• Tidak ada hasil yang ditemukan

JATI DIRI PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN LORONG KARYA KUNTHI HASTORINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JATI DIRI PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN LORONG KARYA KUNTHI HASTORINI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

JATI DIRI PEREMPUAN

DALAM KUMPULAN CERPEN

LORONG

KARYA KUNTHI HASTORINI

Bakti Sutopo

Dosen STKIP PGRI Pacitan E-mail: bakti080980@yahoo.co.id

Intisari:

Penelitian ini bertujuan mendapatkan deskripsi jati diri perempuan dalam kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini. Hal itu didasari pemikiran bahwa kumpulan cerpen Lorong mengisahkan kehidupan perempuan dan aspek-aspeknya. Penenelitian ini termasuk penelitian kualitatif dan mengunakan pendekatan feminisme sastra. Analisis data menggunakan konsep refleksi. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa jati diri perempuan terlihat ketika perempuan dihubungkan dengan aspek kehidupan seperti cinta, dunia kerja, materi, dan budaya masyarakat yang patriarki.

Kata kunci:

Feminisme, cerpen, jati diri, dan perempuan.

Pada masyarakat yang menganut budaya patriaki kedudukan wanita dianggap berada di bawah kaum laki-laki. Hal itu terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam dunia kerja, rumah tangga, pendidikan, maupun dalam urusan percintaan. Akan tetapi, dengan perkembangan pola pikir masyarakat, anggapan itu semakin berkurang dan membawa posisi wanita mengarah, bahkan sama dengan posisi laki-laki dalam mengambil peranan dalam berbagai aspek kehidupan. Seiring dengan fenomena mutakhir yang demikian itu,wanita juga berusaha mendeskripsikan jati dirinya sesuai dengan pergeseran posisi yang didapatkanya. Semula, wanita hanya berperan besar pada urusan domistik rumah tangganya, tetapi pada era sekarang mereka sudah mampu berperan di ruang dan waktu yang lebih luas.

Meskipun wanita sudah dapat berperan penting di berbagai aspek kehidupan, wanita masih dapat mengaktualisasikan dirinya lebih daripada laki-laki. Namun yang menjadi kendala sampai saat ini, masih banyak ditemukan dalam masyarakat suami yang tidak merestui sang istri beraktivitas di ranah publik dengan berbagai macam alasan. Hal itu membuktikan bahwa wanita masih dianggap sebagai makhluk yang cocok mengambil peran terbatas dalam rumah tangga, sedangkan laki-laki dapat berperaan di luar rumah tangga.

(2)

2

perspektif laki-laki yang dipengaruhi oleh budaya patriaki. Akan tetapi, pengarang wanita sudah tentu mendeskripsikan wanita dalam karyanya dengan perspektif wanita yang dipengaruhi ideologi yang ada dalam pemikirannya, serta merepresentasikan tujuan-tujuan dirinya dalam menjalani kehidupannya.

Salah satu karya sastra yang mengungkapkan deskripsi atas jati diri wanita adalah kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini. Penelitian atas kumpulan cerpen Lorong dengan teori feminisme sastra perlu dilakukan karena di dalamnya terdapat gambaran permasalahan yang dihadapi wanita di era modern. Gambaran itu dapat diperoleh ketika menghubungkan tokoh wanita dengan berbagai aspek kehidupan yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut. Selain itu, kemasan tentang wanita yang ada dalam kumpulan cerpen Lorong merupakan gambaran wanita yang dihasilkan oleh pengarang wanita. Dengan demikian, wanita yang ada dalam cerpen tersebut lahir dari perspektif wanita itu sendiri.

Penelitian ini mengkhususkan membahas jati diri wanita yang ditemukan dalam kumpulan cerpen Lorong. Sebagaimana dikemukakan oleh Fajar dalam kata pengantarnya, dalam cepen Lorong terdapat perdebatan antara perempuan dengan laki-laki dalam menyikapi kehidupan, khususnya dalam memaknai cinta dan kerja. Kumpulan cerpen Lorong berisi pemaknaan atas realitas sosial dan kehidupan pribadi oleh wanita.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang muncul adalah deskripsi jati diri wanita dalam kumpulan cerpen Lorong. Jati diri tersebut terkait dengan berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan konteks yang ada di dalamnya.

Pendeskripsian jati diri wanita dalam kumpulan cerpen Lorong diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap studi sastra, khususnya pemahaman karya sastra yang menggunakan pendekatan feminisme sastra secara khusus, dan umumnya diharapkan memberi sumbangan bagi ilmu budaya yang memfokuskan meneliti produk manusia.

Penelitian ini bertujuan mengungkap jati diri wanita dalam kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini. Lebih khusus, mengungkap jati diri perempuan bila dikaitkaan dengan berbagai aspek kehidupan yang melingkupinya. Aspek kehidupan itu antara lain berkaitan dengan cinta, dunia kerja, materi, dan sistem masyarakat patriarki.

Feminisme berasal dari gerakan yang terjadi di berbagai negara Barat yang dikenal dengan gerakan suffrage. Gerakan suffrage adalah gerakan yang mempunyai tujuan utama memajukan kaum perempuan, baik perbaikan kondisi kehidupan maupun perbaikan status dan peran.

(3)

3

menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Mulyono, 1988:241). Feminisme juga diartikan sebagai persamaan antara perempuan dan laki-laki di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Geofe, 1986:837). Faktor utama yang mendorong lahirnya feminisme adalah pemikiran bahwa perempuan mengalami subordinasi dan perlakuan yang tidak adil dalam setiap sisi kehidupan

Berdasarkan aliran fungsionalisme, feminisme dapat dibagi atas feminisme liberal, radikal, marxis, dan sosialis (Fakih, 1997: 101-106). Meskipun berbeda, pada dasarnya semua aliran feminisme tersebut berupaya memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan status serta peran sosial antara perempuan dan laki-laki sehingga tidak terjadi ketidakadilan gender dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini, kumpulan cerpen Lorong dianalisis dengan pendekatan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis adalah studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya. Hal ini sejalan dengan pendapat Showalter berikut ini.

...women as a reader- with women as the consumer of male-produced literature, and with the way in whichthe hipothesis of a female reader changes our apprehension of a given text, awakening us to the significance of its sexual codes (Showalter via Newton, 1990:268)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pembaca perempuan sebagai konsumen karya sastra tulisan laki-laki. Hipotesis pembaca perempuan yang merubah penangkapan mereka terhadap suatu teks, membangunkan kita kepada arti penting kode-kode seksualnya (feminis kritik).

Kritik sastra feminis merupakan kritik sastra yang berusaha menjelaskan cara penggambaran perempuan dan menjelaskan potensi- potensi yang dimiliki perempuan di tengah kekuasaan patriarki (Ruthven, 1985:37). Kritik sastra feminis diharapkan mampu membuka pandangan-pandangan baru, terutama yang berkaitan dengan cara-cara mewakilkan karakter-karakter perempuan dalam karya sastra (Ruthven, 1985:27). Dalam kritik sastra feminis, analisis gender sebagai model analisis yang mempertimbangkan keadilan sosial dari aspek hubungan antarjenis kelamin menjadi alat bantu.

Kritik feminis ini berkaitan dengan perempuan sebagai pembaca, perempuan sebagai konsumen sastra yang dihasilkan oleh pria, dan hipotesis tentang pembaca perempuan. Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam sastra Barat ialah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya (Newton, 1990:268-269).

(4)

4

Reading as a women adalah konsep membaca sebagai perempuan untuk melihat pengalaman-pengalaman perempuan yang terbatasi dan termarginalkan yang dihadirkan dalam karya sastra. Membaca sebagai perempuan juga berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki (patriarki) yang endosentris dan patriarkal, yang sampai sekarang masih menguasai penulisan dan pembacaan sastra. Perbedaan jenis kelamin itulah yang mempengaruhi situasi sistem komunikasi sastra. Ruthven (1985:1) mendefinisikan patriarki sebagai kekuasaan yang berpusat pada phallus atau laki-laki.

Androsentrisme merupakan pola pikir yang memandang laki-laki sebagai pusat atau penentu dalam melihat segala sesuatu (Ruthven, 1985:72). Androsentrisme menjadi landasan ideologi patriarki. Ideologi patriaki merupakan sistem dalam tatanan sosial, politik, dan ekonomi yang memberikan prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki. Kritik sastra feminis, pada hakikatnya, dapat dipakai untuk menganalisis karya sastra (prosa dan puisi), baik yang ditulis oleh penulis laki-laki maupun perempuan. Pengritik feminis yang sekaligus berperan sebagai pembaca feminis dapat membandingkan karakteristik tokoh perempuan dalam karya sastra ciptaan pengarang laki-laki dan ciptaan pengarang perempuan (Tuloli, 2000: 90).

METODE

Karya sastra merupakan bentuk karya seni manusia yang berbeda dengan karya seni yang lain. Karya sastra di dalamnya terdapat makna dan manfaat. Makna dalam karya sastra seringkali sulit untuk dipahami. Hal itu menyebabkan penting bagi peneliti untuk memahami elemen-elemen karya sastra sesuai dengan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi, proses pemahaman tersebut memerlukan proses yang rumit, sehingga menuntut adanya langkah-langkah yang metodologis.

Metode penelitian berfungsi untuk menempatan penelitian yang dilakukan mempunyai kadar keilmiahan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian sastra metode sering dirancukan dengan istilah teknik dan pendekatan. Padahal, metode semestinya menyangkut cara yang operasional dalam penelitian. Metode telah membutuhkan langkah-langkah yang pantas diikuti. Adapun teknik penelitian berhubungan dengan proses pengambilan data dan analisis penelitian (Endraswara, 2003: 9).

(5)

5

termasuk kajian pustaka, maka teknik pengumpulan datanya dengan teknik pengumpulan data literer atau studi kepustakaan.

Pengolahan data dalam penilitian ini menggunakan metode refleksi. Hal itu didasari bahwa karya sastra menyajikan sejumlah nilai yang berkaitan dengan keadaan masyarakat. Data dalam karya sastra tidak diberlakukan sebagai data jadi, melainkan merupakan data mentah yang masih harus diolah dengan fenomena lain. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis jati diri perempuan dengan pendekatan feminisme sastra sebagai berikut. Langkah pertama adalah mendeskripsikan konsep feminisme dan bentuk ketidakadilan jender terhadap kaum wanita. Langkah kedua adalah menampilkan representasi wanita dalam feminisme. Berikututnya, mendeskripsikan jati diri perempuan yang didasari oleh perannya di sektor domestik dan publik sehingga memunculkan jati diri perempuan pada berbagai aspek, seperti cinta, dunia kerja, materi, dan budaya patriarki. Jati diri perempuan dideskripsikan berdasarkan sesuatu yang dialami, dipikirkan, dilakukan, dan diucapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jati Diri dari Citra Perempuan

Dalam penelitian ini akan dianalisis jati diri perempuan, yaitu ciri khusus dan identitas perempuan. Ciri khusus tersebut yang tergambar dari peranan tokoh perempuan dalam karya sastra. Dalam hal ini, tokoh perempuan merupakan tokoh yang merepresentasikan perempuan yang tersebar dalam cerpen-cerpen antologi cerpen Lorong. Beberapa tokoh perempuan dalam antologi cerpen Lorong, antara lain aku (Lorong: Perbincangan Hati dan Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti).selanjutnya tokoh May, Saskia, Ria (Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti II, tokoh Re, Mutia, Dara (Dara), tokoh Wening, Sumirah (Cincin Sumirah)dan tokoh Minah, Minati, serta Aku (Maling). Tokoh-tokoh itulah yang akan dianalisis menggunakan pendekatan kritik sastra feminis.

Untuk mengungkap jati diri perempuan dalam kumpulan cerpen Lorong akan difokuskan pada analisis pencintraan perempuan. Citra dapat diartikan sebagai rupa; gambaran; gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Oleh karena itu, citra perempuan dapat juga disebut sebagai citra pemikiran tentang perempuan. Citra perempuan erat dengan citra diri. Citra diri merupakan pengertian yang dapat dihubungkan dengan dua konsep lain, yaitu self concept (konsep diri) dan self image (citra diri). Citra diri dapat bersifat intuitif atau reflektif.

(6)

6

gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian perempuan. Jati diri perempuan dapat disederhanakan menjadi dua peran, yaitu jati diri perempuan dalam keluarga dan jati diri perempuan dalam masyarakat. Dengan kata lain, jati diri perempuan muncul ketika perempuan mengambil peran secara individual maupun dalam kehidupan sosial.

Peran merupakan fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan. Peran juga dapat berarti seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki seseorang yang berkedudukan dalam kehidupan sosial. Peran perempuan berarti fungsi utama yang harus dilaksanakan oleh perempuan. Peran-peran itu merupakan bagian hidup perempuan, dimiliki sejak lahir, dan menyangkut peran perempuan sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai makhluk sosial yang semuanya saling berkaitan. Peran-peran perempuan tersebut, antara lain, terlihat pada citra perempuan dalam keluarga, citra perempuan dalam masyarakat.

Ideologi patriarki yang memberikan prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki memungkinkan terciptanya hubungan tidak seimbang antara laki-laki-laki-laki dan perempuan. Laki-laki sebagai pihak yang superior berpeluang untuk mengatur dan membatasi peran perempuan, bahkan melakukan kekerasan. Hal itu tampak pada perempuan yang direpresentasikan oleh tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen Lorong. Perempuan diidentikan sebagai objek kekerasan tokoh perempuan sering mendapatkan perlakuan keras dari laki-laki, baik dari rekan bisnis maupun suaminya. Kekerasan (violence) menurut Fakih (1999:17) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang.

PEMBAHASAN

PEREMPUAN DAN BEBERAPA ASPEK KEHIDUPANNYA

DALAM KUMPULAN CERPEN LORONG

Cerpen-cerpen karya Kunthi Hastorini yang ada dalam kumpulan cerpen Lorong menarasikan berbagai fenomena sosial. Cerita-ceritanya merupakan refleksi kepekaan pengarang atas kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sosialnya. Sebagian besar rangkaian cerita dalam cerpen-cerpen tersebut berpusat pada tokoh yang merepresentasikan perempuan. Perempuan yang ada dalam cerita itu dapat dihubungkan dengan berbagai aspek kehidupannya. Perempuan berkaitan dengan cinta, dunia kerja, material, dan perempuan berkaitan dengan sistem masyarakat yang patriaki. Adapun cerpen karya Kunthi Hastorini yang ada dalam kumpulan cerpen Lorong adalah “Lorong (Perbincangan Hati), “Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti”, “Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti II”, “Dara”, “Maling”, dan “Andai Aku Bisa Memilih”.

Pemahaman Perempuan atas Cinta

(7)

7

tidak pernah abadi. Bahkan, bila terjadi perceraian cinta akan hilang tanpa bekas. Meskipun berusaha dirajut kembali, cinta tidak akan kembali ada. Dalam cerpen “Laki-Laki Puisi dan Perempuan Menanti” cinta dan perpisahan digambarkan sebagaimana ikatan dalam aspirin yang disentesa ulang. Akan tetapi, ikatannya bersifat rapuh.

Di samping itu, aku juga menganggap cinta mengekang kebebasan yang hakikatnya dimiliki oleh setiap manusia. Di mata aku cinta juga dapat membuat sesorang dilanda kebencian terhadap orang yang pernah dicintai.

“Aku ingin jadi manusia bebas. Kau tahu, cinta suka sekali memenjara diri kita”

“Kau egois!”

“Tidak aku merasakannya.Kau tahu, aku sakit tiap jatuh dalam dekapannya”.

“Itulah Pengorbanan.” “Haruskah selalu ada?” “Iya..” (Hastorini, 2011: 2).

Kutipan di atas juga menunjukkan terdapat perbedaan yang jelas dalam memahami cinta antara Aku (perempuan) dengan Kamu (laki-laki). Bagi Kamu cinta perlu adanya pengorbanan, tetapi bagi Aku pengorbanan tersebut sebaliknya hanya membuat rasa sakit. Dapat dipahami bahwa cinta bagi Aku membuat diri manusia menjadi tergantung pada orang lain. Sehingga seakan-akan cinta hanya memenjarakan dan membatasi ruang gerak manusia.

Ketidakpercayaan perempuan terhadap cinta juga dapat dilihat pada cerpen “Lelaki-Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti”. Hal itu ditunjukkan dengan adanya ketidakpedulian perempuan akan kehadiran sang laki-laki yang sebenarnya mencintai perempuan tersebut. Meskipun laki-laki memberikan keindahan dan impian yang menarik, tidak membuat perempuan itu menjadi percaya pada cinta sang laki-laki. Bahkan keindahan yang diberikannya membuat sedih dan dahaga pada perempuan.

Masih dalam cerpen yang sama. Sebenarnya kehilangan kepercayaan terhadap cinta yang diberikan lelaki membuat perempuan berada situasi yang sulit. Artinya, ketika perempuan dihadapkan pada permasalahan tidak serta merta perempuan dapat menyelesaikan secara mandiri, tetapi perlu faktor penguat. Yakni, cinta dari lelaki.

Hal itu tampak pada perkataan Laki-Laki, “tak kah kau pikir dulu baik buruknya/”. Sebaliknya, perempuan menilai Laki-Laki selama ini hanya memberikan padanya sesuatu yang bersifat manipulatif, sehingga perempuan meminta pada Laki-Laki untuk menjadi dirinya sendiri. Dalam konteks ini perempuan mengharap kejujuran, lugas, tanpa ditutupi, dan bersifat sebenarnya. Hal itu diperkuat dengan kutipan yang merupakan penegasan perempuan terhadap pentingnya bukti bukan imaji.

“Aku tak butuh sebuah keidealan semu! Aku butuh kamu! Lengking suara perempuan.” Aku telah bosan menantimu.” (Hastorini, 2011: 12).

(8)

8

dibenturkan dengan perpisahan. Akan tetapi, sesama perempuan terdapat perbedaan dalam memaknai cinta. Tamara memaknai cinta sebagaiaman sesuatu yang klise, yakni cinta sesuatu yang mesteri. Saskia memahami cinta seperti butiran PEA. Maksudnya, cinta akan membuat manusia dalam ketidaktentuan. Namun, hal itu dimentahkan oleh Tamara. Tamara menilai cinta akan menjadi kekuatan jika cinta berasal dari dalam inti manusia yang mempunyainya, yaitu jiwa. Tamara juga berpikir bahwa cinta yang dimiliki oleh manusia pada umumnya hanya dari hati bukan dari jiwa. Sehingga apabila terjadi perpisahan, hati manusialah yang sebenarnya menghentikan cintaitu. Dalam hal itu pertemanan tetap ada, tetapi cinta sesungguh telah tidak ada.

Diskusi bertemakan cinta antara Saskia dengan Tamara berlanjut. Meskipun terlambat, Saskia menyetujui pendapat Tamara bahwa cinta yang berasal dari hati mudah berubah karena pada hakikatnya hati selalu mengalami perubahan. Akan tetapi, apabila cinta dari jiwa akan abadi karena jiwa tidak manusia tidak pernah berubah. Cinta yang berasal dari jiwa dapat dikatakan sebagai cinta spiritual, yakni terbentuk dari mampunya manusia mengerti terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Cinta yang demikian itu adalah cinta yang tidak dipengaruhi hal-hal yang materialistis, seperti fisik, uang, dan status seseorang. Perempuan dalam cerpen tersebut juga berpandangan bahwa cara menumbuhkan cinta dari jiwa cukup sederhana, yakni terlebih dahulu perlu mengerti spirit dan jiwa diri sendiri dan selanjutnya memahami spirit dan jiwa pasangannya. Pada hakikatnya jiwa yang sama akan menerima tanpa syarat, menerima apa adanya.

Relasi Perempuan dengan Pekerjaan

Dunia kerja yang dimaksud adalah tempat perempuan mengaktualisasikan diri sebagai pekerja baik di luar pekerjaan domistik maupun sebagai pekerja rumah tangga. Pada era sekarang perempuan tidak lagi dibatasi dalam pemilihan pekerjaan. Akan tetapi, hal itu tidak secara langsung membebaskan perempuan dari golongan yang termarginalkan atau disubordinatkan. Artinya, di tempatnya bekerja perempuan masih merasakan hal-hal yang diskriminatif.

Cerpen yang menggambarkankehidupan perempuan di dunia kerja adalah cerpen yang berjudul “Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti” dan “Cincin Sumirah”. Dalam dua cerpen didapat gambaran definisi yang berbeda tentang pekerjaan perempuan. Dalam cerpen “Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti” mengisahkan perempuan yang mendapatkan tekanan dan selalu menjadi objek kemarahan dari laki-laki, atasannya. Adapun yang ada dalam “Cincin Sumirah” dikisahkan perempuan yang menjalani peran sebagai pekerja di dalam rumah tangga.

Dikisahakan dalam “Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti” perempuan yang bernama Saskia. Saskia mempunyai seorang atasan yang bernama Pak Agus. Setiap pekerjaan yang terselesaikan oleh Saskia jarang mendapatkan penilaian yang positif dari Pak Agus, bahkan selalu mendapat cemoohan.

(9)

9

batas kemampuan perempuan tersebut. Hal itu terlihat ketika satu laporan belum mampu diselesaikan oleh Siska, oleh Pak Agus sudah diberi tugas yang lain. Ketika pekerjaan itu terlambat dari waktu yang semestinya, atasan tidak segan-segan mengatakan bahwa kerja perempuan tersebut lambat. Hal itu tampak pada kutipan di bawah ini.

Dapat dipahami juga bahwa perempuan masih diposisikan sebagai subordinat dan tidak mendapatkan keadilan dari pimpinanya. Ketidakmampuan dan ketidakberanian perempuan melawan tekanan-tekanan di tempatnya bekerja mengakibatkan perempuan merasa tertekan secara psikis. Seakan-akan diam merupakan jalan yang terbaik bagi perempuan ketika mendapatkan berbagai cemoohan. Pada kenyataanya diam tersebut tidak mampu melepaskan perempuan dari masalah, bahkan lebih menyiksa batinnya. Selain itu,di tempat kerja perempuan masih dinilai sebelah mata dan dianggap belum mampu berperan melebihi laki-laki. Perempuan masih dianggap sebagaimana benda mati yang tidak mempunyai eksistensi.

Di sisi lain, perempuan tidak harus bekerja di luar untuk mendapatkan pengakuan. Dalam cerpen “Cincin Sumirah” Wening sebagai representasi perempuan yang bekerja di domistik, rumah tangga. Akan tetapi, Wening mendapatkan kebahagiaan dan apresiasi yang baik dari Dirman, suaminya. Sebagai perempuan, Wening mempunyai kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi masalah yang dihadapinya. Di kalangan keluarganya Wening sudah mendapatkan ketidakadilan, terutama yang berkaitan dengan pembagian harta kekayaan orang tuanya. Wening selalu mendapatkan perlakuan yang tidak adil jika dibanding dengan Ramdan, adik kandungnya.

Terlepas dari ketidakadilan yang didapatnya,Wening merupakan perempuan yang sebagian besar waktunya dicurahkan untuk mengerjakan tugas-tugas rumah tangga seperti mengurus anak-anaknya, menata rumah, dan melayani suaminya. Selain itu, Wening juga menyempatkan diri beraktivitas di pasar untuk menambah penghasilan suaminya.

Meskipun Wening pekerjaan utamanya berada di dalam rumah, tetapi dia mendapat penilaian yang baik dari suaminya. Dirman, suami Wening mempunyai pemahaman bahwa yang dikerjakan oleh Wening tergolong pekerjaan yang berat sehingga Wening membutuhkan ketenangan dan kenyaman untuk memulihkan keadaan tubuhnya. Hal itu juga mengisyaratkan, tempat dan jenis aktivitas yang dilakukan perempuan bukan sebagai faktor utama untuk perempuan mengaktualisasikan eksistensinya. Aktivitas di kalangan domistik tidak menutup perempuan untuk mendapatkan apresiasi positif dari sekilingnya, dan aktivitas di luar rumah, misal di kantor, di perusahaan tidak menjamin perempuan mendapat penghormatan dan penilaian dari orang-orang sekitarnya.

Orientasi Perempuan Terhadap Materi

(10)

10

mendapatkan berbagai proyek untuk dikerjakannya. Dalam waktu yang tidak lama, Cin dan Ridho bergelimang harta.

Cin sebagai representasi perempuan yang tidak tahan akan godaan materi. Cin mengubah cara hidupnya, yang semula sederhana menjadi mewah. Dia memandang berbagai hal berfungsi melebihi pokoknya. Artinya, semua yang dia memiliki didorong sebagai gengsi, harga diri, dan penentuan kelas. Kecintaan Cin atas hal-hal yang material itu dibuktikan dengan kepemilikan Cin atas benda-benda yang bermerk, selalu membeli busana mewah di mall atau butik, makan di restoran kelas atas, ingin membeli rumah yang mewah, dan sering pergi ke pusat kecantikan ternama untuk perawatan. Dapat diambil pemahaman bahwa Cin memandang uang sebagai faktor utama keberhasilan manusia. Dengan uang, sesuatu yang diinginkan oleh manusia dapat terpenuhi. Uang dapat mewujudkan semua kehendak manusia. Hal itu membuktikan bahwa tolok ukur keberhasilan manusia dilihat dari sesuatu yang bersifat meteri, yakni uang.

Pendewaan atas materi yang dilakukan oleh Cin berdampak pada diri yang bersangkutan menjadi penganut konsumerisme. Perempuan tidak lagi mengutamakan fungsi dasar materi yang dimiliki sebagai kebutuhan untuk hidup, melainkan selalu merasa kekurangan dan ingin sesuatu yang lebih mewah. Hal itu berdampak pada kepemilikan akan materi yang melimpah menjadi tujuan utama dalam hidup sehingga sisi spiritual, religius, dan moral terabaikan. Mengambil yang bukan haknya dihalalkan demi menguasai materi yang diinginkannya. Tali persaudaraan dan persahabatan bukan yang utama, bahkan terkorbankan demi materi tersebut.

Pengabaian terhadap persahabatan demi materi dalam cerpen “Maling” dirpesentasikan oleh Rani Putri Minati Atma Widadari. Minati adalah teman karib Cin. Keduanya sering bepergian bersama dengan mobil Cin. Serta berdiskusi berbagai hal. Minati tidak segan-segan memuji keadaan Cin. Ternyata persahabatan yang demikian itu tidak menyurutkan Minati untuk memiliki sesuatu yang berkesan mewah milik Cin, yaitu blackberry dengan cara mencurinya.

Dalam konteks ini, blackberry bukan sekedar alat komunikasi. Melainkan sebagai sesuatu yang mewah, bermerk, dan bisa menaikan prestice sesorang. Perilaku yang ditunjukkan oleh Minati membuktikan bahwa keinginan atas kemewahan, merk berkelas, dan gengsi menerobos batas norma spiritual, agama, dan moral seseorang. Dalam hal ini materilah yang keluar sebagai pemenangnya dan perempuan sebagai entitas yang terperdaya oleh berbinarnya materi.

Dinamika Perempuan dalam Masyarakat Patriarki

(11)

11

Sistem patrilineal menempatkan laki-laki sebagai pemilik hak-hak istimewa, sebagai penguasa, dan sebagai penentu keluarga atau masyarakat. cenderung mengarah kepada budaya otoriter. Dalam sistem ini, laki-laki memandang perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi. Hal itu menyebabkan perempuan menjadi pasif karena dibelenggu oleh budaya diarahkan dan diperintah. Apabila perempuan berada di kelas atas/ bangsawan/priyayi tidak dipandang sebagai mitra sejajar, tetapi sebagai sarana reproduksi atau sarana untuk melangsungkan keturunan saja. Hal tersebut berujung pada timbulnya sikap pasrah perempuan kepada laki-laki dan laki-laki menjadi pongah di mata perempuan. Perempuan seakan tak berdaya melawan kultur yang tumbuh dalam masyarakat sehingga perempuan sangat dependen terhadap laki-laki.

Terkait peran perempuan di kalangan masyarakat yang patriaki, beberapa cerpen dalam kumpulan cerpen Lorong memberi informasi yang berbeda. Ada cerpen yang melukiskan perempuan dalam kondisi sebagai korban kekerasan dan kebiadaban laki-laki, perempuan mendapatkan perlakuan tidak adil dalam urusan warisan, dan sebalikya, ada yang mengisahkan perempuan sebagai entitas yang mempunyai kekuatan dan mampu menembus batas dominasi laki-laki.

Ketidakberdayaan perempuan bisa dilihat dalam cerpen”Dara” dan “Cincin Sumirah. Cerpen “Dara” mengisahkan perempuan bernama Dara yang mengalami keterpurukan hidup karena telah menjadi korban kesewenang-wenangan orang laki-laki. Pengalaman tragis yang didapat Dara membuatnya trauma. Karena merasa terlalu dibuat sakit oleh laki-laki, dari bibir Dara tidak segan-segan keluar kata makian, semisal kata biadab. Kata itu oleh Dara ditunjukkan bagi laki-laki yang telah menyengsarakannya.

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun intergritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesame manusia bersumber oleh anggapan jender dalam masyarakat. Kekerasan yang disebabkan oleh bias jender disebut gender-related violence (Fakih, 2007:17). Dalam cerpen “Dara” perempuan diposisikan sebagai korban kekerasan seksual dari laki-laki. Hal itu berakibat diri perempuan mengalami tekanan secara kejiwaan dan membuat dirinya dalam kepiluan. Posisi perempuan yang demikian itu jamak didapat pada masyarakat yang patriaki karena pada masyarakat yang menganut budaya itu perempuan ditempatkan sebagai subordinasi dan landasan patriarki yang tersistematis dalam tatanan sosial, politik, dan ekonomi dengan memberikan prioritas utama dan kekuasaan kepada kaum pria.

Kekerasan jender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Kaum wanitalah yang sering mengalami kekerasan jender. Berbagai bentuk kekerasan jender terjadi kepada kaum wanita. Misalnya, pemerkosaan dan pemukulan terhadap kaum wanita. Bentuk lain kekerasan terhadap wanita, yakni pelecehan (sexual harassment) dan penciptaan ketergantungan. Kekerasan terhadap kaum wanita adalah dampak stereotip jender. Stereotif yang menyatakan kaum wanita lemah dibandingkan kaum pria dapat menyebabkan kekerasan kepada kaum wanita. Dengan kekuatannya, kaum pria dapat seenaknya memperlakukan kaum wanita.

(12)

12

Wanita dan pria berbeda secara fisik. Wanita selalu diidentikan dengan fisik yang lemah, sedangkan pria diidentikan dengan fisik yang kuat. Perbedaan fisik, bukan suatu masalah bila tidak menimbulkan dominasi terhadap salah satu jenis kelamin. Namun, perbedaan itu menjadi masalah yang harus diselesaikan, jika merugikan salah satu gender, yakni kaum wanita. Kekuatan fisik pria sering disalahgunakan untuk menekan kaum wanita. Kelemahan fisik wanita menjadi sasaran dari kekuatan dan kekuasaan pria. Ketika terjadi konflik antara keduanya pada akhirnya perempuan yang tersisih.

Lain dengan yang ada di cerpen “Dara”, perempuan yang ada dalam cerpen “Cicin Sumirah” dikisahkan sebagai perempuan yang mengalami kekalahan atas saudara laki-laki ketika keluarga mereka membagi warisan. Cerpen ini diawali dengan pengisahan seorang nenek tua yang bernama Sumirah. Nenek tersebut mengalami nasib yang menyedihkan karena hanya tinggal di rumah yang sederhana. Anak-anak yang pernah ia lahirkan sudah meninggal lebih dahulu. Sumirah hanya ditemani oleh cucu perempuannya yang bernama Wening. Pada mulanya, mbah Sumirah mengharapkan Ramdan yang mengasuhnya sehingga semua hartanya diberikan kepada Ramdan. Ironisnya Wening sama sekali tidak bagian harta tersebut. Ramdan tidak pernah datang menjenguk Mbah Sumirah karena Ramdan lebih memilih sibuk sebagai anggota DPRD. Satu-satunya harta kebanggaan Mbah Sumirah, cicin perkawinan yang diberikan oleh suaminya direbut secara paksa oleh Ramdan.

Dalam konteks cerpen ini, ketidakadilan perempuan tervisualisasi pada diri Wening. Wening tidak mendapatkan bagian harta sedikitpun dari Mbah Sumirah. Harta Mbah Sumirah dikuasai oleh Ramdan. Hal itu terjadi karena Mbah Sumirah takluk pada Ramdan yang pandai mengeluarkan kata-kata manis nan menipu.

Hal di atas juga mengisyaratkan kedudukan laki-laki (Ramdan) lebih tinggi daripada perempuan (Wening). Dalam urusan warisan yang ada dalam lingkup kecil, yaitu keluarga, perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Hal itu semata-mata dipengaruhi oleh konstruksi budaya yang menganggap laki-laki ditempatkan sebagai superordinat. Di sisi lain, perempuan berada di posisi subordinat.

Menghadapi permasalahan seperti di atas, perempuan sebenarnya meberontak. Akan tetapi, perempuan seakan-akan pasrah pada yang dihadapi. Dan memandangnya sebagai kodrat yang harus dijalani. Hal itu dapat dilihat pada rangkaian peristiwa saat Dirman, suami Wening, menyuruh Wening untuk meminta pada Ramdan agar ikut mengurusi Abdullah. Wening tidak mau melakukan karena mempunyai anggapan sikap Ramdan tidak dapat dirubah.

Berkaitan dengan paparan di atas dapat diungkap juga bahwa ketika perempuan berada di masyarakat yang patriarki, perempuan tak berdaya dalam lingkaran konstruksi gender yang dipenuhi kelemahan dan alienasi. Prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki memungkinkan terciptanya hubungan tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki sebagai pihak yang superior berpeluang untuk mengatur dan membatasi peran perempuan, bahkan melakukan kekerasan.

(13)

laki-13

laki. Dengan potensi yang ada pada diri perempuan dapat membuat lelaki dalam posisi perasaan tanpa kekuatan logika. Selain itu, dapat pula diambil pemahaman bahwa perempuan dapat lebih maju dengan jalan mengluarkan potensi yang ada. Perempuan mempunyai potensi yang sama dengan laki-laki, misalnya keberanian, kepercayaan diri, cerdas, dan kritis. Hal-hal itu dapat mengangkat perempuan dari posisi subordinat ke superordinat. Dengan kata lain, perempuan tidak hanya dapat dihormati dari sesuatu yang bersifat fisik, seperti kecantikan, kemolekan, atau keseksiannya saja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari pembahasan yang terurai pada Bab II dapat diambil beberapa kesimpulan seperti berikut.

1. Kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini memuat realitas kehidupan perempuan yang terkait dengan berbagai aspeknya.

2. Perempuan dalam kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini mempunyai perspektif yang khas terhadap cinta.

3. Kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini mengungkap orang perempuan tidak berdaya menghadapi kekerasan yang oleh laki-laki kepadanya. Salah satu kekerasannya adalah kekerasan seksual.

4. Kumpulan cerpen Lorong karya Kunthi Hastorini juga mengungkap kekalahan perempuan atas laki-laki berkaitan dengan masalah waris. Anak atau cucu laki-laki menguasai semua harta warisan keluarga sehingga yang perempuan tidak mendapatkan warisan tersebut.

5. Perempuan dapat berdaya dan berada dalam superordinat jika dia mampu memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya.

Saran

(14)

14 DAFTAR PUSTAKA

Culler, Jonathan.1983. On Deconstruction, Theory and Criticism after Structuralism. London and Hanley: Rout Ledge and Kegan Paul.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemology, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Fakih, Mansoer. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Geofe, Philip Bab Cock (ed.).1986. Webstern Thirds International Dictionary The English Language. Sprinield Massachusset: Merwin W Inc.

Hastorini, Kunthi.2011.Kumpulan Cerpen Lorong. Yogyakarta: Indie Book Corner.

Newton,K.M. 1990. Twentieth-Century Literary Theory. London:Macmillan Education LTD.

Nugroho.1998. Konsep Wanita Dalam Budaya Jawa (Antara Idealisme Dan Realita)

Dalam Jurnal Teologi GEMA Edisi 55 Feminisme.

Tong, Rosemarie Putnam. 2008. Feminist Thought (terjemahan: Aquarini Priyatna Prabasmoro).Yogyakarta:Jalasutra.

Tuloli, Nani. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo: BMT “Nurul Jannah”.

Ruthven,K.K. 1984. Feminist Literary Studies:An Introduction. Cambridge: University Press.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Masalah Sosial dalam Kumpulan Cerpen Dalang Galau Ngetwit Karya Sujiwo Tejo: Tinjauan Sosiologi Sastra adalah betul-betul

Mustofa Bisri menerima Hadiah Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara) dari pemerintahan Malaysia. Buku kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi memuat 15 cerpen

KUMPULAN CERPEN LEONTIN DEWANGGA KARYA MARTIN ALEIDA (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI

Dalam penelitian ini, dilakukan telaah dalam kumpulan cerpen Bukan Perempuan yang memuat beragam ruang hidup yang diidealkan semacam tata nilai adilihung di

Karya lukis “Melihat Kartini” bertolak dari pengalaman saya membaca cerpen karya Putu Wijaya dalam buku kumpulan cerpen Klop yang berjudul “Kartini”. Cerpen

Materi Nilai Sastra Profetik dalam Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin Pulang Karya Ahmad Tohari Nilai yang Berasal dari Alquran. Beberapa sumber dari surat-surat dalam Alquran yang

Dalam kumpulan cerpen Perempuan Bawang dan Lelaki Kayu ini, juga terdapat jenis-jenis konflik sosial yang berhubungan dengan kejahatan.. Dalam cerpen “ Seekor Anjing yang

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penggunaan gaya bahasa perumpamaan dalam kumpulan cerpen Kinoli karya Yetti A.KA dapat dilihat pada cerpen-cerpen berikut; Rumah Keluarga, Ibu