• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM PEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM PEN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Iswan

(Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta)

ABSTRAK

Manajemen Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai seni atau cara untuk manata orang agar lembaga pendidikan berjalan lebih efektif, efisien dan dinamis. Lembaga pendidikan yang dikelola seperti itu akan melahirkan kemajuan yang sangat berarti. Maka munculah lembaga pendidikan yang maju, atau biasa-biasa saja dan bahkan mengalami kemunduran. Tingkat kemajuan lembaga pendidikan itu, bisa jadi ditengarai berkaitan dengan pelaksanaan penerapan konsep manajemen yang baik, manajemen juga berbicara tentang masalah pemimpin yang mengendalaikan jalannya roda organisasi, maka kemudian memunculkan istilah leadership.

Manajemen dan kepemimpinan dalam pendidikan memiliki titik singgung yang sangat dekat, dengan memimpin menggerkkan orang merupakan seni, terkait dengan menggerakkan dan mengarahkan kegiatan orang dimaksud, kegiatan mengatur orang, mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi tugas, member kewenangan, memfasilitasi, atau menghilangkan rintangan-rintangannya, memperlancar dan termasuk juga memberhentikan. Terkait dengan pembagian sumber-sumber daya keuangan, orang maupun fasilitas lainnya, pembagian wewenang, kekuasaan, informasi, kebijakan-kebijakan. Juga kajian tentang rekruitmen sumberdaya manusia, mobilitas vertikal maupun horizontal , dan lebih dari itu kaitannya dengan kebijakan Negara, sasaran-sasaran yang ingin dicapai serta pemilihan stratregi-strategi manajemen pendidikan secara keseluruhan.

Manajemen juga berbicara tentang komunikasi, penggunaan bahasa komunikasi, dalam al Qur’an dibicarakan tentang berbagai kata untuk menggerakkan orang. Ada qoulan balligho, qoulan sadida, qoulan layyina, qoulan makrufa, qoulan tsaqila dan seterusnya. Berbagai variabel tersebut, dapat diamati di sekolah atau lembaga pendidikan, bagaimana kepala sekolah dapat membagi tugas, menempatkan orang, menghargai para stafnya, memotivasi agar lembaga pendidikan menjadi dinamis, dan dapat menghindari koflik yang tidak produktif.

(2)

A. PENDAHULUAN

Manjemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi, dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi, pihak di luar yang berkonflik sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,

hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah dalam pengambilan

keputusan oleh pihak ketiga, pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik1

1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras

.

Istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.

2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.

1

(3)

3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

4. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.

5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. 2

Tahapan-tahapan di atas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan

dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik. Proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik, klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya, menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.

Dalam cara yang lain, terkait dengan tujuan penelitiannya, maka peneliti akan memahami dari perspektif fakta social, maka sesuai dengan paradigma yang digunakan itu, kemudian dipilihlah misalnya teori structural fungsional. Peneliti

2

(4)

dalam hal ini akan mengkaji tentang sebab akibat terhadap perilaku yang terjadi di dalam pelaksanaan manajemen pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Tulisan yang semula sebatas untuk menjawab pertanyaan beberapa mahasiswa yang datang konsultasi untuk penulisan tesis, kiranya perlu dibaca bagi yang lainnya. Rupanya persoalan-persoalan sederhana seperti ini masih diperlukan bagi mereka tatkala sedang mempersiapkan penelitian yang terkait dengan manajemen maupun kepemimpinan pendidikan Islam. Semogalah ada manfaanya3

Hal ini karena sering ada perbedaan kepentingan (conflic of interest) antara pemerintah yang berkuasa dengan mayarakat, sementara itu dalam kehidupan demokratis setiap orang bebas dalam menentukan pilihan (preferrence), sehingga kemungkinan terjadinya benturan selalu ada. Namun, benturan-benturan tidak selalu berkembang menjadi konflik, karena bisa saja masing-masing pihak bersedia mengalah demi kepentingan bersama, atau kepentingan yang lebih besar. Permasalahannya, apabila konflik sosial yang terjadi sudah dinyatakan ke luar dan masing-masing pihak yang terlibat

.

B. Hakekat Konflik Sosial

Konflik dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, pertikaian,

pertentangan, benturan, atau clash antar manusia. Konflik bisa timbul bila ada perbedaan pendapat, pandangan, nilai, cita- cita, keinginan, kebutuhan, perasaan, kepentingan, kelakuan, atau kebiasaan. Perbedaan seperti itu bisa dialami di berbagai bidang kehidupan, seperti kebudayaan, agama, politik, ekonomi-sosial, ilmu pengetahuan dan pendidikan, dunia bisnis, pemerintahan, bahkan juga dalam bidang rekreasi dan gaya hidup. Konflik dapat terjadi pada tingkatan personal dan pada tingkatan kelompok. Konflik sosial berati konflik yang terjadi dalam kelompok dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

3

(5)

didalamnya tidak mau saling mengalah, serta diikuti dengan gerakan-gerakan ke arah pemaksaan kehendak atau melalui kekerasan, maka konflik tersebut dapat menghilangkan rasa damai, persaudaraan, persatuan dan kesatuan, atau dapat menciptakan ketegangan, permusuhan, keresahan, ketakutan, kebencian, meracuni hidup bersama di masyarakat, dan mengancam keamanan dan ketertiban hidup bermasyarakat.

Adakalanya konflik dapat diatasi dengan mengadakan komunikasi dan negoisasi yang baik. Akan tetapi, sering kali konflik-konflik tidak dapat dengan mudah diselesaikan, tidak dapat diatasi, berlarut-larut, dan bermuara kepada timbulnya kekerasan dan perilaku anarkhis. Dalam keadaan seperti itu, perlu

dicari strategi khusus untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik agar konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus ada kekerasan.

C. Konflik dan Kepemimpinan

(6)

Dari empat sifat yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits tersebut para ulama (Imam Ghazali dkk) memaparkannya lagi sehingga menjadi dua struktur kriteria yang harus dimiliki pemimpin agar bawahannya taat tanpa kekerasan dan penuh dengan tanggung jawab: (1) Struktur maqamat (derajat), dan (2) Struktur Ahwal (keadaan), berikut penjelasannya:

1. Struktur Maqomat (derajat)

a. Taubah: Penyesalan diri terhadap segala perilaku jahat yang telah dilakukan di masa lalu (upaya mengosongkan diri dari segala tindakan yg tidak baik dan mengisinya dengan yg baik). Dalam hal kepemimpinan, hal ini disebut dengan retrospeksi. Pemimpin meminta kepada bawahannya

untuk memberikan input sebanyak-banyaknya, karena bisa jadi seorang bawahan yang melakukan kesalahan berulang-ulang adalah kesalahan pemimpin juga, mungkin kurangnya pelatihan, atau kurang jelasnya bahasa dan intruksi pimpinan terhadap bawahan.

b. Wara: Meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas atau belum jelas hukumnya (syubhat). Dalam hal kepemimpinan, hal ini dipraktekkan dengan sifat pemimpin yang menjauhi sifat buruk prasangka (Su’u Zhann). Adakalanya maksud bawahan melakukan hal tersebut adalah untuk menyenangkan hati pimpinan, akan tetapi karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dia punya maka dia berbuat sesuatu tidak pada koridornya.

c. Zuhud: Kosongnya tangan dari kemilikan dan kosongnya hati dari pencarian. Dalam hal kepemimpinan, hal ini diterjemahkan dengan tidak mencari kesalahan bawahannya, yang dicari adalah problem solving yang tepat untuk mengatasinya.

(7)

segala sesuatunya berasal dari Allah dan atas kehendak-Nya pula segala sesuatu itu terjadi.

e. Shabar: memilih untuk melakukan perintah Agama ketika datang desakan nafsu.Pemimpin muslim yang melihat bawahannya melakukan kesalahan berulang-ulang tidaklah emosi dan penuh cinta serta kasih sayang ibarat ayah yang menasehati anaknya dikala melakukan kesalahan berulang-ulang dihadapi dengan kesabaran. Karena bersabar dengan bawahan lama lebih baik dari pada mencari bawahan baru yang belum tentu lebih baik dan berpengalaman.

f. Tawakkal: Menyerahkan dengan sepenuhnya tidak ada keraguan dan

kemasygulan tentang apapun yang menjadi keputusan Allah Pemimpin setelah ikhtiar melakukan hal nomor 1 sampai 5 terhadap pegawainya maka wajiblah ia bertawakal, artinya diserahkan sepenuhnya kepada Allah (tentunya dengan pengawasan pemimpin) segala permasalahan bawahan yang bermasalah tersebut dengan diberikan perjanjian.

(8)

2. Struktur Ahwal (keadaan)

a. Muraqabah: Kondisi kejiwaan yang sepenuhnya ada dalam keadaan konsentrasi dan waspada. Artinya pemimpin haruslah memaksimalkan tugas supervisor yang menjadi bawahannya untuk melihat apakah ada lubang yang harus ditambal pada manajerialnya.

b. Mahabbah (cinta): mengandung arti keteguhan dan kemantapan, menurut Ibnu al-'Arabi "bertemunya dua kehendak Tuhan dan kehendak manusia. Artinya pimpinan dalam menghadapi bawahannya haruslah dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang. Saya yakin, sebodoh dan secerobohnya bawahan namun apabila dihadapi dengan cinta dan kasih sayang niscaya

dia akan berubah.

c. Khauf (takut): Takut terhadap kejadian yang akan datang yaitu datangnya sesuatu yang dibenci dan sirnanya sesuatu yang dicintai. Pimpinanpun harus takut salah (tidak ceroboh) dalam mengahadapi bawahan dan dalam mengambil keputusan, karena sekali pemimpin salah mengambil keputusan maka sangat fatal akibatnya.

d. Ra’ja (harapan): keterkaitan hati dengan sesuatu yang diinginkan terjadi pada masa yang akan datang. Pimpinan dalam menghadapi bawahannya haruslah mempunyai harapan yang positif, jangan karena dia telah berapa kali melakukan kesalahan lantas pimpinan mencapnya sebagai ceroboh sehingga tidak memberikan kepercayaan sedikitpun padanya.

(9)

f. Uns: kondisi kejiwaan di mana seseorang merasakan kedekatan dengan Tuhan, seorang yang ada pada kondisi uns akan merasakan kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan serta sukacita yang meluap-luap. Artinya, pimpinan haruslah mengerti psikologi bawahan, apa sebab dia menjadi sukses dan gagal mengulangi kesalahan. Apakah ada faktor keluarga, keuangan atau keduniawian? Maka hal ini sangatlah mudah untuk diatasi, yakni dengan adanya sedekah dari pimpinan yang dapat menarik segala penyakit dan kesialan (Hadits Nabawi). Namun yang sulit adalah apabila kegagalan bawahan berawal dari garis vertikal antara pegawai dan Allah, seperti meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan lainnya. Maka adalah

kewajiban pimpinan pula untuk memperhatikan psikologis ruhani bawahan yang ada di bawah managerialnya. Seperti, diadakan I’tikaf bersama pegawai dan pimpinan, shalat bersama pegawai dan pimpinan, buka puasa bersama pegawai dan pimpinan, zakat bersama pegawai dan pimpinan terhadap keluarga pegawai yang membutuhkan, haji/umrah bersama pegawai dan pimpinan.

g. Tuma'ninah: Keteguhan atau ketentraman hati dari segala hal dapat mempengaruhinya, dilaksanakan maka niscaya antara pimpinan dan pegawai tidak ada dinding pemisah, dan tampaklah kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan serta sukacita yang meluap-luap dari para pegawai yang berefek pada kinerja pegawai, dan tentunya akan menimbulkan keteguhan dan ketentraman hati.

(10)

makhluk dengan makhluk, seperti berinteraksi sesama pekerja dan pegawai dengan cara profesional dan proporsional)

i. Yaqin: merupakan perpaduan antara 'ilm al-yaqin, 'ain al-yaqin dan haqq al-yaqin, yaitu kepercayaan yang kuat dan tak tergoyahkan tentang kebenaran pengetahuan yang dimiliki. Dan apabila tahap 1 s/d 8 telah terlewati maka akan timbul keyakinan bahwasanya segala sesuatunya (jodoh, rizki dan maut) ada di tangan Allah dan pastilah Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya yang saleh. Amin4

D. Sumber konflik

Bagaimana hubungan ini bisa menjadi dasar konflik ? Sebenarnya hubungan tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi tindakan kolektif, apapun bentuk dan arahnya, untuk mengejar tujuan bersama. Sementara itu kelompok etnik, yang di dalamnya termasuk agama- selalu bersifat politik. Selalu ada elit politik yang sangat menguasai alam pemikiran anggota kelompok tertentu memanfaatkan solidaritas kelompok untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Hal lain yang patut diperhatikan adalah bahwa ikatan etnik selalu bersifat multidimensional yang berhimpit dengan ras, agama, dan kepentingan politik. Jelaslah, bahwa elit politik,

.

Sebagai contoh berdasarkan hasil penelitian konflik pengelolaan lembaga pendidikan di NTB diperoleh temuan 1) bahwa intensitas konflik semakin meningkat jika ada sumber-sumber daya yang diperebutkan, 2) adanya

penguasaan asset secara paksa (contending) dan sepihak/tanpa kompromi,

maka terjadi bentuk-bentuk konflik destruktif, 3) adanya salah satu pihak yang

berkonflik cendrung yielding (mengalah), problem solving, with drawing

4

(11)

(menarik diri), inaction (diam), dan menerapkan pola fastabikul khairot, maka

terjadi konflik yang mengarah kepada konflik konstruktif,5

1. Kebutuhan (needs), yaitu esensi terhadap kesejahteraan dan keberadaan manusia.

Lebih lanjut, menurut Suripto (2002), sumber konflik secara umum meliputi :

2. Persepsi (perceptions), yaitu cara pandang dan pemahaman terhadap suatu hal atau masalah.

3. Kekuasaan (power), yaitu kemampuan yang dimiliki seeorang untuk mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendaknya.

4. Nilai (values), yaitu kepercayaan atau prinsip dasar yang dipertimbangkan

sebagai hal yang amat penting.

5. Perasaan dan Emosi (feeling and emotions), yaitu respon yang timbul dari diri individu/kelompok dalam menghadapi konflik.

Selanjutnya ditegaskan pula bahwa potensi konflik yang berkembang di Indonesia meliputi isu atau masalah yang terkait dengan:

1. Keterbukaan, demokratisasi, dan budaya kekerasan. 2. Kesenjangan sosial, kecemburuan sosial.

3. Dikotomi sipil-militer.

4. Suku, agama, ras, dan antar golongan 5. Hak asasi manusia, dan lain-lain.

Beberapa isu tersebut di atas atau masalah tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi seringkali terdapat hubungan korelasi satu sama lain sehingga pengaruhnya terhadap stabilitas keamanan dalam meluas dan mendalam. Khusus dalam kaitan dengan otonomi daerah, dimana dalam lima tahun terakhir ini merupakan

5

(12)

persoalan yang memunculkan konflik di berbagai daerah, terdapat isu-isu sentral yang dapat menjadi sumber konflik, meliputi :

a. Masalah pendidikan, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan b. Masalah pemekaraan wilayah dan akuntabilitas kinerja

c. Masalah transparansi dan keadilan

d. Masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup e. Masalah ketidakjelasan dan tumpang tindih kewenangan f. Masalah Penanganan konflik

g. Masalah kebijakan publik h. Masalah korupsi

i. Masalah Peraturan Daerah

j. Tarik ulur kepentingan pusat-daerah dan lain-lain.

Bahwa dilihat dari segi kausanya (cause of conflict), secara garis besar konflik dapat dibagi menjadi dua yaitu kontemporer dan laten ”. Kelompok konflik kontemporer adalah konflik yang disebabkan karena adanya perubahan-perubahan tata sosial, politik dan ekonomi, sedangkan kelompok konflik laten merupakan konflik yang lahir dari konsekuensi dari masyarakat plural6

Perkembangan konflik sosial, mempunyai tahapannya sendiri, mulai dari perbedaan, ketidaksepakatan, persoalan, perselisihan, pertikaian, kekerasan, dan perang. Mulai dari tidak menggunakan kekerasan sampai menggunakan kekerasan. Konflik sosial juga dapat berawal dari masalah yang sederhana dan sifatnya pribadi kemudian berkembang ke masalah yang lebih kompleks dan

.

E. Tahapan

6

(13)

melibatkan komunitas tertentu, bahwa konflik dapat dianalogkan dengan spiral. Apabila spiral ditekan dari atas, maka akan memantul ke atas, semakin keras ditekan akan semakin keras pula pantulannya, karena itu penyelesaiannya tidak dapat dilakukan dengan kekerasan dan sekaligus, namun harus diselesaikan secara bertahap dimulai dari akar permasalahannya, seperti gambar spiral sebagai berikut7

1. Konflik yang terjadi berawal dari adanya perbedaan seperti: perbedaan kepentingan, ide, gagasan dan kebutuhan.

:

Berdasarkan teori spiral di atas, perkembangan konflik dapat dijelaskan sebagai berikut :

2. Konflik harus diselesaikan dari awal, sejak adanya perbedaan karena apabila konflik itu dibiarkan maka akan dapat menimbulkan apriori dari kedua belah pihak.

3. Apriori yang berkelanjutan baik secara langsung maupun tidak langsung juga yang dapat berpengaruh kepada putusnya hubungan/komunikasi.

4. Disharmonisasi adalah putusnya hubungan kedua belah pihak dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan kedua belah pihak (satu sama lain). 5. Sikap yang apatis antara kedua belah pihak yang cenderung mengakibatkan

masing-masing pihak berusaha mempengaruhi lingkungannya agar berpihak kepada kepentingan masing-masing, yang pada akhirnya bertujuan untuk membentuk komunitas sebagai kekuatan baru dari masing-masing pihak. 6. Kecenderungan komunitas yang telah mempunyai kekuatan dalam ikatan

kelompok yang sepaham cenderung menunjukan kekuatan dan eksistensinya baik kepada komunitas lain maupun komunitas lawan konflik.

7

(14)

7. Sikap kepercayaan yang berlebihan, akan ditunjukan dalam bentuk warning (peringatan) bahkan ultimatum kepada komunitas lawan konflik antara lain dengan ancaman, tekanan dan teror.

8. Kondisi tersebut merupakan potensi konflik yang antara komunitas baik etnis agama, ras dan golongan yang apabila ada faktor pemicu baik dari dalam maupun dari luar dapat menimbulkan yang lebih besar yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian di kedua belah pihak, harta, infrastruktur masyarakat dan lain-lain8.

Perkembangan atau eskalasi terjadinya suatu konflik juga dapat dikelompokkan

menjadi empat tahapan, meliputi : a. Tahap Diskusi

Pada tahap ini masing-masing pihak yang terlibat konflik saling berbeda pendapat namun masih bisa untuk bekerja sama. Komunikasi diantara yang bertikai masih bisa dilakukan secara langsung sehingga perdebatan dan diskusi bisa dilakukan dimana persepsi terhadap lawan cukup akurat.

b. Tahap Polarisasi

Dimana kedua belah pihak mulai ambil jarak, karena komunikasi tidak bisa langsung dan tergantung kepada interpretasi atau misinterpretasi, persepsi terhadap lawan menjadi kaku sedang isu yang dimunculkan tidak lagi obyektif sehingga memunculkan kecemasan psikologis.

c. Tahap Segregasi

Tahap dimana kedua belah pihak yang sedang bertikai semakin menjauh, sehingga komunikasi menjadi terbatas pada ancaman dan persepsi

8

(15)

yang ada menjadi kita yang baik dan mereka yang jahat, isu yang ditekankan adalah kepentingan nilai utama setiap kelompok/komunitas.

d. Tahap Destruktif

Tahap permusuhan sepenuhnya, sehingga komunikasi yang terjadi hanya berupa kekerasan langsung atau sama sekali tidak ada hubungan. Isu-isu yang ditonjolkan hanya keselamatan kelompok terhadap agresi kelompok lain. Kemungkinan hasil yang diharapkan adalah sama-sama kalah (lose-lose game) dan usaha yang dipilih hanya untuk menghancurkan kelompok lawan.

F.Manajemen Konflik

Konflik sosial mempunyai tahapannya sendiri, mulai dari adanya perbedaan, sikap apriori sampai dengan tahap tragedi. Mulai dari tidak menggunakan kekerasan sampai menggunakan kekerasan. Karena itu penyelesaiannya harus diupayakan sedini mungkin sebelum berkembang ke tahapan yang lebih tinggi. Sikap menghindari konflik dengan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, atau menunda-nunda penyelesaian konflik, hanya akan membuat konflik semakin parah. Sedangkan peredaman konflik tanpa menggali tuntas akar masalahnya, hanya menghasilkan kedamaian yang semu, dan waktu-waktu akan muncul kembali dalam bentuknya yang lebih dahsyat.

Selanjutnya, ada beberapa peran yang perlu dikaji dalam Penegak hukum dan menghadapi konflik anatar lain:

1 : Mencari De-eskalasi Konflik

(16)

2. Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik

Pada tahap ini peran Penegak hokum/pemerintah diharapkan adalah melakukan intervensi untuk meringankan beban penderitaan korban melalui bantuan pengobatan dan sejenisnya, serta mulai mengawali untuk melakukan dialog, negoisasi, atau mediasi dengan tokoh-tokoh kunci yang terlibat konflik serta pihak-pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian yang terbaik. 3. Pemecahan Masalah (Problem-solving Approach)

Pada tahap ini, peran Penegak hokum/pemerintah diarahkan untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pihak yang bertikai untuk melakukan transformasi terhadap permasalahan yang dihadapinya ke arah

perdamaian.

4. Menciptakan Perdamaian (Peace-building)

(17)

G. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Manajemen dan kepemimpinan sesungguhnya merupakan faktor penentu dalam menjalankan roda organisasi karena suatu lembaga mempunyai obyek sasaran yang akan dicapai, dan perlunya ada pemimpin yang mempunyai kapabilitas, dan adanya pembagian wewenang yang jelas dari masing-masing lini.

b. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan rekruitmen sumberdaya manusia,

dalam suatu organisasi, mobilitas vertikal maupun horizontal, dan lebih dari itu kaitannya dengan kebijakan umum, sasaran-sasaran yang ingin dicapai serta pemilihan stratregi-strategi harus benar-benar dapat diperganggungjawabkan.

c. Perlunya penerapan konsep untuk meningkatkan kinerja organisasi, seperti dalam al Qur’an dibicarakan tentang berbagai kata untuk menggerakkan orang atau memanaj suatu organisasi, misalnya ada qoulan balligho, qoulan sadida, qoulan layyina, qoulan makrufa, qoulan tsaqila dan seterusnya, sebaiknya dapat diterapkan dalam praktek nyata di dalam menjalankan fungsi kelembagaan dalam organisasi.

(18)

2. Saran

a. Perlu diantisipasi dan dilakukan agar konflik tidak terjadi, dalam bentuk preventif sehingga konflik tersebut tidak mencapai puncaknya timbulnya konflik tidak meluas dan dapat diredam melalui mediasi dan dilakukan dialog antara yang berseteru.

b. Perlunya ada pendekatan secara fenomenologi, diharapkan akan memahami makna makna yang mempunyai nilai historis pendirian lembaga/organisasi, terkait dengan apa saja yang terkandung dalam mengelola suatu organisasi pendidikan yang lebih baik lagi.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M., Dinamika Masyarakat Islam (dalam wawasan fikih), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Al-Kasymiri, Faydh Bari Syarh Bukhari, Beirut: Maktabah Misykah al-Islamiyah, t.t.

Bachtiar, Harsja W, 1994, Ilmu Kepolisian: Suatu cabang ilmu pengetahuan yang baru, Jakarta : PTIK - Gramedia.

Baylley, H David, 1994, Police For The Future, Jakarta : Cipta Manunggal Budiman, Aris, 2002, Konflik Sosial Di Pemukiman Kumuh RW 04 Kel. Manggarai Kec. Tebet Kodya Jakarta Selatan (Jurnal Polisi Indonesia), Jakarta : KIK Press

Edward A.Thibauld, Lawrence M, lynch, R Bruce Mc Bride,2001,Proactive Police Management,

Friedman, R Robert, 1992, Community Policing, Jakarta : Cipta Manunggal Gunawan, Budi 2005, Polri Menuju Era Baru Pacu Kinerja Tingkatkan Citra, Jakarta : YPKIK

Haris Peter dan Reilly Ben,2000, Demokrasi dan Konflik Yang mengakar (Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator). International IDEA

Kelana, Momo, 2002, Memahami Undang-undang Kepolisian ( Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002), Jakarta : PTIK Press

Laksana, D Chryshnanda, 2003, Kepolisian Komuniti (communty Policing) Dalam Menciptakan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Jurnal Polisi Indonesia), Jakarta : KIK Press

Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin Mughirah Al-Ja'fi Abu 'Abdillah al-Bukhari,Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar el-Qalam, 1987 M Meliala, Adrianus,

(20)

--- 2001, Bagaimana Polisi Menghadapi Kekerasan Massa dan Kaitannya Dengan Penghormatan Terhadap Hak Asasi Manusia, Jakarta : KIK Press

Miall Hugh, Woodhause Tom Ramsbotham Oliver, 2000, Resolusi Damai konflik Kontemporer, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Nitibaskara, R Tubagus, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, Jakarta : PT Gramedia

Sarwono, W Sarlito, 2007, Anarkisme Tantangan Baru Bagi Polri (Jurnal Polisi Indonesia), Jakarta : KIK Press

Simon Fisher, Jawed ludin, Steve Williams D, Richard Smith, Sue Williams, 2000, Mengelola konflik ketrampilan dan strategi untuk bertindak.

Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 2000.

Suparlan, Parsudi,

--- 2003, Pembangunan Komuniti, Konflik, dan PemolisianKomuniti, Jakarta : KIK Press

--- 2004, Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Jakarta : YPKIK

--- 2004, Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan (Perspektif Antropologi Perkotaan), Jakarta : YPKIK

--- 2005, Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku bangsa, Jakarta : YPKIK

Referensi

Dokumen terkait

Dari sepuluh komponen komunikasi tersebut, hanya beberapa komponen yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk peristiwa komunikasi pada komunitas perempuan pesisir antara

Hipotesis Yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Ada pengaruh reward dan punishment terhadap hasil belajar matematika pada materi kubus dan balok siswa kelas VIII A

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif media pembelajaran terhadap prestasi belajar kewirausahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin baik

Setelah itu isi pesan kemudian untuk mengirim mengunakan ctrl + D.. contoh diatas hanya digunakan untuk ses yang sudah tahap produksi :), jika anda belum request

Tanur Busur Listrik (EAF) adalah peralatan / alat yang digunakan untuk proses pembuatan logam / peleburan logam, dimana besi bekas dipanaskan dan dicairkan dengan

Gaya hidup hedonis merupakan suatu perilaku yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan yang baik yaitu kesenangan yang dapat dianggap berharga dan bermanfaat, hal ini dapat

!ntuk konstruksi  beban ringan dan kondisi tanah cukup baik biasanya dipakai pondasi dangkal, tetapi untuk konstruksi beban berat biasanya pondasi dalam adalah