• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjadi Guru Agama Islam yang Inovatif dan Menyenangkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menjadi Guru Agama Islam yang Inovatif dan Menyenangkan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Menjadi Guru Agama Islam yang Inovatif

dan Menyenangkan

Oleh: Dr. H.A. Dardiri Hasyim

A. Bingkai Masalah

Pendidikan merupakan proses yang panjang, sistematis, dan terarah. Al-Syaibany (2002) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya, kemasyarakatannya dan kehidupan di alam sekitarnya.1 Perubahan tersebut harus melalui bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam melalui proses pengajaran (ta'lim) dan asuhan yang baik (tarbiyah).2

Istilah yang tepat untuk pendidikan Islam menurut Naquib Al-Attas (1999) adalah "ta'dib". Kata ta'dib mengandung arti yang strategis, tidak terlalu sempit sekedar mengajar dan tidak meliputi makhluk lain selain manusia.3 Kata ta'dib sudah mencakup di dalamnya ta'lim dan tarbiyah yang dalam prosesnya melibatkan tubuh, jiwa dan ruh melalui proses pengajaran dan pengasuhan yang baik.

Pendidikan Agama Islam, dengan demikian, merupakan proses perubahan akhlak manusia dalam kehidupannya yang luas melalui proses pengajaran dan asuhan yang baik, dilandasi oleh ajaran Islam menuju ke titik optimal pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menjadi insan kamil.

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, Pendidikan Agama Islam dibakukan menjadi nama mata pelajaran yang isinya antara lain berisikan pengajaran Al-Quran, Hadis, Fikih, Akidah, Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan bagian integral dari kurikulum nasional.

1

Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,.2000, hal . 339.

2

A.D. Marimba (1980). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif. Cet. Ke-4., hal. 23.

3

(2)

Dalam pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan. Tugas pokok guru adalah mengajar dan mendidik sekaligus. Setiap mata pelajaran yang diajarkan harus membawa misi tersebut.

Tugas guru agama di samping harus dapat memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan dapat membangun jiwa dan karakter keberagamaan. Ketika seorang guru mengajarkan salat, ia tidak hanya mengajarkan siswa agar paham terhadap pengetahuan tentang salat dan mempraktikkannya secara benar, tetapi bersamaan dengan itu juga diharapkan akan tumbuh jiwa dan kepribadian yang selalu bersyukur kepada Allah, patuh dan tunduk, disiplin, senantiasa ingat kepada Allah yang selanjutnya terpelihara dirinya dari perbuatan yang keji dan munkar.

Pengetahuan guru tentang situasi-situasi sosial aktual di tengah masyarakat menjadi penting agar pembelajaran mampu menarik minat dan motivasi peserta didik. Guru yang kurang mampu menghubungkan relevansi materi dengan kenyataan praktis dalam mengeksplorasi bahan pembelajaran, situasi dan kondisi belajar yang kurang variatif juga akan mengurangi gairah belajar peserta didik. Demikian pula dengan guru Pendidikan Agama Islam agar membangkitkan minat dan motivasi peserta didik sehingga pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan.

Menurut Nu’man Sumantri (1996), setidaknya ada tiga masalah pokok yang melatarbelakangi keengganan peserta didik dalam pembelajaran.

(3)

Kedua, eksistensi guru bukan sebagai fasilitator yang membelajarkan, melainkan pribadi yang mengajar atau menggurui. Jika hal ini menjadi prioritas dalam pembelajaran, maka kesan negatif yang bisa mematikan kreativitas peserta didik pun timbul, bahwa guru itu sumber ilmu sementara peserta didik adalah gudangnya. Peserta didik adalah bank dan pendidik adalah nasabahnya. Pendidik menabung ilmu dalam banknya adalah peserta didik, seperti dikritik oleh Paulo Freire (1984) dengan menyebutnya sebagai model banking system.4

Peran aktif peserta didik dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sangat diutamakan. Guru memfasilitasi peserta didik guna mengikuti pola-pola kognitif dan memperlihatkan konsep pengetahuannya dapat berlaku benar untuk setiap keadaan atau sudah baku menurut referensi ilmu dan kebenaran epistemologis tertentu.

Peserta didik membentuk konsep melalui proses asimilasi dan akomodasi, sedangkan guru menunjukkan kebenaran konsep pengetahuan tersebut dengan hukum, teori dan kebenaran yang berlaku umum. Jika yang diperoleh peserta didik adalah ketidaksesuaian, maka guru dapat menunjukkan kesalahan konsep itu dan memperlihatkan yang benar, atau membantu mencari alasan, bukti dan referensi ilmiah untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Yang diharapkan dari guru adalah menguasai ketrampilan profesional dan unjuk kerjanya, membuat skenario pembelajaran yang menyenangkan dan mengesankan serta memacu keingintahuan peserta didik dan melatih kemampuan berpikir dan berinteraksi peserta didik secara benar.

Ketiga, penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan dialogis. Yang diharapkan dari peserta didik adalah merasa menyenangi materi, merasa membutuhkan ilmu itu serta dapat melaksanakan pesan pembelajaran.. peserta didik dapat menerjemahkan isi pesan itu ke dalam ranah-ranah kognitif karena dari situlah sumber kompetensi baginya

4Muh. Nu’man. Sumantri,

(4)

dan haluan evaluasi bagi guru. Peserta didik dapat memiliki keahlian afektif dan psikomotorik yang dapat diukur.

Agar dapat menjalankan fungsinya sebagai pengajar dan pendidik dengan baik, maka guru harus memiliki kompetensi yang relevan dengan fungsinya tersebut.

B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam

Guru mememang peranan penting dalam membimbing dan mengantarkan keberhasilan peserta didik karena gurulah yang langsung berhadapan dengan siswa di kelas. Maka sudah semestinya guru mempunyai kemampuan (kompetensi) tertentu yang disyaratkan agar dalam pelaksanaannya mengelola kelas bisa berjalan dengan baik. Indikator baik tersebut ditunjukkan dengan siswa menguasai materi pelajaran dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hakikat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimasukkan ke dalam kurikulum adalah agar generasi muda Indonesia bukan hanya cerdas dan pandai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga menjadi manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka menjadi penting untuk mengetahui kriteria kompetensi seorang guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi yang dimilki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik. Guru dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogis, personal, profesional, dan sosial.

(5)

metodologi mengajar, menguasai teknik evaluasi dengan baik, memahamai, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan kode etik profesi.5

Pemerintah dalam kebijakan pendidikan nasional telah merumuskan kompetensi guru ada empat, hal tersebut tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik digunakan untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut. Kompetensi pedagogik bertumpu pada kemungkinan pengembangan potensi dasar yang ada dalam tiap diri manusia sebagai makhluk individual, sosial dan moral.6

Secara lebih sederhana terkait dengan guru, kompetensi pedagogik berarti kemampuan guru dalam mengelola kelas sedemikian rupa agar tujuan pendidikan dapat tercapai, yang didalamnya terdapat banyak hal cakupannya.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 dijelaskan tentang kompetensi pedagogik, meliputi: menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya, mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran, menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan.

2. Kompetensi kepribadian

Di lingkungan sekolah, khususnya ketika guru berada di kelas, karakteristik kepribadian akan berpengaruh terhadap keberhasilan peserta didik. Kepribadian guru yang baik akan menjadi teladan bagi anak didiknya, sehingga menjadi sosok yang memang sudah selayaknya menjadi contoh dan patut ditiru. Dengan kepribadian yang baik guru mempunyai wibawa untuk selalu dihormati dan dipatuhi oleh siswa. Penghormatan dan kepatuhan siswa tumbuh dari kewibawaan guru karena bisa mengayomi, melindungi,

5

Dalam Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. ke-4, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, hal. 60.

6

(6)

mengarahkan dan menjadi teladan bagi siswa tanpa harus melalui cara-cara yang bersifat menakutkan.

Menurut Sukmadinata kompetensi personal mencakup: penampilan sikap yang positif terhadap tugas-tugas sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan, pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang semestinya dimiliki oleh guru, penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai suri teladan bagi para siswanya.7

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008, yang masuk kedalam kompetensi personal ini yaitu: beriman dan bertakwa, konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, individualitas dan kebebasan memilih, menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat, menampilkan kinerja berkualitas tinggi.

Guru dalam kesehariannya, terutama dalam proses pembelajaran harus sesuai perkataaan dengan perbuatan, rendah hati, dan tidak merasa malu dengan ucapan “tidak tahu”.8 Konsistensi dalam berperilaku baik setiap hari merupakan bentuk pengejahwentahan untuk menjadi sosok yang patut menjadi teladan siswa-siswanya. Tidak merasa malu dengan ucapan “tidak tahu” ketika anak lebih tahu dulu. Hal ini karena pada era globalisasi arus informasi bergerak dengan cepat, sehingga seringkali guru terlambat mendapatkan informasi yang baru dalam hal-hal tertentu dibandingkan siswanya.

Kompetensi personal atau kepribadian ini merupakan kemampuan guru menampilkan tentang pengetahuan agama, sosial, budaya dan estetika yang berbasis kinerja.

3. Kompetensi Profesional

Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, akan tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi. Guru yang profesional harus

7

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, cet. ke-3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 192.

8

(7)

menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan dengan baik, benar-benar seorang ahli dibidangnya dan selalu meningkatkan dan mengembangkan keilmuannya sesuai dengan perkembangan zaman.

Guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada siswa secara efektif dan efisien, dengan memiliki ilmu kependidikan. Guru yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional sebagaimana disebutkan di atas. Kode etik di sini lebih menekankan pada perlunya memiliki akhlak mulia.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Mengerti tujuan proses pembelajaran terhadap materi yang diajarkan dan hasil yang akan didapat. Guru mengampu mata pelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikanya, atau dengan kata lain bekerja secara proporsional.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan kerja antara lain memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, kepala sekolah, komite sekolah) di lingkungan sekolah. Menurut Goleman (2007), kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan terbentuk karena adanya kesadaran sosial yang bisa merasakan keadaan bathiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikirannya. 9

Kunci keberhasilan tergantung pada diri guru dan siswa dalam mengembangkan kemampuan berupa keterampilan-keterampilan yang tepat untuk menguasai kekuatan kecepatan, kompleksitas, dan ketidakpastian, yang saling berhubungan satu sama lain. Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing.

Guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang akan diajarkan kepada siswa. Juga mengetahui kondisi psikologis siswa dan

9

(8)

psikologis pendidikan agar dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan siswa dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan siswa.

Guru sebelum mengelola interaksi proses pembelajaran di kelas terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan atau materi apa yang akan dibahas sekaligus bahan-bahan yang berkaitan untuk mendukung jalannya proses pembelajaran. Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam pembelajaran di kelas. Dengan menguasai materi pelajaran, maka guru akan lebih mudah dalam pengelolaan kelas. Selain itu guru menjadi lebih mudah dalam memilih strategi belajarnya agar tujuan yang hendak dicapai dalam materi pelajaran tersebut berhasil terwujud.

Penguasaan bahan ajar yang berkaitan dengan materi pokoknya dari ilmu-ilmu lain seringkali sangat dibutuhkan dalam memberikan penjelesannya. Hal ini menjadi sebuah kebutuhan dimasa sekarang, dimana arus informasi begitu cepat untuk diketahui siswa.

Dengan mengkorelasikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan ilmu lain akan menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna dan semakin mudah dipahami siswa. Tidak sekedar mata pelajaran yang bersifat dogmatis. Apalagi kalau ditinjau lebih kedalam, pemahaman tentang Islam sendiri juga beragam, sehingga tidak heran jika dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber pokok dalam Islam banyak sekali pendapat yang berbeda, bahkan tidak sedikit yang bertolak belakang.

(9)

mati, rizki, jodoh. Setidaknya guru juga tahu contoh lain yang jika ditinjau dari ilmu lain akan lebih memudahkan dalam pemahaman dan penerapannya, serta dapat meningkatkan keimanan siswa.

Guru pelajaran Pendidikan Agama Islam perlu senantiasa mengembangkan wawasan keilmuan yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dan dapat membantu pemahaman siswa. Kompetensi yang perlu dimiliki diantaranya yaitu guru

memperhatikan “seni mengajar dan mendidik”, guru tidak cukup hanya

memiliki pengetahuan yang diajarkan tetapi juga harus memiliki pengetahuan tentang psikologi anak, mengetahui tingkat kesiapan belajar mereka dan bakat intelektualnya sehingga Pendidikan Agama Islam menjadi pembelajaran yang inovatif dan menyenangkah.

C. Pembelajaran yang Inovatif

McLeod (1989) mengartikan inovasi sebagai: “something newly introduced such as method or device”. Berdasarkan takrif ini, segala aspek (metode, bahan, perangkat dan sebagainya) dipandang baru atau bersifat inovatif apabila metode dan sebagainya itu berbeda atau belum dilaksanakan oleh seorang guru meskipun semua itu bukan barang baru bagi guru lain.10

Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa.11 Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif inovasi pembelajaran berbasis teknologi informasi. Menurut Gani (2009: 5), teknologi informasi dalam kaitannya dengan pendidikan memiliki peran:

10

Dalam Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, ”Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan (Paikem)” Bahan Pelatihan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2009, hal. 35.

11

(10)

1. Behavioral: mengatur berbagai jenis media (teks, audio, video) dan membuatnya sebagai sebuah program pembelajaran.

2. Konstruktivis: memfasilitasi komunikasi kolaboratif antara siswa, instruktur dan tenaga ahli.

3. Proses informasi: membantu siswa mengatur informasi baru, menghubungkannya dengan pengetahuan dan menyimpannya ke dalam memori.

Untuk menciptakan inovasi pembelajaran, guru diharapkan dapat menjadi motivator bagi peserta didiknya. MenurutGagne (1975) ada empat fungsi yang harus dilakukan guru kaitannya sebagai motivator.12

Pertama, arousal function atau membangkitkan dorongan siswa untuk belajar. Kedua, expectancy function yaitu menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran. Ketiga, incentive function, guru memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai dalam rangka merangsang pencapaian prestasi berikutnya. Keempat, disciplinary function

bahwa guru membantu keteraturan tingkah laku siswa. Keempat fungsi ini sebaiknya diperankan dengan tepat oleh guru dalam sebuah pembelajaran, karena pembelajaran merupakan suatu interaksi yang bersifat kompleks dan timbalbalik antara siswa dengan guru maupunsiswa dengan siswa. Hendaknya siswa diberi kesempatan yang memadai untuk ikut ambil bagian dan diperlakukan secara tepat dalam pembelajaran.

Dengan inovasi pembelajaran, maka guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (funny), menggairahkan (horee), dinamis

(mobile), penuh semangat (ekspresif), dan penuh tantangan (chalange). Contoh inovasi sederhana yaitu membuka dan menutup pelajaran dengan nyanyian, membuat materi pelajaran menjadi syair lagu untuk mempermudah menghafal dan mengingat yang didukung dengan media. Oleh karena itu, sebagai guru hendaknya mampu memahami peserta didik, sehingga kita dapat menciptakan inovasi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan

(11)

dan perkembangan zaman untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik.

D. Pembelajaran yang Menyenangkan

Pembelajaran yang menyenangkan perlu dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi dengan lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman, aman dan mengasyikkan. Perasaan yang mengasyikkan mengandung unsur inner motivation, yaitu dorongan keingintahuan yang disertai upaya mencari tahu sesuatu.

Selain itu pembelajaran juga perlu memberikan tantangan kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan kelak siswa menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing).

Menurut Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata ciri-ciri pokok pembelajaran yang menyenangkan sebagai berikut.

1. Adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu melakukan sesuatu meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi;

2. Terjaminnya ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan; 3. Terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan;

4. Adanya situasi belajar yang menantang bagi peserta didik untuk berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari;

5. Adanya situasi belajar emosional yang positif ketika para siswa belajar bersama, dan ketika ada humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan yang antusias.13

Dengan demikian, dalam pembelajaran yang menyenangkan guru tidak membuat siswa takut salah dan dihukum, takut ditertawakan teman-teman, takut dianggap sepele oleh guru atau teman. Di sisi lain, pembelajaran yang

(12)

menyenangkan dapat menjadikan siswa berani bertanya, berani mencoba/berbuat, berani mengemukakan pendapat/gagasan, dan berani mempertanyakan gagasan orang lain.

Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata merumuskan pembelajaran Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan disingkat PAIKEM, yaitu pendekatan mengajar yang digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Di antara metode-metode yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi.14

Cara melaksanakan PAIKEM mencakup berbagai kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada saat yang sama, kemampuan yang semestinya dikuasai guru untuk menciptakan keadaan sebaik-baiknya harus ditunjukkan. Berikut beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang bersesuaian.

pembelajaran yang beragam, misalnya

 Percobaan

 Diskusi kelompok

 Memecahkan masalah

 Mencari informasi

 Menulis laporan/cerita/puisi

 Berkunjung ke luar kelas

Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam

Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misalnya :

 Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri

(13)

keterampilannya pengamatan, atau wawancara

Pendekatan PAIKEM dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang inovatif dan menyenangkan, yaitu dengan menggunakan metode tertentu dan berbagai media yang disertai penataan lingkungan sedemikian sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

E. Penutup

(14)

yang mengajar atau menggurui; dan penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan dialogis.

2. Agar dapat menjalankan fungsinya sebagai pengajar dan pendidik dengan baik, maka guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kompetensi yang relevan dengan fungsinya tersebut, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

3. Guru Pendidikan Agama Islam yang inovatif mampu mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi ke dalam proses pembelajaran sehingga terjadi renovasi mental seperti rasa percaya diri dan lain-lain. Penggunaan bahan ajar, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif inovasi pembelajaran berbasis teknologi informasi.

4. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang menyenangkan bukan hanya diselingi lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah, tetapi dapat dinikmati siswa sehingga merasa nyaman, aman dan mengasyikkan, mengandung unsur inner motivation (dorongan keingintahuan disertai upaya mencari tahu), memberikan tantangan untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal.

(15)

Daftar Pustaka

A.D. Marimba. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif. Al-Attas, Naquib. 1999. Konsep Pendidikan Islam. Bandung: Mizan.

Asma Hasan Fahmi. 1979. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Bulan Bintang.

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka. 1999. Dasar-dasar Pendidikan, cet. ke-7, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.

Eric Jensen. 2007. Pembelajaran Berbasis Otak, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Goleman, Daniel. 2007. Social Intelligence Ilmu Baru tentang Hubungan Antar-Manusia, terjemah Hariono S. Imam, cet. ke-1, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Muh. Nu’man. Sumantri. 1996. Pendidikan IPS Ditinjau dari Perspektif Aktualisasinya. Jakarta: IKIP Jakarta.

Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata. 2009. ”Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan (Paikem)” Bahan Pelatihan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, cet. ke-3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. ke-4, Jakarta: Kalam Mulia.

Referensi

Dokumen terkait

Bersikap objektif, guru yang memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dengan bidangnya yaitu Sarjana Pendidikan Agama Islam, memiliki empat kompetensi (Kompetensi

Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Purwokerto sebagai

dengan pengaruh kompetensi pedagogik guru pendidikan agama Islam.. terhadap pemahaman materi pendidikan agama Islam siswa SMP

Upaya peningkatan kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam di SMPN 2 Batu Jabatan guru khususnya guru PAI sebagai pendidik formal di sekolah tidak ringan karena menyangkut aspek

Dengan demikian, pendidik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti telah mengimplementasikan ajaran Islam tentang keadilan, berinteraksi secara efektif dengan lingkungan

Kompetensi dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik diperlukan berbagai macam kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan Agama Islam

Dengan standar kualifikasi akademik dan standar kompetensi guru seperti tersebut di atas, kiranya pendidik akan dapat melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

ketiga yaitu pengamalan agama siswa (Y) diukur dengan 17 pernyataan yang dirujuk dari indikator Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam kelas XII, yaitu mampu mempraktikkan