• Tidak ada hasil yang ditemukan

Society Participation dengan Metode FGD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Society Participation dengan Metode FGD"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

0 TUGAS MATA KULIAH

METODE DAN TEKNIK PERENCANAAN II

(TKP 62006)

SOCIETY PARTICIPATION

DENGAN METODE FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

DALAM PENATAAN RUANG DAN LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, Ph.D

Disusun Oleh :

Hillary Kristarani (16/404423/PTK/10840)

PKD 49

MAGISTER PERENCANAAN KOTA DAN DAERAH

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)

1 I. DESKRIPSI

Proses perencanaan dalam penataan ruang dan lingkungan yang berjalan dinamis sangat dibutuhkan dalam pembangunan suatu negara. Pembangunan meliputi dua unsur pokok, yakni materi yang dihasilkan dan dibagi serta manusia yang menjadi pengambil inisiatif dan manusia pembangun. Dengan demikian faktor perencanaan di dalam pembangunan adalah manusia/masyarakatnya (Budiman, 1995). Menurut Post-development Theory juga memberikan alternatif dengan mentransfer pembangunan kepada tingkatan yang paling lokal di masyarakat, dan melalui inisiatif dan kegiatan gerakan sosial baru. Pembangunan yang emansipatoris menyerap berbagai bentuk aspirasi dalam otonomi masyarakat (Pieterse dan Schuurman dalam Kippler 2010). Berdasarkan kedua sumber tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat melalui FGD sangat penting dalam proses penataan ruang dan lingkungan di Indonesia sebagai negara demokrasi.

Model perencanaan di Indonesia dimulai dengan konsep perencanaan teokrasi dan teknokratis, yang berarti pembangunan dicapai melalui intervensi oleh penguasa dan para ahli. Politik teokrasi yang sudah sejak zaman kolonial hinga tahun 1980-an menghasilkan master planning. Produk jenis perencanaan ini adalah rencana induk kota contohnya. Selanjutnya pada tahun 1980 hingga saat ini menggunakan politik teknokrasi yang menghasilkan comprehensive planning. Produk jenis perencanaan ini adalah rencana tata ruang wilayah baik dalam lingkup nasional (RTRWN) maupun provinsi/kabupaten/kota (RTRWK/RDTRK). Terakhir, perencanaan yang berbasis pada demokrasi dimulai pada tahun 2000-an yang menghasilkan strategic planning dan participatory planning. Produk jenis perencanaan ini adalah rencana jangka panjang dan menengah (RPJP/RPJM) lingkup nasional maupun provinsi/kabupaten/kota. Kasus participatory planning oleh masyarakat tersebut yang selanjutnya akan dibahas proses perencanaan dalam penataan ruang dan lingkungan di Indonesia.

Metode yang akan dibahas adalah Focus Group Discussion (FGD). Menurut Krueger (1994: 5-10), metode ini merupakan teknik pengumpulan data untuk mendapatkan persepsi dan pandangan setiap individu mengenai suatu tema pada kajian area tertentu. FGD dibangun berdasarkan asumsi :

a. Keterbatasan individu selalu tersembunyi pada ketidaktahuan kelemahan pribadi tersebut;

b. Masing-masing anggota kelompok saling memberi pengetahuan satu dengan lainnya dalam pergaulan kelompok;

c. Setiap individu dikontrol oleh individu lain, sehingga ia berupaya agar menjadi yang terbaik;

d. Kelemahan subyektif terletak pada kelemahan individu yang sulit dikontrol oleh individu yang bersangkutan;

(3)

2

Sementara itu, fungsi Focus Group Discussion (FGD) adalah :

1. Untuk merancang kuesioner survey. Hasil FGD sangat mungkin bermanfaat dalam pembuatan kuesioner survey. Mungkin ada pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu ditambahkan atau dirubah yang tidak terpikirkan sebelumnya.

2. Untuk menggali informasi yang mendalam mengenai pengetahuan, sikap dan persepsi. Dari suatu studi yang menggunakan FGD biasanya akan dapat menghasilkan istilah-istilah baru yang bersumber dari pengetahuan dan penafsiran masyarakat lokal.

3. Untuk mengembangkan hipotesa penelitian.

4. Untuk mengumpulkan data kualitatif dalam studi proses-proses penjajagan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan. Seiring perubahan paradigma baru pembangunan yang makin banyak menggunakan pendekatan partisipatif (Participatory Approach), FGD semakin luas pula digunakan dalam setiap pengkajian kualitatif selama proses-proses pembangunan untuk tujuan pemberdayaan masyarakat.

.

Partisipan FGD terdiri oleh individu-individu yang memiliki homogenitas, misalnya dalam umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. FGD terdiri dari moderator, notulen, dan peserta (Gambar 1). Partisipan di dalam FGD bervariasi mulai dari 4-6 partisipan untuk mini-focus groups hingga 6-12 partisipan. Proses Focus Group Discussion (FGD) melalui berbagai tahap-tahap berikut :

1. Perencanaan FGD

2. Membuat pertanyaan dan mengidentifikasi partisipan.

3. Menghubungi partisipan dan pengalokasian waktu untuk jadwal FGD 4. Pelaksanaan FGD 1, FGD 2, FGD 3

5. Analisis data dan proses FGD

6. Draft Report, Review Draft, Final Draft

Proses FGD diatas melalui perencanaan waktu, biaya, serta tenaga yang diperlukan (Krueger, 1994: 48-79).

(4)

3

Berikut penjabaran proses Focus Group Discussion (FGD) secara lebih rinci, dimulai dari persiapan dalam tim dan persiapan dalam kelompok.

1. Persiapan Dalam Tim

Proyek atau tim fasilitator menyediakan panduan pertanyaan FGD sesuai dengan masalah

a. Proyek atau tim fasilitator menyediakan panduan pertanyaan FGD sesuai dengan masalah atau topik yang akan didiskusikan. Panduan pertanyaan wajib disiapkan dengan baik, didukung pemahaman konsep dan teori yang melatarinya. FGD tanpa persiapan disain pertanyaan hanya menghasilkan FGD yang buruk, dan karenanya buang waktu dan biaya saja. FGD yang benar dan baik adalah yang memiliki panduan pertanyaan terdiri atas serangkaian sistematis dari pertanyaan-pertanyaan terbuka yang akan digunakan fasilitator sebagai acuan memandu FGD. b. Tim Fasilitator FGD biasanya berjumlah 2-3 orang, terdiri dari: pemandu diskusi (fasilitator-moderator), pencatat (notulen) dan pengamat (observer). Sekurang-kurangnya tim fasilitator terdiri dari 2 orang, yakni: pemandu diskusi dan pencatat proses dan hasil diskusi.

c. Pemandu diskusi (fasilitator-moderator) perlu membekali dirinya untuk memahami dan mampu menjalankan peran. sebagai berikut:

- Menjelaskan topik diskusi. Tugas ini dijalankan oleh pemandu diskusi (fasilitator-moderator). Ia tidak perlu ahli tentang masalah atau topik yang didiskusikan, yang terpenting adalah harus menguasai pertanyaan-pertanyaannya. Seorang pemandu diskusi juga harus mampu melakukan pendekatan dan mampu memotivasi peserta FGD agar peserta terdorong dan dapat spontan mengeluarkan pendapat. Apabila fasilitor memiliki rasa humor dan mampu memanfaatkannya untuk tujuan tugas memandu diskusi, maka proses dan hasil FGD biasanya akan menjadi lebih baik.

- Mengarahkan kelompok, bukan diarahkan oleh kelompok. Pemandu diskusi bertugas mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan harus netral terhadap jawaban peserta. Jangan memberi penilaian jawaban benar atau salah maupun memberikan persetujuan atau tidak setuju. Hindari penyampaian pendapat pribadi karena dapat mempengaruhi pendapat peserta nantinya. Pemandu juga harus mampu mengendalikan ketertiban peserta dalam menyampaikan penda pat dengan cara memfasilitasi kesempatan bagi setiap peserta secara adil (tidak pilih-pilih).

-Pemandu diskusi hendaknya mampu mengendalikan dirinya sendiri. Kendalikan nada suara dan pilihan kata-kata dalam mengajukan pertanyaan. Pemandu diskusi juga harus menanamkan sikap sabar. Di lain pihak hindarilah pembicaraan yang bertele-tele agar waktu tidak lebih banyak digunakan oleh pemandu dikusi sendiri. Ingatlah waktu yang relatif terbatas harus dimanfaatkan secara efisien dan optimal.

2. Persiapan dalam Kelompok

Persiapan kelompok dilakukan dengan cara mengundang peserta untuk berpartisipasi dalam FGD yang akan dilakukan. Berkenaan dengan ini hendaknya diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

(5)

4

(b) Jelaskan maksud dan tujuan kegiatan serta lembaga yang mengadakan kegiatan studi.

(c) Jelaskan rencana FGD dan mintalah peserta untuk berpartisipasi dalam FGD. Sebutkan juga mereka yang sudah bersedia ikut serta untuk mendorong peserta lain juga ikut dalam FGD.

(d) Beritahukan tanggal, waktu, tempat dan lamanya pertemuan sesuai dengan yang tertera pada undangan tertulis.

(e) Apabila seseorang tidak bersedia memenuhi undangan, maka coba tekankan kembali arti pentingnya keikut sertaannya dalam FGD. Jika tetap menolak juga, sampaikanlah maaf dan terima kasih. Hubungan baik dan silaturrahim tetap harus dijaga dan tidak boleh terganggu hanya karena orang yang diundang tidak berkenan memenuhi undangan.

(f) Jika orang yang diundang menyatakan kesediaannya berpartisipasi, maka ulanglah sekali lagi tanggal, tempat dan waktu pelaksanaan FGD untuk mengingatkan kembali.

II. CONTOH

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Environmental Impact Assessment (EIA) merupakan salah satu analisis resiko dalam menghadapi krisis lingkungan di Indonesia. Amdal menggunakan pendekatan partisipatif dimana melibatkan masyarakat di dalam perencanaan. Amdal merupakan perlindungan lingkungan dan sosial (environmental and social safeguard) yang telah dibangun, diterapkan, dan dikembangkan di dunia. Instrumen ini telah diterapkan di dunia sejak awal tahun 1970, sementara di Indonesia sejak tahun 1986. Dunia internasional melalui kesepakatan internasional yang dituangkan dalam Deklarasi Rio dan Agenda 21 telah menyatakan bahwa Amdal/EIA harus dikembangkan dan diterapkan setiap negara dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Sebagai instrumen perlindungan lingkungan dan sosial, Amdal disusun berdasarkan hasil kajian ilmiah mengenai dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Dampak penting pada dasarnya perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

(6)

5

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan pengawasan izin lingkungan dan penegakan hukum lingkungan.

Amdal menggunakan participatory planning dengan menggunakan metode FGD dimana masyarakat ikut terlibat didalamnya. Pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan telah diatur dalam Permen LH No. 17 tahun 2012. Pada proses Amdal, masyarakat dilibatkan dalam pengikutsertaan dalam penyusunan dokumen amdal melalui proses pengumuman, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dan konsultasi publik serta pengikutsertaan masyarakat dalam komisi penilai Amdal, bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal. Selain itu, masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengumuman permohonan izin lingkungan, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat serta pengumuman setelah izin lingkungan diterbitkan. Masyarakat yang terlibat dalam proses Amdal tidak hanya masyarakat terkena dampak (sekitar lokasi rencana proyek) saja, melainkan masyarakat pemerhati lingkungan (NGO), dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan proses Amdal.

Tujuan pertama dimaksudkan bahwa masyarakat telah mendapatkan informasi yang memadai mengenai usulan rencana usaha/kegiatan dan dapat berkontribusi dalam proses Amdal. Agar tujuan ini dapat tercapai, maka setiap penangung jawab rencana usaha/kegiatan (pemrakarsa) sebelum melakukan penyusunan dokumen Amdal wajib mengumumkan rencana usaha/kegiatan kepada masyarakat antara lain mengenai deskripsi kegiatan (deskripsi rinci rencana kegiatan, lokasi proyek), dampak lingkungan hidup potensial mungkin terjadi sebagai akibat rencana usaha/kegiatan tersebut. Tujuan kedua dimaksudkan bahwa masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan (SPT) secara tertulis atau melalui proses konsultasi publik yang dilaksanakan oleh pemrakasarsa. Melalui penyampaian SPT ini, masyarakat dapat menyampaikan umpan balik mengenai informasi mengenai kondisi lingkungan hidup dan berbagai usaha/kegiatan di sekitarnya, aspirasi masyarakat dan penilaiannya mengenai dampak lingkungan. Tujuan ketiga dimaksudkan masyarakat terkena dampak melalui wakilnya yang duduk dalam komisi penilai amdal terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas rencana usaha/kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan. Tujuan keempat adalah terkait dengan proses izin lingkungan, saran, pendapat dan tanggapan (SPT) masyarakat yang disampaikan pada tahap proses permohonan izin akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses penerbitan izin lingkungan.

(7)

6

merupakan gambaran pelaksanaan Konsultasi Publik dengan metode FGD dalam penyusunan AMDAL.

(8)

7

Selain Amdal, terdapat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang juga mengkaji lingkungan dengan partisipasi masyarakat melalui FGD. Perencanaan di luar konteks lingkungan, seperti RTRW, RPJP, RPJM, dan Rencana Strategis juga melibatkan masyarakat di dalamnya. Terdapat Focus Group Discussion (FGD) di dalam merumuskan setiap rencana. Hal ini penting untuk dilakukan karena bagaimanapun masyarakat lokal memegang kunci untuk setiap lokasi/daerah/wilayah yang akan direncanakan. Selain itu, penelitian-penelitian ilmiah di Indonesia saat ini banyak yang melibatkan masyarakat dalam FGD. Sebagai contoh, penelitian penurunan tanah (Land Subsidence) di pesisir Semarang menggunakan data geologi, citra satelit, dan data kuantitatif lainnya. Namun, terlepas dari itu semua, informasi dari masyarakat setempatlah yang bisa menunjukkan zonasi penurunan tanah di pesisir Semarang.

III. KOMENTAR

Partisipasi masyarakat melalui FGD dalam proses perencanaan dalam penataan ruang dan lingkungan dapat ditelaah melalui teori “Risk Assestment and Environmental Crissis: Toward Integration of Science and Participation” oleh Frank. Analisis resiko (risk assestment) disini bertujuan untuk menyajikan informasi secara objektif mengenai kelayakan dari suatu teknologi, baik dari sisi teknis maupun lingkungan. Analisis resiko juga mencerminkan perpaduan antara permasalahan manajerial dan metode rekayasa serta dengan mengintegrasikan faktor fisik dan manusia yang dapat didefinisikan dengan konsep kesatuan rasionalitas teknis. Berdasarkan skema Risk Assestment, diketahui bahwa kegagalan sistem membuat adanyanya analisis resiko. Analisis ini memberikan solusi baik untuk sosial maupun politik. Analisis resiko dikemas dalam suatu pendekatan partisipatif (Schwarz dan Thompson 1990: 102-122).

Pada mulanya pendekatan partisipatif diawali dengan pendekatan “Constructive Technology Assessment” (CTA) dikembangkan oleh Organisasi Teknologi Belanda. Format analisis dampak lebih demokratis dan mempertimbangkan masalah politik. Metode penyelesaian sengketa adalah dengan teknik mediasi, negosiasi dan membangun konsensus untuk menyelesaikan perselisihan. Negoisasi melibatkan mediator netral untuk mempertemukan kepentingan para pihak yang bersengketa, seperti anggota masyarakat, pengusaha, aktivis lingkungan, dan pejabat pemerintah dalam rangka membentuk sebuah kesepakatan di antara peserta. Mediatorlah yang memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan dari metode ini. Partisipasi para ahli juga diperlukan untuk “mendemokratisasikan” proses pengambilan keputusan berkaitan dengan dampak suatu kegiatan. Persyaratan terpenting yang harus dilakukan yaitu komitmen secara profesionalitas, khususnya pada permasalahan sosial, dengan partisipasi demokratis terhadap kemajuan dan pemberdayaan masyarakat. Metode ini memberikan wewenang untuk mengorganisir suatu forum antara para ahli dengan masyarakat yang respek terhadap permasalahan lingkungan, sehingga bisa menjadi sebuah penelitian partisipatif (Schwarz dan Thompson 1990: 102-122).

(9)

8

mengembangkan teknologi alternatif dan gerakan-gerakan ekologis. Metode partisipatif membuat masyarakat lebih paham akan resiko yang akan dihadapi dan mampu menghadapinya. Selain itu, masyarakat juga mau melaksanakan berbagai upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi resiko dari perkembangan teknologi dan pengetahuan (Fischer 1991).

Teori tentang analisis resiko dan krisis lingkungan ke arah integrasi ilmu pengetahuan serta partisipasi masyarakat melalui FGD menjadi sangat penting untuk diterapkan saat ini. Perencanaan yang menuntut sustainable development dibutuhkan saat ini ketika krisis lingkungan melanda di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Perencanaan ini dapat digunakan ke berbagai kajian dengan melibatkan partisipasi masyarakat melalui FGD didalamnya. Masyarakat sebagai penghuni suatu wilayah tentunya memiliki peran yang penting untuk turut serta di dalam proses perencanaan. Hal ini sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Perencanaan tidak hanya dilaksanakan oleh kalangan tertentu saja, misal penguasa atau para ahli. Proses perencanaan dengan partisipasi masyarakat mencermikan suatu negara menjunjung tinggi demokrasi.

Pertama, partisipasi masyarakat melalui FGD dalam proses perencanaan ruang merupakan bagian dari prosedur penyusunan RTRW kabupaten misalnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, peran masyarakat ada pada tahap persiapan hingga penyusunan Raperda. Pada tahap persiapan, masyarakat terlibat pasif dalam menerima informasi penataan ruang. Kemudian pada tahap pengumpulan data dan informasi, masyarakat dapat memberikan data dan infromasi, aspirasi dan opini, serta mengidentifikasi masalah penataan ruang. Selanjutnya, masyarakat juga menyampaikan opini dan spirasi terkait kebijakan dan strategi penataan ruang ketika tahap perumusan konsep pengembangan. Sedangkan pada saat perumusan konsep rencana, msyarakat dapat menyampaikan keberatan/sanggahan terhadap konsep RTRW kabupaten. Terakhir pada tahap penyusunan Raperda, masyarakat juga dapat menyampaikan keberatan/sanggahan terhadap konsep raperda RTRW kabupaten. Dengan penjabaran diatas, maka partisipasi masyarakat melalui FGD tertuang pada seluruh proses penyusunan RTRW terkecuali saat tahap analisis.

(10)

9

dalam Permen LH No. 17 tahun 2012. Pada proses Amdal, masyarakat dilibatkan dalam pengikutsertaan dalam penyusunan dokumen amdal melalui proses pengumuman, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dan konsultasi publik serta pengikutsertaan masyarakat dalam komisi penilai Amdal, bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal. Selain itu, masyarakat juga dilibatkan dalam proses pengumuman permohonan izin lingkungan, penyampaian saran, pendapat dan tanggapan (SPT) masyarakat serta pengumuman setelah izin lingkungan diterbitkan. Masyarakat yang terlibat dalam proses Amdal tidak hanya masyarakat terkena dampak (sekitar lokasi rencana proyek) saja, melainkan masyarakat pemerhati lingkungan (NGO), dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan proses Amdal.

Proses perencanaan yang sudah melibatkan society participation di Indonesia pada akhirnya diimplementasikan di setiap lokasi dan daerah. Suatu rencana harapannya implementatif sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Namun, terdapat banyak kasus yang mana perencanaan kurang atau tidak dapat terimplementasi dengan baik karena berbagai hal. Sebagai contoh, kasus implementasi RTRW di Nusa Ceningan, Klungkung, Bali dirasa tidak melibatkan masyarakat lokal baik wakil maupun lembaga. Masyarakat hanya menerima hasil kebijakan pemerintah, karena tidak melalui proses partisipasi oleh masyarakat adat. Masyarakat memiliki pandangan tata ruang wilayah yang dilatarbelakangi oleh konsep budaya tradisional. Konsep ini yang yang membuat masyarakat di Nusa Ceningan merasa adanya ketidakadilan pada pemanfaatan ruang dan pengelolaan sumberdaya alam. Kondisi ini yang membuat adanya perlawanan masyarakat, misalnya pada kasus pembebasan lahan untuk pariwasata oleh pemerintah yang digagalkan masyarakat tahun 1999, kemudian dilakukan pemetaan partisipatif tahun 2000. Selain itu terdapat kasus perubahan pemanfaatan lahan dimana lahan rumput laut akan dijadikan wisata tirta dan permukiman menjadi hotel, masyarakat menolak dan membuat program ekowisata (IGM. Konsukartha 2003).

Pelaksanaan RTRW yang masih terhambat dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan perundangan yang mengatur tata ruang. Selain kesadaran melaksanakan hukum masih rendah, sanksi untuk pelanggarannya juga belum tegas. Koordinasi antar lembaga dinas masih belum terkait. Dalam kasus ini, pemerintah terus melakukan berbagai usaha agar pelaksanaan RTRW berjalan dengan baik, misalnya dengan sosialisasi terpadu antar dinas, disinsentif untuk perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian, dan penegakan hukum (Iswanto 2005).

(11)

10

melaksanakan setiap kebijakan yang telah dibuat. Oleh karena itu, diharapkan society participation terus dilibatkan dalam proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan hingga pengendalian penataan ruang dan lingkungan di setiap wilayah. Proses komunikasi yang baik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat pada setiap tahap kegiatan penataan wilayah menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan (Najmulmunir 2013). Berikut dijelaskan lebih rinci kelebihan dan kekurangan metode FGD kaitannya dengan partisipasi masyarakat.

Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode FGD

Kekuatan Kekurangan

Sinergisme : Suatu kelompok mampu menghasilkan informasi, ide dan pandangan yang lebih luas

Karena dapat dilakukan secara cepat dan murah, FGD sering digunakan oleh pembuat keputusan untuk mendukung dugaan/pendapat pembuat keputusannya. Persoalannya adalah, seberapa jauh FGD dilakukan sesuai prinsip dan prosedur yang benar.

Manfaat bola salju. Komentar yang didapat secara acak dari peserta dapat memacu reaksi berantai respons yang beragam dan sangat mungkin menghasilkan ide-ide baru.

FGD terbatas untuk dapat memperoleh informasi yang lebih mendalam dari seorang individu yang mungkin dibutuhkan. Hal ini disebabkan FGD terbatas waktu dan memberi kesempatan secara adil bagi semua peserta untuk menyampaikan pendapatnya. Untuk ini FGD tidak boleh dipertentangkan dengan metode lainnya, tetapi justru harus dilihat sebagai saling melengkapi.

Stimulan. Pengalaman diskusi kelompok sebagai sesuatu yang menyenangkan dan lebih mendorong orang berpartisipasi mengeluarkan pendapat.

Teknik FGD mudah dilaksanakan, tetapi sulit melakukan interpretasi datanya.

Keamanan. Individu biasanya merasa lebih aman, bebas dan leluasa mengekspresikan perasaan dan pikirannya dibandingkan kalau secara perseorangan yang mungkin ia akan merasa khawatir.

FGD memerlukan fasilitator - moderator (pemandu diskusi) yang memiliki ketrampilan tinggi. Hal ini amat berpengaruh terhadap hasil.

(12)

11 A. KESIMPULAN

Society participation menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) berperan penting dalam penataan ruang dan lingkungan. Masyarakat memiliki hak menyuarakan pendapatnya mulai dari perencanaan pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian suatu rencana. Society participation sudah diatur di dalam setiap perencanaan ruang dan lingkungan di Indonesia. Masyarakat sebagai kunci keberhasilan rencana di setiap wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang bukan hanya sebagai objek, melainkan subjek suatu perencanaan. Namun pada kenyataannya, masih terjadi berbagai kendala di setiap penataan ruang dan lingkungan. Kendala itu disebabkan oleh berbagai pihak, baik dari sisi masyarakat sendiri maupun pemerintah. Oleh karena itu, dengan partisipasi dari berbagai stakeholders akan menjadi proses demokrasi dalam pengambilan keputusan untuk mewujudkan penataan ruang dan lingkungan Indonesia yang lebih baik.

B. SARAN DAN REKOMENDASI

(13)

12 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015). Pendidikan dan Pelatihan AMDAL. Yogyakarta: Institut Teknologi Yogyakarta.

Budiman, Arief. (2000). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Fischer, F. (1991). "Risk Assestment and Environmental Crissis: Toward Integration of Science and Participation." Elsevier 5(Industrial Crisis Quarterly): 113-132.

IGM. Konsukartha, T. G. d. I. B. M. (2003). "The Indigenous Society Perception Towards the Regional Spatial Planning Implementation in Nusa Ceningan, Klungkung, Bali." Manusia dan Lingkungan 10(3): 141-147.

Iswanto, H. (2005). "Peran Serta masyarakat dalam Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kaitannya dengan Otonomi Daerah di Kabupaten Sleman." Mimbar Hukum: 147-156.

Najmulmunir, N. (2013). "The Influence of Social Participation Toward the Effectiveness of Impelemtation in Spatial Planning at Bekasi Regency." Manusia dan Lingkungan 20(2): 213-220.

Schwarz, M. And Thompson, M. (1990). “Divided We Stand: Redefining Politics, Technology and Social Choice. Harvester&Wheatsheaf. Hertfordshire

Peraturan Perundangan

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Gambar

 Gambar 1.
Gambar 2.Pelaksanaan Konsultasi Publik AMDAL
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode FGD Kekuatan Kekurangan

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor penyebab terjadinya kredit macet di dunia perbankan antara lain: Stabilitas dan kinerja perekonomian yang memburuk yang menyebabkan kinerja dunia

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar geografi pada siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah yang menggunakan

Menurut Nurgiyantoro (2007: 176-177) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak

Hasil pengamatan terhadap persentase serangan penyakit bulai pada seluruh materi uji menunjukkan bahwa dari 93 materi yang terdiri dari galur dan varietas lokal,

Melalui kegiatan berdiskusi tentang formal dan informal invitation pada Video You Tube di “whatsup class” siswa dapat membuat teks khusus dalam bentuk undangan resmi

Dari anggaran yang tinggi ini nampaknya sekolah Kristen tidak memberi kesempatan bagi yang miskin untuk dapat menikmati pendidikan pada lembaga pendidikan Kristen.. Jadi

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara tingkat pelayanan pengelola program dengan tingkat partisipasi anggota pada tahap pengambilan keputusan,

Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat (participation) Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas