• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Ulumul Hadis METODOLOGI PENELITI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Ulumul Hadis METODOLOGI PENELITI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Ulumul Hadis

METODOLOGI PENELITIAN HADIS

Disusun oleh:

Amanda Yulia : 2114.001 Haritsa Azizka : 2114.030 Wiwit Safitri : 2114.011

Dosen Pemimbing: Ari Hendri, M. HUM

STAIN (SEKOAH TINGGI ISLAM NEGERI)

SYECH JAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang harus dipahami. Namun, sejak masa para Sahabat hingga sekarang pun banyak hadis palsu maupun dho’if yang beredar luas dikalangan masyarakat, sehingga banyak menimbulkan berbagai permasalah yang terkadang sampai menimbulkan pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Sebab itulah penting bagi setiap muslim memilah-milah hadits yang akan digunakan sebagai dasar hukum dalam menjalankan syari’at Islam.

Dalam hal ini, yang menjadi permasalahannya adalah banyak orang-orang Islam yang tidak mampu membedakan dan menentukan antara hadis dho’if, hasan, maupun shahih. Sering kali dalam menggunakan sebuah hadis tidak diperhatikan sanadnya dan hanya menggunakan matannya saja, sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan dasar yang kuat.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A . Definisi Metode Penelitian Hadis Dan Ruang Lingkupnya

Metode penelitian didefinisikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maksudnya, kegiatan penelitian harus didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Adapun ruang lingkup penelitian hadis adalah :

1. Penelitian/studi hadis, baik studi sanad maupun matan.

2. Penelitian hasil pemikiran terhadap hadis (kajian tokoh).

3. Penelitian persepsi hadis dalam masyarakat (living hadis).

B. Tujuan Penelitian Hadis

Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono (2008:5), secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu merupakan data yang benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian mengandung makna bahwa data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.

Penelitian dalam hadis yang bersifat penemuan misalnya menemukan metode memahami hadis secara mudah bagi masyarakat awam. Penelitian hadis yang bersifat pembuktian misalnya membuktikan keragu-raguan mengenai status hadis keutamaan membaca ayat kursi. Sedangkan penelitian hadis yang bersifat pengembangan contohnya memperdalam pengetahuan tentang pemikiran M. M. Azami dan Joseph Schacht terkait pembentukan sanad hadis, atau pengembangan metode ‘ardl al-hadist ‘ala al-qur’an dalam kajian kritik matan.

(4)

C. Metode Penelitian Hadis

Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan

melakukan langkah-langkah berikut ini:

 Melakukan At-Takhrij

Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para periwayatdari hadis yang bersangkutan.

 Melakukan al-I’tibar

Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.

Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tibar

adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung (corroboration) berupa periwayatan yang berstatus muttabi’ atau syahid.

 Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya

Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri pribadi periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya. Ke’adilan berhubungan dengan kwalitas pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan bersifat tsiqah.

Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat yang tidak tsiqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na, misalnya, meski metode itu diakui ulama’ hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak tsiqoh, maka informasi yang dikemukakannya itu tetap tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang menyatakan sami’na adalah orang yang

tsiqoh, maka informasinya dapat dipercaya.

Selain itu, ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadis, namun dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan haddatsani atau sami’tu, sanadnya bersambung. Tetapi, bila menggunakan selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis

(5)

 Meneliti syudzudz dan ‘illat

Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan studi komparatif terhadap seluruh sanad yang ada untuk satu matan yang sama.

Sedangkan cara mengkritisi kemungkinan terjadinya ‘illat yaitu dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna.

Hadis yang mengandung syudzudz (ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut sebagai hadis

syadz, sedangkan lawan dari hadis syadz disebut hadis mahfuzh.

Menyimpulkan hasil studi kritik sanad

Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula argumen-argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan sebelum ataupun sesudah rumusan

natijah dikemukakan.

Isi natijah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawatir dan jika tidak demikian, maka hadis tersebut berstatus ahad.

Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkwlitas shahih atau hasan atau dha’if sesuai dengan apa yang diteliti. Jika diperlukan, pernyataan kwalitas tersebut disertai dengan macamnya, misalnya dengan mengemukakan bahwa hadis yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi atau hasan li ghayrihi.

Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada metode

mu’aradhah. Versi lain menyebutnya metode muqaranah (perbandingan) atau metode

muqabalah.

Metode mu’aradhah yang dimaksud adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syariat lain. Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:

1. Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an.

2. Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyah.

3. Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita dan sejarah.

4. Mengkomparasikan hadis dengan rasio.

5. Membandingkan hadis-hadis dari berbagai murid seorang ulama’.

6. Membandingkan pernyataan seorang ulama’ setelah berselang suatu waktu.

(6)

Mengenai hal kritik matan, Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:

 Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.

 Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang aksiomatik, yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.

 Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan akhlak.

 Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.

 Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak membenarkannya

 Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.

 Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.

 Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang diketahui dari zaman nabi saw.

(7)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Aktifitas penelitian hadis memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti baik dari sisi sanad ataupun matan.

Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian diarahkan kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan cara: melakukan at-Takhrij, melakukan al-I’tibar, mengkritisi periwayat hadis dan metode periwayatannya, meneliti syudzudz dan ‘illat, dan mengambil natijah.

Sedangkan dalam penelitian matan, menurut al-A’zhami dapat dilakukan dengan cara

mu’aradhah, yaitu pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadis (sunnah) lain dengan dalil syari’at yang lain. Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit al-Qur’an, sirah nabawiyah, pengetahuan sejarah, dan penalaran akal sehat.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Farida, Umma. Metodologi Penelitian Hadis. 2010. Kudus: Nora Media Enterprise.

Farida, Umma. Naqd Al-Hadits. 2009. Kudus: Nora Media Enterprise.

Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta: PT. Karya Unipress.

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh periwayat dalam jalur sanad tersebut dinyatakan t ṡ iqah, hadis tersebut tergolong hadis mu’an’an berdasar sighat ta ḥ ammul yang ada dan menggunakan

Namun hadis-hadis yang terbuang ini adakalanya sesuai dengan kriteria yang diakui oleh para ulama namun sebagian orang menelantarkannya (tidak menganggapnya hadis

metode kashf berarti metode yang dipakai oleh para tokoh sufi dimana mereka tidak memerlukan lagi kaidah-kaidah penilaian hadis yang telah dibangun oleh para ulama ahli hadis

Misalnya hadis (yang artinya) : “Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku (Rasulullah saw) maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”. Hadis ini

Fenomena ini banyak terjadi dalam kritik yang dilakukan ulama terhadap hadis.. Audi dan Huzail bin Syurahbil tidak mampu mengemban hal ini [tidak mampu melawan riwayat

Berikutnya terkait dengan metode dan sistematika Imam Bukhari menggunakan metode riwayat dalam memberikan informasi tentang periwayat hadis dengan kata lain informasi tentang

metode kashf berarti metode yang dipakai oleh para tokoh sufi dimana mereka tidak memerlukan lagi kaidah-kaidah penilaian hadis yang telah dibangun oleh para ulama ahli hadis

Metode takhrij hadis menurut lafadz pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama matan hadis, sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah