• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Siswa Kelas V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Siswa Kelas V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga Semester II T"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (KTSP Standar Isi 2006).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah

(2)

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru (KTSP Standar Isi 2006).

Dalam IPA hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan, sehingga mudah dipahami hakekat dan saling keterkaitannya. Menurut Fisher (Moh Amin, 1987: 22) bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang didapat dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. IPA merupakan salah satu bidang studi yang penting dan strategis dalam mengubah sikap serta perilaku siswa untuk memperoleh nilai yang dapat mengembangkan kepribadian termasuk didalamnya pengembangan aspek intelektual.

Berdasarkan pengertian diatas, pada hakekatnya IPA merupakan suatu bidang studi yang penting untuk dipelajari bagi siswa supaya pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dapat berkembang, maka dari itu pada pembelajaran IPA menuntut supaya siswa aktif didalamnya.

2.1.1.1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Ruang Lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

(3)

Berdasarkan ruang lingkup diatas, maka penulis akan mengkaji ruang lingkup pelajaran IPA di kelas V. Konsep-konsep yang dibahas di kelas tersebut, yang meliputi sebagai berikut:

1. Fungsi alat-alat tubuh

2. Cara tumbuhan hijau membuat makanan

3. Cara mahkluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan 4. Sifat bahan penyusun benda

5. Gaya

6. Cahaya dan alat optik 7. Tanah, air dan alam sekitar

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

(4)

Menurut Dede Awan (2009: 1) tujuan pembelajaran IPA adalah untuk memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari-hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian dilingkungan sekitar, bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapakan berbagai konsep IPA, mampu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Allah Yang Maha Esa.

Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa supaya siswa memiliki keterampilan dalam menggunakan teknologi di lingkungannya sehari-hari melalui pembelajaran IPA yang telah diperoleh serta dapat mengenal lingkungan sekitar dan bersyukur kepada Tuhan atas alam semesta.

2.1.1.3Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Kompetensi dasar IPA yaitu: pernyataan yang menyatakan ketrampilan atau kecakapan siswa yang mencakup kemampuan penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah, pengetahuan, dan memiliki sikap menghargai kegunaan IPA. Kompetensi dasar IPA yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), walaupun guru harus menjabarkan lebih dahulu menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang disebut indikator.

(5)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V SD Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 6. menerapkan sifat-sifat

cahayamelalui kegiatan membuat suatu karya/model

6.1 mendeskripsikan sifat-sifat cahaya

Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

2.1.2 Aktivitas Belajar Siswa

Menurut Sudjana (1989: 12) secara umum aktivitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia sehingga menjadi rutinitas yang mempunyai tujuan dan nilai tertentu. Dalam dunia pendidikan, aktivitas merupakan kegiatan dalam suatu pembelajaran yang bisa dilakukan oleh guru maupun oleh siswa. Aktivitas mempunyai batasan tertentu ketika didalam pembelajaran dan dapat berupa tindakan. Aktivitas dari siswa bisa dilihat ketika siswa mengikuti pembelajaran, dimana ketika siswa antusias terhadap suasana pembelajaran maka aktivitas yang terjadi meningkat karena siswa merasa senang dengan pembelajaran yang berlangsung. Tetapi sebaliknya ketika siswa pasif berarti tidak terjadi perubahan aktivitas karena siswa tidak bisa menikmati pembelajaran.

(6)

sendiri, siswa dapat mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis, dapat mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa, suasana belajar menjadi lebih hidup sehingga kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran menyenangkan bagi siswa. Menurut Diedrich (Sardiman, 2004: 101) aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Kegiatan visual: seperti membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi.

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral): seperti mengemukakan suatu pendapat, mengajukan pertanyaan, memberi saran, wawancara, diskusi dan interupsi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan: seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan dan diskusi kelompok.

d. Kegiatan-kegiatan menulis: seperti menulis cerita, menulis laporan, menulis karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar: seperti menggambar,membuat grafik,chart, diagram, peta, dan pola.

f. Kegiatan mental: seperti merenungkan, mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

g. Kegiatan-kegiatan emosional: seperti minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

(7)

2.1.3 Hasi Belajar IPA

Menurut Sudjana (2009: 22) “Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar dapat digunakan untuk melihat apakah seseorang telah melakukan proses belajar yang baik mencakup bidang kognitif (pengetahuan), bidang afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Menurut Gagne, Bloom (dalam Agus Suprijono 2011: 6-7) mengemukakan bahwa:

“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analisis (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (skor), organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.”

Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

(8)

Menurut Sudjana (2010: 35) alat penilaian hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu tes dan non tes.

1. Tes

Pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.

Ada dua jenis tes, yaitu: a. Tes Uraian

Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alas an, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.

b. Tes Objektif

Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan.

1) Bentuk soal jawaban singkat

Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dinilai benar atau salah.

2) Bentuk soal benar-salah

Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah.

3) Bentuk soal menjodohkan

(9)

sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.

4) Bentuk soal pilihan ganda

Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.

2. Non Tes

Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat non tes bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan antara lain ialah kuesioner dan wawancara, skal (skala penilaian, skala sikap, skala minat), observasi atau pengamatan, studi kasus, dan sosiometri.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan alat penilaian hasil belajar yang berupa tes pilihan ganda, dan non tes yang berupa observasi atau pengamatan.

2.1.4

Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh

(10)

Menurut Saco (dalam Rusman, 2011: 224) dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang juga dapat diselingi pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

Isjoni (2009: 83) berpendapat bahwa Teams Games Tournament (TGT) adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.

Dari pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa dibentuk 4-6 orang yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa memandang status, ras, suku, agama. Dalam kelompok tersebut akan melibatkan siswa sebagai tutor sebaya dengan mengandung unsur permainan supaya siswa dalam belajar menjadi lebih nyaman dan senang tetapi tetap menumbuhkan kerja sama, tanggungjawab, jujur, persaingan yang sehat, dan keaktifan dalam belajar.

2.1.4.1 Tujuan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Menurut Ibrahim (2000: 7), model pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan pembelajaran. Tujuan yang pertama yaitu meningkatkan hasil belajar akademik dimana siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tujuan kedua yaitu pembelajaran kooperatif memberi peluang pada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar menghargai satu sama lain. Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

(11)

dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) yaitu:

1. Kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.

2. Kompetitif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.

3. Individualistik, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.

2.1.4.2 Tahap-tahap Pembelajaran

Menurut Slavin (2008: 169) maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut:

a. Presentasi kelas (class precentation).

Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan turnamen.

b. Kelompok (Teams).

(12)

c. Permainan (game).

Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetes siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok. Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga murid yang mewakili tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor.

d. Pertandingan (tournament).

Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-tugasnya. Untuk turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi siswa dari semua level dipenampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik.

2.1.4.3 Implementasi Model Pembelajaran TGT

Dalam pengimplementasian model pembelajaran TGT, yang harus diperhatikan yaitu:

1) Pembelajaran terpusat pada siswa

2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi

3) Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan)

4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim

5) Dalam kompetisi diterapkan sistem point

6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik

7) Kemajuan kelompok dapat diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan

(13)

9) Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak

2.1.4.4 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran TGT

Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa model-model pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.

Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.

(14)

satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragam oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.

Slavin (2005: 35) melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:

1) Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.

2) Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan. 3) TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk

rasa harga diri akademik mereka.

4) TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)

5) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.

6) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.

(15)

nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.

Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Model pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000: 10) yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:

1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam 4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain 6) Motivasi belajar lebih tinggi

7) Hasil belajar lebih baik

8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Sedangkan kelemahan TGT adalah:

a. Bagi Guru

Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. b. Bagi Siswa

(16)

Pengalaman belajar yang telah direncanakan secara optimal akan menimbulkan proses belajar yang optimal pula. Proses belajar terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, sehingga guru harus merencanakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Maka dari itu peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran TGT karena model pembelajaran ini akan melibatkan siswa aktif untuk belajar di dalam kelas sehingga diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

2.2 Kajian penelitian yang Relevan

Dewantini, Ria Dhian (2011) meningkatkan hasil belajar IPA Melalui Metode Team Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri Jeruk 1

Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Masalah dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA yang masih rendah, hanya 35% dari jumlah siswa yang mendapatkan nilai >70, memenuhi KKM, metode yang digunakan masih konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil tindakan kelas ini melalui 2 siklus yaitu pada siklus I dari 28 siswa yang masuk terdapat 16 siswa (57%) yang mendapatkan nilai >70, sesuai KKM. Pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa sejumlah 36% dari siklus I. Dari nilai hasil belajar 27 siswa yang masuk ada 25 siswa (93%) yang mendapat nilai >70, sesuai KKM. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi metode Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Jeruk 1 Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Persamaan dari penelitian ini yaitu meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V menggunakan TGT Team Games Tournament. Perbedaan dari penelitian ini yaitu hanya meningkatkan hasil belajar IPA tetapi tidak meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas V.

Effendi, Kukuh (2012) pendekatan kooperatif tipe TGT Team Games Tournament untuk meningkatkan hasil belajar siswa kompetensi dasar menentukan

(17)

02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak semester II tahun pelajaran 2011/2012. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar matematika dari tiap siklus pada materi bangun ruang. Peningkatan hasil belajar tersebut secara bertahap, dimana pada siklus I peningkatan hasil belajar siswa sebesar 45,8%. Kemudian setelah dilaksanakan siklus II peningkatan hasil belajar siswa mencapai 95,8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas IV SDN 02 Tlogosih Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak semester II tahun pelajaran 2011/2012. Persamaan dari penelitian ini yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Games Tournament untuk meningkatkan hasil belajar. Perbedaan dari penelitian ini yaitu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, tidak meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Games Tournament.

2.3 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori diatas, dalam belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diperlukan model pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, bermakna, dan siswa dapat belajar dengan senang hati sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Melalui model pembelajaran TGT, siswa dapat belajar dengan suasana yang menyenangkan, mengembangkan kreativitasnya, menemukan pengetahuannya sendiri, serta mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan siswa lain sehingga belajar menjadi lebih bermakna bagi siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa harus berkompetisi sehingga akan termotivasi untuk memenangkannya sekaligus siswa berperan aktif, dengan siswa aktif belajar maka hasil belajar siswapun terdorong untuk ditingkatkan.

(18)

Skema Kerangka Berpikir

Gambar 2.1

Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: 1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas

V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga semester II tahun 2014/2015.

KONDISI AWAL

1. Pembelajaran berpusat pada guru

2. Siswa pasif

3. Hasil belajar IPA siswa rendah

TINDAKAN

Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games

Tournament (TGT) untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

IPA siswa kelas V SDN Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga

Semester II Tahun 2014/2015

HASIL AKHIR

1. Siswa tertarik dan senang pada pembelajaran IPA

2. Siswa lebih aktif 3. Hasil belajar IPA siswa

(19)

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “Pengaruh Adversity Quotient Terhadap Resistance to Organizational Change” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

Kelompok eksperimen terdiri dari 26 ibu hamil dengan intervensi pemberian Short Message Service dengan Gili- SMS® yang diberikan 3 kali yang berisi pengingat untuk

meganalisis harga saham.. peneliti menggunakan analisis fundamental. 392) dalam Alifa Widiastuti Nugroho (2016) mengungkapkan bahwa informasi yang dipublikasikan

Laki-laki dan perempuan adalah mitra yang sama dalam mewujudkan tatanan kehidupan sosial yang dinamis tersebut sebagai buah dari amal shaleh yang akan

kehamilan karena merupakan penanda penting pada preeklampsia Tanda dari preeklampsia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi), edema dan protein urin, Sehingga

The objectives of the study are (1) To know the morphological process on derivational affixes found in research proposals made by English alumni of Education Department

Indikasi lain yang mempertegas bahwa paradigma pendidikan yang ditawarkan Al-Attas menghendaki terealisirnya sistem pendidikan terpadu ialah tertuang dalam rumusan sistem

Menurut peneliti implementasi yang dilakukan pada studi kasus pada kedua klien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas sudah sesuai dengan intervensi yang