• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN M"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA

Oleh Kelompok 2:

1. Chandra Kirana NIM. 1331410002 2. Della Ryantica Kusumahati NIM. 1331410004 3. Dyah Lestari NIM. 1331410001 4. Findi Dwi Cahyani NIM. 1331410075

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2015

(2)

Oleh Kelompok 21 I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG I.2 RUMUSAM MASALAH

a) Apakah faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan RI ?

b) Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila ? c) Bagaimana kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks

ketatanegaraan di Indonesia ? I.3 TUJUAN PENULISAN

a) Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan RI.

b) Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.

c) Untuk mengetahui kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia.

II. PEMBAHASAN

II.1 Latar Belakang Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI II.2 Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

II.2.1 Teori Pembagian Kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances” II.2.2 Lembaga Negara Menurut UUN 1945

II.3 Implementasi Pancasila dalam Konteks Tata Negara di Indonesia

III. PENUTUP

IV. DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(3)

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan sebagai landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat banyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia kita harus meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia. Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.

Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah.

1.2 Rumusan Masalah

(4)

b. Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila ?

c. Bagaimana kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan.

b. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. c. Untuk mengetahui kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks

ketatanegaraan di Indonesia.

(5)

2.1 Latar Belakang Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI

Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan nilai-nilai pancasila.

Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.

Dalam beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita katakana bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, serta mengubah Undang-Undang Dasar.

2.2 Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

(6)

Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’.

Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu adalah sederajad dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check and balances’ ini, maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,

(7)

Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’ antara cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsir berkenaan dengan terjadinya pergeseran MPR dari kedudukannya sebagai lembaga tertinggi menjadi lembaga yang sederajat dengan Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.

2.2.2 Lembaga Negara Menurut UUD 1945

A. Format Baru Parlemen Tiga Kamar (MPR, DPR, DPD)

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Semula, Majelis Permusyawaratan Rakyat kita dirancang untuk diubah menjadi nama ‘genus’ dari lembaga perwakilan rakyat atau parlemen Indonesia yang terdiri atas dua kamar dewan. Kamar pertama disebut Dewan Perwakilan Rakyat, dan kamar kedua disebut Dewan Perwakilan Daerah.

Namun demikian, setelah perubahan Keempat UUD 1945, terjadi perubanan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah secara structural karena dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang mencerminkan prinsi perwakilan fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR. Kedua bersamaan dengan perubahan yang Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam) kewenangan yaitu:

a) menetapkan Undang-Undang Dasar & mengubah Undang-Undang Dasar,

(8)

c) memilih Presiden dan Wakil Presiden,

d) meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden,

e) memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.

Sekarang, setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi:

a) menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,

b) melantik Presiden dan Wakil Presiden,

c) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta

d) menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Ketiga, diadopsi prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) secara tegas antara fungsi legistatif dan eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) dalam perubahan pertama UUD 1945. Keempat, diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945.

2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan Keempat DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU tertentu kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2), (c) memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan UU tertentu (ayat 2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat 3). Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan, sedangkan yang memutuskan adalah DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR.

3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

(9)

baru menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat :

1. Bersama-sama pemerintah menetapkan undang-undang. (Ps. 20 ayat 2)

2. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara dengan UU. (Ps. 23 ayat 3)

3. Memberikan persetujuan kepada presiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain. (Ps. 11 ayat 1)

Hak Dewan Perwakilan Rakyat

1. Sebagai lembaga yang memegang peran pembuat undang-undang (bersama Presiden), DPR memiliki hak antara lain :

a. Hak Inisiatif (usul)

(10)

C. Presiden dan Wakil Presiden

Kedudukan Presiden

Salah satu hasil amandemen UUD 1945 yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4 Ayat (1) ditetapkan bahwa : “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “

Wewenang Presiden

Sifat khas “kekuasaan” seperti ini diformulasikan dalam bentuk adagium oleh seorang negarawan besar dari Inggris – Lord Acton yang menyatakan “ The Power tends to corrupt, but the absolute power trends to corrupt absolutely”.

a. Wewenang Presiden Selaku Kepala Negara

1. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (pasal 10)

2. Presiden dengan persetujuan DPR berwenang menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1)

3. Presiden dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan badan keuangan Negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat 2)

4. Presiden menyatakan keadaan berbahaya memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1).

c. Amnesty, yaitu hak menghentikan penentuan perkara atas sekelompok orang.

d. Abolisi, yaitu hak menghentikan penuntutan perkara atas seseorang tertentu dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 14 ayat 2)

8. Presiden member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang (pasal 15)

9. Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden; yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang

(11)

1. Presiden berwenang mengangkat menteri dan memperhatikannya (pasal 17 ayat 2)

2. Menjalankan undang-undang (pasal 5 ayat 2)

3. Presiden berhak menetapkan Peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2)

4. Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 ayat 1) c. Wewanang Lainnya

1. Presiden(bersama-sama DPR) menjalankan kekuasaan legislative (pasal 5 ayat 1).

2. Presiden mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (pasal 23 ayat 2)

Fungsi Wakil Presiden

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang wakil Presiden, ditunjuk oleh pasal 4 ayat (2) bahwa “Dalam melakukan keewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden”. Disamping ituWakil Presiden berfungsi selaku pengganti Presiden manakala Presiden tetap, seperti bilamana Presiden wafat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

D. Format Baru Kekuasaan Kehakiman MA dan MK

Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Namun, setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman Negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar mahkamah agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin banyak Negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court). Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan, yaitu:(a) melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang Dasar; (c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan/atauWakil Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum, dan (e) memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik.

(12)

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Oleh sebab itu, badan-badan peradilan dalam keempat lingkungan peradilan tersebut semuanya berada di bawah Mahkamah Agung, harus dibedakan antara organ Mahkamah dan badan-badan peradilan dengan hakim sebagai pejabat hokum dan penegak keadilan.

Komisi Yudisial

Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial. Dalam pasal 24B ditegaskan: (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keleluhuran martabat, serta perilaku hakim; (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hokum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikn oleh Presiden dengan persetujuan DPR; (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang.

2.3 Implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia

BAB III PENUTUP

3.1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.

(13)

serta Mahkamah Agung. Dalam uud 1935 yang telah diamandemen terdapat satu lembaga baru, yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini statusnya berada di bawah wewenang Mahkamah Agung seperti yang dinyatakan dalam pasal 24 ayat (2) . Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial yang dinyatakan dalam pasal 24B.

3.3 Implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia anatara lain berlakunya UUD ….

Referensi

Dokumen terkait

Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ- organ intraabdomen yang

Mahkamah Syar’iyah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh

Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi

Dilihat dari orang yang membuat keputusan,euthanasia dibagi menjadi: 1 Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan Involuntary

Pada tahun 2017, Saputro dkk melakukan penelitian tentang alat pemantau TTV manusia secara wireless sensor network menggunakan transceiver nRF24L01 dengan dua

Pengujian hipotesis perbedaan proporsi dua populasi dilakukan untuk mengetahui apakah secara statistik terdapat perbedaan proporsi cakupan penduduk yang melaporkan

Berdasarkan penj elasan diatas maka peneliti berpendapat bahwa politik hukum dibalik pemberian izin tinggal terbatas bagi orang asing yang bekerja di I

“Warga disini sudah terbiasa dengan pernikahan siri, mereka tidak akan asing jika melihat orang yang melakukan pernikahan siri, karena ini sudah terjadi sejak lama sekali dan