• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN BIOGRAFI ROTUA PARDEDE 2.1 Suku Batak Toba - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN BIOGRAFI ROTUA PARDEDE 2.1 Suku Batak Toba - Studi Deskriptif Manghirap Tondi Di Desa Lintong Nihuta Kecamatan Tampahan Dalam Masyarakat Batak Toba Oleh Ibu Rotua Pardede: Kajian Terhadap Tekstual Dan Musikal"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DAN BIOGRAFI ROTUA PARDEDE

2.1 Suku Batak Toba

Suku Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa batak. Suku

Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan,

Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi,

Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya. Sepanjang sejarah suku

ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Pada masa kerajaan yang berpusat di

Bakara, Kerajaan yang dalam pemerintahan dinasti Sisingamangaraja membagi

Kerajaan Batak dalam 4 wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:

1. Raja Maropat Silindung

2. Raja Maropat Samosir

3. Raja Maropat Humbang

4. Raja Maropat Toba

Marga asli penduduk Batak Toba yang berdomisili di Tampahan adalah

Siahaan, Simanjuntak dan marga-marga penduduk pendatang seperti; Simatupang,

Pardede, Sianturi, Panggabean, Sianipar, dll.

2.1.1 Asal-Usul Batak Toba

Penelusuran sejarah, sebuah upaya yang bagi sebagian orang merupakan

▸ Baca selengkapnya: hata paampuhon sian hula-hula

(2)

bertanya dari manakah asal-usul suku Batak Toba. Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak Toba dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung

Malaysia lalu menyebrang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula-Mula, lebih

kurang 8 KM arah barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain

mengatakan dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan

hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13).

Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan

generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah

generasi ke-20. Pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang Sriwijaya

yang menyebabkan bermukimnya 1500 orang Tamil di Barus. Pada tahun 1275

Mojopahit menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang

Lawas. Sekitar tahun 1400 kerajaan Nakur berkuasa di sebelah Timur Danau

Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Menurut kepercayaan bangsa Batak induk marga Batak dimulai dari Si

Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si raja Batak

mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru

Tatea Bulan mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja Biak-Biak),

Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Malau Raja. Sementara, Si Raja

Isumboan mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja

Asiasi, dan Sangkar Somalindang. Dari keturunan (pinompar) mereka inilah

kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli, baik ke utara maupun

(3)

bagaimana Si Raja Batak disebut sebagai asal mula orang Batak amsih perlu

dikaji lebih dalam.

Sebenarnya Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa,

dan Samosir sekarang tidaklah semuanya Toba. Sejak Masa kerajaan Batak

hingga pembagian wilayah yang didiami suku Batak ke dalam beberapa distrik

oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Tanah Batak dibagi menjadi 4

(empat) bagian besar, yaitu: Samosir (Pulau Samosir, dan sekitarnya), Toba

(Balige, Laguboti, Porsea, Pangururan, Sigumpar, dan sekitarnya), Humbang (

Dolok Sanggul, Siborong-borong, dan sekitarnya), Silindung (Sipoholon,

Tarutung, Pahae, dan sekitarnya).

2.2 Sitem Kekerabatan Batak Toba

Sistem kekerabatan ialah hubungan kekeluargaan daripada

individu-individu. Kekerabatan timbul akibat dua hal, yaitu hubungan darah (consaigunal)

dan akibat adanya perkawinan (konjugnal). Oleh karena itu kekerabatan (kinship)

menyangkut jauh dekat hubungannya seseorang (individu) dan antara seorang

dengan sekelompok orang (keluaraga/kerabat) demikian pula sebaliknya. Untuk

menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang diadakan kekerabatan menurut

adat istiadat (budaya) Batak Toba, kriteria yang digunakan ialah menurut garis

keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari pihak

perempuan). Namun yang paling menentukan ialah garis menurut garis keturunan

ayah. Hal ini karena etnis Batak Toba penganut paham kebapakan (patrilinear

(4)

Walaupun demikian dalam menentukan kekerabatan (partuturan) juga

dianut oleh paham keibuan (bilibneal discent) karena keluarga ibu/istri menduduki

posisi yang sangat penting yaitu sebagai tempat untuk meminta berkat

(tuah/pasu-pasu). Maka terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara kelompok

ayah/suami dengan kelompok ibu/istri dan begitu juga sebaliknya (Purba 1997:4

dikutip oleh Kezia Purba).3

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba di Desa Tampahan tidak

berbeda dengan sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba di daerah lain.

Kekerabatan masyarakat Batak Toba berdasarkan garis keturunan didasarkan pada

tarombo (silsilah) orang Batak itu sendiri. Tarombo ditentukan oleh marga,

dimana marga ditentukan oleh garis keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Segala Orang Batak Toba mementingkan soal “silsilah”

karena penentu partuturan di Batak Toba adalah “silsilah atau tarombo” (marga

nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat

(acara-acara adat).

Hal ini bisa dilihat saat orang Batak Toba bertemu, langsung bertanya

“marga aha hamuna?” (apa marga anda) dan juga “sian dia huta muna?” (dari

mana asal-usul anda)?" Hal ini dipertegas oleh pepatah atau Umpasa Batak Toba

yaitu “ Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan, Jolo sinukun marga asa

binoto partuturan” (maksudnya yaitu kita tanya apa marganya terlebih dahulu agar

kita tahu hubungan kita dengannya).

2.2.1 Kekerabatan Berdasarkan Keturunan

3

Penelitian terdahulu oleh Kezia Purba (ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL

(5)

tata cara kehidupan dimulai dari keluarga sampai pada lingkungan masyarakat

diatur dan disusun berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal)4

Masyarakat Batak memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan

dalihan na tolu. Dalam bahasa Indonesia dalihan na tolu artinya tungku yang

terdiri dari tiga kaki. Sistem ini mengatur pola interaksi sosial dalam masyarakat

Batak. Dalihan na tolu ini terjadi karena adanya perkawinan sehingga terjadi

hubungan kekerabatan dengan marga lain (Siahaan, 1982). Menurut falsafah . Dari marga

ini akan diketahui tarombo seseorang untuk memanggil sapaan terhadap orang

lain. Marga dipergunakan oleh anak laki-laki, sementara untuk perempuan disebut

boru.

Dalam masyarakat Batak Toba kaum pria berfungsi sebagai pewaris dan

penerus keturunan marga. Sedangkan wanita apabila berumah tangga secara

otomatis akan masuk lingkungan marga suaminya dan tidak menjadi pewaris

marga bagi keturunannya. Dalam masyarakat Batak apabila marganya sama, maka

mereka adalah kerabat yang memiliki satu nenek moyang yang sama. Pria dan

wanita yang semarga sangat tidak dibenarkan saling mengawini.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa marga (klan) pada masyarakat

Batak Toba mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan

masyarakatnya. Begitu juga jika ditinjau dari hubungan kekerabatan antar

individu, marga (klan) juga angat berperan dalam kehidupan masyarakat.

2.2.2 Kekerabatan Berdasarkan Hubungan Perkawinan

4

(6)

orang Batak dalihan na tolu merupakan tiga buah batu yang dijadikan sebagai

penyanggah dalam setiap interaksi satu sama lain dalam kehidupan bersama

diibaratkan sebagai tungku yang menyanggah beban di atasnya (Skripsi

Nainggolan: 2009). Tiga batu penyanggah tersebut membentuk kerja sama yang

sungguh-sungguh kokoh dalam usaha untuk menciptakan kebaikan bersama.

Setiap batu penyanggah itu memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan

bersama dan tidak bisa lepas satu sama yang lain.

Tiga kedudukan yang dimaksud dalam dalihan na tolu adalah hula-hula,

dongan tubu, dan boru (Siahaan, 1982). Hula-hula merupakan pihak keluarga dari

istri yaitu orang tua dan semua saudara laki-laki dari wanita yang dinikahi oleh

pria dari marga lain. Hula-hula ini memiliki kedudukan dan fungsi yang paling

tinggi dalam sistem kekerabatan orang Batak Toba. Bagi masyarakat Batak Toba

hula-hula dianggap sebagai pemberi kebahagian, pemberi rejeki, dan pemberi

berkat tertinggi yang harus dihormati. Orang Batak Toba menyakini bahwa

hula-hula merupakan sarana penyalur berkat dan bahkan disebut sebagai “tuhan yang

kelihatan”. Sehingga dengan menghormati hula-hula orang-orang akan

memperoleh berkat dan rejeki dalam kehidupannya. Dongan tubu merupakan

hubungan persaudaraan yang berasal dari ayah yang sama atau garis keturunan

yang sama dan golongan yang memiliki marga yang sama.

Dalam suatu acara adat kedudukan dongan tubu sama atau sederejat

dengan pihak yang menyelenggarakan pesta (suhut). Dongan tubu mempunyai

tugas untuk mengawasi berjalannya acara adat. Boru adalah keluarga yang

(7)

sibuk dan siap sedia mempersiapkan segala sesuatu dalam setiap acara atau

kegiatan adat seperti mempersiapkan hidangan konsumsi, mengatur berbagai

pertemuan atau acara-acara keluarga lainnya. Khususnya, jika acara atau pesta

(adat) adalah perhelatan atau pesta dari pihak hula-hula. Ketiga dalihan na tolu ini

tidak bisa dipisah dalam kehidupan bersosialisasi masyarakat Batak Toba, baik

dalam acara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Posisi dalihan na tolu ini

bergantung pada konteksnya.

Setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut pada saat yang sama.

Seorang hula-hula akan berposisi sebagai boru jika yang mengadakan pesta adalah

pihak keluarga dari istrinya. Begitu juga sebaliknya seorang boru akan menjadi

hula-hula bagi keluarga anak perempuannya yang telah menikah dengan marga

lain. Dalam menjaga konsep Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba ada

pepatah yang mengatakan: “somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan

tubu” (Sumando).5

5

Sumando Pardede

Somba marhula-hula maksudnya adalah agar pihak boru selalu

memberikan sembah kepada hula-hula, elek marboru maksudnya adalah agar

pihak hula-hula selalu bersikap mangelek (membujuk) dan sayang terhadap pihak

boru, manat mardongan tubu maksudnya adalah agar pihak sesama marga selalu

saling memperhatikan dan selalu berhati-hati dalam bersikap agar tidak terjadi

(8)

2.2.3 Sistem Perkawinan

Perkawinan dalam Koentjaraningrat (1994:103) adalah sebagai pengatur

tingkah laku manusia yang berkaitan dengan kehidupan kelaminnya Perkawinan

bukan hanya sekedar perjanjian sehidup semati antara laki-laki dan perempuan

yang bersatu dalam sebuah rumah tangga, tetapi juga terbentuknya hubungan

antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan menjadi sebuah keluarga besar

(Kepler, 2002:38). Sistem perkawinan menurut adat Batak Toba adalah sesuatu

yang kompleks yang harus melalui tahapan-tahapan. Perkawinan bagi masyarakat

Batak Toba adalah sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki

dan seorang perempuan tetapi juga mengikat suatu keluarga besar yakni keluarga

pihak laki-laki (paranak dalam bahasa Batak Toba) dan pihak perempuan

(parboru).

Perkawinan mengikat kedua belah pihak tersebut dalam suatu ikatan

kekerabatan yang baru, yang juga berarti membentuk satu dalihan na tolu (tungku

nan tiga) yang baru juga. Secara umum, dalam adat Batak Toba, upacara

perkawinan didahului oleh upacara pertunangan. Upacara ini bersifat khusus dan

otonom, diakhiri dengan tata cara yang menjamin, baik awal penyatuan kedua

calon pengantin ke dalam lingkungan baru, maupun perpisahan dan peralihan dari

masa peralihan tetap, sebagaimana akan diteguhkan dalam upacara perkawinan.

Dengan demikian, tata upacara perkawinan terdiri dari tata cara penyatuan

tetap atau permanen ke dalam lingkungan (sosial) baru, dan tata cara penyatuan

yang bersifat personal. Proses perkawinan dalam adat kebudayaan Batak Toba

(9)

perempuan akan meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami,

namun dia akan tetap menyandang marganya sendiri; selanjutnya, perempuan

tersebut beserta suaminya akan menyebut kelompok marga perempuan itu dengan

hula-hula (Vergouwen, 1986: xi) Ini terlihat dalam kenyataan bahwa dalam

masyarakat Batak Toba seseorang yang hendak menikah tidak boleh mengambil

isteri dari kalangan kelompok marga sendiri (namariboto), perempuan

meninggalkan kelompoknya dan pindah ke kelompok suami, dan bersifat

patrilineal, dengan tujuan untuk melestarikan marga dari pihak laki-laki. Hak

tanah, milik, nama, dan jabatan hanya dapat diwarisi oleh garis laki-laki.

Tahapan-tahapan yang ada pada masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut17: 1.

Paranakkon Hata

a) Paranakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak

b) laki-laki) kepada parboru (pihak perempuan).

c) Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada orang yang disuruh

oleh pihak laki-laki pada hari itu juga.

d) Pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang

dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.

2. Marhusip

a) Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh

pihak paranak sesuai dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i)

(10)

b) Pada tahap ini tidak pernah dibicarakan maskawin (sinamot). Yang

dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan marhata sinamot

dan ketentuan lainnya.

c) Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu orang

dongan-tubu, boru dongan-tubu, dan dongan-sahuta.

3. Marhata Sinamot

a) Pihak yang ikut marhata sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari

dongan-tubu, boru dan dongan sahuta.

b) Mereka tidak membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan

minuman.

c) Yang dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar sinamot.

4. Marpudun Saut

Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam paranak hata,

marhusip, dan marhata sinamot. Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat

pembicaraan sebelumnya dipudun (disimpulkan, dirangkum) menjadi satu

untuk selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Dalam marpudun saut sudah

diputuskan ketentuan yang pasti mengenai sinamot, ketentuan jambar sinamot

kepada si jalo todoan, ketentuan sinamot kepada parjambar na gok, ketentuan

sinamot kepada parjambar sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara,

tanggal upacara, ketentuan mengenai ulos yang akan digunakan, ketentuan

(11)

5. Unjuk

Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak

perempuan (alaman ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan. Berikut

adalah tata geraknya:

a) Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan

tempat duduk.

b) Mempersiapkan makanan,

c) Paranak memberikan na margoar ni sipanganon dari parjuhut horbo,

d) Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas),

e) Doa makan,

f) Membagikan jambar,

g) Marhata adat – yang terdiri dari tanggapan oleh parsinabung ni paranak,

dilanjutkan oleh parsinabung ni parboru, tanggapan parsinabung ni

paranak, tanggapan parsinabung ni parboru.

h) Pasahat sinamot dan todoan,

i) Mangulosi, dan

j) Padalan Olopolop.

6. Tangiang Parujungan

Doa penutut pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.

2.3 Sistem Kepercayaan Dan Agama

Tanah Batak telah telah dipengaruhi beberapa agama. Agama Kristen

(12)

ke-19. Walaupun sebagian besar orang Batak Toba sudah beragama kristen dan

islam, namun banyak konsep-konsep yang asal dari agama aslinya masih hidup,

terutama di daerah pedesaan. Sumber utama untuk mengetahui sistem

kepercayaan Batak Toba asli adalah buku-buku kuno (pustaha). Selain daripada

berisi silsilah-silsilah (tarombo) buku yang dibuat dari kulit kayu itu juga berisi

konsepsi orang batak tentang dunia makhluk halus. Hal ini dapat terjadi demikian

oleh karena tarombo itu sendiri bermula dengan kejadian-kejadian yang hanya

mungkin terjadi dalam dunia makhluk halus, seperti misalnya penciptaan manusia

yang pertama yang leluhurnya bersangkutpaut dengan burung.

Konsepsi tentang pencipta, orang Batak Toba mempunyai konsep bahwa

alam ini dan seluruh isinya, diciptakan oleh Debata (Opung) Mulajadi Nabolon

yang bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai

dengan tugas dan tempat kedudukannya. Sebagai Debata Mulajadi Nabolon, ia

tinggal di Langit dan merupakan Maha Pencipta. Sebagai penguasa dunia tengah,

ia bertempat tinggal di dunia ini dan bernama Silaon Nabolon, atau Tuan Panduka

ni Aji. Sebagi penguasa dunia makhluk halus ia bernama Pane Nabolon. Selain

daripda pencipta Debata Mulajadi Nabolon menciptakan dan mengatur kejadian

gejala-gejala Alam seperti hujan, kehamilan, sedangkan Pane Nabolon mengatur

Penjuru mata angin.

Konsepsi tentang jiwa, roh dan dunia akhirat. Dalam hubungan dengan

jiwa dan roh orang Batak mengenal 3 (tiga) konsep yaitu: Tondi, sahala, dan

(13)

seseorang. Bedanya dengan tondi adalah bahwa tidak semua orang mempunyai

sahala dan jumlah serta kualitasnya juga berbeda-beda. Sahala dari seorang Raja

atau Datu lebih banyak dan lebih kuat dari orang biasa dan begitu pula sahala dari

seorang hula-hula lebih kuat dari sahala orang boru. Sahala itu dapat berkurang

dan menentukan peri kehidupan seseorang. Berkurangnya sahala menyebaban

seseorang kurang disegani, atau kedatuannya menjadi hilang.

Tondi diterima oleh seseorang itu pada waktu ia masih ada didalam rahim

ibunya dan demikian pula sahala atau sumangat. Demikian tondi itu juga

merupakan kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia),

sedangkan sahala adalah kekuatan yang akan menentukan wujud dan jalan orang

itu dalam hidup selanjutnya seperti halnya dengan sahala, yang dapat berkurang

atau bertambah, tondi itu dapat pergi meninggalkan badan. Bila tondi

meninggalkan badan sementara, makaorang yang bersangkutan itu sakit, bila

untuk seterusnya, maka orang itu meninggal. Keluarnya tondi dari badan

disebabkan karena adanya kekuatan lain (sambaon) yang menawannya.

Konsep yang ketiga ialah begu, adalah seperti tingkah laku manusia, hanya

secara kebalikannya, yaitu: misalnya apa yang dilakukan oleh manusia pada siang

hari dilakukan begu malam hari. Orang Batak mengenal begu yang baik dan yang

jahat. Sesuai dengan kebutuhannya, begu dipuja dengan sajian (pelean).

Dikalangan orang Batak Toba, Begu terpenting ialah Sumangot ni ompu (begu

dari nenek moyang). Kalau begu yang dulunya sebagai tondi menduduki tubuh

manusia yang kaya, yang berkuasa, dan mempunyai keturunan yang banyak, maka

(14)

disertai dengan gondang ( musik Batak) dan dengan sajian yang disebut

Tibal-tibal yang ditempatkan di atas Pangumbari. Beberapa golongan begu yang ditakuti

orang Batak Toba adalah:

1. Sombaon, yaitu sejenis begu yang bertempat tinggal di pegunungan

atau di hutan rimba yang padat, gelap, dan mengerikan

(persombaonan).

2. Solobean, yaitu begu yang dianggap sebagai penguasa dari

tempat-tempat tertentu dari Toba.

3. Silan, yaitu begu yang serupa dengan Sombaon menempati pohon

besar, atau batu yang aneh bentuknya, tetapi khususnya dinggap

sebagai nenek moyang pendiri Huta dan juga nenek moyang dari

marga.

4. Begu ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti karena dapat dipelihara

oleh orang agar dipergunakan untuk membinasakan orang-orang lain

yang dibenci oleh sipemelihara begu ganjang tersebut.

Akhirnya dalam sistem religi aslinya orang Batak Toba juga percaya

kepada kekutan sakti dari Jimat, tongkat wasiat atau tunggal panaluan dan kepada

mantra-mantra yang mengandung sakti. Semua kekuatan itu menurut kitab- kitab

ilmu gaib orang Batak Toba (pustaha), berasal dari Si Raja Batak.

2.4 Bahasa

Bahasa ialah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tulisan

(15)

Kecamatan Tampahan merupakan salah satu daerah di Kabupaten Tobasa yang

penduduknya adalah mayoritas Batak Toba. Bahasa Batak Toba merupakan

bahasa ibu dari masyarakat dari masyarakat Batak yang menetap disana. Selain

bahasa Batak Toba.

Masyarakat yang ada di Kecamatan Tampahan menggunakan bahasa

Batak sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan

dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan penduduk yang tidak bersuku Batak pun

mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Batak lebih sering

digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional (Bahasa Indonesia). Hal ini

bisa dapat dilihat baik dalam upacara adat, acara kebaktian gereja maupun dalam

kehidupan sehari-hari.

2.5Sistem Mata Pencaharian

Kecamatan Tampahan merupakan daerah yang berada di daerah lereng

gunung dan tanah yang berbukit-bukit. Dari pengamatan yang penulis lakukan

masyarakat yang tinggal di kecamata ini sebagian besar merupakan petani.

Khususnya masyarakat yang tinggal di Desa Lintong Nihuta Bagasan dalam usaha

memenuhi kebutuhan hidupnya, mata pencaharian penduduk adalah bertani

seperti sayur-sayuran, padi terutama sebagai penyadap pohon karet sebagai

tumbuhan yang tumbuh secara alami. Selain sebagai petani ada juga beberapa

orang yang berprofesi sebagai guru.

Namun sekalipun berprofesi sebagai guru mereka juga melakukan

(16)

pulang dari mengajar di sekolah. Di desa ini juga dijumpai kegiatan menyadap

nira untuk dijadikan tuak. Selain sebagai guru, penyadap bagot merupakan

pekerjaan sampingan yang ditekuni. Dari hasil tani, dan penyadapan pohon bagot

inilah bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang perkuliahan. Bertani

dan menyadap nira merupakan pekerjaan yang dilakukan secara turun-temurun

dan merupakan mata pencaharian desa ini.

2.6 Kesenian 2.6.1 Seni Musik

Musik dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan istilah gondang bisa

mengacu pada beberapa arti, seperti ensambel musik, sebagai repertoar dan

sebagai alat atau instrumen musik. Istilah penggunaan gondang (Hutajulu dan

Harahap, 2005:19) bagi masyarakat Batak Toba beserta konteks pengertiaanya,

misalnya:

1) Gondang hasahata;, kata gondang memiliki makna sebuah komposisi.

2) Gondang debata; kata gondang memiliki makna repertoar, yakni terdiri dari

tiga komposisi yang berbeda: “Debata Guru”, “Bane Bulan”, dan “Debata

Sori”.

3) Gondang simonang-monang; kata gondang memiliki makna komposisi lagu

sekaligus menunjukkan tempo pada lagu.

4) Gondang saem; kata gondang memiliki makna sebuah upacara

penyembuhan.

5) Gondang sabangunan atau gondang hasapi; kata gondang bermakna

(17)

Terdapat dua ensambel yang umum dikenal pada Masyarakat Batak Toba,

yaitu ensambel gondang sabangunan dan gondang hasapi. Alat musik yang

terdapat dalam ensambel gondang sabangunan yaitu satu set taganing

(membranofon), sarune bolon (aerofon), empat buah ogung (idiofon) dan hesek

(idiofon). Instrument yang terdapat dalam gondang hasapi yaitu garantung

(idiofon), hesek (idiofon), sarune etek (aerofon) dan hasapi (kordofon). Ensambel

gondang sabangunan dan gondang hasapi ini tidak pernah lagi dipakai dalam

acara adat masyarakat Batak yang ada di Desa Lintong Nihuta Bagasan ini.

Masyarakat sudah memakai instrumen kibot dan sulim dalam acara adat, baik adat

perkawinan maupun kematian. Ada juga beberapa pengusaha kibot yang telah

memasukkan taganing ke dalam instrumennya sebagai pelengkap.

2.6.2 Seni Tari

Seni tari pada masyarakat Batak Toba dikenal dengan dua jenis yaitu tortor

dan tumba. Tortor merupakan tarian yang digunakan dalam konteks upacara adat

seperti perkawinan dan kematian. Tumba merupakan tarian yang digunakan oleh

pemuda-pemudi maupun anak-anak pada waktu terang bulan. Tarian ini

merupakan tarian yang bersifat hiburan. Kegiatan ini disebut dengan martumba.

Pada masyarakat yang tinggal di Desa Lintong Nihuta Bagasan kegiatan

martumba sudah tidak terdapat lagi. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tidak

adanya pemrakarsa ataupun karena rasa kekeluargaan dan persatuan antar

muda-mudi tidak ada lagi.

(18)

2.6.3 Seni Sastra

Hutajulu dan Harahap (2005:13) mengatakan pada masyarakat Batak Toba

dapat ditemukan beberapa seni sastra, yaitu :

1. Umpasa merupakan kata-kata kiasan yang berisi ajaran tentang keteladanan,

kebijaksanaan, aturan-aturan adat serta pesan-pesan religious. Umumnya umpasa

disampaikan di dalam berbagai kegiatan upacara adat yang ada di masyarakat

Batak Toba.

2. Tonggo-tongo merupakan jenis sastra yang terkait dengan rangkaian teks-teks

naratif keagamaan. Tonggo-tonggo dapat berupa doa-doa pujian kepada Sang

Pencipta atau juga bentuk doa-doa lainnya dalam bentuk permohonan dan

harapan.

3. Turi-turian merupakan satu bentuk seni bercerita yang umumnya bersumber

dari berbagai mitos dan legenda.

4. Huling-huling ansa adalah sejenis sastra berbentuk teka-teki yang umumnya

dilakukan oleh pemuda dan pemudi di waktu senggang. Umpasa dan

hulung-huling ansa merupakan dua dari seni sastra yang masih terdapat pada masyarakat

yang ada di Desa Hutaimbaru ini. Berdasarkan pengamatan penulis, umpasa

sering digunakan pada acara-acara adat perkawinan dan huling- huling ansa

banyak digunakan oleh anak-anak ketika sedang bermain dengan anak-anak yang

(19)

2.6.4 Seni Rupa

Pada masyarakat Batak Toba ditemukan beberapa jenis seni rupa. Yang

paling umum adalah seni patung. Umumnya bahan yang digunakan untuk seni

patung ini adalah batu dan kayu. Patung yang terbuat dari batu banyak digunakan

pada makam orang yang sudah meninggal. Patung yang terdapat di atas makam

tersebut menandakan bahwa orang yang meninggal tersebut telah mencapai usia

tua dan pada masa hidupnya memiliki pengaruh di masyarakat. (Harahap,

2005:12). Pada jaman dahulu masyarakat Batak telah mengenal seni patung dari

batu ini. Hal ini terbukti dari peninggalan-peninggalan bersejarah yang terdapat di

Samosir yaitu situs peninggalan raja-raja Batak.

Jenis patung yang paling popular di masyarakat Batak Toba adalah

sigale-gale. Sigale-gale adalah sejenis patung boneka kayu yang dapat menari. Patung ini

digunakan sebagai seni pertunjukan hiburan. Sigale-gale dikendalikan oleh

seseorang dengan menggunakan tali-tali yang dipasang pada bagian-bagian

patung. Selain seni patung, masyarakat Batak Toba juga mengenal seni ukir

ornamental yang disebut dengan gorga. Seni ukir ini banyak terdapat pada dinding

rumah tradisional Batak dan banyak juga digunakan pada alat-alat musik sebagai

hiasan. Motif-motif yang digunakan dapat berupa ukiran gambar manusia,

binatang, tumbuh-tumbuhan maupun lambang delapan penjuru angin.

2.7 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah

(20)

kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.

Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta - fakta

kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan

biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi – informasi

penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan

yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan

kejadian - kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek

pembahasannya.

Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan

keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut,

juga mengenai cerita - cerita atau pengalaman - pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan

orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan

menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat

sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya

biografi hanya berfokus pada orang – orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah

meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih

hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur

tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa

dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada

suatu topik-topik pencapaian tertentu. Biografi memerlukan bahan-bahan utama

(21)

buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa

biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek

biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi

antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan

fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan

ensiklopedia dan catatan waktu. Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang,

ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa

yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas;

(b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang

tertentu juga bagi orang lain;

(c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang

tersebut;

(d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat

tersebut;

(e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f)

Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam

hidupnya;

(g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,atau karena

keberuntungan;

(h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih

buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana,

(22)

dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab

serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat

dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs :

(www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).6

Dalam hidupnya Ibu Rotua sudah ahli dalam mengurut, beliau sudah

mengurut sejak SD sampai saat ini. Ibu Rotua mengurut sejak SD sampai tahun

2.8 Biografi Singkat Ibu Rotua Pardede

Rotua Pardede adalah seorang mantan Guru (Kepala Sekolah) yang

memiliki kepedulian terhadap seni, budaya dan sejarah Batak Toba.

Penguasaannya terhadap sejarah seni dan kebudayaan Batak Toba khusunya perlu

dihargai dan tetap dilestarikan. Adapun hasil wawancara penulis dengan informan

tentang biografi atau rowayat hidup informan yaitu, Ibu Rotua Pardede lahir pada

tanggal 5 Agustus 1937 di Janjimaria, Balige. Dalam perkawinannya, Rotua

Pardede menikah pada tahun 1960 dengan Bapak M. Simanjuntak. Ibu Rotua

memiliki 10 orang anak diantaranya 4 laki-laki dan 6 wanita. Serta sudah

memiliki cucu sebanyak 43 orang.

Pada tahun 1958 Ibu Rotua Pardede Lulus dari Sekolah SPG Soposurung

sambil mengajar di SD Balige 2. Dan menjabat sebagai Kepala Sekolah selama

10 tahun di SDN 173528 Tampahan sejak tahun 1989 sampai tahun 1998. Pensiun

pada tanggal 29 November 1998. Dan tahun 1975 sampai tahun 1976 Ibu Rotua

mengambil sekolah lagi di KPG dengn jurusan Matematika.

6

(23)

1998 tanpa menerima bayaran dengan uang. Ibu Rotua dikenal memiliki kelebihan

yaitu memiliki indera ke-6 (enam).

Gambar 2.1 Foto Ibu Rotua Pardede

Dalam hidupnya Ibu Rotua sudah ahli dalam mengurut, beliau sudah

mengurut sejak SD sampai saat ini. Ibu Rotua mengurut sejak SD sampai tahun

1998 tanpa menerima bayaran dengan uang. Ibu Rotua dikenal memiliki kelebihan

yaitu memiliki indera ke-6 (enam).

Ibu Rotua sering dikenal orang dengan kebaikannya, keramahannya, dan

kerajinannya dalam pekerjaan apapun. Ibu Rotua mampu mengobati berbagai

(24)

datang dari mimpi-mimpinya dan menjadi kenyataan. Saat ini Ibu Rotua sudah

berusia 77 tahun dan tinggal dengan suminya di Lintong Nihuta Bagasan, Balige.7

7

Referensi

Dokumen terkait