasnya juga
diprioritaskan.
5. Pertimbangan ekonomi
Dalam menempatkan alat-alat proses diusahakan dapat menekan biaya operasi dan menjamin
kelancaran dan keamanan produksi pabrik.
Untuk alat proses yang mempunyai suhu dan tekanan operasi tinggi sebaiknya dipisahkan
dengan alat proses lainnya, sehingga apabila terjadi ledakan atau kebakaran pada alat
tersebut maka kerusakan dapat diminimalkan.
Tata letak alat-alat proses harus dirancang sedemikian rupa sehingga :
- Kelancaran proses produksi dapat terjamin.
- Dapat mengefektifkan luas lahan yang tersedia.
- Karyawan mendapat kepuasan kerja agar dapat meningkatkan produktifitas kerja
disamping keamanan yang terjadi.
Tata letak peralatan proses disajikan pada gambar 2.5.
2
2 3
1
4
7 5
6 8
15
11 12 13
16 18
3
17
14
9 10
Skala 1:1000
Gambar 2.4 Tata Letak Pabrik
Keterangan :
2. Taman 11. Area pemadam kebakaran
3. Pos keamanan 12. Bengkel
4. Aula 13. Gudang
5. Masjid 14. Area proses
6. Kantin 15. Utilitas
7. Kantor 16. Pengolahan limbah
8. Poliklinik 17. Area perluasan
9. Control room 18. Tempat parkir
T-01
T-02
F-01
R-01
S-02
DK-01
MD-02 MD-01 MD-03
T-03
T-04
Skala 1: 600
Gambar 2.5 Tata Letak Peralatan Proses
Keterangan :
T-01 : Tangki etilbenzena S-02 : Separator
T-03 : Tangki benzena MD-01 : Menara distilasi I
T-04 : Tangki toluena MD-02 : Menara distilasi II
F-01 : Furnace MD-03 : Menara distilasi III
BAB III
SPESIFIKASI PERALATAN PROSES
3.1. Reaktor
Tabel 3.1 Spesifikasi Reaktor
Kode R-01
Fungsi Tempat terjadinya reaksi dehidrogenasi etilbenzena
menjadi stirena dan hidrogen
Tipe Fixed Bed Multitube
Jumlah 1 buah
Carbon Steel SA 167 grade 3
- Material Carbon Steel SA 167 grade 3
Bentuk head Torisperical dished head
Tebal head 5/8 in
Tinggi head 0,31 m
Tinggi total reaktor 3,12 m
Harga 2002 US $ 120000
3.2. Tangki
Tabel 3.2 Spesifikasi Tangki
Kode T-01 T-02 T-03 T-04
Fungsi Menyimpan etilbenzena
selama 30 hari
Tipe Silinder vertikal dengan flat
bottom dan conical roof
Silinder vertikal dengan flat
bottom dan conical roof
Silinder vertikal dengan flat
bottom dan conical roof
Silinder vertikal dengan flat
bottom dan conical roof
Material Carbon Steel SA 283 grade C Carbon Steel SA 283 grade C Carbon Steel SA 283 grade C Carbon Steel SA 283 grade C
Course 4
Course 5
Course 6
- Tebal head
1 3/8 in
1 1/4 in
1 1/8 in 5
/16 in
1 3/16 in
1 1/16 in
1 3/16 in 1
/8 in
1
/8 in 3/16 in
Harga 2002
Harga 2014
US $ 310000
US $ 345828
US $ 270000
US $ 301200
US $ 28000
US $ 31235
US $ 32000
3.3. Condenser Parsial
Tabel 3.3 Spesifikasi Condenser Parsial
Kode CP-01
Fungsi Mengembunkan sebagian produk reaktor
Tipe Shell and tube
Hot Fluid (produk reaktor)
8895 kg/jam
Luas transfer panas 730 ft2
Harga 2002 US $ 63000
Harga 2014 US $ 70280
3.4. Separator
Tabel 3.4 Spesifikasi Separator
Kode S-01 S-02
Fungsi Memisahkan fase uap dan
cair dari vaporizer
Memisahkan fase uap dan
cair dari condenser parsial
Jumlah 1 buah 1 buah
Tabel 3.5 Spesifikasi Vaporizer
Kode VP-01
Fungsi Mengubah fase umpan reaktor menjadi gas
Tipe Shell and tube
Hot Fluid (produk reaktor)
- passes
Cold Fluid (umpan reaktor)
8895 kg/jam
Tabel 3.6 Spesifikasi HeatExchanger
Kode HE-01 HE-02
Fungsi Memanaskan umpan etilbenzena
sebelum masuk furnace dengan
panas dari produk keluar reaktor
Memanaskan umpan MD 01
dengan panas dari produk keluar
reaktor
Tipe Double Pipe Double Pipe
Jumlah 1 buah 1 buah
Carbon Steel SA 283
grade C
Cold Fluid
(umpan MD 01)
8696 kg/jam
3,2.10-6 psi
Carbon Steel SA 283
grade C
Spesifikasi inner pipe
- Kapasitas
- Pressure drop
- Material
Hot Fluid (produk reaktor)
8895 kg/jam
0,0005 psi
Cast Steel
Hot Fluid (produk reaktor)
8895 kg/jam
0,0045 psi
Cast Steel
Dirt factor 0,0036 hr.ft2.oF / Btu 0,0035 hr.ft2.oF / Btu
Harga 2002 US $ 1700 US $ 1400
Harga 2014 US $ 1896 US $ 1561
3.7. Furnace
Tabel 3.7 Spesifikasi Furnace
Kode F-01
Fungsi Memanaskan campuran umpan reaktor sampai suhu 650 oC
Memanaskan pemanas reaktor sampai suhu 700oC
Tipe Vertical tube fired heater
Material Wrought iron
Beban Panas 16848022 kJ/jam
3.8. Menara Distilasi
Tabel 3.8 Spesifikasi Menara Distilasi
Kode MD-01 MD-02
Fungsi Memurnikan stirena Memisahkan etilbenzena sisa untuk
recycle
Tipe Packed column dengan condenser
total dan reboiler parsial
Packed column dengan condenser total
dan reboiler parsial
Jumlah 1 buah 1 buah
Material Carbon Steel SA 283 grade C Carbon Steel SA 283 grade C
3.9. Condenser
Tabel 3.9 Spesifikasi Condenser
Kode CD-01 CD-02 CD-0
Fungsi Mengkondensasikan hasil atas
MD-01
Hot Fluid (hasil atas MD-01)
1120 kg/jam
Carbon Steel SA 283 grade C
1,9.10-9 psi
annulus
Hot Fluid (hasil atas MD-02)
119 kg/jam
Carbon Steel SA 283 grade C
1,8.10-8 psi
Inner pipe Cold Fluid (air laut)
Tabel 3.10 Spesifikasi Reboiler
Kode RB-01 RB-02 R
Fungsi Menguapkan sebagian hasil bawah
menara destilasi I
Menguapkan sebagian hasil bawah
menara destilasi II
M
m
Tipe Kettle Reboiler Kettle Reboiler K
Jumlah 1 buah 1 buah 1
Cold fluid (hasil bawah MD-01)
7576 kg/jam
9 8 in
1
Carbon Steel SA 283 grade C
Cold fluid (hasil bawah MD-02)
Tabel 3.11 Spesifikasi Accumulator
Kode ACC-01 ACC-02
Fungsi Menampung destilat MD-01 Menampung destilat MD-02 Menam
Tipe
Horizontal drum dengan
Torisperical Head
Horizontal drum dengan
Torisperical Head
Horizon
Head
Material Carbon Steel SA 283 grade C Carbon Steel SA 283 grade C Carbon
Tabel 3.12 Spesifikasi Cooler
Kode CL-01 CL-02 CL-0
Fungsi Mendinginkan hasil bawah MD-01 Mendinginkan hasil atas MD-02 Mend
Tipe Double pipe Double pipe Doub
Jumlah 1 buah 1 buah 1 bua
Spesifikasi inner pipe
- Kapasitas
Carbon Steel SA 283 grade C
7,3.10-7 psi
Carbon Steel SA 283 grade C
9,8.10-11 psi
Tabel 3.14 Spesifikasi Pompa
Fungsi Mengalirkan EB dari T-01 ke VP-T-01
Mengalirkan hasil atas MD-01 sebagai refluk dan menuju ke MD-02
Memvakumkan MD-01 M
ba 02
Tipe Single stage
centrifugal pump
Material Commercial steel Commercial steel Commercial steel C
Kapasitas 46 gpm 4 gpm 907 gpm 43
Fungsi Mengalirkan hasil atas
MD-02 sebagai refluk dan
menuju ke MD-03
Mengalirkan hasil bawah
MD-02 sebagai recycle
umpan
Mengalirkan benzena hasil atas
MD-03 sebagai refluk dan
menuju ke T-03
Tipe Single stage
centrifugal pump
Single stage
centrifugal pump
Single stage
centrifugal pump
Material Commercial steel Commercial steel Commercial steel
BAB IV
UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM
4.1. Unit Pendukung Proses
Unit pendukung proses atau yang lebih dikenal dengan sebutan utilitas merupakan bagian
penting untuk penunjang proses produksi dalam pabrik. Utilitas di pabrik stirena yang dirancang
antara lain meliputi unit pengadaan air, unit pengadaan steam, unit pengadaan udara tekan, unit
pengadaan listrik, unit pengadaan bahan bakar dan unit pengolahan limbah.
Unit pendukung proses yang terdapat dalam pabrik stirena adalah:
1. Unit pengadaan air
Unit ini bertugas menyediakan dan mengolah air untuk memenuhi kebutuhan air sebagai
berikut:
a. Air pendingin
b. Air umpan boiler
c. Air konsumsi umum dan sanitasi
d. Air pemadam kebakaran
2. Unit pengadaan steam
Unit ini bertugas untuk menyediakan kebutuhan steam sebagai media pemanas pada reboiler (
RB-01, RB-02 dan RB-03).
3. Unit pengadaan udara tekan
Unit ini bertugas untuk menyediakan udara tekan untuk kebutuhan instrumentasi pneumatic,
untuk penyediaan udara tekan di bengkel, dan untuk kebutuhan umum yang lain.
4. Unit pengadaan listrik
Unit ini bertugas menyediakan listrik sebagai tenaga penggerak untuk peralatan proses,
keperluan pengolahan air, peralatan - peralatan elektronik atau listrik AC, maupun untuk
penerangan. Listrik di-supplay dari PLTU Sulfindo dan dari generatorsebagai cadangan bila
listrik dari PLTU Sulfindo mengalami gangguan.
Unit ini bertugas menyediakan bahan bakar untuk furnace, boiler dan generator.
6. Unit pengolahan limbah
Unit ini bertugas untuk mengolah bahan-bahan buangan yang berasal dari proses.
4.1.1. Unit Pengadaan Air
Air umpan boiler, air konsumsi umum dan sanitasi yang digunakan adalah air yang
diperoleh dari PT. Sauh Bahtera Samudera yang tidak jauh dari lokasi pabrik sedangkan untuk
keperluan air pendingin dan pemadam kebakaran digunakan air laut.
4.1.1.1. Air pendingin
Air pendingin yang digunakan adalah air laut yang diperoleh dari laut yang tidak jauh
dari lokasi pabrik. Alasan digunakannya air laut sebagai media pendingin adalah karena faktor-
faktor sebagai berikut :
· Air laut dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dengan biaya murah.
· Mudah dalam pengaturan dan pengolahannya.
· Dapat menyerap sejumlah panas per satuan volume yang tinggi.
· Tidak terdekomposisi.
· Tidak dibutuhkan cooling tower, karena air laut langsung dibuang lagi ke laut.
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan air laut sebagai pendingin adalah
partikel-partikel besar/ makroba (makhluk hidup laut dan konstituen lain) dan partikel-partikel
kecil/ mikroba laut (ganggang dan mikroorganisme laut) yang dapat menyebabkan fouling pada
alat heat exchanger.
Air pendingin yang diambil dari air laut kemudian disaring dan ditambahkan klorin.
Penambahan klorin dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme (bakteri dan plankton) yang
dapat menyebabkan tumbuhnya lumut di sistem pemipaan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan air umpan boiler adalah sebagai
berikut:
a. Kandungan yang dapat menyebabkan korosi
Korosi yang terjadi di dalam boiler disebabkan karena air mengandung larutan-larutan asam
dan garam-garam terlarut.
b. Kandungan yang dapat menyebabkan kerak (scale reforming)
Pembentukan kerak disebabkan karena kesadahan dan suhu yang tinggi, yang biasanya berupa
garam-garam silikat dan karbonat.
c. Kandungan yang dapat menyebabkan pembusaan (foaming)
Air yang biasanya diambil dari proses pemanasan bisa menyebabkan foaming pada boiler,
karena adanya zat-zat organik, anorganik, dan zat-zat tidak larut dalam jumlah yang besar.
Efek pembusaan terjadi pada alkalinitas tinggi (Everett, 1998).
Air yang berasal dari PT. Sauh Bahtera Samudera belum memenuhi persyaratan untuk
digunakan sebagai air umpan boiler, sehingga harus menjalani proses pengolahan terlebih dahulu.
Air umpan boiler harus memenuhi persyaratan tertentu agar tidak menimbulkan masalah-masalah,
seperti:
· Pembentukan kerak pada boiler
· Terjadinya korosi pada boiler
· Pembentukan busa di atas perrmukaan dalam alat boiler
Tahapan pengolahan air agar dapat digunakan sebagai air umpan boiler meliputi:
a. Demineralisasi
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mineral-mineral yang terkandung dalam air
seperti Ca2+, Mg 2+, K+, Fe2+, Al3+, HCO3-, SO42-, Cl- dan lain-lain dengan bantuan resin. Air yang
diperoleh adalah air bebas mineral yang sebagian akan diproses lebih lanjut menjadi air umpan
boiler.
Demineralisasi diperlukan karena air umpan boiler membutuhkan syarat-syarat sebagai
berikut:
· Penukar panas jika steam digunakan sebagai pemanas. Kerak akan mengakibatkan turunnya
CaCO3 sekitar 12 ppm. FMA merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat kejenuhan
resin. Pada operasi normal FMA stabil sekitar 12 ppm, apabila FMA turun berarti resin telah jenuh