KOMUNIKASI DALAM
KONTEKS SOSIAL
BUDAYA DAN
Komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi
yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki
kebudayaan
yang berbeda (bisa beda
ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini.
[1]Menurut Stewart
L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang-orang yang berbeda
budaya (baik dalam arti
ras
,
etnik
, atau
perbedaan-perbedaan sosio
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi
antarbudaya sebagai
human flow across
national boundaries
. Misalnya; dalam
keterlibatan suatu konfrensi internasional
dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara
berkumpul dan berkomunikasi satu sama
lain.
[2]Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan
komunikasi antarbudaya sebagai interaksi
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa
mengatakan bahwa komunikasi antar budaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran
sistem simbolik yang membimbing perilaku
manusia dan membatasi mereka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
[4]Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu
Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam
pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema
(penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna
tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan
makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
[4]
Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung
daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam
komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi
dalam proses pemberian makna yang sama;
[4]
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram
namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap
perilaku kita;
[4]
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat
membedakan diri dari kelompok lain dan
Membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifkasinya dengan pelbagai cara.[4]
Contohnya adalah komunikasi pada masyarakat warga kampung durian dengan suku dayak ahe yang Pola
Komunikasinya dibangun sangat baik.
Mereka membangun pemukiman sendiri, surau sendiri dan
hanya menghormati sesepuh dari kalangan sendiri (Munawar, 2003, Syarif Ibrahim al-Qadri, 2003). Penilaian ini mungkin dapat dibenarkan, tapi mungkin juga perlu dipertegas wilayah
kebenarannya (Ibrahim, 2004, 2005).
Pada sebagian aspek, mungkin penilaian itu dapat dibenarkan.
Kampung durian menjadi bukti betapa masyarakat yg berbeda suku dan bahasa dapat terbuka dengan komunitas lain, mereka dapat hidup bersama, membangun komunikasi bersama dan berjuang untuk kepentingan bersama (Ibrahim, 2009).
sebagai gambaran kehidupan di Kampung Durian yang berdekatan dengan Komunitas Dayak Ahe di kampung
Keterbukaan kedua komunitas ini dalam hubungan
sosial dan kemasyarakatan di Kampung diakui oleh
para tokoh Masyarakat.
Mereka mengakui bahwa hubungan sosial dan
kerjasama dengan kampung Dayak Ahe sangat baik.
Mereka secara bersama-sama bekerja membangun
jalan kampung, maupun jalan yang menghubungkan
kedua kampung mereka.
Bahkan jika ada hajatan di kampung, kedua
kampung itu saling mengundang dan sebagainya.
Berangkat dari realitas yang ada, jelas bahwa pola
komunikasi yang dibangun oleh masyarakat di
Kampung Durian sangat terbuka.
Dimana mereka mampu dan mau untuk terus
berusaha mengerti, memahami, menghargai dan
menerima siapapun yang berbeda dari komunitas
mereka. Bahkan mereka sadar betul bahwa selain
potensi sendiri yang harus dikembangkan secara
maksimal, kemajuan masyarakat dan kampung
Sebagai sarana untuk berkomunikasi surau di jadikan sebagai
tempat untuk bermusyawarah.Surau sebagaimana fungsi
utamanya adalah tempat melakukan aktivitas keagamaan dan
shalat. Dalam sejarah Islam Indonesia, surau memainkan peran
penting dalam penyebaran dan perkembangan Islam (Azra,
2003). Bahkan menurut Azra, Surau telah melahirkan banyak
tokoh dan ulama besar di Indonesia.
Begitupun dalam masyarakat kampong durian, surau
merupakan sesuatu yang sangat penting. Bahkan menjadi
identitas yang melekat dalam kehidupan sosial dan keagamaan
mereka. Untuk konteks ini, kita sering mendengar ungkapan
”dimana ada rumah orang islam selalunya di situ ada surau”.
Pentingnya peran surau dalam kehidupan sosial dan keagamaan
orang kampong durian tidak hanya sebagai tempat beribadah,
shalat dan belajar agama. Surau bagi mereka merupakan
Sebagai sarana komunikasi, surau betul-betul dimanfaatkan
untuk membangun hubungan silaturahmi yang erat antar
sesama jama`ah, antara sesama orang-orang tua, antara
orang-orang tua dengan anak-anak dan remaja, termasuk
antara sesama anak-anak dan remaja yang ada di kampung
tersebut.
Surau juga menjadi sarana komunikasi pendidikan dan
pembelajaran keagamaan yang epektif dalam masyarakat
kampong durian. Melalui surau program-program
Pentingnya peran surau dalam masyarakat kampong
durian semakin terbukti dengan dibangunnya
kembali satu surau lagi di hujung kampung durian
ini. Padahal dari sisi jarak bangunan surau yang lama
dengan surau baru ini hanya lebih kurang 200 meter
saja. Belum lagi dilihat dari sisi jumlah penduduknya
yang hanya sekitar 28 kk. Tapi inilah bukti lebih
lanjut mengenai pentingnya surau bagi masyarakat
kampong durian untuk membangun komunikasi,
silaturahmi, pendidikan dan pembinaan keagamaan
bagi jama`ahnya, terutama anak-anak dengan
Pentingnya surau bagi masyarakat kampong
durian dalam membangun komunikasi
pendidikan dan keagamaan tidak dapat
dipungkiri lagi. Karena itu untuk membangun
hubungan sosial yang akrab dan harmonis
dengan komunitas ini, surau dapat dijadikan
sebagai salah satu sarana utama dalam
B. KEYAKINAN DI KALIMANTAN
1.Agama
Seperti daerah lain di Indonesia, di Provinsi
Kalimantan Tengah terdapat berbagai jenis
agama dan kepercayaan yang menyebar
diseluruh daerah ini, antara lain
:
Islam
Kristen Protestan
Katolik
Hindu Bali
Budha
Kaharingan adalah kepercayaan penduduk
asli Kalimantan Tengah yang hanya terdapat
di daerah Kalimantan sehingga untuk dapat
diakui sebagai agama maka digabungkan
dalam agama Hindu. Penganut Agama Hindu
Kaharingan tersebar di daerah Kalimantan
Tengah dan banyak terdapat di bagian hulu
sungai, antara lain hulu sungai
Kahayan
,
C.KEANEKARAGAMAN BUDAYA
Suatu daerah sudah pasti memiliki tradisi dan adat-istiadat
yang berbeda dengan daerah lainnya. Ini merupakan
keragaman yang patut kita hargai. Karena keragaman itu yang
dapat memperkaya kebudayaan nasional Bangsa Indonesia.
Kebiasaan makan sirih dan pinang (Areca catechu L) sudah
dikenal sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Tepatnya
sekitar abad ke-6 masehi. Kebiasaan tersebut sudah dikenal
oleh masyarakat di Kalimantan sejak lama, tepatnya pada
abad ke-9 sampai ke-10 Masehi. Hal tersebut kemudiaan
menyebar keseluruh pulau Kalimantan tertuama di Kalimantan
Tengah.
Masyarakat Kalteng pada umumnya juga sangat menggemari
makan sirrih pinang. Orang tua sampai ke anak-anak
Biasanya untuk nenek-kakek, mungkin tidak kaut lagi untuk mengunyah
sirih pinang maka hal tersebut dapat diantisipasi dengan ditumbuk terlebih dahulu menggunakan semacam lesung kecil dan penumbuk sampai kira-kira semua bahannya sudah hancur baru dikelurkan lalu dimakan.
Warna bibir seseorang yang makan sirih pinang berwarna merah ini
karena percampuran antara daun sirih, pinang, kapur, gambir dan sedikit tembakau. Residunya berupa ludah yang berwarna merah dan sisa-sisa serat dari buah pinang. Pecandu memamah sirih pinang punya sensasi tersendiri setelah makan sirih pinang. Memamah sirih pinang tidak mengenal waktu, kegiatan tersebut dapat dilakukan pagi, siang, sore bahkan pada malam hari.
Sama halnya dengan pecandu rokok yang tidak mengenal waktu untuk
menikmati rokok. Sirih adalah tanaman tropis yang tumbuh di
Untuk pecandu berat sirih pinang biasanya cara
untuk mengatasinya dengan cara membawa
perlengkapan dalam suatu tempat yang dapat
terbuat dari anyaman rotan, kaleng, tas
pinggang, dan lain-lain. Semua perlengkapan
dimasukkan kedalam wadah tersebut berupa
daun sirih, pinang yang sebagian sudah di belah,
kapur, daun atau getah gambir, tembakau. Hal
tersebut yang menjadi kebiasaan yang
berkembang di masyarakat Kalimantan, baik
daerah kota sampai ke daerah pedalaman,
masyarakat biasa sampai para pejabat
Apakah makan sirih dan pinang memiliki efek negatif? Sebenarnya
makan sirih dan pinang sama halnya dengan kebiasaan minum kopi, teh atau mengisap rokok.
Pada mulanya setiap orang yang menginang (makan sirih dan pinang)
tidak lain untuk penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa nikmat sehingga sulit untuk
dilepaskan.
Kebiasaan menginang di samping untuk kenikmatan juga berfungsi
sebagai obat untuk merawat gigi, terutama agar gigi tidak rusak atau berlubang.
Fungsi menginang yang lain yaitu menyangkut tata pergaulan dan
tata nilai kemasyarakatan.
Hal ini tercermin dari kebiasaan menginang, hidangan penghormatan
untuk tamu, sarana penghantar bicara, sebagai mahar perkawinan, alat pengikat dalam pertunangan sebelum nikah, untuk menguji ilmu seseorang, dan sebagai pengobatan tradisional.
Bahkan menginang juga digunakan sebagai upacara dan sesaji yang
Tamu biasanya disuguhi sirih pinang dulu
dalam bertamu. Hal tersebut merupakaan
suatu kehormatan dan tamu wajib untuk
mencobanya. Barulah kopi, teh atau
1.Hidangan Penghormatan
Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan untuk tamu, hidangan atau sarana
pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini terjadi dalam
masyarakat dahulu hingga sampai saat ini pada masyarakat kota dan pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan mereka.
2.Acara-acara Adat
Dalam upacara-upacara adat juga sirih pinang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan masyarakatnya. Misalnya dalam upacara tiwah, deder kandayu, karungut, balian, nyangiang, mapas lewu, upacara pisek, pakaja panganten, dan waktu-waktu lainnya. Kebiasaan tersebut tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan masyarakat. Ini digunakan untuk mempererat tali persaudaraan masyarakatnya.
Bahkan sirih pinang juga selalu ada pada setiap sesaji yang diberikan bagi arwah-arwah nenek moyang dalam sebagian acara seperti
3.Acara Pertunangan/Perkawinan
Sebelum perkawinan ada upacara yang dikenal dengan
pertukaran cincin (pertunangan). Menyiapkan perlengkapan sirih dan pinang dan perlengkapan lainnya merupakan suatu kewajiban dan harus ada bagi para tamu dan undangan yang hadir. Ini
merupakan waktu-waktu yang special untuk makan ssirih dan pinang secara bersama-sama. Begitu juga pada saat perkawinan tiba hal tersebut merupakan makanan wajib yang harus ada
disiapkan untuk para tamu. Seandainya tidak ada maka ada perasaan yang kurang puas dalam hati dari yang punya
acara/kegiatan.