• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN BAHASA DAN PSIKOSOSIAL PADA ANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GANGGUAN BAHASA DAN PSIKOSOSIAL PADA ANA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN BAHASA DAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK USIA DINI DI LIHAT DARI LINGKUNGAN SOSIALNYA

Aristia Dewi

Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universitas Negeri Padang

aristyadewi91@gmail.com

Abstrak

Terkait dengan perkembangan psikososial, anak-anak praoperasional akan mengalami situasi krisis dalam dirinya, yakni krisis antara timbulnya inisiatif berhadapan dengan rasa bersalah.

Lalu Mendengar, melihat, dan meniru orang dewasa disekitar mereka merupakan cara anak usia dini untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Perkembangan bahasa juga dinyatakan akan berkembang sesuai atau sejalan dengan perkembangan biologisnya. Gangguan bahasa pada anak usia dini terjadi melalui beberapa factor, yaitu: Lingkungan sosial dan emosional anak, Sistem masukan / input, Sistem pusat bicara dan bahasa dan Sistem produksi. Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis seperti emosi, motivasi, dan perkembangan pribadi, serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. Diantara factor-faktor yang mempengaruhi gangguan bahasa dan psikososial pada anak, lingkungan social dan emosial anak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gangguan bahasa anak, dibandingkan pengaruh yang lainnya. lingkungan social dan emosional anak yang lebih sering menyebabkan gangguan bahasa dan kesulitan bicara pada anak.

Kata kunci: gangguan bahasa, anak usia dini, lingkungan social

1. Pendahuluan

Anak usia dini merupakan individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Dalam perkembangan kecerdasan anak usia dini pada rentang usia ini merupakan suaru yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya

karena perkembangan

kecerdasannya sangat luar biasa. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan penyempurnaan,

baik pada aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap, dan berkesinambungan (Mulyasa, H.E. 2014)

Aspek-aspek perkembangan yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan pada anak usia dini. meliputi perkembangan fisik,

perkembangan kognitif,

perkembangan bahasa, dan perkembangan sosial-emosional (Yelon dan Weinstein 1977)

(2)

Pengertian bahasa menurut (Depdiknas, 2005:3) Bahasa pada hakekatnya adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia secara teratur yang menggunakan bunyi sebagai alatnya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002:88) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan atau perkataan yang baik. Harun Rasyid Mansyur & Suratno (2009: 126) mengemukakan bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya, sebagai tanda yang Menyimpulkan suatu tujuan.

Berdasarkan dari ketiga pengertian bahasa di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem yang teratur berupa lambang bunyi yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran.

Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada

anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Kalau diperhatikan perkembangan bahasa anak balita (bayi sampai dengan lima tahun) kemungkinan akan

ditemukan bermacam-macam

kelainan. Kelainan yang dimaksud bukanlah kelainan dalam cara pengucapan (tekanan kata atau intonasi kalimat) tetapi kelainan yang menyangkut kesulitan, atau bahkan kelambatan dalam berbicara itu sendiri.

3. Gangguan Psikososial Anak Usia Dini

Menurut Ericson tahap psikososial yang menandai masa awal anak-anak adalah prakarsa (initiative) dan rasa bersalah (guilt). Pada masa ini anak-anak yakin bahwa mereka adalah diri mereka sendiri; yang selama masa awal

anak-anak, mereka harus

(3)

menyenangkan dan bahkan kadang-kadang berbahaya. Selama masa awal anak-anak, anak-anak

menggunakan

keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.

Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis seperti emosi, motivasi, dan perkembangan pribadi, serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. Terkait dengan perkembangan psikososial ini, anak-anak praoperasional akan mengalami situasi krisis dalam dirinya, yakni krisis antara timbulnya inisiatif berhadapan dengan rasa bersalah

4. Gangguan Bahasa Pada Anak Usia Dini dilihat dari lingkungan sosialnya

Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak, termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan

perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa takut.

Lingkungan verbal

mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.(Tina L. Stanton-Chapman. 2004)

Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya.

Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. (Adams, C. D., Hillman, N., & Gaydos, 1994)

(4)

kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan. (Duncan, G., Klebanov, P., & Brooks-Gunn, J. 1994).

Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak

berada dibawah tingkat

kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini. (Fazio, B. B., Naremore, R. C., & Connell, P. J. 1996)

Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang

termasuk gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal yang normal. (Halpern, R. 2000).

menurut Resnick, Rice, Spitz O’Brien dan Siegel Tomblin,

sebagian besar literatur

menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian

disesuaikan karena

prematuritasnya.

(5)

keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada

keturunan ini mungkin

bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.

Kondisi lingkungan

merupakan hal yang penting menyangkut hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian,

perawatan, dan kurang

memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan

yang merugikan bagi

perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.

Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin, Tomblin dan Hardy faktor permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice,

Tomblin dan Tomblin

menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu faktor risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan faktor risiko yang harus diperhitungkan.

Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah efek komulatif dari risiko yang multipel.

Dalam suatu model

penelitian dari Sameroff

(6)

risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak, hubungan ibu-anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan dalam pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.

Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu, jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13 dengan varians 61%. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model risiko komulatif untuk memprediksi kemampuan kognitif dan bahasa

pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada populasi Afrika Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari 10 faktor-faktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari

Sameroff berupa status

kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.

Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa pada bayi. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.

(7)

anak-anak dengan orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan

menengah. Mereka

memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.

Dalam penelitiannya

tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah dan

disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.

Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar-belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.

Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak-anak-anak dari keluarga kemampuan bahasa baik.

(8)

menjelaskan keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah.

Hart and Risley

mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada anak-anak dengan latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun pertama kehidupan

mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.

5. Analisis gangguan bahasa dan psikososial pada anak dilihat dari factor lingkungan

a. Perkembangan Psikososial Dalam kegiatan senam ia menunjukkan ketidak minattannya, begitupun dalam kegiatan yang lainnya, dia lebih suka memperhatikan anak yang lainnya dari pada ikut bermain.

Dalam perkembangan gender, ia telah memahami

identitasnya sebagai laki-laki. Anak laki-laki berambut pendek dan anak perempua berambut panjang, anak laki-laki pakai celana anak perempuan pakai rok, namun dengan paksaan orang tua dia harus memanjangkan rambutnya.

Setelah di Tanya ke orang tuanya, ternyata papanya memanjangkan rambut anaknya karena ingin anak perempuan, jadi rambutnya di panjangkan, padahal anak tersebut tidak ingin rambutnya dipanjangkan, itulah salah satu factor yang membuat anak tersebut tidak percaya diri dan akibat dari tidak percaya dirinya, malu/malas melakukan kegiatan apapun, dan lebih suka memperhatikan saja.

b. Perkembangan Bahasa

(9)

Dari hasil percakapan dengan wali murid, pendidik mendapatkan informasi bahwa anak tersebut tidak seperti itu di rumah, ketika di rumah anak tersebut berbicara selayaknya anak seusianya.

Dari hasil observasi yang dilakukan selama ini di sekolah, pendidik mendapatkan factor yang mungkin menjadi penghambat anak tersebut berbicara, yaitu Karena kurang percaya diri dengan kondisi rambutnya yang panjang, dia merasa berbeda dengan teman laki-laki lainnya, sehingga dia malas melakukan semua kegiatan. ini terlihat ketika ditanya anak tersebut apakah ingin memotong rambutnya? dengan semangat menjawab anak tersebut “iya, tapi tidak boleh sama papa”, jadi

keinginan memanjangkan

rambut itu bukan dari diri anak tersebut, tapi paksaan dari papanya, sehingga membuat anak tersebut tidak percaya diri di sekolah, sebenarnya dari diri

anak tersebut sendiri dia merasa

malu dengan rambut

panjangnya.

6. Kesimpulan

a. Bagi Guru Taman Kanak-Kanak

Adanya bukti bahwa setiap gangguan psikososial dan bahasa anak itu harus kita observasi dari mana awalnya, tidak bisa hanya diterka-terka gangguan pada anak apabila tidak dilakukan observasi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti

selanjutnya hendaknya dapat memberikan penanganan yang lebih bagus dan mendapatkan cara/tekhnik yang lebih bagus untuk mengatasi gangguan bahsa dan psikososial pada anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, H.E.(2014). Manajemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya,

(10)

Tina L. Stanton-Chapman, Derek A. Chapman, Ann P. Kaiser, Terry B. Hancock. (2004). Cumulative Risk and Low-Income Children’s Language Development. Topics in Early Childhood Special Education, Vol. 24

Adams, C. D., Hillman, N., & Gaydos, G. R. 1994. Behavioral difficulties in toddlers: Impact of sociocultural and biological risk factors. Journal of Clinical Child Psychology. Duncan, G., Klebanov, P., &

Brooks-Gunn, J. (1994). Economic depri-vation and early childhood development. Child Development, 65, 296–318.

Fazio, B. B., Naremore, R. C., & Connell, P. J. (1996). Tracking children from poverty at-risk for specific language impairment: A 3-year longitudinal study. Journal of Speech and Hearing Research Halpern, R. (2000). Early childhood

intervention for low-income chil-dren and families. In J. P. Shonkoff & S. J. Meisels (Eds.), Handbook of early childhood intervention. Cambridge, England: Cambridge University Press.

Yin, Robert K. (2005). Studi Kasus, Desain dan Metode, Penerjemah

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan yang dipilih dalam penelitian ini sehubungan dengan rumusan masalah yang ada di atas, bahwasanya kemampuan membaca lancar beberapa kalimat yang terdiri

Faktor pendukung lebih banyak dari guru yaitu pihak guru yang memiliki semangat untuk tetap memberikan materi pembelajaran sholat jenazah kepada siswa dengan berbagai

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Optimasi

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Key words: content validity, placement test, language center, panel of experts Berdasarkan kenyataan bahwa sebuah placement test (tes penempatan) sangat penting bagi suatu

Oleh karena itu, penulis memilih aplikasi tapestri dan batik kontemporer sebagai bentuk aksen estetika pada artwear yang akan diwujudkan sebagai sebuah karya

Dalam penyusunan perda RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2014-2019, selain beberapa peraturan perundang-undangan terkait yang menjadi landasan hukum namun masih

Talmn 2006 Ientang Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2008, tetap rnenjalankan