• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penerapan Model Discovery Learning terhadap Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu kumpulan teori yang

sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan

berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta

menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya

(Trianto, 2010:136). Sedangkan (Usman Samatowa, 2010:3) menyatakan “Ilmu

pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu

natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam

atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu

pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiaanya dapat disebut sebagai

ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.” Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan. Selain itu, Nash (Usman Samatowa, 2010:3) menyatakan “IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap,

cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain,

sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya.”

Menurut pemikiran penulis IPA adalah suatu ilmu yang didalamnya

mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan alam. IPA didalamnya

tidak hanya terdapat sebuah fakta dan konsep tetapi juga harus disertai dengan

metode ilmiah dan sikap ilmiah untuk membuktikan kebenaran dari fakta dan

(2)

2.1.2 Karakteristik IPA

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik

sangat dipengaruhi oleh sifat keilmuan yang terkandung pada masing-masing

mata pelajaran. Perbedaan karakteristik pada berbagai mata pelajaran akan

menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara siswa belajar antar mata

pelajaran satu dengan yang lainnya. IPA memiliki karakteristik tersendiri untuk

membedakan dengan mata pelajaran lain.

Harlen (Patta Bundu, 2006:10) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik

utama sains yakni pertama, memandang bahwa setiap orang mempunyai

kewenangan untuk menguji validitas prinsip dan teori ilmiah meskipun

kelihatannya logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori dan prinsip hanya

berguna jika sesuai dengan kenyataan yang ada. Kedua, memberi pengertian

adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan

penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan. Teori yang disusun harus

didukung oleh fakta-fakta dan data yang teruji kebenarannya. Ketiga, memberi

makna bahwa teori sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas

dasar perangkat pendukung teori tersebut. Hal ini memberi penekanan pada

kreativitas dan gagasan tentang perubahan yang telah lalu dan kemungkinan

perubahan di masa depan, serta pengertian tengantung perubahan itu sendiri.

2.1.3 Hakikat IPA

Pada Hakikatnya IPA dapat dipandang dari empat komponen yaitu

pengembangan sikap ilmiah, proses ilmiah, produk ilmiah, dan aplikasi. Dalam

Pusat Kurikulum (2006 : 4), IPA berkaiatan dengan cara mencari tahu tentang

alam sistematis, sehingga IPA bukan hanya penugasan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta- fakta, konsep- konsep, atau prinsip- prinsip saja tetapi juga

merupakan proses penemuan. Selain itu, IPA dipandang sebagai proses, sebagai

produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro (Trianto, 2012:137).

Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan

pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai

(3)

sekolah atau diluar sekolah ataupun sebagai bahan bacaan untuk penyebaran atau

disiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau

cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim

disebut metode ilmiah (scientific method).

Menurut Laksmi Prihantoro dkk (Trianto, 2012:137) mengatakan bahwa

IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk,

IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan

konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk

mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains,

dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat

memberi kemudahan bagi kehidupan.

Menurut pemikiran penulis hakikat IPA terdapat tiga komponen penting

yaitu proses, produk dan prosedur yang ada didalam IPA. Selain itu hakikat IPA

ini juga didukung secara khusus dalam kurikulum berbasis kompetensi.

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA didasarkan kurikulum berbasis

kompetensi, Depdiknas (Trianto, 2012:138) adalah sebagai berikut: 1)

Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan

sikap, ketrampilan dan nilai ilmiah. 3) Mempersiapkan siswa menjadi warga

negara yang melek sains dan teknologi. 4) Menguasai konsep sains untuk bekal

hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijadikan penguat bagi hakikat IPA.

Bahwa hakikat IPA bukan hanya sekedar ilmu, tetapi merupakan suatu dimensi

yang memiliki kekuatan yang sangat besar karena mempelajari banyak hal yang

luar biasa, misalnya tentang sistem tata surya kita.

2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA

Menurut Trianto (2012:141) mengatakan bahwa secara umum IPA

dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah

observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui

eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat

(4)

mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses

ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai

produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep,

prinsip dan teori yang berlaku secara universal.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan

pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan

ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta

dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi

juga faktual. Hal ini menunjukan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diwujudkan

dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana

cara produk sains ditemukan.

Kurnia Septa (2008: 2) menyatakan bahwa ketrampilan proses dasar

misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan,

mengenal hubungan ruang dan waktu serta ketrampilan proses terintegrasi

misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun

hipotesa, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data,

menganalisis dan mensintesis data. Kurnia Septa (2008: 3) juga menyebutkan

bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung,

mengukur, mengklasifikasi dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi

ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat

melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk

menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan

teori-teori baru.

Menurut pemikiran penulis bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek

yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses

penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

(5)

nyata didalam proses pembelajaran secara utuh tentang fenomena alam melalui

pemecahan masalah, metode ilmiah dengan menggunakan alat, bahan, atau media

belajar yang memungkinkan peserta didik untuk memperoleh pengalaman sendiri

didalam pembelajaran.

2.1.5 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD dalam kurikulum KTSP secara

umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup

kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah,

pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Secara

terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP (Depdiknas,

2006) adalah 1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda atau

materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3) Energi dan

perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan

pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya,

dan benda-benda langit lainnya.

Keempat kelompok bahan kajian IPA di SD dalam kurikulum KTSP

tersebut disajikan secara spiral, artinya setiap bahan kajian disajikan di semua

tingkat kelompok tetapi dengan tingkat kedalaman pembahasan yang berbeda,

semakin tinggi tingkat kelompok semakin dalam bahasanya.

2.2Model Discovery Learning

2.2.1 Pengertian Model Discovery Learning

Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran melalui

penemuan. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide

penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam

proses pembelajaran.

Jerome Brunner (M.Hosnan,2014:281) mengungkapkan bahwa model

discovery learning adalah model yang mendorong siswa untuk mengajukan

(6)

pengalaman. J.Brunner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery

learning, yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu

bentuk akhir.

Menurut Bell (M.Hosnan,2014:281), belajar penemuan adalah belajar

yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan

mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi

baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture),

merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan

proses induktif atau proses deduktif, melakukan observasi dan membuat masalah.

Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui

proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih,

2005:43). Discovery learning terjadi bila individu terlibat, terutama dalam

penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.

Discovery learning dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,

dan penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process, sedangkan discovery

learning itu sendiri adalah the mental process of assimilating conceps and

principles in the mind (Robert B.Sund, 2001: 219).

Roestiyah (2001: 20) mengemukakan model discovery learning adalah

model mengajar mempergunakan teknik penemuan. Model discovery learning

adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip.

Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagaimya. Dalam teknik ini

siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri,

guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Model pembelajaran

discovery learning adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian

rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum

diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya

ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning kegiatan atau

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam

(7)

dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan

beberapa konsep atau prinsip (Suherman, 2001: 32). Mulyasa (2006: 110)

menyimpulkan model discovery learning merupakan model yang lebih

menekankan pengalaman langsung.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang model discovery learning maka

dapat diambil kesimpulan bahwa model discovery learning adalah model

pembelajaran yang menuntut peserta didik secara aktif untuk menemukan sebuah

penemuan sendiri dan informasi-informasi baru.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Model Discovery Learning

Bell (M.Hosnan,2014:284) mengungkapkan beberapa tujuan spesifik dari

pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut :

1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif

dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa

dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola

dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan

informasi tambahan yang diberikan.

3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan

menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat

dalam menemukan.

4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja

bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan

menggunakan ide-ide orang lain.

5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa ketrampilan-ketrampilan,

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih

bermakna.

6. Ketrampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa

(8)

2.2.3 Langkah-Langkah Model Discovery Learning

Langkah-langkah pelaksanaan model discovery learning menurut

Suryosubroto (2002: 199) sebagai berikut :

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep, dan

generalisasi yang akan dipelajari.

3. Seleksi bahan dan masalah serta tugas-tugas.

4. Membantu memperjelas masalah yang akan dipelajari dan peranan

masing-masing siswa.

5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

6. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan

tugas-tugas siswa.

7. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.

8. Membantu siswa dengan informasi dan data, jika diperlukan oleh siswa.

9. Memimpin analisis sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan

mengidentifikasi proses.

10.Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa.

11.Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan.

12.Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil

penemuannya.

Sedangkan langkah-langkah model discovery learning yang dilakukan

siswa menurut Humalik (2001: 220) sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi dan merumuskan topik.

2. Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta.

3. Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab

pertanyaan pada langkah dua.

4. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap

hipotesis dengan data yang terkumpul.

5. Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan

(9)

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model discovery

learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan

belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

1. Stimulation (pemberian perangsang)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi

generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu

guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,

anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk

menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan

membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah

satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara

atas pertanyaan masalah)

3. Data Collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para

siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan

untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada

tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar

tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk

mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca

literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji

coba sendiri dan sebagainya.

4. Data Prosessing (pengolahan data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah

data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,

(10)

observasi, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila

perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu. (Djamarah, 2002: 202)

5. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,

2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan

berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui

contoh-contoh yang siswa jumpai dalam kehidupannya.

6. Generalisasi (menarik kesimpulan)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi

(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan

prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa langkah-langkah pembelajaran model discovery learning tersebut

mempunyai inti yang sama. Penelitian yang akan dilaksanakan peneliti

mengadopsi sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model discovery

learning menurut pendapat Syah (2004: 244).

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning

Roestiyah (2001: 20) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model

discovery learning dalam penerapannya pada proses pembelajaran:

a. Kelebihan

1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan

ketrampilan-ketrampilan dan proses-proses kognitif.

(11)

3. Pengetahuan yang diperoleh sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan

pengertian, ingatan, dan transfer.

4. Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan

kecepatannya sendiri.

5. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

6. Membantu peserta didik memperkuat konsepnya, karena memperoleh

kepercayaan bekerjasama dengan yang lainya.

7. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan secara aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan.

8. Membantu peserta didik menghilangkan keraguan karena mengarah kepada

kebenaran yang final dan pasti.

9. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

10.Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses

belajar yang baru.

11.Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

12.Mendorong peserta didik berfikir merumuskan hipotesis sendiri.

13.Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

14.Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

15.Menimbulkan rasa senang kepada peserta didik, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil.

16.Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada

pembentukan manusia seutuhnya.

17.Mendorong keterlibatan siswa.

18.Menimbulkan rasa puas bagi siswa.

19.Siswa akan dapat mentransfer pengetahuaanya ke berbagai konteks.

20.Dapat meningkatkan motivasi.

21.Melatih siswa belajar mandiri.

22.Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Kekurangan

(12)

2. Kemampuan berfikir rasional siswa yang ada masih terbatas.

3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat pada suatu

kesimpulan.

4. Faktor kebiasaan yang masih menggunakan pola pembelajaran yang lama.

5. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini.

6. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.

M.Hosnan (2014:287) mengemukakan kelebihan dan kekurangan model

discovery learning dalam penerapannya pada proses pembelajaran:

a. Kelebihan

1. Meningkatkan keterampilan dan proses kognitif peserta didik.

2. Meningkatkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah.

3. Menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

4. Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan

kecepatannya.

5. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan.

6. Membantu menghilangkan skeptisme.

7. Akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

8. Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiaif sendiri.

9. Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri

10.Proses belajar menjadi lebih terangsang.

11.Menimbulkan rasa senang.

12.Menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

13.Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

14.Menimbulkan rasa puas bagi siswa.

15.Meningkatkan minat belajarnya.

16.Mentransfer pengetahuan ke berbagai konteks.

17.Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.

18.Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis

sumber belajar.

(13)

b. Kekurangan

1. Guru merasa gagal mendekteksi masalah dan adanya kesalah pahaman antara

guru dengan siswa.

2. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang

umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan

pembimbing siswa dalam belajar.

3. Menyita pekerjaan guru.

4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

5. Tidak berlaku untuk semua topik.

Menurut pemikiran penulis berdasarkan pendapat para ahli tentang

kelebihan dan kekurangan model discovery learning yaitu, dalam pembelajaran

discovery learning siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan

menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Siswa memahami

benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu

yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, proses menemukan sendiri

menimbulkan rasa puas siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan

penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. Siswa yang memperoleh

pengetahuan dengan penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya

ke berbagai konteks. Dalam pembelajaran discovery learning juga terdapat

kendala yang dihadapi siswa, kendala ini menjadi kekurangan dalam

pembelajaran discovery learning. Kendala yang dihadapi misalnya membutuhkan

waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk

mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru

dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan memberikan

informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam

lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum

(14)

2.3Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama

berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak

pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Sedangkan menurut

Sudjana (2009:22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan

untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.” Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh

aspek potensi kemanusia saja.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah

melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk

nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

Nana Sudjana (2011:22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap

hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa

dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.

Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina

kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap

keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa.

Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai.

Dan hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar

yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh

siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.

Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada

(15)

siswa dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan

hasil belajar yang baik.

Berdasarkan uraian hasil belajar diatas, menurut pemikiran penulis bahwa

hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku suatu hasil yang telah dicapai

oleh peserta didik setelah adanya aktivitas belajar. Hasil belajar mempunyai

peranan penting dalam proses pembelajaran. Pemerolehan hasil belajar akan

memberikan sesuatu yang tidak bisa menjadi bisa, belum tahu menjadi tahu

kemudian akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

2.3.2 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan

belajar yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.

Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan,

penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto

(2008:54-72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua

yaitu, faktor intern meliputi, faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan,

sedangkan faktor ekstern meliputi, faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dua

faktor tersebut akan dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern

ini terbagi menjadi tiga faktor yaitu, faktor jasmaniah, faktor psikologis

dan faktor kelelahan.

a) Faktor jasmaniah

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta

bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Pertama adalah kesehatan

seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses

belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu

ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk

jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan fungsi alat

indera serta tubuhnya. Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah

(16)

mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa buta, tuli, patah kaki, patah

tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar akan

terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah

khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh

kecacatan itu.

b) Faktor psikologis

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor

psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah

pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,

menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,

mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua

perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun

semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga

minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan. Keempat bakat yaitu kemampuan

untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi

kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus

diperhatikan agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif

atau dorongan untuk berfikir dan memusatkan perhatian saat belajar.

Keenam kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang.

Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau

bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi

belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan

baik.

c) Faktor kelelahan

Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan

kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan

lemah lunglainya tubuh yang menimbulkan keinginan untuk

(17)

bagian-bagian tertentu. Selain itu kelelahan rohani dapat dilihat dengan

adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat untuk menghasilkan

sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala

sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya

untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena

memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat,

menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam

mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat,

minat dan perhatiannya.

Menurut Slameto (2008:60) kelelahan baik jasmani maupun

rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut tidur, istirahat,

mengusahakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang

melancarkan peredaran darah, rekreasi atau ibadah teratur, olah raga,

makan yang memenuhi sarat empat sehat lima sempurna, apabila

kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli kesehatan.

2. Faktor-faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini

meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

a) Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa

cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana

rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Keluarga merupakan

salah satu yang berperan pada hasil belajar. Sehingga orang tua harus

mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi teladan

yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang

mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

a) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode

mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan

siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar

(18)

Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi

pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan

suasana yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi

antar siswa di lingkungan sekolah berjalan baik, kurikulum yang

sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman, metode

pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana

penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana

yang lainnya.

b) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa

dalam masyarakat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini

meliputi, pertama kegiatan siswa dalam mayarakat yaitu misalnya

siswa ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan-kegiatan sosial,

keagamaan dan lain-lain, maka belajar akan terganggu, lebih-lebih

jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media

misalnya TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan

lain-lain. Semua itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman

bergaul, teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya

daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan memberi

pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya. Contoh

teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu

rokok, pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat bentuk kehidupan

masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga

berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari

orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan

mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek

(19)

2.4Kajian Penelitian yang Relevan

Ayu Laksmi (2008) dalam penelitiannya berfokus pada ada atau tidaknya

pengaruh penerapan metode pembelajaran discovery learning terhadap hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga

semester II tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh penerapan metode discovery learning terhadap hasil belajar

siswa kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga maka dilakukan penelitian eksperimen

dengan desain nonequivalent control group design. Pada uji perbedaan rata-rata

dengan Independent-Samples T Test didapat nilai t hitung lebih besar dari t tabel

yaitu sebesar 2,154 dengan t tabel sebesar 2,004 maka ada perbedaan rata-rata

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan melihat signifikansi, pada hasil

uji t adalah 0,036 atau lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan rata-rata

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian didapat bahwa

implementasi metode discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

kelas V SDN Gendongan 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Dewi Kurnia Sari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada

Kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun

Ajaran 2010/2011”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan

metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan

belajar mengajar khususnya pembelajaran IPA di SD Negeri Nogosaren. Jenis

penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil belajar kelompok eksperimen yang diberi perlakuan

pembelajaran dengan metode discovery learning memperoleh rata-rata nilai 79,38,

sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi perlakuan dengan metode

konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar sebesar

9,69, dimana kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode

discovery learning memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan

kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan metode konvensional.

Penelitian yang mengacu pada penelitian sebelumnya, maka peneliti

(20)

demikian perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah pada subjek penelitian

karena peneliti berasumsi bahwa perbedaan subjek penelitian merupakan faktor

lain yang akan mempengaruhi hasil belajar, selain itu fokus penelitian ini adalah

mengetahui pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap hasil belajar

IPA pada siswa kelas IV SD Negeri koripan 01 semester II tahun ajaran

2014/2015. Dalam penelitian yang dilakukan penulis, penerapan model discovery

learning ini dirancang dengan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa,

siswa tidak hanya belajar didalam ruang kelas tetapi siswa belajar dengan

memanfaatkan lingkungan sekitar, dengan belajar di luar kelas siswa akan lebih

termotivasi untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pembelajaran IPA

yang dikemas dengan proses penemuan sendiri menjadikan siswa lebih berfikir

kritis. Informasi yang didapat ini tidak serta merta menjadi informasi yang mentah

diperoleh siswa, namun dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk

mempresentasikan penemuannya tersebut. Dengan kegiatan pembelajaran IPA

yang penuh dengan kegiatan eksperimen seperti pembelajaran discovery learning

ini, memberi peluang siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam

memecahkan masalah.

2.5Kerangka Pikir

Penelitian ini akan dilakukan di kelas IV SD N Koripan 01 dan SD N

Koripan 04. Kelas IV SD N Koripan 01 sebagai kelas eksperimen dan kelas IV

SD N Koripan 04 sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini penulis akan membuat soal yang akan digunakan

untuk mengambil hasil belajar siswa. Soal test uji validitas diujikan pada sekolah

yang tidak diberi perlakuan, dan hasilnya di hitung menggunakan bantuan SPSS

16.0, kevalidan untuk diujikan setelah perlakuan pembelajaran selesai dan soal uji

homogenitas (uji kesetaraan) adalah soal untuk menguji kesetaraan dari kedua

sekolah yang belum diberi perlakuan. Soal tes akhir akan diberikan setelah kelas

diberi perlakuan.

Pengambilan hasil belajar dilakukan dengan cara memberikan soal tes

(21)

mengetahui kenormalan antara kedua sekolah tersebut. Soal tes awal bertujuan

untuk mengetahui tingkat kesetaraan antara kelas eksperimen dengan kelas

kontrol. Dalam pembelajaran digunakan penerapan model discovey learning pada

kelas eksperimen, sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model

konvensional. Kedua kelas diberikan soal yang sama yaitu soal tes untuk

mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap pembelajaran yang sudah diberi

perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan. Dari hasil skor soal tes kemudian

dianalisis dengan uji normalitas, analisis deskriptif dan uji beda. Kemudian

mengambil kesimpulan dari penelian. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut,

dapat dituangkan dalam alur kerangka berpikir sebagai berikut.

Gambar.2.1 Skema Kerangka Berpikir

Postest Pembelajaran

menggunakan model

pembelajaran

konvensional Pretest

Kelas

kontrol

Uji beda hasil postest apakah ada

pengaruh yang signifikan dengan

penggunaan model discovery

learning Mengetahui tingkat

Homogenitas antara kelas

kontrol dan kelas

eksperimen

Pembelajaran model

discovery learning Kelas

(22)

2.6Hipotesis Penelitian 2.6.1 Hipotesis Empirik

Hipotesis dalam penelitian ini penulis memaparkan hipotesis empirik.

Adapun hipotesis empirik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: adanya

pengaruh penerapan model discovery learning terhadap hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Koripan 01 Kecamatan Susukan

Kabupaten Semarang semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

2.6.2 Hipotesis Statistik

Sedangkan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:

1. Ho : rxy1 ≤ 0 Tidak ada hubungan signifikan antara

pengaruh model pembelajaran discovery

learning terhadap hasil belajar siswa pada

mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Koripan

01 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. H1 : rxy1 > 0 Ada hubungan signifikan antara pengaruh

model pembelajaran discovery learning

terhadap hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA di kelas IV SDN Koripan 01

Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

Referensi

Dokumen terkait

pH optimum dari enzim amylase misalnya dapat diperoleh dengan menentukan jumlah milligram gula yang terbentuk dari beberapa reaksi yang menggunakan

Kebijakan pelayanan kesehatan menjadi salah satu komponen yang utama (Pujowati, 2012). Peningkatan pelayanan kesehatan yang baik seharusnya tidak berhenti sampai pada

means song can help student to increase and memorable the word using song, because for students elementary school leam vocabulary using song Is very fun and easy to remember.. Songs

Pada hasil penelitian, setelah pemberian teknik relaksasi nafas dalam secara signifikan menurunkan intensitas nyeri sesuai dengan teori Priharjo (2003, dalam Jayanthi,

Seed Vigor Testing Handbook.. Association of Seed Analysts,

Bahasan: Reformasi ketatanegaraan yang dilakukan oleh pemerintah pada lembaga tertinggi negara bertujuan menegakkan kembali demokrasi yang bertumpu pada rakyat, yaitu rakyat tidak

31 Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Implementasi program gerakan gemar sedekah (GREGED) dalam peningkatan

Indonesia yang memiliki wilayah negara yang sangat luas di satu sisi, sedang di sisi lain Indonesia juga harus mewujudkan tujuan negara, maka Indonesia