i
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SHOLAT
JENAZAH BAGI SISWA PENYANDANG TUNANETRA
DI SMALB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN
AJARAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
LUTHFIA KARIMAH
NIM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
v
“Maka Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan”.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Waji Habibulloh dan Ibunda Mudrikah
terimakasih atas cinta dan kasih sayang sepanjang masa, restu serta do‟a
yang di panjatkan selama hidup, semoga pribadi ini bisa menjadi anak
yang sholehah berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
. Adikku, Muhammad Najamuddin Rafi‟ terimakasih sudah menjadi
penghibur dan hadir menambah warna dikehidupan ini.
. Saudara-saudaraku, terimakasih atas do‟a, dukungan serta semangat, yang
diberikan selama ini.
. Dosen dan Para Pengajarku, terimakasih atas ilmu yang disampaikan
semoga bisa bermanfaat bagi kehidupan saya.
. Sahabat dan teman seperjuangan PAI G dan PAI Agkatan , HMI
vi
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang,
syukur dan terimakasih senantiasa penulis haturkan kepada Allah swt yang telah
memberi nikmat sehat, iman, islam dan memberi kesempatan serta ridha-NYA
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyajikan hasilnya dalam
bentuk skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Sholat
Jenazah bagi Siswa Penyandang Tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga
Tahun Ajaran / ” ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata
dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada fakultas
tarbiyah dan ilmu keguruan IAIN Salatiga.
Bantuan dan dukungan baik materil maupun immateriil dari berbagai
pihak telah memberikan kontribusi positif dalam penyusunan skripsi ini. Dan atas
kontribusi tersebut penulis menyampaikan terimakasih dan do‟a semoga Allah swt
berkenan membalas kebaikan kepada:
. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
vii
. Bapak Wahidin, M.pd selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas
mencurahkan fikiran waktu dan tenaganya dalam upaya membimbing
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu penyelesaian skripsi ini.
. Bapak Sigit Margono selaku kepala sekolah di SMALB
Wantuwirawan Salatiga yang telah banyak membantu penyelesaian
skripsi ini.
. Ibu Huru Tyastri sebagai guru PAI di SMALB Wantuwirawan Salatiga
yang telah memotivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
. Siswa-siswi SMALB Wantuwirawan Salatiga yang telah menyambut
dengan hangat dan senyum manis atas kehadiran penulis dan kerja
sama selama penelitian.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah dan penulis sadar bahwa skripsi ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran, kritik yang membangun dan
koreksi semua pihak penulis terima dengan tangan terbuka.
Wasslamu’alaikum Wr.Wb
Salatiga, Agustus
viii ABSTRAK
Karimah, Luthfia, . Implementasi Pembelajaran Sholat Jenazah bagi Siswa Penyandang Tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga Tahun Ajaran . Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing:Wahidin, M.Pd.
Kata kunci : Pembelajaran, Sholat Jenazah, Siswa Tunanetra.
Siswa tunanetra merupakan anak yang mengalami hambatan pada indera penglihatanya. Walaupun telah diberi alat bantu khusus mereka masih memerlukan pendidikan khusus. Tujuan dari dipilihnya objek, judul dan topik dalam skripsi ini yaitu . Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? . Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja pendukung dan penghambat implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? . Dan solusi seperti apakah yang dilakukan oleh guru PAI dan kepala sekolah dalam implementasi pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga? Serta mengetahui bagaimana seorang guru dapat menyampaikan materi sholat jenazah dengan baik dengan penggunaan metode yang tepat sesuai dengan kondisi siswa tunanetra.
Penelitian atas skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Pihak yang di wawancarai antara lain: guru pendidikan agama Islam (PAI) SMALB Wantuwirawan Salatiga, kepala sekolah SMALB Wantuwirawan Salatiga, siswa-siswi SMALB Wantuwirawan Salatiga.
ix DAFTAR ISI
HALAMAN ... ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...
B. Rumusan Masalah ...
C. Tujuan Penelitian ...
D. Manfaat Penelitian ...
E. Penegasan Istilah ...
F. Metode Penelitian ...
G. Sistematika Penulisan ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tunanetra ...
x
C. Pembelajaran Sholat Jenazah bagi Tunanetra ...
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SLB Wantuwirawan Salatiga
. Sejarah dan Profil SMALB Wantuwirawan Salatiga ...
. Visi, Misi, Tujuan SMALB Salatiga ...
. Struktur Organisasi Yayasan ...
. Struktur Organisasi SMALB A-D ...
. Jumlah Guru dan Karyawan ...
. Peserta Didik ...
. Barang dan Perkakas ...
B. Hasil Penelitian
. Implementasi Pembelajaran Sholat Jenazah ...
. Faktor Pendukung dan Penghambat Sholat Jenazah ...
. Solusi Pembelajaran Sholat Jenazah ...
BAB IV PEMBAHASAN
A. Implementasi Sholat Jenazah SMALB Wantuwirawan Salatiga ....
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Sholat Jenazah
. Faktor Pendukung dari Guru ...
. Faktor Penghambat dari Siswa ...
C. Solusi Pembelajaran Sholat Jenazah ...
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...
xi
C. Penutup ...
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I Jumlah Guru atau Karyawan ...
Tabel II Peserta Didik ...
Tabel III Sarana dan Prasarana ...
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
. DOKUMENTASI
. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
. SURAT KETERANGAN RISET
. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
. LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah berkah kehidupan bagi pasangan suami dan istri.
Kehadiranya melahirkan berjuta nikmat dan senyum lebar kebahagiaan. Ia
adalah harapan dan semangat atas masa depan yang lebih cemerlang dan
penuh pesona. Kehadiran seorang bayi sebagai anggota keluarga baru adalah
pengalaman yang amat luar biasa bagi keduanya. Mengikuti tahap
perkembanganya dari hari ke hari memang menakjubkan. Sebagai manusia
yang menyandang predikat baru, ayah bunda tentunya sangat berharap bisa
menjadi orang tua yang baik, mampu memberikan segala sesuatu yang terbaik
untuk anaknya. Dengan begitu anak bisa tumbuh, berkembang secara optimal,
sesuai dengan tahap perkembanganya. Dan anak yang demikian masa depanya
akan cerah dan berhasil (Utami, : ).
Begitulah gambaran kebahagiaan yang hadir dari pasangan suami istri
yang memiliki anak normal. Kesempurnaan hidup seakan-akan telah mereka
rasakan dan dapatkan. Kemudian bagaimana gambaran perasaan yang hadir
bagi pasangan suami istri yang mengetahui bahwa anaknya berbeda dari yang
lain? Perasaan kurang beruntung ataupun anggapan gagal pada diri mereka
pasti ada, karena anak yang dinantikan tidak sesuai dengan harapan. Apakah
depan yang suram terus membayangi, senyum lebar kebahagiaan itu berubah
menjadi air mata dan kesedihan yang mendalam.
Awalnya bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
menjadi putus asa, malu, bahkan menempuh jalan pintas yang sama sekali
dilarang oleh agama dan di luar dugaan orang pada umumnya. Ketika
menghadapi kondisi seorang anak dengan berkebutuhan khusus, banyak orang
tua menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Rasa malu, gengsi, merasa
tidak mau direpotkan, atau menganggap anak tersebut tidak bisa menjadi
kebanggan keluarga, hanya menjadi aib, begitu membayangi pikiran mereka.
Dalam kondisi yang tidak jauh berbeda, ada pula orang tua yang malah
mengalami kondisi lebih parah daripada anaknya, yaitu stres berkepanjangan,
sedih berlarut-larut, bahkan sampai depresi memikirkan hal tersebut.
Banyak orang yang mengatakan bahwa kecacatan fisik adalah
musibah. Orang cacat dianggap sebagai kaum kelas dua setelah orang-orang
normal. Ketika seseorang memiliki kecacatan fisik, maka itu dianggap sebagai
aib, bahkan hambatan hidup. Juga sebagai penyebab utama hilangnya rasa
percaya diri seseorang. Padahal kita semua tahu bahwa kekurangan fisik
bukan berarti akhir dari segalanya termasuk dunia pendidikanya. Mereka juga
memiliki kemampuan spesifik yang lebih dibandingkan mereka yang normal.
Harapan inilah yang harus ada di dalam diri setiap orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus. Bahwa orang tua mampu membesarkan dan
dimiliki. Kekurangan itulah yang membuat mereka berbeda dan menjadi
kelebihan atau keistimewaan mereka (Abdul Waid, : ).
Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang harus didapat untuk
memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor Tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal ayat ( )
disebutkan bahwa, “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”. Sedangkan layanan pendidikan bagi
warga negara yang berkebutuhan khusus, pada pasal ayat ( )
Undang-Undang tersebut menyatakan, bahwa warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus. Kelainan yang disandang oleh warga negara
tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan jenis dan
karakteristik masing-masing. Sarana dan prasarana sekolah yang menangani
anak-anak berkebutuhan khusus hendaknya memiliki spesifikasi yang sesuai
dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, serta memenuhi tuntutan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Jika anak diibaratkan dengan permata, anak berkebutuhan khusus
adalah permata yang bersinar secara berbeda dari permata-permata yang lain.
Keberbedaan ini bukan lebih baik atau lebih buruk, melainkan karakteristik
khas anugerah dari Sang Pencipta. Para orang tua dari anak berkebutuhan
khusus sebenarnya adalah mereka yang terpilih untuk mengambil pelajaran
dan makna yang mendalam tentang arti sebuah keberbedaan dengan hati dan
orang tua adalah mensyukuri anugerah yang telah dititipkan Sang Pencipta
kepadanya. Rasa syukur dan tulus ikhlas akan memberikan kekuatan dan
keteguhan yang kemudian seyogianya diiringi dengan ikhtiar tanpa kenal
lelah, yakni pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak berkebutuhan
khusus.
Setiap anak membutuhkan pendampingan orang tua, siapapun dan
bagaimanapun keadaanya. Anak-anak yang normal pun tetap membutuhkan
pendampingan orang tua sampai mereka mengalami kemasakan secara fisik,
psikis dan kepribadianya. Demikian halnya dengan anak-anak berkebutuhan
khusus, pendampingan orang tua mutlak diperlukan. Hanya saja, dibutuhkan
ketrampilan khusus disamping cinta dan kasih sayang bagi orang tua yang
mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus. Anak-anak dengan kekurangan
atau kelemahan fisik sangat memerlukan pengertian dan kesabaran dari kedua
orang tuanya. Kondisi fisik yang lemah dan kurang dibandingkan dengan anak
lain sering kali menjadi hambatan utama dalam tumbuh kembang anak-anak
tersebut. Nantinya, kondisi fisik ini dapat mempengaruhi perkembangan fisik
dan kepribadian mereka. Dengan mengetahui sejak awal kelemahan dan
kekurangan fisik pada anaknya, orang tua perlu segera mencari cara terbaik
untuk mengasuh mereka (Ratih&Afin, : - ).
Ketika orang tua mendapati anaknya mengalami kelemahan
penglihatan, kesedihan tentu saja mengikuti keadaan tersebut. Namun,
kesedihan saja tidak cukup untuk membantu anak menjadi mandiri dan
dituntut sebagai orang pertama yang memahami keadaan anaknya dan
kemudian mencari jalan terbaik untuk mengasuh dan memikirkan masa depan
anaknya.
Allah SWT telah memberikan peringatan kepada manusia khususnya
bagi orang tua, agar ia memiliki rasa takut apabila dalam mengasuh, mendidik
sebuah amanah (anak) yang telah di berikan NYA menjadi generasi yang
lemah, generasi yang tidak memiliki semangat hidup untuk terus belajar,
berjuang menegakan syiar Islam dan memberikan konstribusi nyata untuk
kemajuan nusa, bangsa dan agama. Sesuai dengan firman Allah:
“Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”(Qs. An Nisa: ).
Begitu besar peran orang tua sebagai pendidik dan sekolah pertama
bagi anak-anaknya, keluarga sebagai pondasi utama akan memberikan
pelajaran sebagai bekal nantinya sebelum anak belajar di luar rumah yaitu
belajar di lingkungan masyarakat, alam sekitar dan di sekolah. Lembaga
pendidikan seperti sekolah memiliki posisi penting setelah keluarga, karena
selama kurang lebih lima sampai dengan enam jam, umumnya anak berada di
sekolah yang bukan hanya hadir secara fisik, namun juga mengikuti
Sekolah Luar Biasa (SLB) diperuntukan bagi anak yang mengalami
kekurangan atau tuna, di antaranya adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, dan tunawicara. Adapun pengelompokan kelas pada
sekolah luar biasa dikelompokan berdasarkan jenis ketunaanya yaitu:
tunanetra (SLB-A), tunarungu (SLB-B), tunagrahita (SLB-C), tunadaksa
(SLB-D), tunalaras (SLB-E), tunaganda (SLB-G) dan untuk pengelompokan
tunawicara dijadikan satu dengan tunarungu karena biasanya antara gangguan
bicara dan pendengaran terjadi dalam satu keadaan. Pencarian lembaga
pendidikan formal dan non-formal yang tepat dan adanya program
pengembangan kehususan yang ada di sekolah akan menunjang
perkembangan serta kemampuan anak untuk mandiri dan mengoptimalkan
prestasi mereka. Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan yang berada di kota
Salatiga merupakan contoh lembaga pendidikan formal yang di dalamnya
terdapat pendidikan bagi siswa penyandang tunanetra mulai dari taman
kanak-kanak sampai sekolah menengah atas luar biasa.
Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan agama Islam itu sebagai pandangan hidupnya
demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak
Agama Islam tidak memberikan perbedaan hak belajar bagi umatnya
baik itu laki-laki (muslim) maupun perempuan (muslimah), baik yang kaya
maupun yang miskin dan baik yang cacat maupun yang normal. Semuanya
berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya,
jadi hak setiap orang dalam mendapatkan ilmu adalah sama. hal itu telah
dipertegas dalam firman Allah surat „Abasa ayat - yang berbunyi:
datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaaat kepadanya,adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya, padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman), dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),sedang ia takut kepda Allah, maka kamu mengabaikanya, sekali kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang mengehendaki, tentulah ia memperhatikanya”.
Demikianlah sebagian kesempurnaan Islam, menempatkan orang yang
dianggap sebagai penyandang cacat mempunyai kedudukan yang sama di
hadapan Allah. Sebagai konsekuensinya maka orang buta, orang pincang, atau
lainnya mempunyai kewajiban dan hak yang sama pula. Mereka itu
berkewajiban untuk menuntut ilmu, agar dapat menjalankan perintah dan
Penyandang tunanetra atau cacat keberadaanya diakui di dalam Islam.
Mereka diakui tidak hanya eksistensinya saja, karena penyandang tunanetra
memiliki potensi yang sama sebagaimana orang yang tidak buta (awas) untuk
menerima ajaran agama yaitu tauhid untuk beriman dan beribadah. dalam hal
beribadah seperti sholat, penyandang tunanetra juga memiliki kewajiban sama
seperti muslim lain pada umunya. Perbedaanya adalah ketika muslim yang
normal dapat dengan mudah belajar semisal mengenai berwudhu sebelum
sholat, belajar membaca bacaan sholat, belajar gerakan sholat, dengan meniru
ataupun melihat orang tuanya lalu mempraktekanya sehingga bisa dengan
mudah belajar. Kesempatan belajar terbuka lebih luas dan pengalaman
belajar lebih banyak mereka dapat. Namun pada kenyataanya keadaan tersebut
berbanding terbalik dengan kondisi penyandang tunanetra yang memiliki
keterbatasan dalam penglihatan. Sehingga timbul beberapa pertanyaan bagi
mereka, bagaimanakah cara berwudhu? bagaimana cara menghafal bacaan
sholat? dan bagaimana melakukan gerakan sholat? mengingat sumber belajar
dan informasi bagi mereka sangat terbatas, bagaimana bisa seorang tunanetra
dapat melihat ataupun meniru gerakan sholat orang tuanya? adalah hal yang
tidak mudah bagi mereka untuk melakukanya, terlebih untuk anak yang
mengalami kebutaan sejak dia lahir, akan lebih sulit baginya untuk belajar
Merujuk kepada hadist Rasululloh saw. mengenai tuntunan sholat,
yang berbunyi:
يِّلَصُا يِنوُوُتْيآ َر اَوَك ا وّلَص
“Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat”(Bukhori: )
Dari redaksi hadist tersebut menunjukan adanya proses ittiba‟dalam
melaksanakan sholat yaitu (mengikuti atau menurut semua hal yang
diperintahkan dan dilarang oleh rasul). Dalam proses tersebut membutuhkan
peran penglihatan untuk melaksanakanya, mengetahui bagaimana
rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, bacaanya, gerakanya dan semua hal yang
berkaitan dengan sholat. Bagi orang yang normal hal itu tidak menjadi sebuah
masalah, akan tetapi bagi orang yang memilki keterbatasan dalam penglihatan
(tunanetra) sudah pasti akan menjadi hambatan untuk mengetahui bagaimana
tata cara mengerjakan sholat seperti yang dicontohkan oleh rasul, baik dalam
sholat wajib ataupun sholat sunah yang semuanya membutuhkan peran
penglihatan untuk melaksanakanya. Bertitik tolak dari uraian di atas kiranya
perlu dilakukan penelitian mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus,
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
. Bagaimanakah implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa
penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran
?
. Faktor apa saja yang mendukung implementasi pembelajaran sholat
jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan
Salatiga tahun ajaran ?
. Faktor apa saja yang menghambat implementasi pembelajaran sholat
jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan
Salatiga tahun ajaran ?
. Bagaimanakah solusi yang dilakukan oleh guru PAI dan Sekolah untuk
mengatasi hambatan dalam implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi
siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun
ajaran ?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai Konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa
penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran
. Untuk mengetahui faktor yang mendukung implementasi pembelajaran
sholat jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB
Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .
. Untuk mengetahui faktor yang menghambat implementasi pembelajaran
sholat jenazah bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB
Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .
. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh guru dan sekolah dalam
implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang
tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran .
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut yaitu:
. Secara Teoretis
Untuk pengembangan khasanah keilmuan dalam bidang ilmu fiqih
bagi penyandang tunanetra, serta metodologi Pendidikan Agama Islam
(PAI) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
. Secara Praktis
a. Sekolah : Dapat menjadi sumbangan alternatif pemikiran atau acuan
mengenai proses pembelajaran sholat jenazah bagi SMALB lingkup
Salatiga ataupun lingkup yang lebih luas.
b. Siswa : Memberikan motivasi bagi siswa penyandang tunanetra
berprestasi, mengejar cita-cita dan bisa menjadi kebanggaan bagi
kedua orang tua, serta berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
c. Guru PAI : Dapat mengetahui solusi yang dilakukan guru pada proses
pembelajaran sholat jenazah di SMALB Wantuwirawan Salatiga
E. Penegasan Istilah
Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam
memahami judul yang penulis bahas, dan memberikan pengertian dalam ruang
lingkup penelitian, adapun penegasan istilah dalam penelitian ini sebagai
berikut :
. Implementasi
Implementasi merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan,
tindakan, dan sikap individu serta interaksi proses antara mereka yang
menciptakan program dan mereka yang melaksanakanya (Abdul majid,
).
. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik (pembelajar)
. Tunanetra
Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki pengelihatan sama
sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan
tetapi tidak mampu menggunakan pengelihatanya untuk membaca tulisan
biasa berukuran point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu
dengan kacamata (kurang awas) ( Petuni, ).
. Sholat Jenazah
Sholat Jenazah adalah sholat yang dilakukan sebanyak kali takbir,
dan hukum dari sholat jenazah adalah fardhu‟ain (kewajiban yang
ditujukan kepada orang yang banyak, tetapi bila sebagian sudah
melaksanakan maka gugurlah kewajiban yang lain).
F. Metode Penelitian
. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, : ).
Pada bagian ini peneliti mengumpulkan data yang telah didapat di
lapangan yaitu dari guru, siswa, dan Kepala Sekolah Menengah Atas Luar
dengan menggunakan metode ilmiah sehingga memungkinkan menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian,
maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai
memperoleh data yang valid dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti
menjadi pelajar, yaitu belajar dari orang dari orang yang diwawancara
yang menjadi sumber data di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Wantuwirawan Salatiga.
. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland ( ) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada
bagian ini jenis datanta dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber
data tertulis, foto dan statistik (Moleong, ).
Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokan
menjadi dua yaitu :
a. Sumber data primer
Yaitu sumber data yang diambil peneliti melalui wawancara dan
observasi, Sumber data primer diperoleh langsung dari subjek
penelitian. Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan,
ini yang menjadi sumber data utama yaitu: Guru PAI, Siswa SMALB
dan Kepala Sekolah.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang dimaksudkan untuk
melengkapi data primer dari kegiatan peneliti. Data sekunder berasal
dari dokumen-dokumen berupa catatan. Data sekunder berasal dari
dokumen-dokumen berupa catatan-catatan. Moleong juga menjelaskan
tentang sumber data penting lainya adalah berbagai sumber tertulis
seperti buku disertasi, buku riwayat hidup, jurnal, dokumen-dokumen,
arsip-arsip, evaluasi buku harian dan lain-lain. Selain foto data statistik
juga termasuk data tambahan (Moleong, : ).
. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam rangka untuk memperoleh data serta membantu
mempermudah jalanya penelitian, penulis menggunakan metode
pengumpulan data. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
a. Metode Observasi
Observasi adalah pencatatan secara sistematik terencana
fenomena yang diselidiki (Sutrisno, : ).
Metode observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang siswa penyadang tunanetra. Observasi dilakukan terhadap dua
hal atau faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan cara
Hal-hal yang diobservasikan adalah implementasi pembelajaran
sholat jenazah, selain itu juga meliputi letak geografis dan fasilitas.
Kegiatan observasi dilaksanakan dengan cara formal ataupun informal
untuk mengamati berbagai keadaan sebagai peristiwa atau fenomena
dan kegiatan yang terjadi. Observasi juga dimaksdudkan untuk
mengetahui adanya faktor yang mendukung dan menghambat
implemetasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang
tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga. Sehingga diperoleh data
yang konkret tentang implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi
siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Wantuwirawan Salatiga.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percaakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
: ).
Metode wawancara atau interview adalah sebuah dialog ynag
dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (Arikunto, : ). Pelaksanaan wawancara dengan
cara bebas terpimpin, akan memberi kebebasan pada pihak yang akan
diteliti dalam memberikan jawaban, sehingga akan memperoleh data
Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data
tentang implementasi pembelajaran sholat jenazah bagi siswa
penyandang tunanetra, faktor yang mendukung, faktor yang
menghambat serta solusi implementasi pembelajaran sholat jenazah
bagi siswa penyandang tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga.
D alam penelitian ini yang diwawancarai adalah kepala sekolah,
guru dan siswa Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Wantuwirawan
Salatiga. Adapun waktu wawancara yaitu di mulai dari tanggal juni
saat peneliti melakukan wawancara kepada guru pendidikan
agama Islam.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan
sebagainya (Arikunto, : ).
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan
cara mengambil gambar ataupun data mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan pembelajaran sholat jenazah pada waktu kegiatan observasi di
SMALB Wantuwirawan Salatiga. Metode dokumentasi digunakan
untuk mengumpulkan data tentang sekolah luar biasa secara historis,
letak geografis, struktur organisasi dan daftar nama siswa SMALB
. Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bodgan & Biklen, ) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memisahkannya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Moleong, : ).
Rumusan tersebut dapat ditarik garis bawah atau dapat
disimpulkan, bahwa analisis data bermaksud mengorganisasikan data.
Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, arsip Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa Wantuwirawan Salatiga.
. Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, peneliti
menggunakan triangulasi. Yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, :
).
Patton ( : ) menjelaskan teknik triangulasi dengan sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif, diantaranya: ( ) membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, ( ) membandingkan apa yang
pribadi, ( ) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, ( )
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan,
( ) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan (Moleong, : - ).
Trianggulasi dalam penelitian ini yaitu berupa hasil yang
diperoleh dari wawancara sumber data yang ada di SMALB
Wantuwirawan Salatiga yaitu guru, siswa dan kepala sekolah dengan apa
yang telah penulis lihat melalui prakteknya. Dari langkah tersebut dapat
kita ketahui bersama derajat keabsahan datanya. Melalui berbagai
perspektif ataupun pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati
kebenaran dalam melakukan penelitian. Karena itu, trianggulasi tahap ini
dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenaranya. Dengan demikian, jika data
itu sudah jelas, misalnya berupa hasil wawancara, teks atau
naskah/trasnskip film dan sejenisnya, trianggulasi tidak perlu dilakukan.
Namun demikian trianggulasi aspek lain tetap dilakukan.
. Tahap Penelitian
a. Kegiatan yang meliputi, izin observasi dari IAIN Salatiga kepada
b. Kegiatan lapangan yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung
di lokasi penelitian dengan mewawancarai responden dan melihat
secara seksama lebih detail berbagai hal yang berkaitan dengan
penelitian.
c. Verifikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai
deskriptif penemuan dalam penelitian dan menyusun laporan ahir.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi, maka dalam menyusun
skripsi ini dibatasi melalui penyusunan sistematika skripsi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang beberapa hal yaitu : Latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan kajian pustaka yaitu:
Tunanetra, sholat jenazah, pembelajaran sholat jenazah
bagi tunanetra.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
Meliputi gambaran umum SMALB Wantuwirawan Salatiga
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang implementasi
pembelajaran sholat jenazah bagi siswa penyandang
tunanetra di SMALB Wantuwirawan Salatiga tahun ajaran
.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis menyajikan tentang kesimpulan,
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tunanetra
. Pengertian Tunanetra
Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud
dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya
hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan,
ada beberapa keterbatasan yang dialami tunanetra, diantaranya adalah:
a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter.
b. Ketajaman penglihatan kaki yaitu ketajaman yang mampu
melihat suatu benda pada jarak kaki.
c. Bidang penglihatanya tidak lebih luas dari derajat (Heward &
Orlansky, : ).
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini diketahui dalam
kondisi :
) Ketajaman penglihatanya kurang dari ketajaman orang awas.
) Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu
Posisi mata sulit dikendalikan oleh saraf otak.
) Terjadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan dengan
Dari kondisi di atas pada umumnya yang digunakan sebagai
patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah
berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatanya. Untuk mengetahui
ketunaan dapat menggunakan tes Snellen Card. Anak dikatakan
tunanetra bila ketajaman penglihatan visusnya kurang dari .
Artinya berdasarkan tes anak hanya mampu membaca huruf pada jarak
meter yang oleh awas dapat dibaca pada jarak meter (Ardhi
Wijaya, : - ).
. Faktor-Faktor PenyebabTunanetra
Ardhi Wijaya ( : - ) menjelaskan faktor-faktor penyebab
tunanetra, yaitu:
a. Pre-natal faktor
Penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang
anak dalam kandungan antara lain: keturunan ketunanetraan yang
disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan
bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang
tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antaralain retinis
pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan
keturunan. Selain itu katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan.
Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan yang dapat menjadikan
) Gangguan waktu ibu hamil, penyakit menahun seperti TBC,
sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin
dalam kandungan.
) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella
atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,
jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang
berkembang.
) Infeksi karena penyakit yang kotor, toxoplasmosis, trachoma, dan
tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan
indera pengelihatan atau pada bola mata.
) Kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan pada
mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.
b. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat
terjadi sejak atau setelah bayi lahir antaralain: kerusakan pada syaraf
mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga
baksil gonorrhoe menular pada bayi yang pada akhirnya setelah bayi
lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya. Mengalami
penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan misalnya:
) Xeropthalmia, yaitu penyakit yang terdapat pada bagian mata
) Trachoma, yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon
trachomanis.
) Catarac, yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga
lensa mata menjadi keruh akibatnya terlihat dari luar mata menjadi
putih.
) Glauchoma, yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan
dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
) Diabetik Retinopathy, yaitu gangguan pada retina yang disebabkan
karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah
dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi sehinggga
merusak penglihatan.
) Retinophaty of prematury, biasanya anak yang mengalami ini
karena lahirnya terlalu prematur. Bayi yang lahir prematur biasanya
ditempatkan di inkubator yang berisi kadar oksigen tinggi,
sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi
perubahan kadar oksigen dan pertumbuhan pembuluh darah
menjadi tidak normal, dan meninggalkan semacam bekas luka pada
jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada
selaput jala (retina) tunanetra total.
) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti
masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia berbahaya,
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa menambahkan beberapa
klasifikasi tunanetra sebagaimana di kutip oleh Ardhi Wijaya ( :
), yaitu:
a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
) Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yaitu mereka yang sama sekali
tidak memiliki pengalaman pengelihatan.
) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil, mereka telah memiliki
kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah
terlupakan.
) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja mereka telah
memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
) Tunanetra pada usia dewasa pada umum nya mereka yang dengan
segala kesadaran mampu melakukan latihan penyesuaian diri.
) Tunanetra dalam usia lanjut sebagian sulit mengikuti
latihan-latihan penyesuaian diri.
b. Berdasarkan kemampuan daya pengelihatan
) Tunanetra ringan (defective vision/low vision), yakni mereka yang
memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih
dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu
melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi
) Tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni mereka yang
kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan
kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan bercetak tebal.
) Tunanetra berat (totally blind) yakni mereka yang sama sekali tidak
dapat melihat.
. Karakteristik Anak Tunanetra
Ketika seorang anak dengan pengelihatan yang normal dapat
dengan mudah bergerak di lingkunganya, menemukan mainan dengan
teman-teman bermainya, serta melihat dan meniru orang tuanya dalam
aktifitas sehari-hari. Anak-anak tunanetra kehilangan masa belajar kritis
seperti itu, yang mungkin akan berdampak terhadap perkembangan,
belajar, ketrampilan sosial dan perilakunya.
Ketika anak tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan
berbagai hal layaknya anak-anak normal pada umumnya, perlu bagi kita
untuk memahami karakter dari anak-anak tunanetra antara lain:
a. Karakteristik Kognitif
Lowenfed menggambarkan dampak kebutaan dan low vision
terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi
keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga area berikut ini:
) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman
Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan, maka
yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Akan
tetapi indera tersebut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh
dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran warna, dan
hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera
melalui penglihatan.
) Kemampuan untuk berpindah tempat
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan
leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai
keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan
tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memeperoleh
pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Tidak
seperti anak-anak yang lainya, anak tunanaetra harus belajar cara
berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan
berbagai ketrampilan orientasi dan mobilitas.
) Interaksi dengan lingkungan
Jika anda berada di suatu tempat yang ramai, anda dengan
segera bisa melihat ruangan dimana anda berada, melihat
orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas bergerak di lingkungan
tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan
dengan kemampuan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang
b. Karakteristik akademik.
Dampak ketunentraan berpengaruh pada perkembangan
ketrampilan akademis, khusunya dalam bidang membaca atau menulis.
Sebagai contoh,ketika orang dengan mata normal (tidak buta) pada
saat membaca atau menulis tidak perlu memperhatikan secara rinci
bentuk huruf atau kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa
dilakukan karena ada gangguan pada penglihatanya. Sebagai alternatif
digunakan media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan
kebutuhanya masing-masing.
c. Karakteristik sosial dan emosional
Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi
terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan
biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila
diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten.
Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui
pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai
kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
d. Karakteristik perilaku
Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau
penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut
berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering
kecenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini terjadi
maka siswa akan berkecenderungan berlaku pasif.
Beberapa siswa tunanetra sering menunjukan perilaku stereotip,
sehingga menunjukan perilaku yang tidak semestinya. Sebagai contoh
mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya,
menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar putar. Hal itu
terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris,
terbatasnya aktfitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan
sosial (Ardhi Wijaya, : – ).
B. Sholat Jenazah
. Hukum dan Keutamaan Sholat Jenazah
Telah disepakati oleh imam-imam ahli fikih bahwa menyalatkan
jenazah itu hukumnya fardhu kifayah, berdasarkan perintah dari Rasulullah
saw. dan perhatian kaum musimin dalam menepatinya. Terlepas dari
perintah rasululloh mengenai hukum fardhu kifayah sholat terhadap mayat,
dapat kita logikakan bahwa sholat merupakan sebuah kewajiban utama bagi
setiap muslim (sholat fardhu)bahkan muslim yang sakit sekalipun dia wajib
melaksanakan sholat sampai meninggal dunia dan disholati oleh orang yang
masih hidup sebab orang yang sudah meninggal itu sudah tidak bisa
bergerak, bergerak saja sudah tidak bisa apalagi melaksanakan sholat. Itu
mengapa apabila muslim sudah tidak bisa melaksanakan sholat maka ia
jawaban atas beberapa pertanyaan yang timbul, semisal mengapa jenazah
yang sudah mati harus kita sholati?.
Adapun mengenai keutamaanya yaitu : diriwayatkan oleh Muslim
dari Khabab r.a bahwa ia menanyakan kepada Abdullah bin Umar, apakah
Ibnu Umar pernah mendengar apa kata Abu Hurairah yaitu bahwa ia telah
mendengar Rasulullah saw. bersabda yang berarti:
“ Siapa yang turut keluar bersama jenazah dari rumahnya, menyalatkanya lalu mengiringkanya sampai dimakamkan, ia akan beroleh pahala besar dua qirath, yang berat masing-masing seperti Gunung Uhud”
(Sayid Sabiq, : - ).
. Syarat dan Rukun Sholat Jenazah
a) Syarat menshalatkan jenazah
Syarat-syarat salat yang juga menjadi syarat sholat mayat,
seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian, menghadap ke kiblat,
dilakukan sesudah mayat dimandikan dan dikafani, letak mayat itu di
sebelah kiblat orang yang mensholatkan, kecuali kalau sholat itu
dilaksanakan di atas kubur atau sholat gaib. Hanya terdapat perbedaan
diantaranya dengan shalat-shalat fardhu yang lain mengenai waktu,
karena pada sholat jenazah ini tidaklah disyaratkan, tetapi ia dapat
dilakukan pada sembarang waktu bila ada jenazah, bahkan menurut
golongan Hanafi dan Syafi‟i, walau pada waktu-waktu terlarang
sekalipun.
Tetapi Ahmad, Ibnu Mubarak dan Ishak menganggap makruh
terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan membusuknya mayat (Sayid
Sabiq, : - ).
b) Rukun menshalatkan jenazah
) Niat
ٓ ٌمَص ُا
اّو ِىُو اَو ٕةَي اَفٔك َض ِزَف ٕت ا َزًِٔبِكَت َعَب ِر َا ٔتًَِّىِل ا َذَه َنَع
لى اَعَت ٔهمٔل
Artinya “ Aku berniat salat jenazah ini empat takbir fardu kifayah
sebagai makmum imam karena Allah Ta’ala”
) Takbir kali dengan takbiratul ihram
Demikian pendapat Asy Syafi‟y dan disetujui oleh imam
yang lain. Diriwayatkan dari Ibnu Sirien, kali takbir dan dari
Huzaifah kali. Kata ibnu Mas‟ud Rasulullah pernag bertakbir
kali, pernah kali, pernah kali dan pernah kali. Maka
bertakbirlah sebanyak yang di takbirkan imam (Hasbi Ash Siddieqy,
: ).
Adapun soal mengangkat kedua tangan waktu takbir menurut
sunnah tidaklah diangkat kedua tangan pada shalat jenazah, kecuali
waktu takbir pertama saja. Karena tidak diterima keterangan bahwa
nabi saw. mengangkat tanganya waktu takbir-takbir shalat jenazah
kecuali waktu takbir pertama saja.
Berkata Syaukani, yakni setelah menyebutkan pertikaian dan
membahas alasan masing-masing, kesimpulanya tak ada keterangan
mengangkat kedua tangan itu, kecuali pada takbir pertama. Adapun
perbuatan dan ucapan para sahabat, tidaklah dapat dijadikan alasan.
Maka selayaknyalah bila mengangkat tangan itu hanya pada takbir
pertama, karena pada waktu yang lain tidaklah disyariatkan, kecuali
di saat perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain
sebagaimana halnya pada shalat-shalat biasa. Sedang pada shalat
jenzah ini tidak ada perpindahan itu (Sayid Sabiq, : ).
) Membaca fatihah sesudah takbiratul ihram
Sabda Rasulullah Saw. yang berarti:
“ Tidaklah sah sholat orang yang tidak membaca surat Fatihah.”
(Sepakat Ahli Hadis). (Sulaiman Rasjid, : )
) Membaca sholawat atas nabi saw.
ىمَعَو ٕدٖىَحُو اٌَ ٔدًَِّص َنَع ِّنَص َيُهمَّل َا
(peraturan) Rasulullah Saw. pada sholat jenazah, yaitu: supaya imam takbir, kemudian membaca Fatihah sesudah takbir pertama dengan suara pelan sekira terdengar oleh dirinya, kemudian membaca salawat atas Nabi Saw. dan mengikhlaskan doa bagi jenazah pada takbir-takbir berikutnya, dan tidak membaca sesuatu pun dalam takbir-takbir (kecuali do’a), kemudian ia memberi salam dengan suara pelan sekira terdengah oleh dirinya” (Riwayat Syafii).
ِعِّصَوَو ، ُهَلُشٌُ ًِ زِك أَو ، ُهٍَِع ُفِعاَو ٔهٔفاَعَو ، ُهِىَحِراَو ، ُهَلِزٔفِغا ٖيُهمَّل َا
ٌِّقٍَُي َيَك اَياَطَلخا ََٔو ٔهِّقٌََو ، ٕدَزَب َو ٍجمَثَو ءآلم أب ُهِمٔضِغاَو ، ُهَمَخ دَو
اّراَد ُهِل ٔدِب َأَو ، طٌَ ٖذَلا ََٔو ُضًَِب َلآا ُب ِىجّلا
اّزًَِخ اّمِهَأَو ، ٔه راَد َِٔواّزًَِخ
. راٍٖلا ٔباَذَعَو زِبَقِل ا َةٍَِتٔف ٔهٔقَو ، ٔهٔجِوَس َِٔواّزًَِخاّجِوَسَو ، ٔهٔمِهَأ َِٔو
Dari Abu Hurairah. Nabi Saw. bersabda: “Apabila kamu
menyalatkan mayat, hendaklah kamu ikhlaskan do’a baginya”(Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban).
) Takbir ke empat membaca do‟a sebagai berikut
ُهَلَو اٍََل ِزٔفِغَو ُهَدِعَب أٍَتِفَت َلاَو ُهَزِجَأ اٍَِو زِخَت اَل ٖيُهمَلَا
.
“ Ya Allah, janganlah engkau halangi (tutupi) kami dari mendapat ganjaranya, janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalanya, dan ampunilah kami dan dia” (Riwayat Hakim).
) Berdiri jika mampu
) Memberi salam dengan memlingkan muka ke kiri dan kanan
Keteranganya adalah hadis Syafi‟i yang telah diuraikan dalam rukun
keempat.
) Do‟a yang harus dibaca setelah takbir pertama, ketiga dan ke empat
di sesuaikan dengan jenis jenazahnya.
(a) Apabila menjadi imam pada takbir pertama, ketika membaca
niat maka kata
(
اًه ْوُه
أَه
)
di ganti dengan kata(
ًماَهِإ
)
(b) Apabila jenazah wanita, maka dhamir hu
(
ُه
)
di ganti dengan dhamir ha(
َاه
)
(d) Apabila jenazahnya banyak, maka setiap dhamir (kata) hu
(
ُه
)
di ganti dengan dhamir hum
) ْنُه(
c) Perempuan menshalatkan jenazah
Sebagian ulama memandang bahwa shalat perempuan atas
mayat tidak dapat membayar fardhu kifayah kalau laki-laki masih ada.
Akan tetapi, ulama yang lain berpendapat bahwa shalat perempuan itu
dapat membayar fardhu kifayah karena sholat mereka sah. Pendapat
yang kedua inilah yang lebih sah dan kuat.
d) Berjamaah
Salat jenazah disunahkan berjamaah, dan hendaknya dijadikan
tiga saf (baris). Satu saf sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
Maka jika yang shalat ada enam orang, hendaklah tiap-tiap saf terdiri
atas dua orang agar dapat menjadi tiga saf.
e) Shalat ghaib
Shalat atas mayat yang ghaib itu sah walaupun sesudah
dikuburkan. Sah pula shalat di atas kubur.
Sabda Rasulullah yang berarti: “ Dari jabir, Rasulullah saw. berkata, Hari ini telah meninggal seorang laki-laki yang saleh di negeri Habsyi, maka berkumpul dan salatlah kamu untuk dia. Lalu kami membuat saf di belakangnya, kemudian kami shalat untuk mayat itu, sedang kami bersaf-saf”(Bukhori dan Muslim).
Beberapa mayat boleh dishalatkan bersama-sama. Jika mayat
hanya diperoleh sebagian tubuh saja, anggota itu wajib juga dimandikan
dijatuhkan burung; mereka dapat mengenal tanganya itu dengan melihat
cincinya (Riwayat Syafii).
Anak yang gugur sebelum sampai bulanya jika jelas hidupnya
dengan tanda-tanda, hukumnya sebagaimana mayat orang (wajib
dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan). Kalau tidak ada
tanda-tanda hidupnya, tidak dishalatkan. Jenazah orang yang tidak
beragama Islam tidak boleh dishalatkan hanya boleh dimandikan dan
dikafani.
f) Mati syahid
Yang dimaksud dengan mati syahid ialah orang yang terbunuh
dalam peperangan melawan orang kafir untuk menjunjung tinggi agama
Allah. Orang mati syahid itu tidak dimandikan, tidak dishalatkan, cukup
dikafani dengan pakaianya yang berlumur darah itu. Menurut
pembagian ahli fiqh, syahid itu terbagi atas tiga bagian yang pertama,
yaitu syahid dunia dan akhirat inilah yang dimaksud dengan syahid
tersebut diatas. Kedua, syahid dunia saja yaitu orang yang mati dalam
peperangan melawan orang kafir, tetapi bukan untuk menjunjung tinggi
membela agama Allah, melainkan karena sebab-sebab yang lain,
misalnya ingin mendapat harta rampasan, karena kemegahan dan
sebagainya. Ketiga, syahid akhirat saja yaitu mati teraniaya, mati
terkejut, mati kena penyakit kolera, mati tenggelam, mati tertimpa oleh
sesuatu, atau mati dalam belajar agama Allah (dalam mencari
C. Pembelajaran Sholat Jenazah Bagi Tunanetra
Ketika anak yang lahir dengan keadaan cacat fisik (tunanetra) bukan
berarti Allah SWT. tidak adil dengan menghilangkan anugerah berupa mata
sebagai panca indera untuk melihat dan belajar. Karena masih ada segenap
panca indera lain yang dapat difungsikan dengan baik guna modal menerima
ilmu. Boleh jadi seorang anak tidak dapat melihat (buta), akan tetapi dia
memiliki fikiran dan kepekaan rasa yang tinggi melebihi mereka yang
mempunyai pengelihatan normal. Dalam hal beribadah juga sama,
penyandang tunanetra masih dapat memfungsikan panca indera yang lain
untuk menjalankan perintah Allah yaitu beribadah baik ibadah yang
berhubungan langsung dengan Allah (habluminallah) dan ibadah yang
hubunganya dengan sesama manusia (habluminannas). Berkaitan dengan
ibadah sesama manusia (habluminannas) akan ada banyak contoh sepertinya
halnya kewajiban terhadap orang yang meninggal, sebagai orang muslim
fardhu kifayah hukumnya tak terkecuali terhadap penyandang tunanetra.
Keterbasan yang dimilikinya bukan merupakan penghalang bagi mereka untuk
beribadah di tengah masyarakat dan ikut serta menjalankan hukum fardhu
kifayah diatas semisal menshalatkan jenazah. Masih sangat memungkinkan
bagi penyandang tunanetra untuk melaksanakan kewajiban tersebut mengingat
Pembelajaran sholat jenazah merupakan salah materi/sub pendidikan
Agama Islam (PAI) yang diberikan pada jenjang sekolah menengah atas
(SMA/SMALB) di kelas XI pada semester ganjil dengan syarat muatan nilai.
Dalam konteks NKRI yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk
agama Islam. Materi Pembelajaran sholat jenazah yang ada di SMALB bagi
penyandang tunanetra memiliki kurikulum yang sama dengan pembelajaran
yang ada di sekolah biasa pada umumnya. Hanya saja metode yang digunakan
oleh gurunya yang berbeda, mengingat keadaan fisik yang dimiliki siswa
penyandang tunanetra menjadikan guru harus memiliki kompetensi khusus
untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Seperti yang telah dikutip
dalam buku Belajar dan Pembelajaran (Abdul Majid, ) mata pelajaran
agama sebaiknya mendapatkan waktu yang proporsional, ini berlaku bagi
semua jenjang pendidikan baik sekolah umum dan sekolah berbasic Islam.
Begitu juga dengan sekolah luar biasa yang diperuntukan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, hendaknya mata pelajaran pendidikan agama Islam
seperti materi sholat jenazah di sampaikan dengan tambahan alokasi waktu
ataupun perbandingan jumlah alokasi waktu yang sama dan jumlah hari
disetiap minggunya ditambah, karena pembelajaran sholat jenazah
membutuhkan adanya praktek baik di sekolah maupun praktek secara
langsung di tengah masyarakat, sehingga anak-anak berkebutuhan khusus
bisa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk belajar dan memahami
Permasalahan yang seringkali dijumpai dalam pengajaran, khususnya
pengajaran agama Islam adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada
siswa secara baik sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Disamping
masalah lainya yang juga sering didapati adalah kurangnya perhatian guru
agama terhadap variasi penggunaan metode mengajar dalam upaya
peningkatan mutu pengajaran secara baik. Bertitik tolak pada pengertian
metode pengajaran, yaitu suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk
mencapai tujuan yang dutetapkan, maka fungsi metode mengajar tidak dapat
diabaikan karena metode mengajar tersebut turut menentukan berhasil
tidaknya suatu proses belajar mengajar dan merupakan bagian yang integral
dalam suatu sistem pengajaran.
Agar pembelajaran sholat jenazah bagi tunanetra dapat diajarkan
secara maksimal perlu adanya metode yang tepat dan berkualitas bagi seorang
guru. Adapun metode-metode pembelajaran khusus tunanetra dengan
keterbatasan dalam indera pengelihatan bisa disesuaikan dengan cara di bawah
ini:
) Memahami pembelajaran dengan metode ceramah
Metode ceramah pada siswa tunanetra hanya berupa penyampaian
materi dengan beberapa penjelasan secara lisan. Tepat bagi mereka kaum
tak melihat. Sebab, mereka sangat menonjolkan indera pendengaran.
Metode ceramah sangat cocok jika ada matapelajaran yang indikatornya
mengharuskan siswa menyimak secara matang.
Pendekatan ini adalah metode lanjutan pada proses pembelajaran
manakala pembelajaran ingin dibuat siswa turut aktif di dalam kelas.
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini
merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera
pendengaran.
) Memahami pembelajaran dengan metode diskusi
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka
dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi, karena dalam metode
diskusi kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan
lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera
penglihatan.
) Memahami pembelajaran dengan metode sorogan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya
bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat
mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam
memahami suatu materi pelajaran.
) Memahami pembelajaran dengan metode bandongan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena guru
memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan.
Metode ini kebalikan dari metode sorogan, metode ini dapat di ikut dengan
tanpa menggunakan indera penglihatan.
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang
disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk
memahami pelajaran.
Metode pembelajaran di atas dapat digunakan oleh guru untuk
mengajar siswa tunanetra begitu juga dapat digunakan dalam pembelajaran
sholat jenazah. Metode pembelajaran sholat jenazah juga dapat disesuaikan
dengan metode pembelajaran PAI pada umumnya dan dipilih sesuai dengan
kebutuhan serta kondisi siswa.Adapun pembelajaran tersebut antaralain yaitu:
) Metode demonstrasi dan eksperimen
Demonstrasi adalah suatu tehnik mengajar yang dilakukan oleh
seorang guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa
sendiri ditunjuk untuk memperlihatkan kepada kelas tentang suatu proses
atau cara melakukan sesuatu. Misalnya semonstrasi tentang memandikan
mayat orang muslim/muslimah dengan menggunakan model atau boneka,
demonstrasi tentang cara-cara tawaf pada saat menunaikan ibadah haji dan
sebagainya.
Metode eksperimen ialah cara pengajaran di mana guru dan murid
bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui
pengaruh atau akibat dari suatu aksi.
) Metode resitasi
Metode resitasi bisa disebut metode pekerjaan rumah, karena siswa
diberi tugas-tugas khusus diluar jam pelajaran. Sebenarnya penekanan
untuk mencari informasi atau fakta-fakta berupa data yang dapat
ditemukan dilaboratorium, perpustakaan, pusat sumber belajar, dan
sebagainya. Metode ini dilakukan pabila guru mengharapkan pengetahuan
yang diterima siswa lebih mantap.
) Metode kerja kelompok
Metode kerja kelompok dilakukan atas dasar pandangan bahwa
anak didik merupkan suatu kesatuan yang dapat dikelompokkan sesuai
dengan kemampuan dan minatnya untuk mencapai suatu tujuan pengajaran
tertentu dengan sistem gotong royong. Dalam prakteknya ada beberapa
jenis kerja kelompok yang dapat dilaksanaan yang semua itu tergantung
pada tujuan khusus yang dicapai, umur, dan kemampuan siswa, fasilitas
dan media yang tersedia, dan sebagainya.
) Metode sosio drama dan bermain peran
Metode sosio-drama dan bermain peranan merupakan teknik
mengajar yang banyak kaitanya dengan pendemonstrasian
kejadian-kejadian yang bersifat sosial. Menurut Engkoswara metode sosio darama
adalah suatu drama tanpa naskah yang akan dimainkan oleh sekelompok
orang. Biasanya permasalahan cukup diceritakan dengan singkat dalam
temp atau menit, kemudian anak menerangkanya. Persoalan pokok
yang akan didramatisasikan diambil dari kejadian-kejadian sosial, oleh
kerena itu dinamakan sosio-drama.
Sistem beregu ini merupakan gagasan baru yang berkembang
sebagai salah satu minofasi metode mengajar dan juga dikenal dengan
team teaching. Engkoswara ( ) mengemukakan: Team teaching ialah
suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang guru atau lebih
dalam mengajar sejumlah siswa yang mempunyai perbedaan minat,
kemampuan, atau tingkat kelas. Sistem beregu ini dapat dilakukan dengan
mengikut sertakan siswa itu sendiri sebagai anggota regu (pembantu atau
asisten) (Basyiruddin Usman, : - ).
Dengan uraian beberapa bentuk metode yang digunakan seperti contoh
diatas diharapkan pembelajaran sholat jenazah yang dilaksanakan disekolah
khususnya bagi siswa penyandang tunanetra dapat dilaksanakan dengan baik,
serta materi yang disampaikan oleh guru dapat diserap dengan maksimal
sehingga siswa dapat mempraktekanya baik di dalam sekolah maupun
dikehidupan nyata. Oleh karena itu pemakaian metode harus sesuai dam
selaras dengan karakteristik siswa, materi, kondisi lingkungan (setting)
dimana pengajaran berlangsung. Bila ditinjau secara lebih teliti sebenarnya
keunggulan suatu metode terletak pada beberapa faktor yang berpengaruh,
antara lain: tujuan, karakteristik siswa, situasi dan kondisi, kemampuan dan
pribadi guru, serta sarana dan prasarana yang digunakan. Dengan kata lain
perbedaan penggunaan atau pemilihan suatu metode mengajar disebabkan
oleh adanya beberapa faktor yang harus dipertimbangkan.
Bila pendidikan agama Islam seperti halnya pembelajaran sholat
yang tepat insya Allah akan banyak membantu mewujudkan harapan setiap
orang tua, yaitu memiliki anak yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt.
Berbudi luhur, cerdas, dan terampil, berguna untuk nusa, bangsa dan agama