• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.

326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau

Sumatera yang luasnya 25,2 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia dihuni

oleh 21,3 persen penduduk, Jawa yang luasnya 6,8 persen dihuni oleh 57,5 persen

penduduk, Kalimantan yang luasnya 28,5 persen dihuni oleh 5,8 persen penduduk,

Sulawesi yang luasnya 9,9 persen dihuni oleh 7,3 persen penduduk, Maluku yang

luasnya 4,1 persen dihuni oleh 1,1 persen penduduk, dan Papua yang luasnya 21,8

persen dihuni oleh 1,5 persen penduduk.1

Jumlah penduduk yang terdata berdasarkan data di atas menempatkan

Islam sebagai Agama yang paling banyak dianut dengan jumlah pemeluk 207,2

juta jiwa atau 87,18 persen.

2

Pada dasarnya pelaku usaha memproduksi barang dan menyediakan jasa .

Kedua hal ini secara umum pengaturan halalnya diatur dalam bentuk barang.

Bentuk barang ini dapat berbentuk makanan dan minuman. Makanan ataupun

minuman tersebut tidak terbatas pada bentuk makanan biasa ataupun obat, namun Dengan jumlah umat Islam yang mayoritas tersebut,

maka sangatlah perlu untuk memperoleh produk halal atas setiap produksi pelaku

usaha di Indonesia.

1

Anonim, “Jumlah dan Distribusi Penduduk” , http:// pstatic .eshopcomp. com/ nwp / v0_0_544/release/Store.html (diakses pada tanggal 15 Maret 2015).

2

(2)

yang pasti setiap muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan atau

minuman yang halal.

Mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (thayib) merupakan perintah

Allah Subhanahu wata’ala (selanjutnya disebut Allah SWT) yang wajib

dilaksanakan oleh setiap orang yang beriman. Perintah ini dapat disejajarkan

dengan bertaqwa kepada Allah. Dengan demikian, mengkonsumsi makanan halal

dengan dilandasi iman dan taqwa karena mengikuti perintah Allah SWT

merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia

dan akhirat. Sebaliknya, mengkonsumsi yang haram merupakan perbuatan

maksiat yang mendatangkan dosa dan keburukan baik dunia maupun akhirat.3

Sebenarnya apa yang diharamkan Allah SWT untuk dimakan jumlahnya

sangat sedikit. Selebihnya, apa yang ada di muka bumi ini pada dasarnya adalah

halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan Hadits. Maka,

sangat logis jika kaidah pertama dan utama dari hukum fiqh menyatakan bahwa

apapun yang bisa dikonsumsi adalah halal kecuali yang diharamkan. Di

dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa makanan dan minuman yang

diharamkan adalah bangkai; darah; babi; binatang yang disembelih dengan nama

selain Allah SWT; khamr atau minuman yang memabukkan.

4

3

Anonim “Kewajiban Mengkonsumi Makanan Halal” ,

Perkembangan teknologi telah menciptakan aneka produk olahan yang

kehalalannya diragukan. Banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang

dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada

4

(3)

berbagai produk olahan, karena dianggap lebih ekonomis. Akibatnya kehalalan

dan keharaman sebuah produk seringkali tidak jelas karena bercampur aduk

dengan bahan yang diragukan kehalalannya. Hal ini menyebabkan berbagai

macam produk olahan menjadi syubhat dalam arti meragukan dan tidak jelas

status kehalalannya.5 Berdasarkan hal tersebut, maka Komisi Fatwa Majelis

Ulama Indonesia menyimpulkan bahwa semua produk olahan pada dasarnya

adalah syubhat. Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelaahan sebelum

menetapkan status halalharamnya suatu produk. Hal ini dilakukan untuk

menenteramkan batin umat Islam dalam mengkonsumsi suatu produk.6

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,

sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. Pada Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pasal 10 ayat

1 menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan

yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan

bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran

pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada

label. Terkait dengan hal tersebut, untuk menjamin produk halal di Indonesia,

maka pemerintah pada akhirnya menerbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal. Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disebutkan bahwa penyelenggaraan

5

Anonim, “Kewajiban Mengkonsumi Makanan Halal”, Op.Cit.

(4)

jaminan produk halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan,

keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam

mengonsumsi dan menggunakan produk, dan meningkatkan nilai tambah bagi

pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal. Oleh karena itu,

untuk menjamin dikonsumsinya produk halal bagi masyarakat muslim di

Indonesia, maka Pada Pasal 4 disebutkan bahwa produk yang masuk, beredar, dan

diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Sertifikasi halal suatu produk berkaitan dengan agama, oleh karenanya

Agama Islam sangat concern dengan hal ini sebab menyangkut kaidah-kaidah dan

ajaran Agama Islam itu sendiri. Seringkali LPPOM-MUI mengeluarkan fatwa

berdasarkan hasil pengkajian tentang beberapa produk obat dan makanan. Fatwa

yang dikeluarkan tentu berkaitan dengan obat dan makanan serta kosmetik yang

perlu diperhatikan dan meyakini kehalalannya.7

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, akan sangat menarik untuk

dilakukan penelitian yang berjudul Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap

Konsumen Muslim Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 Tahu 2014 tentang Sertifikasi halal atas produk yang dimaksudkan di atas tentu saja akan

mengalami perubahan dalam hal pihak mana yang berwenang untuk

mengeluarkannya. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal telah menyebutkan bahwa sertifikat halal tidak hanya

dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja namun juga melalui Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

7

(5)

Jaminan Produk Halal, yang mana untuk melihat lebih jauh aturan-aturan terkait

dengan jaminan produk halal dan juga hal-hal yang lainnya seperti sertifikasi halal

suatu produk untuk melegalisasi suatu produk tersebut benar-benar halal, dan juga

untuk melihat lebih jauh hal-hal mengenai penyelesaian sengketa terkait dengan

adanya perselisihan yang terjadi atas jaminan produk halal tersebut.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang , maka permasalahan yang akan

diangkat yaitu:

1. Bagaimana pengaturan pemberian jaminan produk halal berdasarkan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas kehalalan produk yang telah

disertifikasi?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa atas produk tidak halal yang dikonsumsi

Muslim akibat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan diatas,ada beberapa tujuan yang melandasi

penelitian ini,yaitu:

a. Untuk mengetahui pengaturan pemberian jaminan produk halal berdasarkan

(6)

b. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atas kehalalan produk yang

telah disertifikasi.

c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa atas produk tidak halal yang

dikonsumsi Muslim akibat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha.

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini,yaitu sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri mengenai

pemberian jaminan produk halal terhadap konsumen Muslim ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 33 Tahu 2014 tentang Jaminan Produk Halal, di

Indonesia dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum

ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan peralihan hukum perlindungan

konsumen

b. Manfaat praktis

1) Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui

pemberian jaminan produk halal terhadap konsumen Muslim ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 33 Tahu 2014 tentang Jaminan Produk Halal di

Indonesia.

2) Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya hukum perusahaan dan juga memberikan pemahaman pada

pihak terkait seperti; praktisi hukum, praktisi legal corporate, dan juga

(7)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim

Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 Tahu 2014 tentang Jaminan Produk

Halal”, belum pernah di bahas oleh mahasiswa lain di lingkungan Universitas

Sumatera Utara dan Penulisan ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan

plagiat atau diambil dari penelitian orang lain.Penulisan skripsi ini merupakan ide,

gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau

hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak

tertentu. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya

secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya

membangun guna penyempurnaan hasil penelitian. Di dalam hal mendukung

penulisan ini dipakai pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan

daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan

pembahasan yang disajikan, baik berupa karya ilmiah maupun pasal-pasal dalam

peraturan perundang-undangan.

E. Tinjauan Pustaka

1. Produk

Produk adalah segala seuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk

diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan

(8)

organisasi dan gagasan.8 David W mengartikan, produk adalah Produk adalah

segala sesuatu yang memilki nilai disuatu pasar sasaran dimana kemempuannya

memberikan manfaat dan kepuasan termasuk benda, jasa, organisasi, tempat,

orang, ide.9

Klasifikasi produk menurut Fandy Tjiptono kedalam dua kelompok:

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal, menyebutkan bahwa produk adalah barang

dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk

kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang

dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 1

angka 2 dalam undang-undang yang sama menyebutkan bahwa produk halal

adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

10

a. Barang

Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bias dilihat,

diraba, disentuh, dipegang, dan perlakuan fisik lainnya.

1) Barang yang terpakai habis atau tidak tahan lama adalah barang berwujud

biasanya habis dikonsumsi dalm satu atau beberapa kali pemakaian.

Dengan kata lain umur ekonomusnya dalm kondisi pemakaian normal

kurang dari satu tahun.

2) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang tidak bias bertahan

sesusai umur ekonomisnya. Umumnya barang seperti ini membutuhkan

8

Kotler, Philip dan Gary Armstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 2 Edisi Kedelapan

(Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 11. 9

David W. Cravens, Pemasaran Strategis (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 3. 10

(9)

pelayanan yang lebih banyak, membutuhkan jaminan /garansi tertentu

dari penjualnya.

b. Jasa (service)

Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atas kepuasan yang ditawarkan untuk

dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan lain-lain.

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa, barang adalah setiap benda baik

berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat

dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,

dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sedangkan yang

dimaksud dengan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau

prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

2. Konsumen

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen diartikan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat ,baik bagi kepentingan diri sendiri,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.Dalam

mengonsumsi suatu barang,terdapat dua macam prilaku konsumen,yaitu:

a. Prilaku konsumen rasional

Suatu konsumsi dapat dikatakan rasional jika memerhatikan hal-hal berikut:

1) Barang tersebut dapat memberikan kegunaan optimal bagi konsumen.

2) Barang tersebut benar-benar diperlukan konsumen.

(10)

4) Harga sesuai dengan kemampuan konsumen.

b. Prilaku konsumen irasional

Suatu prilaku dalam mengonsumsi dapat dikatakan tidak rasional jika

konsumen tersebut membeli barang tanpa dipikirkan kegunaanya terlebih

dahulu

Jasa adalah adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi

yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen yang dibahas

dalam penelitian ini terfokus pada konsumen muslin.Konsumen muslim yang

dimaksud adalah para konsumen yang beragama Islam dimana mengonsumsi

barang yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Badan penyelesaian sengketa

konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa

antara pelaku usaha dan konsumen.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi penelitian

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.. Penelitian

normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder.11

11

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.

Menurut H. Zainuddin Ali, penelitian yuridis

(11)

perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum

yang ada dalam masyarakat.12 Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian

hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan

sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books)

atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas.13

a. Penelitian menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif

tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini dapat digunakan untuk menarik

asas-asas hukum dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan. Selain

itu, penelitian ini juga dapat digunakan untuk mencari asas hukum yang

dirumuskan baik secara tersirat maupun tersurat.

Penelitian ini merupakan:

b. Penelitian sistematik hukum, dimana dilakukan terhadap pengertian dasar

sistematik hukum yang meliputi subyek hukum, hak dan kewajiban,

peristiwa hukum, hubungan hukum, maupun obyek hukum.

c. Penelitian taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang dilakukan

dengan dua cara, yaitu:

1) Secara vertikal, disini yang dianalisa adalah peraturan

perundang-undangan yang derajatnya berbeda yang mengatur bidang yang sama.

2) Secara horizontal, dimana yang dianalisa adalah peraturan

perundang-undangan yang sama derajat dan mengatur bidang yang sama.

d. Penelitian perbandingan hukum, di mana dilakukan terhadap berbagai sistem

hukum yang berlaku di masyarakat.

12

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. 13

(12)

e. Penelitian sejarah hukum, di mana dilakukan dengan menganalisa peristiwa

hukum secara kronologis dan melihat hubungannya dengan gejala sosial

yang ada.

2. Data penelitian

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi

ini,menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi

dokumen (documnent study).Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap

data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.Data sekunder terdiri atas

tiga bahan hokum yaitu:

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang- undangan yang bersifat

mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang

Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum

primer seperti pendapat para ahli hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder atau

dengan kata lain bahan hukum tambahan.

3.Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan

(13)

sumber lainnya yang berhubungan dengan materi skripsi yang dibahas dalam

skripsi ini.Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan studi dokumen

adalah dengan melakukan analisa isi (content analysis). Content analysis adalah

teknik untuk menganalisa tulisan atau dokumen dengan cara mengidentifikasi

secara sistematik ciri atau karakter dan pesan atau maksud yang terkandung dalam

tulisan atau dokumen suatu dokumen.

4.Analisis data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data

yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara

normative kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.Penegertian

analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasikan

secara logis,sistematis logis sistematis menunjukan cara berfikir deduktif-induktif

dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah.

Setelah analisi data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif,

yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan

permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan

yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diawali dengan latar belakang penelitian, yang berisi

alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum

(14)

awal mengenai terminologi-terminologi yang digunakan untuk

mengemukakan permasalahan dalam mengidentifikasi masalah

sebagai proses signifikasi pembahasan. Disamping itu untuk

mempertegas pembahasan dicantum pula maksud dan tujuan serta

kegunaan penelitian.

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN

2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

Bab ini menjelaskan bagaimana pengaturan pemberian jaminan

produk halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal. Dalam bab ini akan membahas

secara normatif kewajiban Muslim untuk mengkonsumsi produk

halal berdasarkan Al-Quran dan Hadist, pengertian jaminan produk

halal, para pihak dalam penyelenggaraan jaminan produk halal,

bahan dan proses produk halal dan prosedu memperoleh sertifikat

halal.

BAB III TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS KEHALALAN

PRODUK YANG TELAH DISERTIFIKASI

Bab ini berisi tanggung jawab pelaku usaha atas kehalalan produk

yang telah diserttifikasi, kedudukan pelaku usaha dalam hukum

perlindungan konsumen, kewajiban pelaku usaha terkait kehalalan

produk yang telah disertifikasi dan tanggung jawab pelaku usaha

(15)

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PRODUK TIDAK

HALAL YANG DIKONSUMSI KONSUMEN MUSLIM

AKIBAT KELALAIAN OLEH PELAKU USAHA

Bab ini berisi penyelesaian sengketa atas produk tidak halal yang

dikonsumsi konsumen muslim akibat kelalaian yang dilakukan

oleh pelaku usaha, bentuk-bentuk sengketa konsumen, badang

penyelesaian sengketa konsumen sebagai media penyelesaian

sengketa dan pengadilan negeri sebagai media penyelesaian

sengketa dalam dasar gugatan perbuatan melawan hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab

ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.

Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran

merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan

dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil berdaya

Referensi

Dokumen terkait

 Produk segar asal hewan yang wajib bersertifikat halal sebagaimana telah diatur pada peraturan sebelumnya, maka sifat pengaturan sertifikasi halalnya adalah

Maka dengan dibuatnya undang-undang tentang jaminan produk halal pemerintah memberikan perhatian besar dan menjamin bahwa semua produk yang beredar di masyarakat

Merujuk pada Pasal 4 ayat 3 tersebut untuk melindungi konsumen muslim terhadap produk yang tidak halal, pelaku usaha dalam memproduksi barang/dan atau jasa untuk diperdangkan

Kewajiban dari pelaku usaha dalam memberikan label halal pada kemasan. produk makanan halal, dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun

Tanggung jawab Pelaku usaha atas pelanggaran terhadap JPH terkait hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi barang ; jaminan

Dan yang paling penting ialah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum dalam melaksanakan sistem jaminan halal. Pengawasan terhadap keberadaan produk

Jaminan kehalalan suatu produk pangan dapat diwujudkan dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk pangan sehingga produsen dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya.3

Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal UU Jaminan Halal, sebagaimana yang terbaru telah diubah dengan terbitnya Undang -