• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah 1 Profesi Pendidikan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah 1 Profesi Pendidikan (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua. Alhamdulillah berkat kehendak dan ridha-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Profesionalisme Guru dalam Globalisasi (Karakter Guru Profesional di Era Global).” Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan.

Dalam penyusunan makalah ini, disusun berdasarkan informasi yang diketahui dan pengetahuan yang didapatkan. Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya terutama bagi saya sendiri. Begitu pula makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Banjarmasin, April 2015

Penyusun

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penulisan... 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Profesionalisme Guru... 3 2.2 Globalisasi... 11 2.3 Guru dalam Perspektif Globalisasi...15 2.4 Karakter Guru dalam Menghadapi Arus

Globalisasi...

………...16 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...20 DAFTAR

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(4)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Profesionalisme Guru? 2. Apa pengertian Globalisasi?

3. Bagaimana Guru dalam Perspektif Globalisasi?

4. Bagaimana Karakter Guru dalam Menghadapi Arus Globalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian Profesionalisme Guru 2. Untuk mengetahui pengertian Globalisasi

3. Untuk mengetahui bagaimana Guru dalam Perspektif Globalisasi

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Profesionalime Guru

Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu,

sehingga dikatakan profesi guru adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Menurut Y. Nasanius, profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Atau secara sederhana dapat dinyatakan bahwa professi guru adalah pekerjaan/tugas yang hanya dapat dilakukan oleh orang mempunyai jabatan/kedudukan sebagai guru karena kompetensi yang di peroleh melalui pendidikan tertentu.

2.1.1 Profesi Guru

(6)

Slogan “Pahlawan tanpa tanda jasa” senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang sangat tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Selain itu, keterampilan, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kesopanan, dan penampilan sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain, ditambah dengan tanggung jawab dari profesi guru tidak pernah berhenti pada saat selesai mengajar, tetapi keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktikkan, dan mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari, baik langsung maupun tidak langsung, melekat pada dirinya.

Sedangkan profesional berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya.

2.1.2 Guru Profesional

(7)

kompetensi dan keterampilan di bidangnya, hingga mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab.

Jadi, yang dimaksud dengan guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan

hubungan yang berbentuk multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis, dan kepribadian. Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Guru yang profesional sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan karena guru menjadi ujung tombak dan memegang peranan penting dalam menentukan orientasi, tujuan, dan corak pendidikan yang diterima oleh peserta didiknya. Dalam persepsi masyarakat pedesaan profesi guru umumnya dinilai sebagai profesi orang suci (saint profession) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji rendah, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang mau, dan profesi yang bangga dengan gelar “pahlawan tanpa tanda jasa”. Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika peserta didik sudah dapat membaca, menulis, dan berhitung, atau anak memperoleh nilai tinggi secara kuantitatif, dapat naik kelas, dan lulus ujian, tanpa melihat segi kualitatifnya.

(8)

(yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam).

2.1.3 Profesionalisme Guru

Setelah diketahui uraian tentang profesi dan profesional maka dapat dipahami bahwa

profesionalisme menunjukkan makna kualitas, mutu, dan tindak tanduk yang merupakan sifat melekat pada suatu profesi. Jika profesi guru dalah pekerjaan dan tugas guru, dan guru

profesional adalah guru yang mampu dan mau menjalankan tugasnya karena kompetensi dan keterampilan yang dimilikinya, maka dapat dipahami dalam konteks keguruan bahwa profesionalisme merupakan kualitas dan mutu kinerja, serta perilaku yang menunjukkan suatu profesi guru. Guru ditinjau dari aspek bahasa Jawa mempunyai makna orang yang harus digugu dan ditiru oleh orang lain (termasuk muridnya). Makna tersebut dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang disampaikan atau yang dikerjakan olehnya senantiasa dipercaya, diyakini sebagai kebenaran atau sesuatu yang penting oleh orang lain, dan ditiru. Maka semua informasi dan ilmu pengetahuan yang datang dari guru dinilai sebagai sebuah kebenaran yang sering tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Sementara makna harus ditiru adalah bahwa seorang guru menjadi teladan bagi semua orang di lingkungannya, mulai dari cara berfkir (fkr

dan qalb), cara bebicara (lisan), hingga cara berperilaku (arkan) sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid. Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting,

selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi.

(9)

 Kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan;

 Ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk

membangun pendidikan yang bermutu; dan

 Perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektif untuk membangun humanware yang unggul, bermartabat, dan memiliki daya saing.

Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan

(sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa.

Di Indonesia guru yang memiliki keahlian, spesialisasi yang harus diakui masih sedikit

jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, atau bahkan langka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun dipersiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Hal tersebut lebih disebabkan oleh masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidak tepatan menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (mismatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (selfconsept), ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (self reality). Tipe guru seperti ini mustahil dapat menciptakan suasana akademik pembelajaran yang aktif, innovative, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

(10)

berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan.

2.1.4 Pengembangan Profesionalisme Guru

Adanya penilaian tentang belum profesionalnya guru harus diakui dan hendaknya ditanggapi secara bijak baik oleh guru itu sendiri, institusi penghasil guru (LPTK) pemerintah maupun pengguna. Penilaian atau kritik itu hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan refleksi serta dijadikan tantangan untuk memecut semangat dalam mewujudkan profesionalisme guru. Profesionalisme guru merupakan suatu keharusan sebab tanpa profesionalisasi perwujudan guru profesional sulit dicapai. Guru yang profesional adalah guru yang bekerja secara otonom (bebas tetapi sesuai keahlian dan mandiri). Untuk mengabdikan diri pada pengguna jasa (negara dan masyarakat) dengan disertai tanggung jawab atas kemampuan profesionalismenya sebagai penyandang suatu profesi. Untuk itu dibutuhkan profesionalisasi, yaitu proses peningkatan kualifikasi atau kompetensi bagi penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal yang ditetapkan profesinya. Sudarwan Danim (2002 :25-32) menjelaskan tiga pendekatan profesionalisasi profesi meliputi:

a. Pendekatan karakteristik (the treat approach) yang memfokuskan pada profesi memiliki

seperangkat elemen antara lain : kemampuan intelektual diperoleh dari pendidikan tinggi, memiliki pengetahuan spesialisasi, memiliki pengetahuan dan teknis yang dapat di komunikasikan, kemandirian, kode etik dan sistem upah serta budaya profesional.

b. Pendekatan institusional (the institusional approach). Memandang profesi dari sudut

pandang proses institusional atau perkembangan asosiasional.

(11)

Pengakuan terhadap profesi dapat ditempuh melalui tahapan registrasi, sertifikasi dan lisensi.

Profesionalisme tenaga pendidik (guru) pada dasarnya dapat dilaksanakan dalam dua jenis pendidikan. Pertama, Pendidikan prajabatan yang menjadi tugas LPTK untuk mempersiapkan mahasiswanya dalam meniti karier di bidang pendidikan. Kedua, pendidikan dalam jabatan yang terwujud dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan pengembangan yang dapat dilakukan oleh institusi pemerintah maupun organisasi profesi. Menurut Ibrahim Bafadal (2004 :41-63), secara teknis profesionalisasi guru dapat dilaksanakan melalui beberapa cara. Pertama, Supervisi, yaitu layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Kedua, Sertifikasi guru merupakan layanan penyesuaian kualifikasi pendidikan guru agar relevan dengan bidang tugas yang digelutinya.

Ketiga, Tugas belajar diberikan kepada guru untuk menyesuaikan kualifikasi pendidikan yang diisyaratkan dan meningkatkan kualifikasi pendidikan. Keempat, pemberdayaan forum gugus, MGMP berupa peningkatan profesionalisasi melalui curah pendapat (brain storming) maupun monitoring berkala. Sementara itu, dalam upaya memberdayakan guru di Indonesia untuk meningkatkan kualitas profesional, Bappenas-Depdiknas merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam pembinaan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan diberikan pada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektivitas mengajarnya, mengatasi persoalan praktis dalam pengelolaam PBM, dan meningkatkan kepekaan terhadap perbedaan individual siswa.

(12)

2.2 Globalisasi

2.2.1 Global dan Globalisasi

Kata "globalisasi" berasal dari kata “global”. Secara harfiah, kata “global” berarti sedunia

atau sejagat, menyeluruh (mujmal), universal. Kata tersebut selanjutnya menjadi istilah yang

(13)

yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.

Sebagai sebuah konsep globalisasi yang pada awalnya lahir dan bermula dari bidang ekonomi dan teknologi, dalam perkembangannya kemudian merasuk hampir keseluruh sendi-sendi kehidupan, mulai dari politik, sosial, budaya, gaya hidup dan lain sebaginya. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, sebagai individu maupun bangsa, mau tidak mau kita harus berhadapan dengan berbagai pengaruh positif maupun negatif yang dibawa oleh globalisasi yang nota bene berasal dari Barat. Kemajuan dan kecanggihnya teknologi telekomunikasi dan transportasi telah dan semakin menciutkan jarak dan waktu yang kemudian berimbas pada semakin kuatnya penetrasi budaya dan nilai-nilai Barat ke seluruh sendi kehidupan masyarakat di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali bidang pendidikan di Indonesia.

Para era tahun 1990-an di Indonesia kemudian bergulir wacana

"paradigma baru"

pendidikan nasional selaras dengan semangat reformasi yang sedang bergelora di seluruh negeri. Seolah menemukan momemtumnya, para pakar, praktisi maupun birokrat pendidikan kemudian merumuskan berbagai acuan sebagai respons dan antisipasi penyiapan SDM untuk percaturan global. Paradigma baru tersebut kemudian dirumuskan dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam arah baru pengembangan pendidikan nasional, secara garis besar mencakup hal-hal sebagai berikut:

(14)

b. Pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial,

c. Pendidikan dalam rangka pem-berdayaan bangsa,

d. Pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan nasional,

e. Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan,

f. Penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam

kemajemukan,

g. Perencanaan terpadu secara horizontal (antar sektor) dan vertikal (antar jenjang),

h. Pendidikan berorientasi peserta didik, i. Pendidikan multikultural,

j. Pendidikan dengan perspektif global. 2.2.2 Implikasi Globalisasi

Globalisasi dinilai berpengaruh terhadap hampir semua aspek yang ada di masyarakat,

termasuk aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai

(15)

abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fsik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan. Hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan, baik di bidang pakaian, bahasa, perilaku, maupun lainnya.

Globalisasi di bidang kebudayaan ditandai dengan beberapa indikator: a. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional;

b. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalisme), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya;

c. Berkembangnya turisme dan pariwisata;

d. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain;

e. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, flm, dan lain lain;

f. Bertambahnya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA. g. Persaingan bebas dalam bidang ekonomi; dan

h. Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.

Setidaknya semenjak awal tahun 2003 teknologi dan informasi (IT) sebagai ikon globalisasi berkembang sangat pesat (tidak ketinggalan) di Indonesia hingga membuat pemerintah jadi kerepotan dan mengambil sikap reaktif mengubah kurikulum pendidikan untuk disesuaikan dengan tuntutan globalisasi.

Secara garis besar globalisasi berimplikasi pada dua hal, yaitu: a. Implikasi positif; antara lain:

1) Makin mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan dalam waktu yang singkat;

2) Mudah melakukan komunikasi;

3) Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi);

(16)

5) Memacu untuk meningkatkan kualitas diri; dan 6) Mudah memenuhi kebutuhan

b. Implikasi negatif; di antaranya:

1) Munculnya informasi yang tidak/sulit tersaring; 2) Maraknya perilaku konsumtif;

3) Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit;

4) Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk;

5) Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara;

6) Terbukanya peluang hubungan serba bebas antara lawan jenis; 7) Model pakaian yang tidak mengindahkan batas-batas aurat,

8) Tingkah laku kekerasan, gambar-gambar porno, dan sebagainya dapat dengan mudah dijumpai,

9) Menurunnya tingkat moralitas pada peserta didik, dan lain-lain.

2.3 Guru dalam Perspektif Globalisasi

(17)

tidak lulus. Mereka menuding guru tidak bisa mengajar dan mendidik. Dari masyarakat pendidikan sendiri, tidak sedikit siswa yang marah dan kecewa terhadap guru karena ia tidak berhasil lulus pada test ujian Nasional. Pemandangan seperti ini, tiap tahun kelulusan sekolah-sekolah selalu kita saksikan baik secara langsung atau melalui media massa.”

Dalam kehidupan bermasyarakat di era ini guru di satu sisi diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat umum, tetapi di sisi lain muncul problem baru sebagai tantangan manakala guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, koran, dan internet, karena guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan global, sehingga sangat sulit dibayangkan guru dapat tampil lebih profesional dan memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya di era global ini. Pemerintah pun berupaya mengatasi problem tersebut dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru dengan mengadakan sertifikasi guru. Perhatian pemerintah tersebut diharapkan dapat memberi solusi terhadap persoalan dunia pendidikan khsusunya guru, diimplementasikannya dengan sertifikasai guru dan meningkatkan kesejahteraanya. Dengan demikian, kulaitias mutu pendidikan harus sangat diperhatikan bagi para guru untuk menyelamatkan profesinya, lebih-lebih di era global seperti sekarang.

2.4 Karakter Guru Menghadapi Arus Globalisasi

(18)

mampu menghancurkan kebudayaan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya. Saling keterpengaruhan antara bangsa yang satu dengan bangsa yang Iain akan menjadi ciri utama masyarakat terbuka. Secara optimistik, masyarakat yang terbuka tersebut akan bermuara pada lahirya masyarakat madani, masyarakat yang berkembang, baik kemampuan intelektualnya maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat kuat datang bagaikan gelombang yang akan menerjang “benda-benda” di depannya tanpa kompromi. Arus globalisasi siap mendobrak semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Dengan dalih globalisasi orangtua dan peserta didik menghendaki lembaga pendidikan bertaraf internasional, peroleh ijazah dan sertifikat yang dapat diakui oleh dunia luar. Walhasil, globalisasi menuntut pendidikan sanggup mempersiapkan diri. Jika lembaga pendidikan (sekolah) tidak mampu memenuhi harapan itu, maka sangat tidak mungkin akan ditinggalkan oleh siswa/masyarakat, dan tidak ada lagi yang mau belajar di sekolah konvensional.

Jika lembaga formal tidak bisa lagi menjadi tumpuan harapan masyarakat maka beberapa

trend baru akan bermunculan, seperti:

1. Home schooling yang dianggap bisa melayani siswa dan memenuhi harapan mereka dan orang tua karena tuntutan global

2. Virtual School dan Virtual University

Agar sekolah tetap eksis dan hendak mempertahankan eksistensinya lembaga pendidikan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Meningkatkan mutu SDM (terutama Guru) dalam penguasaan bahasa asing (Bahasa Inggris, dan lainnya)

2. Meningkatkan mutu guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

3. Meningkatkan mutu managemen pendidikan

(19)

5. Melakukan Sertifikasi Internasional untuk guru

Globalisasi akan menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, terlebih yang telah memperoleh legalitas pengakuan akan profesionalitas keguruannya, yaitu sertifikat guru. Apabila guru tidak siap menghadapinya maka akan diterjang, dan jika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan menjadi orang tidak berguna dan hanya akan menjadi penonton. Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Dalam konteks ini Makagiansar menawarkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru guna menghadapi era global, yaitu kemampuan antisipasi (kemampuan mengenali dan mengatasi masalah); kemampuan mengakomodasi; dan kemampuan melakukan reorientasi. Kecuali seorang guru harus mempunyai kompetensi generic

(20)

intelektual, emosional, dan moral. Tiga unsur tersebut harus ditanamkan pada diri peserta didik sekuat-kuatnya agar terpatri di dalam dirinya. Kecuali itu guru harus memperhatikan dimensi spiritual siswa. Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya.

Menurut Samani, ada empat prasyarat bagi seorang guru agar dapat bekerja profesional, yaitu:

1. kemampuan guru mengolah/mensiasati kurikulum,

2. kemampuan guru mengkaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, 3. kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri, dan

4. kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.

Di era global karakteristik guru harus jelas dan tegas dipertahankan antara lain adalah:

1. Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah,

2. Memiliki kepribadian yang prima, dan

3. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara Tilaar (1998) memberikan empat ciri utama agar seorang guru masuk dalam kategori guru yang profesional, yaitu:

1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang,

2. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, 3. Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan 4. Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.

(21)

diharapkan agar para peserta didik memiliki keterampilan, keahlian (lifeskill) khususnya dalam bidang-bidang sains dan teknologi yang menjadi karakter dan ciri globalisasi yang pada gilirannya menjadikan mereka memiliki dasar-dasar competitive advantage dalam lapangan kerja, sebagaimana dituntut di era globalisasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu, sehingga dikatakan profesi guru adalah keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Menurut Y. Nasanius, profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Dalam kamus bahasa Indonesia guru diartikan sebagai “orang yang kerjanya mengajar”. guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk multidimensional. Profesionalisme merupakan kualitas dan mutu kinerja, serta perilaku yang menunjukkan suatu profesi guru.

(22)

unggul yang mampu bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya. Sebagai tenaga pendidikan, guru profesional tidak lepas dari pencitraan yang diberikan dari orang lain. Era global identik dengan pernyataan Tilaar (1998) bahwa masyarakat millenium ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan berpengaruh pada visi, misi dan tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

http://chelsea77.pun.bz/fles/bayu-bahtiar-bambang.pdf

http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=268406&val=7109&title=PROFESSIONALISME%20GURU %20DAN%20GLOBALISASI

http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=268399&val=7109&title=PROFESIONALISME%20GURU%20DALAM %20PERSPEKTIF%20GLOBAL

http://fle.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/ 195604201983011-SOFYAN_SAURI/makalah2/

makalah_karakter_guru.pdf

http://pps.unnes.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Guru-Profesional.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/fles/BAB%20I%20PROFESI.pdf

(23)

http://sumut.kemenag.go.id/fle/fle/TULISANPENGAJAR/ vode1364669747.pdf

www.uninus.ac.id/data/data_ilmiah/MEMBANGUN%20DAYA%20SAING %20BANGSA%20MELALUI%20PENDIDIKAN.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara peneliti dengan Ad-din S.Ag guru bahasa Arab kelas VIII MTs Muhammadiyah Limbung tentang penerapan metode audiolingual dalam proses pembelajaran bahasa

Menghitung proporsi satu unsur objek studi tersebut terhadap jumlah pengamatan Penetapan tujuan dari strategi sumber daya manusia dan pengukuran kerja adalah manajemen tenaga

Beberapa organisasi telah menyadari bahwa para karyawan yang menjalani program sosialisasi termasuk topic politik dan manajemen karir, berkinerja lebih baik dibandingkan mereka

Teori – teori tersebut mencakup hal – hal yang mendukung dan menjadi dasar rujukan dalam tugas akhir terkait mengenai kolesterol secara umum serta pengaruh

APLIKASI AUGMENTED REALITY UNTUK MEMPERKENALKAN ULOS BATAK

DATA MANAJEMEN LABA TAHUN 2002 (dalam Jt-an Rp) Kode. Perusahaan

Dari permasalahan tersebut maka penulis ingin membuat alat pembangkit listrik tenaga angin berbentuk spiral pada desa Klirong, Jatinom, Klaten, sehingga penerangan desa

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai F hitung bank umum milik pemerintah di Indonesia sebesar 82,71, jika nilai ini dibandingkan dengan nilai F