• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan realisasi pasar bebas di

Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap bermula KTT ASEAN di

Singapura pada tahun 1992.1 Para pemimpin ASEAN telah mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi

regional ASEAN sebagai bentuk tindaklanjut dari visi ASEAN 2020.2 Indonesia saat ini berada pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN

Economic Community (AEC) yang sebelumnya telah disebutkan dalam

Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun 1992 . Pada pertemuan tingkat Kepala Negara mengumumkan pembentukan suatu

kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun.

Kemudian dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003 dan pada

akhirnya dipercepat kembali menjadi tahun 2002,3 yang ditandai dengan pergerakan arus barang , jasa , investasi dan modal yang bebas tanpa hambatan4

Sjamsul Arifin et.al (I), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)2015, (Jakarta:PT.Elex Media Komputindo,2008),hlm. 37.

3

4

(2)

MEA merupakan suatu bentuk integrasi masyarakat ASEAN dimana

adanya perdagangan bebas diantara anggota - anggota ASEAN yang telah

disepakati bersama negara - negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina,

Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos, dan

Myanmar, untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan

kompetitif. Tujuan dibentuknya MEA yaitu untuk meningkatkan stabilitas

perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi

masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara-negara ASEAN.5 Di samping itu era MEA juga diharapkan juga akan terjadi pembangunan ekonomi yang setara serta

pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi 6

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada

penjualan produk antar negara tanpa tarif ekspor-impor atau hambatan

perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya

hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan

antara individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara

berbeda. Dengan berlakunya era MEA maka persaingan usaha akan semakin ketat , maka dari itu negara

- negara anggota MEA tersebut telah sepakat untuk mengubah wilayah ASEAN

menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan juga tenaga

kerja. Untuk mengahadapi era perdagangan bebas seperti saat ini , salah satu cara

untuk mampu bersaing adalah dengan mengahasilkan produk berupa barang dan

jasa yang berkualitas agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan barang

yang diproduksi oleh negara lain.

5 Op. Cit.

6Ibid

(3)

sehingga para pelaku usaha harus mampu bersaing dengan sesama pelaku usaha

dari negara anggota MEA lainnya.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha , baik

yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi7. Pada dasarnya para pelaku usaha memproduksi produk yang dapat diklasifikasikan

kedalam dua kelompok yaitu berupa barang dan jasa. Produk ialah segala sesuatu

yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan , dimimliki ,digunakan, atau

dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut

Fandy Tjiptono produk diklasifikasikan kedalam dua kelompok : 8 1. Barang

Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba,

disentuh, dipegang, dan perlakuan fisik lainnya.

a) Barang yang terpakai habis atau tidak tahan lama adalah barang

berwujud , biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa

kali pemakaian normal kurang dari satu tahun.

b) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang tidak bias

bertahan sesuai umur ekonomisnya. Umumnya barang seperti ini

membutuhkan jaminan / garansi tertentu dari penjualnya.

2. Jasa

7

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 Angka 3.

8

(4)

Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atas kepuasan yang ditawarkan untuk

dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel, dan lain-lain.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal9

Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib di Indonesia

karena sebagian besar masyarakat di Indonesia didominasi oleh umat Muslim,

maka dari itu kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang penting untuk

mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam era MEA negara-negara ASEAN

telah mempersiapkan strateginya. Tak dapat dipungkiri bahwa arus ekonomi

memiliki peluang yang besar terjadi di era ini. Salah satu hal yang penting adalah ,

sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan pada label produk yang

dipasarkan. Hal ini bertujuan agar konsumen lebih merasa aman dalam

mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Selain itu, konsumen juga

mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang

tidak halal dan diproduksi dengan bahan dan melalui proses yang halal serta

beretika. Karena bahan dan proses merupakan hal terpenting dalam suatu produk

halal, maka produk halal tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang halal juga,

namum bahan halal saja tidak cukup, harus pula diikuti dengan proses

pembuatannya. Proses pembuatan produk halal harus benar-benar jauh dari

hal-hal yang bersifat haram dalam arti kata proses pengelolaannya harus dibuat

benar-benar bersih dari zat-zat yang mengandung unsur haram.

9

(5)

mengenai ketersedianya produk halal. Untuk itu dibutuhkan kesiapan badan

sertifikat halal dalam memberikan jaminan produk halal kepada masyarakat.

Pembentukan lembaga ini adalah tanggung jawab pemerintah terhadap

masyarakat muslim dalam mentaati ajaran agamanya. Seperti pada Negara

Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) diputuskan menjadi

satu-satunya lembaga halal di Malaysia. Hal ini dilakukan demi mengefektifkan

standard halal dan mencegah kebingungan diantara kaum muslimin pada logo

halal. Dewan Agama Islam dan JAKIM akan menjadi satu-satunya lembaga yang

bertanggung jawab dalam mengeluarkan sertifikasi halal. 10

Perihal kehalalan produk juga diatur di Negara Thailand. Untuk menjamin

kelancaran dan efisiensi urusan Halal Manajemen, dan untuk mengatur ukuran dan kontrol kualitas produk halal dan penggunaan logo halal, Komite Pusat

Thailand telah mengeluarkan sebuah peraturan berupa Regulation of the Central Islamic Committee of Thailand Concering Halal Affair Operation of B.E 2552.

Di Negara Singapura,

perihal kehalalan adalah sesuatu yang penting untuk diterapkan, salah satu

alasannya adalah dikarenakan kejelian masyarakat yang semakin peka terhadap

kehalalan suatu produk. Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) adalah lembaga

yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal yang memegang penuh otoritas

beragama Islam di Singapura.

11

10

Anonim

Kemudian, Negara Brunai Darussalam juga merupakan negara di kawasan

ASEAN yang serius dalam pengaturan mengenai produk halal. Negara yang

2016).

11

(6)

terletak di pantai utara Pulau Kalimantan tersebut saat ini sedang membangun

konsentrasi terbesar perusahaan yang memproduksi produk halal di dunia melalui

Brunei Biolnnovation Corridor (BIC) yang dibentuk untuk mempromosikan perkembangan industri halal bersertifikat di Brunei dan berfokus pada produk

makanan, kosmetik, farmasi, biotekologi dan logistik halal. 12 Hal serupa juga diatur pada negara anggota ASEAN lainnya seperti Kamboja. Sertifikasi dan

pelayanan halal diterbitkan oleh Dewan Tertinggi Untuk Agama Islam Negeri

Kamboja (Mufti Kamboja). Lembaga ini bertujuan untuk memastikan bahwa umat

Islam mengonsumsi produk halal dan sesuai dengan standar Islam. Di Vietnam,

lembaga halal bernama Halal Vietnam (HVN) yang menawarkan sertifikat halal

pada produk makanan. HVN memiliki tugas utama untuk memberikan merek

halal pada produk dan jasa dari perusahaan publik. Negara Laos tidak memiliki

lembaga sertifikat halal, akan tetapi dalam pengaturan tentang label dan kemasan

pangan disebutkan bahwa simbol atau logo yang diakui oleh agama seperti halal

dapat digunakan. Kemudian Negara Myanmar, negara ini merupakan negara yang

minoritas penduduk muslim. Akan tetapi untuk melindungi masyarakat muslim,

pengaturan mengenai kehalalan pada produk terkhusus makanan, Negara

Myanmar banyak memiliki rumah makan halal.13

Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) bahwa Negara berkewajiban

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

12

Anonim, 13

(7)

untuk mewujudkan kesejahteraan umum14

Seiring dengan semakin mudahnya produk-produk asing masuk ke

wilayah Indonesia terkait era MEA, namun tidak juga membuat segala jenis

produk-produk tersebut bebas beredar dikarenakan kehalalan suatu produk

menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat muslim baik itu makanan, obat-obatan

maupun barang-barang konsumsi lainnya. Maka dari itu diperlukan jaminan

produk halal untuk mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak

mengandung sesuatu unsur yang tidak halal dan di proses dengan cara yang halal

juga. Oleh karena itu untuk melindungi konsumen muslim tersebut, dibentuklah

suatu Undang-Undang untuk sebagai dasar legalitas atas produk halal yaitu

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam

Undang-Undang Jaminan Produk halal, yang dikatakan sebagai produk adalah

Barang dan/atau Jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik,

produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang gunaan

yang dipakai, digunakan, dimanfaatkan oleh masyarakat.

. Landasan ini juga dipertegas dalam

Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

1945) yakni pada Pasal 2 yang menyatakan bahwa Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

15

14

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia1945,Pasal 29. 15

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Pasal 1,angka 1.

(8)

Pencantuman label halal adalah tanda kehalalan suatu produk.16

Industri Farmasi adalah industri obat jadi dan industri baku obat . Obat

merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk

digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan

badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau Hal ini

bertujuan agar konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan

menggunakan produk tersebut. Sedangkan bagi produsen atau pelaku usaha,

pencantuman label halal dapat membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen

terhadap produk tersebut karena produk yang bersertifikat halal lebih memiliki

keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk yang tidak mencantumkan

label halal tersebut. Tujuan dari Jaminan Produk Halal tersebut pada dasarnya

untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian

ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan

menggunakan produk, dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk

memproduksi dan menjual produk halal, oleh karena itu untuk menjamin

dikonsumsinya produk halal bagi masyarakat di Indonesia, maka produk yang

masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi

halal termasuk juga dalam perdagangan produk-produk farmasi yang sebagian

besar produk berupa obat-obatan yang masuk di wilayah Indonesia banyak yang

di produksi oleh negara-negara lain.

16

(9)

memperindah badan atau bagian badan manusia. 17 Akan tetapi dalam dunia farmasi, banyak pelaku usaha yang memproduksi produk berupa obat yang

mengandung bahan dan/atau dilakukan dengan proses yang tidak sesuai dengan

standar kehalalan berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal seperti

penggunaan bahan yang berasal dari hewan yang pada dasarnya halal, kecuali

yang diharamkan menurut syariat seperti penggunaan bangkai, darah, babi, dan

hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. 18 Namun, apabila produsen obat tersebut harus menghilangkan bahan yang mengandung unsur haram dalam

produk obat yang diproduksinya, maka hal tersebut akan mengurangi kualitas dari

produk obat yang dihasilkan. Dengan demikian hal tersebut akan menyebabkan

produsen obat menjadi enggan untuk memproduksi dan memasarkan produk

tersebut karena kualitas dari produk yang dihasilkan tidak maksimal. Namun

mengingat saat ini Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas, dimana

pergerakan arus barang, jasa, investasi dan modal yang bebas tanpa hambatan

maka perlindungan hukum bagi pelaku usaha yang memproduksi produk farmasi

pada era MEA dirasa diperlukan. Berdasarkan latar belakang yang telah

dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk membahas mengenai bagaimana

pengaturan mengenai perdagangan di Indonesia serta perlindungan terhadap

produsen farmasi di era Masyarakat ASEAN dan pengaturan mengenai produk

halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan

Produk Halal.

17

Definisi Obat,http://WWW.academia.edu/5429948/FENISINI-OBAT (diakses tanggal 6 Maret 2016)

18

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya,

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan perdagangan produk farmasi dalam sistem hukum

Indonesia ?

2. Bagaimana kehalalan suatu produk menurut Undang – Undang Nomor 33

Tahun 2014 ?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar

tunggal ASEAN ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu

persyaratan akademik sebagai mata kuliah pembulat studi guan memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun

disamping Tujuan diatas terdapat tujuan- tujuan lainnya berdasarkan rumusan

masalah diatas. Maka tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perdagangan di Indonesia

berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

2. Untuk mengetahui pengaturan pemberian Jaminan Produk Halal berdasarkan

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pelaku usaha pada era pasar

(11)

Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan

skripsi ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Tulisan ini memberikan pengetahuan mengenai perdagangan bebas di

Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan juga mengenai pemberian

jaminan produk halal terkhusus dibidang produk farmasi yang ditinjau dari

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

2. Manfaat praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran, dan menambah wawasan masyarakat untuk dapat mengetahui

tentang perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar

tunggal ASEAN yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 tahun

2014 tentan Jaminan Produk halal. Uraian ini juga sebagai bahan kajian

untuk para akademisi dan para peneliti lainnya yang ingin mengadakan

penelitian yang lebih dalam mengenai pemberian jaminan produk halal.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap

berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Dalam penelusuran yang dilakukan, ditemukan salah satu penelitian skripsi

yang telah dilakukan oleh Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

terkait dengan Jaminan Produk Halal yang berjudul Pemberian Jaminan produk

(12)

Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal oleh Richard Chandra. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut mengkaji mengenai aspek

perlindungan terhadap konsumen muslim atas produk yang beredar yang ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Sedangkan penelitian skripsi ini mengkaji mengenai perlindungan hukum

terhadap produsen farmasi pada Era Pasar Tunggal ASEAN atas produk yang

diproduksi melalui Undang-Undang Jaminan Produk Halal.

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh

orang lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut

dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Pustaka

1. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam

Declaration Of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober 2003. MEA adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Pembentukan MEA dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu pencapaian pasar tunggal dan kesatuan

basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan

ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global.

(13)

produksi, ditujukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi regional

untuk mencapai skala ekonomis yang optimal.

Melalui proses integrasi ekonomi maka ASEAN secara bertahap

menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan barang dan jasa serta

aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus harmonisasi

peraturan-peraturan terkait lainnya. 19 2. Pasar Bebas

Definisi Pasar Bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang

mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor

atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat di

definiskan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang dibuat

pemerintah) dalam perdagangan-perdagangan individual dan

perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.20 3. Pelaku Usaha

Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap

orang perorangan atau badan usaha ,baik yang berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun secara bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Jenis-jenis Pelaku Usaha :

19

Sjamsul Arifin et.al I, Op. Cit, hlm 10. 20

(14)

1. Badan Usaha yang berbadan hukum

2. Badan Usaha yang tidak berbadan hukum

Perbedaan dari keduanya yaitu badan usaha yang bukan merupakan badan

hukum tidak dipersamakan kedudukannya sebagai orang sehingga tidak

memiliki kekayaan para pendirinya. 21 4. Produk Halal

Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor.518 Tahun 2001

tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah tidak

mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi

umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan Syariat Islam.

Kemudian proses-proses yang menyertai dalam suatu produk agar

termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standar

halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. 22 Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud, meliputi :23

1. bangkai ;

2. darah ;

3. babi ; dan/atau

4. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan Syariat.

21

Irma Devita, ”Kiat-Kiat Cerdas,Mudah,dan Bijak Mendirikan Badan Usaha”, (Bandung:Kaifa, 2010), hlm. 2.

22

Anonim, 23

(15)

Kemudian bahan yang berasal dari tumbuhan selama tidak memabukkan

dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya

adalah halal.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu

penelitian yang berfungsi untuk mengembangakan ilmu pengetahuan.24 Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah bersifat

normatif.25 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.26

a. Penelitian menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum

positif tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini dapat digunakan

untuk menarik asas-asas hukum dalam menafsirkan peraturan

perundang-undangan. Selain itu, penelitian ini juga dapat

digunakan untuk mencari asas hukum yang dirumuskan baik secara

tersirat maupun tersurat.

Penelitian

ini merupakan :

24

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III (Jakarta:Universitas Indonesia-press, 1986), hlm.7 .

25

Penelitian Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang tertulis baik yang dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan maupun dalam bentuk literatur lainnya.

26

(16)

b. Penelitian sistematika hukum, dimana dilakukan terhadap

pengertian dasar sistematika hukum yang meliputi subyek hukum ,

hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, maupun

obyek hukum.

c. Penelitian perbandingan hukum, dimana dilakukan terhadap

berbagai sistem hukum yang berlaku di masyarakat.

2. Data penelitian

Penggunaan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di

perpustakaan. Data sekunder terdiri atas tiga bahan hukum yaitu :

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan

yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang

berwenang, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

tentang perdagangan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan

hukum primer seperti pendapat para ahli hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

(17)

bahan hukum sekunder atau dengan kata lain bahan hukum

tambahan.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan

dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi skripsi yang dibahas

dalam skripsi ini

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, ditelaah, dan dianalisis

dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu metode yang

menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok

permasalahan. Metode kualitatif yaitu metode analisa data yang

mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan

kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang

diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari

keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara

satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai

(18)

yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau

berhubungan untuk terjadinya sutau hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab,

dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan

kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan,

sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut

Bab I, merupakan bab pendahuluan, pada bab ini akan diuraikan secara

umum mengenai alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum

diatas, Pokok Permasalah, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II, berjudul Pengaturan Perdagangan Produk Farmasi Dalam Sistem

Hukum Indonesia. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai sistem perdagangan di

Indonesia yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan. Kemudian dalam bab ini juga menjelaskan mengenai pembebasan

bea masuk atas barang impor terkait Era perdagangan bebas serta pengawasan

mengenai pemasukan obat impor oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

Bab III, berjudul Kehalalan Suatu Produk Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam bab ini diawali

dengan penjelasan mengenai pengertian jaminan produk halal. Pada bab ini juga

menguraikan mengenai penjelasan atas bahan dan proses produk yang sesuai

dengan kehalalan yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal ,

penjelasan mengenai lembaga penyelenggara jaminan produk halal serta prosedur

sertifikasi dan pengawasan terhadap produk yang beredar agar sesuai dengan

(19)

Bab IV, berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Produsen Farmasi Di

Indonesia Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Melalui Jaminan Produk Halal. Di

dalam bab ini diawali dengan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

mengenai bidang farmasi. Kemudian pada bab ini dijelaskan mengenai kewajiban

produsen farmasi atas kehalalan produk yang diproduksi serta membahas

mengenai tanggung jawab produsen atas kehalalan produk yang disertifikasikan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, serta

penjelasan bagaimana perlindungan terhadap produsen dalam negeri yang

memproduksi produk-produk farmasi pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) melalui jaminan produk halal.

Bab V, terdiri dari kesimpulan terhadap bab-bab sebelumnya yang telah

diuraikan dan ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang dianggap

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan akibat pencantuman label halal pada kemasan produk

(2) Bagaimana tinjauan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal terhadap praktik penyembelihan dan pengolahan ayam di rumah potong ayam desa

Jika dikembalikan kepada peraturn pemerintah berdasarkan Undang-Undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal didalam Pasal 4 dan Pasal 67 bahwa semua produk yang

Lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) sesungguhnya semakin mempertegas betapa mendesaknya persoalan halal-haram dalam

(1) Produsen Dalam Negeri yang telah mendapatkan izin pencantuman tanda SKEM dan Label Tanda Hemat Energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 wajib melaporkan jumlah, merek, jenis,

Hal ini didukung oleh adanya Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU- JPH) Nomor 33 tahun 2014 tentang tentang Jaminan Produk Halal. Deteksi akan kehalalan suatu produk makanan

Aturan wajib bersertifikat halal bagi produk yang diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

Ketentuan ini sejalan dengan ketentuan sebelumnya yaitu penjelasan pasal 10 ayat 1 yang menyatakan bahwa pencantuman keterangan halal atau tulisan “hahal” pada label pangan merupakan