• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHOLAT JENAZAH BAGI SISWA PENYANDANG TUNANETRA DI SMALB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN AJARAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHOLAT JENAZAH BAGI SISWA PENYANDANG TUNANETRA DI SMALB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN AJARAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHOLAT

JENAZAH BAGI SISWA PENYANDANG TUNANETRA

DI SMALB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN

AJARAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

LUTHFIA KARIMAH

NIM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

“Maka Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan”.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Waji Habibulloh dan Ibunda Mudrikah

terimakasih atas cinta dan kasih sayang sepanjang masa, restu serta do‟a

yang di panjatkan selama hidup, semoga pribadi ini bisa menjadi anak

yang sholehah berguna bagi nusa, bangsa dan agama.

. Adikku, Muhammad Najamuddin Rafi‟ terimakasih sudah menjadi

penghibur dan hadir menambah warna dikehidupan ini.

. Saudara-saudaraku, terimakasih atas do‟a, dukungan serta semangat, yang

diberikan selama ini.

. Dosen dan Para Pengajarku, terimakasih atas ilmu yang disampaikan

semoga bisa bermanfaat bagi kehidupan saya.

. Sahabat dan teman seperjuangan PAI G dan PAI Agkatan , HMI

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang,

syukur dan terimakasih senantiasa penulis haturkan kepada Allah swt yang telah

memberi nikmat sehat, iman, islam dan memberi kesempatan serta ridha-NYA

sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyajikan hasilnya dalam

bentuk skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Sholat

Jenazah bagi Siswa Penyandang Tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga

Tahun Ajaran / ” ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata

dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada fakultas

tarbiyah dan ilmu keguruan IAIN Salatiga.

Bantuan dan dukungan baik materil maupun immateriil dari berbagai

pihak telah memberikan kontribusi positif dalam penyusunan skripsi ini. Dan atas

kontribusi tersebut penulis menyampaikan terimakasih dan do‟a semoga Allah swt

berkenan membalas kebaikan kepada:

. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.

. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama

(7)

vii

. Bapak Wahidin, M.pd selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas

mencurahkan fikiran waktu dan tenaganya dalam upaya membimbing

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu penyelesaian skripsi ini.

. Bapak Sigit Margono selaku kepala sekolah di SMALB

Wantuwirawan Salatiga yang telah banyak membantu penyelesaian

skripsi ini.

. Ibu Huru Tyastri sebagai guru PAI di SMALB Wantuwirawan Salatiga

yang telah memotivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

. Siswa-siswi SMALB Wantuwirawan Salatiga yang telah menyambut

dengan hangat dan senyum manis atas kehadiran penulis dan kerja

sama selama penelitian.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah dan penulis sadar bahwa skripsi ini

masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik yang membangun dan

koreksi semua pihak penulis terima dengan tangan terbuka.

Wasslamu’alaikum Wr.Wb

Salatiga, Agustus

(8)

viii ABSTRAK

Karimah, Luthfia, . Implementasi Pembelajaran Sholat Jenazah bagi Siswa Penyandang Tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga Tahun Ajaran . Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:Wahidin, M.Pd.

Kata kunci : Pembelajaran, Sholat Jenazah, Siswa Tunanetra.

Siswa tunanetra merupakan anak yang mengalami hambatan pada indera penglihatanya. Walaupun telah diberi alat bantu khusus mereka masih memerlukan pendidikan khusus. Tujuan dari dipilihnya objek, judul dan topik dalam skripsi ini yaitu . Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? . Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja pendukung dan penghambat implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? . Dan solusi seperti apakah yang dilakukan oleh guru PAI dan kepala sekolah dalam implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? Serta mengetahui bagaimana seorang guru dapat menyampaikan materi sholat jenazah dengan baik dengan penggunaan metode yang tepat sesuai dengan kondisi siswa tunanetra.

Penelitian atas skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Pihak yang di wawancarai antara lain: guru pendidikan agama Islam (PAI) SMALB Wantuwirawan Salatiga, kepala sekolah SMALB Wantuwirawan Salatiga, siswa-siswi SMALB Wantuwirawan Salatiga.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN ... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Penelitian ...

E. Penegasan Istilah ...

F. Metode Penelitian ...

G. Sistematika Penulisan ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tunanetra ...

(10)

x

C. Pembelajaran Sholat Jenazah bagi Tunanetra ...

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum SLB Wantuwirawan Salatiga

. Sejarah dan Profil SMALB Wantuwirawan Salatiga ...

. Visi, Misi, Tujuan SMALB Salatiga ...

. Struktur Organisasi Yayasan ...

. Struktur Organisasi SMALB A-D ...

. Jumlah Guru dan Karyawan ...

. Peserta Didik ...

. Barang dan Perkakas ...

B. Hasil Penelitian

. Implementasi Pembelajaran Sholat Jenazah ...

. Faktor Pendukung dan Penghambat Sholat Jenazah ...

. Solusi Pembelajaran Sholat Jenazah ...

BAB IV PEMBAHASAN

A. Implementasi Sholat Jenazah SMALB Wantuwirawan Salatiga ....

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Sholat Jenazah

. Faktor Pendukung dari Guru ...

. Faktor Penghambat dari Siswa ...

C. Solusi Pembelajaran Sholat Jenazah ...

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...

(11)

xi

C. Penutup ...

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I Jumlah Guru atau Karyawan ...

Tabel II Peserta Didik ...

Tabel III Sarana dan Prasarana ...

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

. DOKUMENTASI

. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

. SURAT KETERANGAN RISET

. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

. LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah berkah kehidupan bagi pasangan suami dan istri.

Kehadiranya melahirkan berjuta nikmat dan senyum lebar kebahagiaan. Ia

adalah harapan dan semangat atas masa depan yang lebih cemerlang dan

penuh pesona. Kehadiran seorang bayi sebagai anggota keluarga baru adalah

pengalaman yang amat luar biasa bagi keduanya. Mengikuti tahap

perkembanganya dari hari ke hari memang menakjubkan. Sebagai manusia

yang menyandang predikat baru, ayah bunda tentunya sangat berharap bisa

menjadi orang tua yang baik, mampu memberikan segala sesuatu yang terbaik

untuk anaknya. Dengan begitu anak bisa tumbuh, berkembang secara optimal,

sesuai dengan tahap perkembanganya. Dan anak yang demikian masa depanya

akan cerah dan berhasil (Utami, : ).

Begitulah gambaran kebahagiaan yang hadir dari pasangan suami istri

yang memiliki anak normal. Kesempurnaan hidup seakan-akan telah mereka

rasakan dan dapatkan. Kemudian bagaimana gambaran perasaan yang hadir

bagi pasangan suami istri yang mengetahui bahwa anaknya berbeda dari yang

lain? Perasaan kurang beruntung ataupun anggapan gagal pada diri mereka

pasti ada, karena anak yang dinantikan tidak sesuai dengan harapan. Apakah

(15)

depan yang suram terus membayangi, senyum lebar kebahagiaan itu berubah

menjadi air mata dan kesedihan yang mendalam.

Awalnya bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus

menjadi putus asa, malu, bahkan menempuh jalan pintas yang sama sekali

dilarang oleh agama dan di luar dugaan orang pada umumnya. Ketika

menghadapi kondisi seorang anak dengan berkebutuhan khusus, banyak orang

tua menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Rasa malu, gengsi, merasa

tidak mau direpotkan, atau menganggap anak tersebut tidak bisa menjadi

kebanggan keluarga, hanya menjadi aib, begitu membayangi pikiran mereka.

Dalam kondisi yang tidak jauh berbeda, ada pula orang tua yang malah

mengalami kondisi lebih parah daripada anaknya, yaitu stres berkepanjangan,

sedih berlarut-larut, bahkan sampai depresi memikirkan hal tersebut.

Banyak orang yang mengatakan bahwa kecacatan fisik adalah

musibah. Orang cacat dianggap sebagai kaum kelas dua setelah orang-orang

normal. Ketika seseorang memiliki kecacatan fisik, maka itu dianggap sebagai

aib, bahkan hambatan hidup. Juga sebagai penyebab utama hilangnya rasa

percaya diri seseorang. Padahal kita semua tahu bahwa kekurangan fisik

bukan berarti akhir dari segalanya termasuk dunia pendidikanya. Mereka juga

memiliki kemampuan spesifik yang lebih dibandingkan mereka yang normal.

Harapan inilah yang harus ada di dalam diri setiap orang tua yang memiliki

anak berkebutuhan khusus. Bahwa orang tua mampu membesarkan dan

(16)

dimiliki. Kekurangan itulah yang membuat mereka berbeda dan menjadi

kelebihan atau keistimewaan mereka (Abdul Waid, : ).

Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang harus didapat untuk

memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang

Nomor Tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal ayat ( )

disebutkan bahwa, “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu”. Sedangkan layanan pendidikan bagi

warga negara yang berkebutuhan khusus, pada pasal ayat ( )

Undang-Undang tersebut menyatakan, bahwa warga negara yang memiliki kelainan

fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

pendidikan layanan khusus. Kelainan yang disandang oleh warga negara

tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan jenis dan

karakteristik masing-masing. Sarana dan prasarana sekolah yang menangani

anak-anak berkebutuhan khusus hendaknya memiliki spesifikasi yang sesuai

dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, serta memenuhi tuntutan

perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Jika anak diibaratkan dengan permata, anak berkebutuhan khusus

adalah permata yang bersinar secara berbeda dari permata-permata yang lain.

Keberbedaan ini bukan lebih baik atau lebih buruk, melainkan karakteristik

khas anugerah dari Sang Pencipta. Para orang tua dari anak berkebutuhan

khusus sebenarnya adalah mereka yang terpilih untuk mengambil pelajaran

dan makna yang mendalam tentang arti sebuah keberbedaan dengan hati dan

(17)

orang tua adalah mensyukuri anugerah yang telah dititipkan Sang Pencipta

kepadanya. Rasa syukur dan tulus ikhlas akan memberikan kekuatan dan

keteguhan yang kemudian seyogianya diiringi dengan ikhtiar tanpa kenal

lelah, yakni pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak berkebutuhan

khusus.

Setiap anak membutuhkan pendampingan orang tua, siapapun dan

bagaimanapun keadaanya. Anak-anak yang normal pun tetap membutuhkan

pendampingan orang tua sampai mereka mengalami kemasakan secara fisik,

psikis dan kepribadianya. Demikian halnya dengan anak-anak berkebutuhan

khusus, pendampingan orang tua mutlak diperlukan. Hanya saja, dibutuhkan

ketrampilan khusus disamping cinta dan kasih sayang bagi orang tua yang

mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak dengan kekurangan

atau kelemahan fisik sangat memerlukan pengertian dan kesabaran dari kedua

orang tuanya. Kondisi fisik yang lemah dan kurang dibandingkan dengan anak

lain sering kali menjadi hambatan utama dalam tumbuh kembang anak-anak

tersebut. Nantinya, kondisi fisik ini dapat mempengaruhi perkembangan fisik

dan kepribadian mereka. Dengan mengetahui sejak awal kelemahan dan

kekurangan fisik pada anaknya, orang tua perlu segera mencari cara terbaik

untuk mengasuh mereka (Ratih&Afin, : - ).

Ketika orang tua mendapati anaknya mengalami kelemahan

penglihatan, kesedihan tentu saja mengikuti keadaan tersebut. Namun,

kesedihan saja tidak cukup untuk membantu anak menjadi mandiri dan

(18)

dituntut sebagai orang pertama yang memahami keadaan anaknya dan

kemudian mencari jalan terbaik untuk mengasuh dan memikirkan masa depan

anaknya.

Allah SWT telah memberikan peringatan kepada manusia khususnya

bagi orang tua, agar ia memiliki rasa takut apabila dalam mengasuh, mendidik

sebuah amanah (anak) yang telah di berikan NYA menjadi generasi yang

lemah, generasi yang tidak memiliki semangat hidup untuk terus belajar,

berjuang menegakan syiar Islam dan memberikan konstribusi nyata untuk

kemajuan nusa, bangsa dan agama. Sesuai dengan firman Allah:

“Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”(Qs. An Nisa: ).

Begitu besar peran orang tua sebagai pendidik dan sekolah pertama

bagi anak-anaknya, keluarga sebagai pondasi utama akan memberikan

pelajaran sebagai bekal nantinya sebelum anak belajar di luar rumah yaitu

belajar di lingkungan masyarakat, alam sekitar dan di sekolah. Lembaga

pendidikan seperti sekolah memiliki posisi penting setelah keluarga, karena

selama kurang lebih lima sampai dengan enam jam, umumnya anak berada di

sekolah yang bukan hanya hadir secara fisik, namun juga mengikuti

(19)

Sekolah Luar Biasa (SLB) diperuntukan bagi anak yang mengalami

kekurangan atau tuna, di antaranya adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita,

tunadaksa, tunalaras, dan tunawicara. Adapun pengelompokan kelas pada

sekolah luar biasa dikelompokan berdasarkan jenis ketunaanya yaitu:

tunanetra (SLB-A), tunarungu (SLB-B), tunagrahita (SLB-C), tunadaksa

(SLB-D), tunalaras (SLB-E), tunaganda (SLB-G) dan untuk pengelompokan

tunawicara dijadikan satu dengan tunarungu karena biasanya antara gangguan

bicara dan pendengaran terjadi dalam satu keadaan. Pencarian lembaga

pendidikan formal dan non-formal yang tepat dan adanya program

pengembangan kehususan yang ada di sekolah akan menunjang

perkembangan serta kemampuan anak untuk mandiri dan mengoptimalkan

prestasi mereka. Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan yang berada di kota

Salatiga merupakan contoh lembaga pendidikan formal yang di dalamnya

terdapat pendidikan bagi siswa penyandang tunanetra mulai dari taman

kanak-kanak sampai sekolah menengah atas luar biasa.

Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah pendidikan dengan melalui

ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak

didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang telah diyakininya secara

menyeluruh, serta menjadikan agama Islam itu sebagai pandangan hidupnya

demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak

(20)

Agama Islam tidak memberikan perbedaan hak belajar bagi umatnya

baik itu laki-laki (muslim) maupun perempuan (muslimah), baik yang kaya

maupun yang miskin dan baik yang cacat maupun yang normal. Semuanya

berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya,

jadi hak setiap orang dalam mendapatkan ilmu adalah sama. hal itu telah

dipertegas dalam firman Allah surat „Abasa ayat - yang berbunyi:

datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaaat kepadanya,adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya, padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman), dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),sedang ia takut kepda Allah, maka kamu mengabaikanya, sekali kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang mengehendaki, tentulah ia memperhatikanya”.

Demikianlah sebagian kesempurnaan Islam, menempatkan orang yang

dianggap sebagai penyandang cacat mempunyai kedudukan yang sama di

hadapan Allah. Sebagai konsekuensinya maka orang buta, orang pincang, atau

lainnya mempunyai kewajiban dan hak yang sama pula. Mereka itu

berkewajiban untuk menuntut ilmu, agar dapat menjalankan perintah dan

(21)

Penyandang tunanetra atau cacat keberadaanya diakui di dalam Islam.

Mereka diakui tidak hanya eksistensinya saja, karena penyandang tunanetra

memiliki potensi yang sama sebagaimana orang yang tidak buta (awas) untuk

menerima ajaran agama yaitu tauhid untuk beriman dan beribadah. dalam hal

beribadah seperti sholat, penyandang tunanetra juga memiliki kewajiban sama

seperti muslim lain pada umunya. Perbedaanya adalah ketika muslim yang

normal dapat dengan mudah belajar semisal mengenai berwudhu sebelum

sholat, belajar membaca bacaan sholat, belajar gerakan sholat, dengan meniru

ataupun melihat orang tuanya lalu mempraktekanya sehingga bisa dengan

mudah belajar. Kesempatan belajar terbuka lebih luas dan pengalaman

belajar lebih banyak mereka dapat. Namun pada kenyataanya keadaan tersebut

berbanding terbalik dengan kondisi penyandang tunanetra yang memiliki

keterbatasan dalam penglihatan. Sehingga timbul beberapa pertanyaan bagi

mereka, bagaimanakah cara berwudhu? bagaimana cara menghafal bacaan

sholat? dan bagaimana melakukan gerakan sholat? mengingat sumber belajar

dan informasi bagi mereka sangat terbatas, bagaimana bisa seorang tunanetra

dapat melihat ataupun meniru gerakan sholat orang tuanya? adalah hal yang

tidak mudah bagi mereka untuk melakukanya, terlebih untuk anak yang

mengalami kebutaan sejak dia lahir, akan lebih sulit baginya untuk belajar

(22)

Merujuk kepada hadist Rasululloh saw. mengenai tuntunan sholat,

yang berbunyi:

يِّلَصُا يِنوُوُتْيآ َر اَوَك ا وّلَص

“Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat”(Bukhori: )

Dari redaksi hadist tersebut menunjukan adanya proses ittiba‟dalam

melaksanakan sholat yaitu (mengikuti atau menurut semua hal yang

diperintahkan dan dilarang oleh rasul). Dalam proses tersebut membutuhkan

peran penglihatan untuk melaksanakanya, mengetahui bagaimana

rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, bacaanya, gerakanya dan semua hal yang

berkaitan dengan sholat. Bagi orang yang normal hal itu tidak menjadi sebuah

masalah, akan tetapi bagi orang yang memilki keterbatasan dalam penglihatan

(tunanetra) sudah pasti akan menjadi hambatan untuk mengetahui bagaimana

tata cara mengerjakan sholat seperti yang dicontohkan oleh rasul, baik dalam

sholat wajib ataupun sholat sunah yang semuanya membutuhkan peran

penglihatan untuk melaksanakanya. Bertitik tolak dari uraian di atas kiranya

perlu dilakukan penelitian mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus,

(23)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

. Bagaimanakah implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa

penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran

?

. Faktor apa saja yang mendukung implementasi pembelajaran sholat

jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan

Salatiga tahun ajaran ?

. Faktor apa saja yang menghambat implementasi pembelajaran sholat

jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan

Salatiga tahun ajaran ?

. Bagaimanakah solusi yang dilakukan oleh guru PAI dan Sekolah untuk

mengatasi hambatan dalam implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi

siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun

ajaran ?

C. Tujuan Penelitian

Sebagai Konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut:

. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa

penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran

(24)

. Untuk mengetahui faktor yang mendukung implementasi pembelajaran

sholat jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB

Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .

. Untuk mengetahui faktor yang menghambat implementasi pembelajaran

sholat jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB

Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .

. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh guru dan sekolah dalam

implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang

tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut yaitu:

. Secara Teoretis

Untuk pengembangan khasanah keilmuan dalam bidang ilmu fiqih

bagi penyandang tunanetra, serta metodologi Pendidikan Agama Islam

(PAI) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).

. Secara Praktis

a. Sekolah : Dapat menjadi sumbangan alternatif pemikiran atau acuan

mengenai proses pembelajaran sholat jenazah bagi SMALB lingkup

Salatiga ataupun lingkup yang lebih luas.

b. Siswa : Memberikan motivasi bagi siswa penyandang tunanetra

(25)

berprestasi, mengejar cita-cita dan bisa menjadi kebanggaan bagi

kedua orang tua, serta berguna bagi nusa, bangsa dan agama.

c. Guru PAI : Dapat mengetahui solusi yang dilakukan guru pada proses

pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga

E. Penegasan Istilah

Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam

memahami judul yang penulis bahas, dan memberikan pengertian dalam ruang

lingkup penelitian, adapun penegasan istilah dalam penelitian ini sebagai

berikut :

. Implementasi

Implementasi merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan,

tindakan, dan sikap individu serta interaksi proses antara mereka yang

menciptakan program dan mereka yang melaksanakanya (Abdul majid,

).

. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik (pembelajar)

(26)

. Tunanetra

Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki pengelihatan sama

sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan

tetapi tidak mampu menggunakan pengelihatanya untuk membaca tulisan

biasa berukuran point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu

dengan kacamata (kurang awas) ( Petuni, ).

. Sholat Jenazah

Sholat Jenazah adalah sholat yang dilakukan sebanyak kali takbir,

dan hukum dari sholat jenazah adalah fardhu‟ain (kewajiban yang

ditujukan kepada orang yang banyak, tetapi bila sebagian sudah

melaksanakan maka gugurlah kewajiban yang lain).

F. Metode Penelitian

. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, : ).

Pada bagian ini peneliti mengumpulkan data yang telah didapat di

lapangan yaitu dari guru, siswa, dan Kepala Sekolah Menengah Atas Luar

(27)

dengan menggunakan metode ilmiah sehingga memungkinkan menjadi

kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian,

maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai

memperoleh data yang valid dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti

menjadi pelajar, yaitu belajar dari orang dari orang yang diwawancara

yang menjadi sumber data di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

Wantuwirawan Salatiga.

. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland ( ) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada

bagian ini jenis datanta dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber

data tertulis, foto dan statistik (Moleong, ).

Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokan

menjadi dua yaitu :

a. Sumber data primer

Yaitu sumber data yang diambil peneliti melalui wawancara dan

observasi, Sumber data primer diperoleh langsung dari subjek

penelitian. Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan,

(28)

ini yang menjadi sumber data utama yaitu: Guru PAI, Siswa SMALB

dan Kepala Sekolah.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang dimaksudkan untuk

melengkapi data primer dari kegiatan peneliti. Data sekunder berasal

dari dokumen-dokumen berupa catatan. Data sekunder berasal dari

dokumen-dokumen berupa catatan-catatan. Moleong juga menjelaskan

tentang sumber data penting lainya adalah berbagai sumber tertulis

seperti buku disertasi, buku riwayat hidup, jurnal, dokumen-dokumen,

arsip-arsip, evaluasi buku harian dan lain-lain. Selain foto data statistik

juga termasuk data tambahan (Moleong, : ).

. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam rangka untuk memperoleh data serta membantu

mempermudah jalanya penelitian, penulis menggunakan metode

pengumpulan data. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

a. Metode Observasi

Observasi adalah pencatatan secara sistematik terencana

fenomena yang diselidiki (Sutrisno, : ).

Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data

tentang siswa penyadang tunanetra. Observasi dilakukan terhadap dua

hal atau faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan cara

(29)

Hal-hal yang diobservasikan adalah implementasi pembelajaran

sholat jenazah, selain itu juga meliputi letak geografis dan fasilitas.

Kegiatan observasi dilaksanakan dengan cara formal ataupun informal

untuk mengamati berbagai keadaan sebagai peristiwa atau fenomena

dan kegiatan yang terjadi. Observasi juga dimaksdudkan untuk

mengetahui adanya faktor yang mendukung dan menghambat

implemetasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang

tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga. Sehingga diperoleh data

yang konkret tentang implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi

siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

Wantuwirawan Salatiga.

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percaakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

: ).

Metode wawancara atau interview adalah sebuah dialog ynag

dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari

terwawancara (Arikunto, : ). Pelaksanaan wawancara dengan

cara bebas terpimpin, akan memberi kebebasan pada pihak yang akan

diteliti dalam memberikan jawaban, sehingga akan memperoleh data

(30)

Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data

tentang implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa

penyandang tunanetra, faktor yang mendukung, faktor yang

menghambat serta solusi implementasi pembelajaran sholat jenazah

bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga.

D alam penelitian ini yang diwawancarai adalah kepala sekolah,

guru dan siswa Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Wantuwirawan

Salatiga. Adapun waktu wawancara yaitu di mulai dari tanggal juni

saat peneliti melakukan wawancara kepada guru pendidikan

agama Islam.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan

sebagainya (Arikunto, : ).

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan

cara mengambil gambar ataupun data mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan pembelajaran sholat jenazah pada waktu kegiatan observasi di

SMALB Wantuwirawan Salatiga. Metode dokumentasi digunakan

untuk mengumpulkan data tentang sekolah luar biasa secara historis,

letak geografis, struktur organisasi dan daftar nama siswa SMALB

(31)

. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif (Bodgan & Biklen, ) adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memisahkannya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain (Moleong, : ).

Rumusan tersebut dapat ditarik garis bawah atau dapat

disimpulkan, bahwa analisis data bermaksud mengorganisasikan data.

Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, arsip Sekolah

Menengah Atas Luar Biasa Wantuwirawan Salatiga.

. Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, peneliti

menggunakan triangulasi. Yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, :

).

Patton ( : ) menjelaskan teknik triangulasi dengan sumber

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif, diantaranya: ( ) membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara, ( ) membandingkan apa yang

(32)

pribadi, ( ) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang

situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, ( )

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan,

( ) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan (Moleong, : - ).

Trianggulasi dalam penelitian ini yaitu berupa hasil yang

diperoleh dari wawancara sumber data yang ada di SMALB

Wantuwirawan Salatiga yaitu guru, siswa dan kepala sekolah dengan apa

yang telah penulis lihat melalui prakteknya. Dari langkah tersebut dapat

kita ketahui bersama derajat keabsahan datanya. Melalui berbagai

perspektif ataupun pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati

kebenaran dalam melakukan penelitian. Karena itu, trianggulasi tahap ini

dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau

informan penelitian diragukan kebenaranya. Dengan demikian, jika data

itu sudah jelas, misalnya berupa hasil wawancara, teks atau

naskah/trasnskip film dan sejenisnya, trianggulasi tidak perlu dilakukan.

Namun demikian trianggulasi aspek lain tetap dilakukan.

. Tahap Penelitian

a. Kegiatan yang meliputi, izin observasi dari IAIN Salatiga kepada

(33)

b. Kegiatan lapangan yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung

di lokasi penelitian dengan mewawancarai responden dan melihat

secara seksama lebih detail berbagai hal yang berkaitan dengan

penelitian.

c. Verifikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai

deskriptif penemuan dalam penelitian dan menyusun laporan ahir.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi, maka dalam menyusun

skripsi ini dibatasi melalui penyusunan sistematika skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang beberapa hal yaitu : Latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini dikemukakan kajian pustaka yaitu:

Tunanetra, sholat jenazah, pembelajaran sholat jenazah

bagi tunanetra.

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

Meliputi gambaran umum SMALB Wantuwirawan Salatiga

(34)

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas tentang implementasi

pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang

tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran

.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis menyajikan tentang kesimpulan,

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tunanetra

. Pengertian Tunanetra

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud

dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam

penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya

hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan,

ada beberapa keterbatasan yang dialami tunanetra, diantaranya adalah:

a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter.

b. Ketajaman penglihatan kaki yaitu ketajaman yang mampu

melihat suatu benda pada jarak kaki.

c. Bidang penglihatanya tidak lebih luas dari derajat (Heward &

Orlansky, : ).

Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini diketahui dalam

kondisi :

) Ketajaman penglihatanya kurang dari ketajaman orang awas.

) Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu

Posisi mata sulit dikendalikan oleh saraf otak.

) Terjadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan dengan

(36)

Dari kondisi di atas pada umumnya yang digunakan sebagai

patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah

berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatanya. Untuk mengetahui

ketunaan dapat menggunakan tes Snellen Card. Anak dikatakan

tunanetra bila ketajaman penglihatan visusnya kurang dari .

Artinya berdasarkan tes anak hanya mampu membaca huruf pada jarak

meter yang oleh awas dapat dibaca pada jarak meter (Ardhi

Wijaya, : - ).

. Faktor-Faktor PenyebabTunanetra

Ardhi Wijaya ( : - ) menjelaskan faktor-faktor penyebab

tunanetra, yaitu:

a. Pre-natal faktor

Penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat

hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang

anak dalam kandungan antara lain: keturunan ketunanetraan yang

disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan

bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang

tunanetra.

Ketunanetraan akibat faktor keturunan antaralain retinis

pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan

keturunan. Selain itu katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan.

Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan yang dapat menjadikan

(37)

) Gangguan waktu ibu hamil, penyakit menahun seperti TBC,

sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin

dalam kandungan.

) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella

atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,

jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang

berkembang.

) Infeksi karena penyakit yang kotor, toxoplasmosis, trachoma, dan

tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan

indera pengelihatan atau pada bola mata.

) Kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan pada

mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.

b. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat

terjadi sejak atau setelah bayi lahir antaralain: kerusakan pada syaraf

mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga

baksil gonorrhoe menular pada bayi yang pada akhirnya setelah bayi

lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya. Mengalami

penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan misalnya:

) Xeropthalmia, yaitu penyakit yang terdapat pada bagian mata

(38)

) Trachoma, yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon

trachomanis.

) Catarac, yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga

lensa mata menjadi keruh akibatnya terlihat dari luar mata menjadi

putih.

) Glauchoma, yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan

dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

) Diabetik Retinopathy, yaitu gangguan pada retina yang disebabkan

karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah

dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi sehinggga

merusak penglihatan.

) Retinophaty of prematury, biasanya anak yang mengalami ini

karena lahirnya terlalu prematur. Bayi yang lahir prematur biasanya

ditempatkan di inkubator yang berisi kadar oksigen tinggi,

sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi

perubahan kadar oksigen dan pertumbuhan pembuluh darah

menjadi tidak normal, dan meninggalkan semacam bekas luka pada

jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada

selaput jala (retina) tunanetra total.

) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti

masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia berbahaya,

(39)

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa menambahkan beberapa

klasifikasi tunanetra sebagaimana di kutip oleh Ardhi Wijaya ( :

), yaitu:

a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan

) Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali

tidak memiliki pengalaman pengelihatan.

) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, mereka telah memiliki

kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah

terlupakan.

) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja mereka telah

memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang

mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

) Tunanetra pada usia dewasa pada umum nya mereka yang dengan

segala kesadaran mampu melakukan latihan penyesuaian diri.

) Tunanetra dalam usia lanjut sebagian sulit mengikuti

latihan-latihan penyesuaian diri.

b. Berdasarkan kemampuan daya pengelihatan

) Tunanetra ringan (defective vision/low vision), yakni mereka yang

memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih

dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu

melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi

(40)

) Tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni mereka yang

kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan

kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu

membaca tulisan bercetak tebal.

) Tunanetra berat (totally blind) yakni mereka yang sama sekali tidak

dapat melihat.

. Karakteristik Anak Tunanetra

Ketika seorang anak dengan pengelihatan yang normal dapat

dengan mudah bergerak di lingkunganya, menemukan mainan dengan

teman-teman bermainya, serta melihat dan meniru orang tuanya dalam

aktifitas sehari-hari. Anak-anak tunanetra kehilangan masa belajar kritis

seperti itu, yang mungkin akan berdampak terhadap perkembangan,

belajar, ketrampilan sosial dan perilakunya.

Ketika anak tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan

berbagai hal layaknya anak-anak normal pada umumnya, perlu bagi kita

untuk memahami karakter dari anak-anak tunanetra antara lain:

a. Karakteristik Kognitif

Lowenfed menggambarkan dampak kebutaan dan low vision

terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi

keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga area berikut ini:

) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman

Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan, maka

(41)

yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Akan

tetapi indera tersebut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh

dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran warna, dan

hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera

melalui penglihatan.

) Kemampuan untuk berpindah tempat

Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan

leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai

keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan

tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memeperoleh

pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Tidak

seperti anak-anak yang lainya, anak tunanaetra harus belajar cara

berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan

berbagai ketrampilan orientasi dan mobilitas.

) Interaksi dengan lingkungan

Jika anda berada di suatu tempat yang ramai, anda dengan

segera bisa melihat ruangan dimana anda berada, melihat

orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas bergerak di lingkungan

tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan

dengan kemampuan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang

(42)

b. Karakteristik akademik.

Dampak ketunentraan berpengaruh pada perkembangan

ketrampilan akademis, khusunya dalam bidang membaca atau menulis.

Sebagai contoh,ketika orang dengan mata normal (tidak buta) pada

saat membaca atau menulis tidak perlu memperhatikan secara rinci

bentuk huruf atau kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa

dilakukan karena ada gangguan pada penglihatanya. Sebagai alternatif

digunakan media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan

kebutuhanya masing-masing.

c. Karakteristik sosial dan emosional

Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi

terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan

biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila

diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten.

Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui

pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai

kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.

d. Karakteristik perilaku

Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau

penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut

berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering

(43)

kecenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini terjadi

maka siswa akan berkecenderungan berlaku pasif.

Beberapa siswa tunanetra sering menunjukan perilaku stereotip,

sehingga menunjukan perilaku yang tidak semestinya. Sebagai contoh

mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya,

menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar putar. Hal itu

terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris,

terbatasnya aktfitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan

sosial (Ardhi Wijaya, : – ).

B. Sholat Jenazah

. Hukum dan Keutamaan Sholat Jenazah

Telah disepakati oleh imam-imam ahli fikih bahwa menyalatkan

jenazah itu hukumnya fardhu kifayah, berdasarkan perintah dari Rasulullah

saw. dan perhatian kaum musimin dalam menepatinya. Terlepas dari

perintah rasululloh mengenai hukum fardhu kifayah sholat terhadap mayat,

dapat kita logikakan bahwa sholat merupakan sebuah kewajiban utama bagi

setiap muslim (sholat fardhu)bahkan muslim yang sakit sekalipun dia wajib

melaksanakan sholat sampai meninggal dunia dan disholati oleh orang yang

masih hidup sebab orang yang sudah meninggal itu sudah tidak bisa

bergerak, bergerak saja sudah tidak bisa apalagi melaksanakan sholat. Itu

mengapa apabila muslim sudah tidak bisa melaksanakan sholat maka ia

(44)

jawaban atas beberapa pertanyaan yang timbul, semisal mengapa jenazah

yang sudah mati harus kita sholati?.

Adapun mengenai keutamaanya yaitu : diriwayatkan oleh Muslim

dari Khabab r.a bahwa ia menanyakan kepada Abdullah bin Umar, apakah

Ibnu Umar pernah mendengar apa kata Abu Hurairah yaitu bahwa ia telah

mendengar Rasulullah saw. bersabda yang berarti:

Siapa yang turut keluar bersama jenazah dari rumahnya, menyalatkanya lalu mengiringkanya sampai dimakamkan, ia akan beroleh pahala besar dua qirath, yang berat masing-masing seperti Gunung Uhud”

(Sayid Sabiq, : - ).

. Syarat dan Rukun Sholat Jenazah

a) Syarat menshalatkan jenazah

Syarat-syarat salat yang juga menjadi syarat sholat mayat,

seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian, menghadap ke kiblat,

dilakukan sesudah mayat dimandikan dan dikafani, letak mayat itu di

sebelah kiblat orang yang mensholatkan, kecuali kalau sholat itu

dilaksanakan di atas kubur atau sholat gaib. Hanya terdapat perbedaan

diantaranya dengan shalat-shalat fardhu yang lain mengenai waktu,

karena pada sholat jenazah ini tidaklah disyaratkan, tetapi ia dapat

dilakukan pada sembarang waktu bila ada jenazah, bahkan menurut

golongan Hanafi dan Syafi‟i, walau pada waktu-waktu terlarang

sekalipun.

Tetapi Ahmad, Ibnu Mubarak dan Ishak menganggap makruh

(45)

terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan membusuknya mayat (Sayid

Sabiq, : - ).

b) Rukun menshalatkan jenazah

) Niat

ٓ ٌمَص ُا

اّو ِىُو اَو ٕةَي اَفٔك َض ِزَف ٕت ا َزًِٔبِكَت َعَب ِر َا ٔتًَِّىِل ا َذَه َنَع

لى اَعَت ٔهمٔل

Artinya Aku berniat salat jenazah ini empat takbir fardu kifayah

sebagai makmum imam karena Allah Ta’ala”

) Takbir kali dengan takbiratul ihram

Demikian pendapat Asy Syafi‟y dan disetujui oleh imam

yang lain. Diriwayatkan dari Ibnu Sirien, kali takbir dan dari

Huzaifah kali. Kata ibnu Mas‟ud Rasulullah pernag bertakbir

kali, pernah kali, pernah kali dan pernah kali. Maka

bertakbirlah sebanyak yang di takbirkan imam (Hasbi Ash Siddieqy,

: ).

Adapun soal mengangkat kedua tangan waktu takbir menurut

sunnah tidaklah diangkat kedua tangan pada shalat jenazah, kecuali

waktu takbir pertama saja. Karena tidak diterima keterangan bahwa

nabi saw. mengangkat tanganya waktu takbir-takbir shalat jenazah

kecuali waktu takbir pertama saja.

Berkata Syaukani, yakni setelah menyebutkan pertikaian dan

membahas alasan masing-masing, kesimpulanya tak ada keterangan

(46)

mengangkat kedua tangan itu, kecuali pada takbir pertama. Adapun

perbuatan dan ucapan para sahabat, tidaklah dapat dijadikan alasan.

Maka selayaknyalah bila mengangkat tangan itu hanya pada takbir

pertama, karena pada waktu yang lain tidaklah disyariatkan, kecuali

di saat perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain

sebagaimana halnya pada shalat-shalat biasa. Sedang pada shalat

jenzah ini tidak ada perpindahan itu (Sayid Sabiq, : ).

) Membaca fatihah sesudah takbiratul ihram

Sabda Rasulullah Saw. yang berarti:

“ Tidaklah sah sholat orang yang tidak membaca surat Fatihah.”

(Sepakat Ahli Hadis). (Sulaiman Rasjid, : )

) Membaca sholawat atas nabi saw.

ىمَعَو ٕدٖىَحُو اٌَ ٔدًَِّص َنَع ِّنَص َيُهمَّل َا

(peraturan) Rasulullah Saw. pada sholat jenazah, yaitu: supaya imam takbir, kemudian membaca Fatihah sesudah takbir pertama dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya, kemudian membaca salawat atas Nabi Saw. dan mengikhlaskan doa bagi jenazah pada takbir-takbir berikutnya, dan tidak membaca sesuatu pun dalam takbir-takbir (kecuali do’a), kemudian ia memberi salam dengan suara pelan sekira terdengah oleh dirinya” (Riwayat Syafii).

(47)

ِعِّصَوَو ، ُهَلُشٌُ ًِ زِك أَو ، ُهٍَِع ُفِعاَو ٔهٔفاَعَو ، ُهِىَحِراَو ، ُهَلِزٔفِغا ٖيُهمَّل َا

ٌِّقٍَُي َيَك اَياَطَلخا ََٔو ٔهِّقٌََو ، ٕدَزَب َو ٍجمَثَو ءآلم أب ُهِمٔضِغاَو ، ُهَمَخ دَو

اّراَد ُهِل ٔدِب َأَو ، طٌَ ٖذَلا ََٔو ُضًَِب َلآا ُب ِىجّلا

اّزًَِخ اّمِهَأَو ، ٔه راَد َِٔواّزًَِخ

. راٍٖلا ٔباَذَعَو زِبَقِل ا َةٍَِتٔف ٔهٔقَو ، ٔهٔجِوَس َِٔواّزًَِخاّجِوَسَو ، ٔهٔمِهَأ َِٔو

Dari Abu Hurairah. Nabi Saw. bersabda: “Apabila kamu

menyalatkan mayat, hendaklah kamu ikhlaskan do’a baginya”(Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

) Takbir ke empat membaca do‟a sebagai berikut

ُهَلَو اٍََل ِزٔفِغَو ُهَدِعَب أٍَتِفَت َلاَو ُهَزِجَأ اٍَِو زِخَت اَل ٖيُهمَلَا

.

Ya Allah, janganlah engkau halangi (tutupi) kami dari mendapat ganjaranya, janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalanya, dan ampunilah kami dan dia” (Riwayat Hakim).

) Berdiri jika mampu

) Memberi salam dengan memlingkan muka ke kiri dan kanan

Keteranganya adalah hadis Syafi‟i yang telah diuraikan dalam rukun

keempat.

) Do‟a yang harus dibaca setelah takbir pertama, ketiga dan ke empat

di sesuaikan dengan jenis jenazahnya.

(a) Apabila menjadi imam pada takbir pertama, ketika membaca

niat maka kata

(

اًه ْوُه

أَه

)

di ganti dengan kata

(

ًماَهِإ

)

(b) Apabila jenazah wanita, maka dhamir hu

(

ُه

)

di ganti dengan dhamir ha

(

َاه

)

(48)

(d) Apabila jenazahnya banyak, maka setiap dhamir (kata) hu

(

ُه

)

di ganti dengan dhamir hum

) ْنُه(

c) Perempuan menshalatkan jenazah

Sebagian ulama memandang bahwa shalat perempuan atas

mayat tidak dapat membayar fardhu kifayah kalau laki-laki masih ada.

Akan tetapi, ulama yang lain berpendapat bahwa shalat perempuan itu

dapat membayar fardhu kifayah karena sholat mereka sah. Pendapat

yang kedua inilah yang lebih sah dan kuat.

d) Berjamaah

Salat jenazah disunahkan berjamaah, dan hendaknya dijadikan

tiga saf (baris). Satu saf sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.

Maka jika yang shalat ada enam orang, hendaklah tiap-tiap saf terdiri

atas dua orang agar dapat menjadi tiga saf.

e) Shalat ghaib

Shalat atas mayat yang ghaib itu sah walaupun sesudah

dikuburkan. Sah pula shalat di atas kubur.

Sabda Rasulullah yang berarti: “ Dari jabir, Rasulullah saw. berkata, Hari ini telah meninggal seorang laki-laki yang saleh di negeri Habsyi, maka berkumpul dan salatlah kamu untuk dia. Lalu kami membuat saf di belakangnya, kemudian kami shalat untuk mayat itu, sedang kami bersaf-saf”(Bukhori dan Muslim).

Beberapa mayat boleh dishalatkan bersama-sama. Jika mayat

hanya diperoleh sebagian tubuh saja, anggota itu wajib juga dimandikan

(49)

dijatuhkan burung; mereka dapat mengenal tanganya itu dengan melihat

cincinya (Riwayat Syafii).

Anak yang gugur sebelum sampai bulanya jika jelas hidupnya

dengan tanda-tanda, hukumnya sebagaimana mayat orang (wajib

dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan). Kalau tidak ada

tanda-tanda hidupnya, tidak dishalatkan. Jenazah orang yang tidak

beragama Islam tidak boleh dishalatkan hanya boleh dimandikan dan

dikafani.

f) Mati syahid

Yang dimaksud dengan mati syahid ialah orang yang terbunuh

dalam peperangan melawan orang kafir untuk menjunjung tinggi agama

Allah. Orang mati syahid itu tidak dimandikan, tidak dishalatkan, cukup

dikafani dengan pakaianya yang berlumur darah itu. Menurut

pembagian ahli fiqh, syahid itu terbagi atas tiga bagian yang pertama,

yaitu syahid dunia dan akhirat inilah yang dimaksud dengan syahid

tersebut diatas. Kedua, syahid dunia saja yaitu orang yang mati dalam

peperangan melawan orang kafir, tetapi bukan untuk menjunjung tinggi

membela agama Allah, melainkan karena sebab-sebab yang lain,

misalnya ingin mendapat harta rampasan, karena kemegahan dan

sebagainya. Ketiga, syahid akhirat saja yaitu mati teraniaya, mati

terkejut, mati kena penyakit kolera, mati tenggelam, mati tertimpa oleh

sesuatu, atau mati dalam belajar agama Allah (dalam mencari

(50)

C. Pembelajaran Sholat Jenazah Bagi Tunanetra

Ketika anak yang lahir dengan keadaan cacat fisik (tunanetra) bukan

berarti Allah SWT. tidak adil dengan menghilangkan anugerah berupa mata

sebagai panca indera untuk melihat dan belajar. Karena masih ada segenap

panca indera lain yang dapat difungsikan dengan baik guna modal menerima

ilmu. Boleh jadi seorang anak tidak dapat melihat (buta), akan tetapi dia

memiliki fikiran dan kepekaan rasa yang tinggi melebihi mereka yang

mempunyai pengelihatan normal. Dalam hal beribadah juga sama,

penyandang tunanetra masih dapat memfungsikan panca indera yang lain

untuk menjalankan perintah Allah yaitu beribadah baik ibadah yang

berhubungan langsung dengan Allah (habluminallah) dan ibadah yang

hubunganya dengan sesama manusia (habluminannas). Berkaitan dengan

ibadah sesama manusia (habluminannas) akan ada banyak contoh sepertinya

halnya kewajiban terhadap orang yang meninggal, sebagai orang muslim

fardhu kifayah hukumnya tak terkecuali terhadap penyandang tunanetra.

Keterbasan yang dimilikinya bukan merupakan penghalang bagi mereka untuk

beribadah di tengah masyarakat dan ikut serta menjalankan hukum fardhu

kifayah diatas semisal menshalatkan jenazah. Masih sangat memungkinkan

bagi penyandang tunanetra untuk melaksanakan kewajiban tersebut mengingat

(51)

Pembelajaran sholat jenazah merupakan salah materi/sub pendidikan

Agama Islam (PAI) yang diberikan pada jenjang sekolah menengah atas

(SMA/SMALB) di kelas XI pada semester ganjil dengan syarat muatan nilai.

Dalam konteks NKRI yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk

agama Islam. Materi Pembelajaran sholat jenazah yang ada di SMALB bagi

penyandang tunanetra memiliki kurikulum yang sama dengan pembelajaran

yang ada di sekolah biasa pada umumnya. Hanya saja metode yang digunakan

oleh gurunya yang berbeda, mengingat keadaan fisik yang dimiliki siswa

penyandang tunanetra menjadikan guru harus memiliki kompetensi khusus

untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Seperti yang telah dikutip

dalam buku Belajar dan Pembelajaran (Abdul Majid, ) mata pelajaran

agama sebaiknya mendapatkan waktu yang proporsional, ini berlaku bagi

semua jenjang pendidikan baik sekolah umum dan sekolah berbasic Islam.

Begitu juga dengan sekolah luar biasa yang diperuntukan bagi anak-anak

berkebutuhan khusus, hendaknya mata pelajaran pendidikan agama Islam

seperti materi sholat jenazah di sampaikan dengan tambahan alokasi waktu

ataupun perbandingan jumlah alokasi waktu yang sama dan jumlah hari

disetiap minggunya ditambah, karena pembelajaran sholat jenazah

membutuhkan adanya praktek baik di sekolah maupun praktek secara

langsung di tengah masyarakat, sehingga anak-anak berkebutuhan khusus

bisa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk belajar dan memahami

(52)

Permasalahan yang seringkali dijumpai dalam pengajaran, khususnya

pengajaran agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada

siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Disamping

masalah lainya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru

agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya

peningkatan mutu pengajaran secara baik. Bertitik tolak pada pengertian

metode pengajaran, yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk

mencapai tujuan yang dutetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat

diabaikan karena metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil

tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integral

dalam suatu sistem pengajaran.

Agar pembelajaran sholat jenazah bagi tunanetra dapat diajarkan

secara maksimal perlu adanya metode yang tepat dan berkualitas bagi seorang

guru. Adapun metode-metode pembelajaran khusus tunanetra dengan

keterbatasan dalam indera pengelihatan bisa disesuaikan dengan cara di bawah

ini:

) Memahami pembelajaran dengan metode ceramah

Metode ceramah pada siswa tunanetra hanya berupa penyampaian

materi dengan beberapa penjelasan secara lisan. Tepat bagi mereka kaum

tak melihat. Sebab, mereka sangat menonjolkan indera pendengaran.

Metode ceramah sangat cocok jika ada matapelajaran yang indikatornya

mengharuskan siswa menyimak secara matang.

(53)

Pendekatan ini adalah metode lanjutan pada proses pembelajaran

manakala pembelajaran ingin dibuat siswa turut aktif di dalam kelas.

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini

merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera

pendengaran.

) Memahami pembelajaran dengan metode diskusi

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka

dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi, karena dalam metode

diskusi kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan

lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera

penglihatan.

) Memahami pembelajaran dengan metode sorogan

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya

bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat

mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam

memahami suatu materi pelajaran.

) Memahami pembelajaran dengan metode bandongan

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena guru

memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan.

Metode ini kebalikan dari metode sorogan, metode ini dapat di ikut dengan

tanpa menggunakan indera penglihatan.

(54)

Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang

disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk

memahami pelajaran.

Metode pembelajaran di atas dapat digunakan oleh guru untuk

mengajar siswa tunanetra begitu juga dapat digunakan dalam pembelajaran

sholat jenazah. Metode pembelajaran sholat jenazah juga dapat disesuaikan

dengan metode pembelajaran PAI pada umumnya dan dipilih sesuai dengan

kebutuhan serta kondisi siswa.Adapun pembelajaran tersebut antaralain yaitu:

) Metode demonstrasi dan eksperimen

Demonstrasi adalah suatu tehnik mengajar yang dilakukan oleh

seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa

sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan kepada kelas tentang suatu proses

atau cara melakukan sesuatu. Misalnya semonstrasi tentang memandikan

mayat orang muslim/muslimah dengan menggunakan model atau boneka,

demonstrasi tentang cara-cara tawaf pada saat menunaikan ibadah haji dan

sebagainya.

Metode eksperimen ialah cara pengajaran di mana guru dan murid

bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui

pengaruh atau akibat dari suatu aksi.

) Metode resitasi

Metode resitasi bisa disebut metode pekerjaan rumah, karena siswa

diberi tugas-tugas khusus diluar jam pelajaran. Sebenarnya penekanan

(55)

untuk mencari informasi atau fakta-fakta berupa data yang dapat

ditemukan dilaboratorium, perpustakaan, pusat sumber belajar, dan

sebagainya. Metode ini dilakukan pabila guru mengharapkan pengetahuan

yang diterima siswa lebih mantap.

) Metode kerja kelompok

Metode kerja kelompok dilakukan atas dasar pandangan bahwa

anak didik merupkan suatu kesatuan yang dapat dikelompokkan sesuai

dengan kemampuan dan minatnya untuk mencapai suatu tujuan pengajaran

tertentu dengan sistem gotong royong. Dalam prakteknya ada beberapa

jenis kerja kelompok yang dapat dilaksanaan yang semua itu tergantung

pada tujuan khusus yang dicapai, umur, dan kemampuan siswa, fasilitas

dan media yang tersedia, dan sebagainya.

) Metode sosio drama dan bermain peran

Metode sosio-drama dan bermain peranan merupakan teknik

mengajar yang banyak kaitanya dengan pendemonstrasian

kejadian-kejadian yang bersifat sosial. Menurut Engkoswara metode sosio darama

adalah suatu drama tanpa naskah yang akan dimainkan oleh sekelompok

orang. Biasanya permasalahan cukup diceritakan dengan singkat dalam

temp atau menit, kemudian anak menerangkanya. Persoalan pokok

yang akan didramatisasikan diambil dari kejadian-kejadian sosial, oleh

kerena itu dinamakan sosio-drama.

(56)

Sistem beregu ini merupakan gagasan baru yang berkembang

sebagai salah satu minofasi metode mengajar dan juga dikenal dengan

team teaching. Engkoswara ( ) mengemukakan: Team teaching ialah

suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang guru atau lebih

dalam mengajar sejumlah siswa yang mempunyai perbedaan minat,

kemampuan, atau tingkat kelas. Sistem beregu ini dapat dilakukan dengan

mengikut sertakan siswa itu sendiri sebagai anggota regu (pembantu atau

asisten) (Basyiruddin Usman, : - ).

Dengan uraian beberapa bentuk metode yang digunakan seperti contoh

diatas diharapkan pembelajaran sholat jenazah yang dilaksanakan disekolah

khususnya bagi siswa penyandang tunanetra dapat dilaksanakan dengan baik,

serta materi yang disampaikan oleh guru dapat diserap dengan maksimal

sehingga siswa dapat mempraktekanya baik di dalam sekolah maupun

dikehidupan nyata. Oleh karena itu pemakaian metode harus sesuai dam

selaras dengan karakteristik siswa, materi, kondisi lingkungan (setting)

dimana pengajaran berlangsung. Bila ditinjau secara lebih teliti sebenarnya

keunggulan suatu metode terletak pada beberapa faktor yang berpengaruh,

antara lain: tujuan, karakteristik siswa, situasi dan kondisi, kemampuan dan

pribadi guru, serta sarana dan prasarana yang digunakan. Dengan kata lain

perbedaan penggunaan atau pemilihan suatu metode mengajar disebabkan

oleh adanya beberapa faktor yang harus dipertimbangkan.

Bila pendidikan agama Islam seperti halnya pembelajaran sholat

(57)

yang tepat insya Allah akan banyak membantu mewujudkan harapan setiap

orang tua, yaitu memiliki anak yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt.

Berbudi luhur, cerdas, dan terampil, berguna untuk nusa, bangsa dan agama

Gambar

Tabel  : Jumlah Guru atau Karyawan
Tabel  : Peserta Didik
Tabel  : Barang dan Perkakas
Gambar  . Gedung Sekolah SLB Wantuwirawan Salatiga gambar diambil saat penulis meminta perizinan melakukan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang menyerupai balok dan menunjukkan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan dari

Sehubungan dengan hal diatas selama ini pencatatan data perbaikan dan pergantian IDU (Indoor Unit) dan ODU (Outdoor Unit) menggunakan catat manual, penulis

Pak Najib, Mbak Armi, Mbak Dewi, Mbak Yani, Pak Slamet Rahardjo, Mbak Agnes, Kakak Maru dan seluruh staf yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah banyak

Metode survei adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), peneliti melakukan pengumpulan data, misalnya dengan

Dari gambar diatas menunjukan bahwa nilai koefesien variabel stock selection ability 1.102864 atau dapat dikatakan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada

Q10: Tulisin Asal Sekolah SMA/SMK kamu dong !(tolong nulisnya jangan pake singkatan yah, contoh : SMA Negeri 1 Jakarta, SMA Santo Aloysius Bandung, SMA Stella Duce 2 Yogyakarta,

rewrited by: Ig. Dodiet Aditya Setyawan, SKM, MPH. Data tersebut akan diangap sebagai input dan kembali diproses lewat suatu model dan seterusnya membentuk

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain : Peta Rupa Bumi Indonesia Kota Surabaya, persebaran koordinat sumur bawah tanah Kota Surabaya, dan hasil analisis laboran