PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materil maupun spiritual.2 Dewasa ini, penyelenggaraan pembangunan tenaga kerja merupakan salah
satu faktor yang mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai unsur
penunjang untuk berhasilnya pembangunan di samping penggunaan teknologi.
Faktor ketenagakerjaan sebagai sumber daya manusia di masa pembangunan
nasional sekarang merupakan faktor yang teramat penting bagi terselenggaranya
Pembangunan Nasional di Negara RI, bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana
dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena merupakan faktor penentu bagi
mati dan hidupnya suatu bangsa.
Landasan Konstitusional yang mengatur tentang Ketenagakerjaan
disebutkan pada Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, susunan batiniah serta cita-cita hukum
2
dari Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain bersumber dan dijiwai oleh
falsafah Pancasila. Suasana batiniah dan cita-cita hukum tersebut selanjutnya
didalam batang tubuhya.3
Perihal isi ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan
masalah ketenagakerjaan, terutama ditentukan pada Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945, yang menetukan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Tenaga kerja adalah
tulang punggung dalam peningkatan pembangunan pada umumnya, pertumbuhan
industri pada khususnya. Oleh karenanya seluruh kegiatan yang yang dilakukan
tenaga kerja akan mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum dan
hubungan antar intern organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan
dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.4
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pengertian tenaga kerja adalah: “Setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.Berkenaan dengan hal itu
maka norma hukum telah memberikan pedoman sebagai dasar hukum dari tenaga
kerja outsourcing / alih daya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No.
Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101) serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja
3
Djumadi, Hukum perburuhan, Perjanjian Kerja, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,1992) hal.1.
4
Dan Transmigrasi Nomor KEP.220/MEN/X/2004 atau Peraturan Menteri Tenaga
Kerja, Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi
disebutkan bahwa outsourcing (alih daya) sebagai salah satu faktor yang harus
diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi di Indonesia.
Menurut Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa outsourcing / alih daya adalah suatu
perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana
perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis, sehingga pekerja atau tenaga kerja bukan karyawan atau tenaga kerja tetap
perusahaan tersebut melainkan tenaga kerja kontrak dengan jangka waktu tertentu.
Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu
proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing ).5 Hal-hal yang didelegasikan dalam outsourcing adalah suatu fungsi dan proses bisnis
tertentu untuk disisipkan dalam operasional bisnis perusahaan secara keseluruhan.
Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, outsourcing atau alih daya dibolehkan hanya untuk kegiatan
penunjang dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Dalam penjelasan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah
kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core bussiness) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan, kebersihan (cleaning service),
5
usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman
(security/satuan pengamanan), usaha penunjang di pertambangan dan perminyakan,
serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Memperhatikan kondisi ketenagakerjaan. Selama hubungan kerja atau
hubungan industrial berlangsung banyak permasalahan yang muncul. Kurangnya
perlindungan hukum. Lemahnya perlindungan hukum bagi buruh kontrak karena
hampir tidak pernah ada yang di daftarkan ke Departemen Tenaga Kerja.6 Kiranya perlu adanya suatu perangkat bagi sarana perlindungan dan kepastian hukum bagi
tenaga-tenaga kerja, salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum terutama
bagi tenaga kerja dalam melakukan hubungan kerja tersebut. Baik mereka yang
akan atau sedang mencari pekerjaan atau yang sedang melaksanakan hubungan
kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja.
Isi perjanjian kerja meletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal
balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam
melaksanakan hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam
perjanjian kerja maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seseorang maupun badan hukum sebelum melakukan hubungan kerja
dengan pihak lain terlebih dahulu akan mengadakan suatu perjanjian kerja, baik
dalam bentuk yang sederhana dalam bentuk lisan ataupun dibuat secara formal
dalam bentuk tertulis. Semua upaya tersebut dibuat untuk maksud perlindungan
dan kepastian hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hubungan kerja sebagai
realisasi dari perjanjian kerja, hendaknya menunjukkan kedudukan masing-masing
6
pihak yang pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban kewajiban
pengusaha terhadap pekerja secara timbal balik.7
PT. Indonesia Asahan Aluminium yang lebih dikenal dengan nama PT.
INALUM, didirikan pada tanggal 6 Januari 1976 dengan status sebagai perusahaan
Penanaman Modal Asing (PMA) yang dituangkan dalam suatu Perjanjian Induk
antara Pemerintah Indonesia dengan Komisioner Investor dari Jepang untuk jangka
waktu 30 tahun (terhitung sejak awal pengoperasian tungku reduksi) atau mulai 31
Oktober 1983 sampai dengan 31 Oktober 2013.8 Selanjutnya sejak tanggal 1 November 2013 akhirnya PT. INALUM kembali kepangkuan Pemerintah
Indonesia, meskipun pada saat itu belum tercapai kesepakatan terkait besaran biaya
pengambilalihan yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Indonesia kepada investor
Jepang. Negosiasi pengambilalihan terus diupayakan oleh pemerintah yang
diwakili oleh 3 (tiga) Kementerian yaitu: (Kementerian Keuangan, BUMN, dan
Perindustrian) hingga akhirnya tercapai kesepakatan penggantian besaran nilai
biaya pengambilalihan yang ditandai dengan penandatanganan pengakhiran
perjanjian induk antara para pihak dan RUPS pertama pada tanggal 9 Desember
2013 serta penyerahan aset dari pihak Jepang ke Pemerintah Indonesia melalui
Kementrian BUMN pada 19 Desember 2013 sehingga secara resmi status
perusahaan telah berubah menjadi perusahaan BUMN dan mengalami perubahan
nama dan menjadi PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero).9
Perubahan status PT.INALUM (Persero) menjadi perusahaan BUMN,
tentunya perusahaan berkewajiban untuk segera menyesuaikan seluruh peraturan
7
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan bagian pertama Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan, 2003) hal. 9.
8
PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero), Pedoman Good Corporate Governance/GCG , 2013, hal.1.
9
dan kebijakan intern perusahaan ,baik yang belum maupun yang telah diberlakukan
agar tunduk dan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi
perusahaan di lingkungan BUMN, khususnya yang terkait dengan penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik.10
PT.INALUM (Persero), merupakan perusahaan perseroan terbatas yang
bergerak dalam bidang industri aluminium dan tenaga listrik, yang berkedudukan
dan berkantor pusat di Jakarta. Pabrik peleburan aluminiumnya di Kuala Tanjung,
Kabupaten Batubara dan PLTA-nya berada di Paritohan Kabupaten Toba
Samosir.11 Pabrik peleburan yang beroperasi kontinu selama dua puluh empat jam tentunya membutuhkan karyawan-karyawan yang siap kerja siang malam demi
tercapainya hasil produksi yang baik. Salah satu produksi tersebut adalah faktor
tenaga kerjanya, karena keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya
bergantung pada tenaga kerjanya yang dipekerjakan dan merupakan penggerak
bagi sumber daya lainnya. PT.INALUM (Persero) menjalin kerjasama dengan
PT. lain sebagai mitra kerjanya, salah satunya adalah PT.Putra Tanjung Lestari
dalam bidang penyedian dan pengelolaan tenaga kerja untuk office boy di Pabrik
PT.INALUM (Persero). (No. SGA – 035 /PMP/ VI / 2013)
PT.Putra Tanjung Lestari ini bergerak dibidang penyediaan dan pengelolaan
tenaga kerja (office boy) . Adanya kerjasama PT.INALUM (Persero) karena adanya
kebutuhan akan tenaga kerja (office boy). Perjanjian ini karena adanya permintaan
tenaga kerja (office boy) dari PT.INALUM (Persero) kepada PT.Putra Tanjung
Lestari.
10
PT. Indonesia Asahan Aluminium, Loc.cit. 11
Karena begitu pentingnya faktor tenaga kerja dalam proses jalannya suatu
perusahaan maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaturan tenaga kerja, serta
bagaimana perjanjian kerjasama PT.INALUM (Persero) dengan PT.Putra Tanjung
Lestari dalam pengadaan tenaga kerja, dan kedudukan perjanjian setelah berubah
bentuk menjadi BUMN. Karena itu penulis tertarik untuk mengkaji mengenai
pelaksanaan perjanjian penyediaan tenaga kerja ini dan menuangkannya dalam
suatu karya ilmiah yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN
KERJASAMA PT.INALUM (PERSERO) DENGAN PT.PUTRA TANJUNG
LESTARI DALAM PENGADAAN TENAGA KERJA OUTSOURCING
SETELAH PT.INALUM MENJADI BUMN”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang yang diangkat
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan outsourcing di Indonesia ?
2. Bagaimanakah analisis Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium
dan PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja?
3. Bagaimana kedudukan Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium
dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM menjadi BUMN?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
b. Untuk mengkaji Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan Aluminium dan
PT.Putra Tanjung Lestari dalam pengadaan tenaga kerja.
c. Untuk mengkaji kedudukan Perjanjian antara PT.Indonesia Asahan
Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari setelah PT.INALUM menjadi
BUMN.
Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas,
antara lain :
a. Manfaat teoritis, sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan bagi
penelitian lanjutan untuk memperluas atau memperdalam hasil penelitian
yang telah ada terhadap perjanjian kerjasama PT.INALUM dengan PT.
Putra Tanjung Lestari.
b. Manfaat praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dalam perlindungan hukum
para pihak yang melaksanakan perjanjian kerjasama ini.
D. Keaslian Penulisan
Penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul
skripsi di Departemen Hukum Ekonomi yang tercatat pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara, yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama
antara PT.Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dengan PT.Putra Tanjung
Lestari dalam Pengadaan Tenaga Kerja outsourcing setelah PT.INALUM menjadi
BUMN.”
Perpustakaan Fakultas Hukum Univeritas Sumatra Utara melalui surat
skripsi. Atas dasar telah dilakukanya pemeriksaan tersebut, penulis yakin bahwa
judul yang diangkat beserta pembahasanya belum pernah ada penulisannya pada
Bagian Departemen Hukum Ekonomi khususnya dan Fakultas Hukum USU, jika
ada tentunya berbeda dengan skripsi ini karena tempat penelitiannya yang berbeda,
sehingga penulisan yang dituangkan penulis didalam ini dapat
dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan.
Perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa
Perjanjian atau Persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainya. Dengan adanya
pengertian perjanjian seperti ditentukan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa
kedudukan antara pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang.
Perjanjian Kerja terletak dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Hubungan Kerja, kemudian mengenai Peraturan Perusahaan dan
Perjanjian Kerja Bersama diatur dalam Bab XI Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Hubungan Industrial. Ada 2 (dua) perjanjian yang mirip dengan
perjanjian kerja, yaitu perjanjian yang menunaikan jasa diatur dalam Pasal 1601
KUH Perdata dan perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601b,1604 s.d.
1616 KUH Perdata. Dan perjanjian pemborongan serta jasa diatur secara sistematik
di dalam Bab 7A Buku III KUH Perdata.
Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b)
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) adanya pekerjaan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan kemampuan dan
kecakapan para pihaknya yang membuatnya, perjanjian itu dapat dibatalkan.12
Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang
sebelumnya dilakukan didalam perusahaan kepada pihak ketiga. Jumlah, luas dan
bentuk pekerjaan yang di-outsource berkembang sangat cepat, tidak hanya
pekerjaan tipikal pabrik tetapi juga pekerjaan yang lebih canggih, seperti technical
service, engineering bahkan financial analysis dan payroll. Outsourcing adalah
usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangai beban dan biaya
perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat terus kompetitif
dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan
menyerahkan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.13 Alasan utama outsourcing adalah:
1. Meningkatkan fokus bisnis, karena telah melimpahkan sebagian
opersionalnya kepada pihak lain
2. Membagi resiko operasional. Outsourcing membuat resiko operasional
perusahaan bias terbagi kepada pihak lain.
3. Sumber daya perusahaan yang ada bias dimanfaatkan untuk kebutuhan yang
lain.
4. Mengurangi biaya karena dana yang sebelumnya digunakan untuk investasi
biasa digunakan sebagai biaya operasinal.
12
Syamsuddin. Mohd Syaufii, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta : Sarana Bhakti Persada, 2005) hal .7.
13
5. Mempekerjakan sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi karena
tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan outsourcing adalah tenaga
yang sudah terlatih dan kompeten di bidangnya.
6. Mekanisme kontrol menjadi lebih baik.14
Menurut Iman Soepomo, tujuan atau hakekat hukum ketenagakerjaan (
hukum perburuhan ) adalah untuk melindungi pihak yang lemah, biasanya buruh,
dengan cara menempatkanya pada kedudukan yang layak pada kemanusiaan.15 Menurut Manulang, ada 2 (dua) tujuan Hukum Ketenagakerjaan, antara lain.16:
a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan ; dan
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas
dari pengusaha.
Butir (a) lebih menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga
ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam
proses produksi, untuk dapat mencapai ketenagan bekerja dan kelangsungan
berusaha. Sedangkan butir (b) dilatarbelakangi adanya pengalaman selama
ini yang seringkali berujung pada tindakan sewenang-wenangan pengusaha
terhadap pekerja/buruh. Untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum
secara komprehensif dan konkret dari pemerintah.17
14Ibid
, hal. 315. 15
Iman Soepomo, Op.cit. hal. 9. 16
Sendjun H. Manulang, Op.cit. hal. 2. 17
Jenis perjanjian kerja dapat dibedakan atas lamanya waktu yang disepakati
dalam perjanjian kerja, yaitu dapat dibagi menjadi perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Pada dasarnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) diatur untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja, dengan dasar pertimbangan agar tidak
terjadi tidak terjadi dimana pengangkatan kerja dilakukan melalui perjanjian dalam
bentuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerja yang sifatnya
terus-menerus atau merupakan pekerjaan tetap/permanen suatu badan usaha.
Perlindungan pekerja/buruh melalui pengaturan perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) ini adalah untuk memberikan kepastian bagi mereka yang
melakukan pekerjaan yang sifatnya terus-menerus tidak akan dibatasi waktu
perjanjian kerjanya. Sedangkan untuk pengusaha yang menggunakan melalui
pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu ini (PKWT), pengusaha diberikan
kesempatan menerapakanya untuk pekerjaan yang sifatnya terbatas waktu
pengerjaanya, sehingga pengusaha juga dapat terhindar dari kewajiban mengangkat
pekerja/buruh tetap untuk pekerjaan yang terbatas waktunya.18
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sebagaimana diatur dalam Pasal 56
ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya
didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu dan tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Selain itu perjanjian kerja
untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
18
1) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
2) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesainya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun
3) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
4) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
b. Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Sedangkan untuk perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT)
dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3(tiga) bulan, dan dimasa
percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang
berlaku.
Apabila masa percobaan telah dilewati, maka pekera/buruh langsung
menjadi berstatus pekerja tetap. Dengan status tersebut pekerja/buruh memiliki hak
sebagaimana diatur dalam Peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja
bersama.19
Sumber Hukum outsourcing (alih daya), yaitu:
a. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1601 KUH
Perdata dan perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601b,1604 s.d.
1616 KUH Perdata.
c. Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66.
19Ibid
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Permenakertrans) RI
No.: KEP-101/MEN/VI2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja/Buruh.
e. Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI No. :
KEP.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
f. Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi.
g. Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain.
h. Surat Edaran No. B.31/PHIJKS/I/2012 tentang pelaksanaan putusan
Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011. Mahkamah Konstitusi
memutuskan setiap pekerja outsourcing harus mendapatkan hak yang sama
dengan pekerja non outsourcing. Selain itu perusahaan outsourcing harus
memperhitungkan masa kerja yang ada sebagai acuan untuk menentukan
upah dan hak-hak lainya di perusahaan outsourcing yang bersangkutan,
termasuk terjadi pengalihan kepada perusahaan penerima pekerjaan lain.
PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero), terdiri dari:20
1) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang terletak disungai asahan di
Paritohan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir.
PLTA PT.INALUM (Persero) yang terletak disepanjang Sungai Asahan terdiri
dari:
20
2) Bendungan Pengatur (Regulating Dam) , yang terletak di Siruar, lebih
kurang 14,6 km dari Danau Toba. Bendungan ini berfungsi untuk
menyediakan persedian air yang didalam danau dan mengatur air keluar
dari Danau Toba ke sungai Asahan. Tipe bendungan ini adalah beton massa
dengan ketinggian 39 m, panjang 71m.
3) Bendungan Penadah Air Siguragura (Siguragura Intake Dam), yang terletak
di Simorea, lebih kurang 9 km dihilir bendungan pengatur. Tipe bendungan
ini adalah beton masa dengan ketinggian 46 m, panjang 173 m. Bendungan
ini berfungsi untuk mengatur pasokan air ke stasiun pembangkit listrik
Siguragura (Siguragura Power Station), yang berada 200 m didalam perut
bumi dengan 4 unit generator. Total kapasitas tetap dari keempat generator
tersebut adalah 203 MW. Pembangkit Siguragura ini merupakan PLTA
bawah tanah pertama di Indonesia.
4) Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam), yang terletak di
Tangga, lebih kurang 8 km dihilir bendungan Siguragura atau 500 m dihulu
air terjun Tangga. Bendungan ini berfungsi untuk mengatur pasokan air ke
PLTA Tangga. Tipe bendungan ini adalah beton masa berbentuk busur
pertama di Indonesia. PLTA Tangga yang berada lebih kurang 1,7 km di
hilir bendungan Tangga berada diatas permukaan tanah dan memiliki 4
generator. Total kapasitas tetap PLTA Tangga ini adalah 223 MW.21
Kemudian tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik
Siguragura dan Tangga disalurkan melalui jaringan sepanjang 120 km dengan
jumlah menara 271 buah dan tegangan 275 KV ke Kuala Tanjung. Melalui gardu
21
induk Kuala Tanjung tegangannya diturunkan menjadi 33 KV untuk didistribusikan
ke tiga gedung tungku reduksi dan gedung penunjang lainya. Masaing-masing
gedung tungku reduksi mempunyai 2 unit penyearah silicon dengan DC 37 KA dan
800 V.
Sesuai dengan Perjanjian Induk kelebihan tenaga listrik dengan batasan
max, 50 MW diserahkan kepada pemerintah melalui PLN. Kelebihan tenaga listrik
tegangan 275 KV ini disalurkan melalui gardu Kuala Tanjung ke gardu induk PLN
untuk didistribusikan ke masyarakat melalui jaringan transmisi 150 KV.22
5) Pabrik peleburan aluminium yang terletak di Kuala Tanjung, Kecamatan
Sei Suka, Kabupaten Batubara.
Pabrik peleburan PT.Inalum terdiri dari 3 (tiga) pabrik utama yaitu:
(1) Pabrik Karbon (Carbon Plant)
(2) Pabrik Reduksi (Reduction Plant)
(3) Pabrik Penuangan (Casting Plant)
PT.INALUM membangaun sarana yang diperlukan untuk kedua proyek,
seperti: pelabuhan, jalan-jalan, perumahan karyawan, sekolah dan lain-lain, dengan
investasi yang keseluruhannya berjumlah lebih kurang 411 milyar yen.23
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian
Penulis skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan
perundang-undang dan bahan-bahan yang berkaitan dengan skripsi ini.
22Ibid
, hal. 4. 23
Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah
menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaaan atau kelompok
tertentu, asas-asas atau suatu peraturan-peraturan hukum dalam konteks teori-teori
hukum dan pelaksanannya, serta menganalisa fakta secara cermat tentang
penggunaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perjanjian
kerjasama PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung Lestari dalam
pengadaan tenaga kerja outsourcing.
2. Data dan sumber data
Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini
dilakukan melalui pengumpulan data primer, skunder dan tersier.
a. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata), Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Permenakertrans) RI No.: KEP-101/MEN/VI2004 tentang Tata Cara
Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh, Keputusan Menteri
Tenaga kerja dan Transmigrasi RI No. : KEP.220/MEN/X/2004 tentang
Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan pekerjaan Kepada
Perusahaan Lain, Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan
Iklim Investasi, Peraturan Menteri Tenga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain, Surat Edaran No.
B.31/PHIJKS/I/2012 tentang pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi
b. Bahan Hukum Skunder, yaitu bahan hukum berupa hasil penelitian,
lampiran-lampiran, makalah dan data internet, yang dapat memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, seperti
kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Teknik pengumpulan data
Penelitian kepustakaan yaitu dengan melakukan bacaan-bacaan teoritis
yang ilmiah yang digunakan sebagai bahan analisis terhadap masalah yang dibahas.
Data –data tersebut diperoleh dari buku-buku referensi, buku catatan perkuliahan,
diskusi, internet, dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan.
Penelitian lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara
melakukan penelitian langsung dilapangan untuk memperoleh data yang konrit dan
aktual, untuk itu penulis dengan melakukan wawancara dengan staf di
PT.Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
4. Analisis data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudiaan disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan
guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan
diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis membuat
sistematika secara terstruktur dalam bagian-bagian yang semuanya saling
berhubungan satu sama lain.
Sistematika atau gambaran isi tersebut dipisahakan dalam beberapa bab dan
diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub bab.
Adapun gambaran isi sistematika tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini, dibahas hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan bagian yang terakhir yakni sistematika
penulisan yang menjadi gambaran isi dari skripsi ini.
BAB II PENGATURAN HUKUM OUTSOURCING DI INDONESIA
Pada bagian bab ini, diuraikan tentang, pengertian outsourcing, sejarah
outsourcing, outsourcing dalam peraturan ketenagakerjaan di Indonesia,
hubungan hukum antara pekerja/outsourcing dengan perusahaan pengguna
outsourcing.
BAB III ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT.INALUM DAN
PT.PUTRATANJUNG LESTARI DALAM PENGADAAN
TENAGA KERJA OUTSOURCING
Pada bagian bab ini diuraikan tentang, keabsahan suatu perjanjian antara
Asahan Aluminium, hak dan kewajiban PT.Putra Tanjung Lestari, hak-hak
normatif pekerja outsourcing, upaya hukum dalam penyelesaian sengketa.
BAB IV KEDUDUKAN PERJANJIAN ANTARA PT.INALUM DAN
PT.PUTRA TANJUNG LESTARI SETELAH PT.INALUM
MENJADI BUMN.
Pada bagian bab ini diuraikan tentang, sejarah PT.Indonesia Asahan
Aluminium menjadi BUMN, Akibat perubahan bentuk menjadi BUMN,
kedudukan perjanjian PT.Indonesia Asahan Aluminium dan PT.Putra Tanjung
Lestari setelah PT.INALUM BUMN.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir sekaligus penutup yang berisikan tentang
kesimpulan penulis dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta
saran-saran penulis atas bagaimana baiknya langkah-langkah yang dapat diambil
dalam mengatasi permasalahan tersebut.