• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Peran PKK Sebagai Mitra Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Optimalisasi Peran PKK Sebagai Mitra Pe"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan utama dibentuknya pemerintahaan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban sehingga masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. Pemerintah pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. ia tidak diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid:1996). Demikian pula dengan pemerintah Indonesia yang berlandaskan ideologi Pancasila, Indonesia dibentuk dengan harapan akan terwujudnya cita-cita bersama, yakni sebuah kesejahteraan. Hal ini diinterpretasikan dalam sila ke-lima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang mana dalam Ekaprasetia Pancakarsa-nya terdapat dua belas butir rincian, yakni (Ketetapan MPR no. II/MPR/1978):

1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.

2. Bersikap adil.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak-hak orang lain.

5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

7. Tidak bersifat boros.

8. Tidak bergaya hidup mewah.

(2)

10. Suka bekerja keras.

11. Menghargai hasil karya orang lain.

12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Rincian di atas menunjukan bahwa Indonesia bercita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan dengan menegakkan keadilan secara umum melalui cara gotong-royong dan kekeluargaan, sebuah metode yang berfokus pada masyarakat bawah. Kesejahteraan keluarga adalah kondisi tentang terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dari setiap anggota keluarga secara material, sosial, mental, dan spiritual sehingga dapat hidup layak sebagai manusia yang bermartabat (Priharsanti:2011). Dengan asumsi jika kesejahteraan dimulai dari keluarga maka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat bukanlah hal yang mustahil. Jika demikian maka fungsi negara dalam menciptakan kondisi untuk mengembangkan kemampuan setiap anggota negara telah terwujud dalam tatanan organisasi yang terkecil yakni keluarga.

(3)

dan kesejahteraan keluarga yang menjadi dambaan setiap keluarga. Dengan demikian pada dasarnya PKK memegang peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dimulai dari kesejahteraan keluarga.

Namun, dari hasil penelitian terdahulu yang mengambil lokasi penelitian di kota Malang, dengan subjek (Parimartha:2013): PKK kota Malang, kecamatan Lowokwaru dan kelurahan Lowokwaru. Menunjukkan bahwa temuan baru dalam penelitian ini adalah: (1) paradigma pemberdayaan yang dikembangkan PKK mengisyaratkan terjadinya perubahan organisasi menuju pada kemandirian, meskipun belum dilakukan secara optimal, karena kekuasaaan tetap melakukan pengontrolan, sehingga hubungan yang terjalin antara kekuasaan dengan PKK adalah hegemoni; (2) eksistensi PKK memberi wadah kepada perempuan untuk beraktivitas dalam kecenderungan koridor kekuasaan (laki-laki); (3) PKK di kota Malang telah melakukan upaya menuju kesetaraan dan keadilan gender, yang diperlihatkan dengan keterlibatan laki-laki dalam kepengurusan, meskipun eksistensinya belum berpengaruh secara signifikan terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program organisasi, karena PKK masih berorentasi pada kebijakan dari atas (top down). Temuan ini mengindikasikan bahwa peran PKK belum optimal dalam menjalankan perannya sebagai mitra pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga, yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal organisasi. Oleh sebab itu, kajian lebih lanjut mengenai peran PKK sangat penting dalam rangka mewujudkan cita-cita negara yakni kesejahteraan, terutama untuk menjelaskan cara pengoptimalan PKK maka makalah ini diberi judul “Optimalisasi Peran PKK Sebagai Mitra Pemerintah Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga Di Kota Malang melalui konsep Capacity Building”

1.2 Rumusan Masalah

(4)

dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga di Kota Malang melalui konsep Capacity Building?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ditentukan maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(5)

BAB II

TELAAH PUSTAKA 2.1 Teori Peran

1. Pengertian Peran

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu (Kozier,1995:21)

Sedangkan Abu Ahmadi (1982:50) mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.

2. Teori peran

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang (Soekanto,1990:268)

Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu:

a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

(6)

c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. (Lewis dalam Soerjono, 1990:269)

Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994:768)dalam buku “ensiklopedia manajemen” mengungkapkan sebagai berikut:

a) Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen b) Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status c) Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata d) Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik

yang ada padanya.

e) Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. 2.2 Optimalisasi melalui Capacity Building

1. Pengertian Optimalisasi

Menurut tim Penyusun kamus besar bahasa Indonesia (1990:705) optimalisasi merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadi paling baik, paling tinggi, atau paling menguntungkan.

Secara umum problematika yang dihadapi sebagian besar organisasi berkisar pada faktor internal organisasi sebagaimana disebutkan di atas yang meliputi person, tools dan system.

2. Komponen Mengoptimalkan Organisasi

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam optimalisasi merupakan proses untuk mencapai hasil akhir yang paling baik. Maka berikut ini adalah komponen dalam mengoptimalkan sebuah organisasi yaitu:

a) Memahami lingkungan kerja sekitar, kondisi kerja yang mendukung, karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya, temperatur, cahaya, keributan dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim.

(7)

ingin dicapai dalam proses komunikasi. Disamping itu komunikator dituntut untuk mengetahui informasi yang seluas-luasnya berkaitan dengan orang yang menjadi lawan komunikasi (komunikan) baik dari sumber langsung maupun pihak ketiga. c) Melakukan kajian terhadap permasalahan. Strategis memecahkan

sebuah permasalahan di dalam sebuah organisasi. Permasalahan tersebut dikaji secara komprehensif dan diurut menggunakan skala prioritas mana yang dianggap paling penting dan mendesak. Setelah usai mengkaji permasalahan tersebut maka hasilnya akan didapat membangun kapabilitas strategis.

d) Mengelola peran baru. Tetap berahan di fungsional birokrasi semata akan menyebabkan fungsi manajemen menjadi kurang efektif dalam organisasi. Kegagalan untuk berubah sesuai dengan tuntutan ekonomi akan menjadikan manajemen kurang penting, di mana tantangan-tantangan baru seperti manajemen pengetahuan dan pengembangan akan diperankan di tempat lain dalam organisasi. Tetapi hal ini tidak perlu terjadi. Pada kenyataanya, Sumber Daya Manusia adalah sumber logis dari tantangan-tantangan baru ini. Manajemen dalam organisasi harus keluar dari birokrasi masa lalu. Ini memerlukan pergeseran paradigma bahwa manajemen sebuah organisasi tidak hanya sekadar menjalankan fungsi dan proses, tetapi lebih kepada peran. Definisi peran dalam organisasi adalah tanggungjawab, hubungan, dan area kontribusi, serta harapan-harapan. Peran bisa diartikan sebagai pernyataan visi organisasi. Dengan mengelola peran, manajemen sebuah organisasi memeberi kontribusi lebih untuk kesuksesan organisasi. Ini berarti paradigma manajemen sebuah organisasi telah berubah dari fungsi dan proses menjadi hasil dan pencapaian.

(8)

konsensus berdasarkan proses kompromi tetapi pernyataan yang mendeskripsikan dengan jelas posisi organisasi kepada dunia luar serta menggambarkan komitmen staf dan anggota. Pernyataan misi merupakan standar emas terhadap prioritas dan kegiatan organisasi yang dapat diukur.

f) Mengkomunikasikan program kepada publik, suatu organisasi memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan seluruh isi program yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berlangsung pelaksanaanya kepada para anggota organisasi maupun masyarakat umum. Dengan ini anggota organisasi maupun masyarakat umum dapat menilai apakah program suatu organisasi tersebut optimal maupun kurang optimal. (Thoha: 2008)

Terdapat 3 perspektif yang utama di dalam menganalisis apa yang disebut pengoptimalkan organisasi(Richard M. Streers dalam Udai,1985: 5-7), yaitu:

1) Perspektif optimalisasi tujuan, yaitu pengoptimalan dinilai menurut ukuran seberapa jauh suatu organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai

2) Perspektif sistem, yaitu pengoptimalan organisasi dipandang dari keterpaduan berbagai faktor yang berhubungan mengikuti pola, input konversi, output dan umpan balik, dan mengikutsertakan lingkungan sebagai faktor eksternal.

3) Perspektif perilaku manusia, yaitu konsep mengoptimalkan organisasi ditekankan pada perilaku orang-orang dalam organisasi yang mempengaruhi keberhasilan organisasi untuk periode jangka panjang.

(9)

Beberapa kelemahan dasar yang ada pada suatu organisasi sebagai berikut (Stephen :1994):

1) Tingkat pengetahuan aparatur yang rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan aparatur merupakan faktor penghambat dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan kegiatan suatu organisasi. Rendahnya tingkat pengetahuan seperti kemampuan konseptual aparatur, pemanfaatan teknologi seperti kemampuan penggunaan komputer masih terbatas.

2) Belum adanya pembagian pengerjaan tugas tentang koordinasi di tingkat atasan dengan bawahan didalam suatu organisasi, sehingga memberikan peluang melemahnya koordinasi yang pada akhirnya berimbas pada efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan

3) Masih adanya ego sektoral. Yang dimaksud ego sektoral disini adalah egoisme atasan dengan bawahan didalam suatu organisasi yang lebih mengedepankan kepentingan pelaksanaan program dan kegiatan suatu organisasi, yang mengakibatkan terhambatnya program kerja suatu organisasi tersebut.

4) Sistem teknologi informasi dan komunikasi yang belum efektif dan kurang memadai. Untuk mendukung kelancaran koordinasi diperlukan system informasi dan komunikassi tidak berjalan dengan baik mengakibatkan mengalami kendala mendapatkan informasi dengan cepat.

5) Landasan aturan belum sepenuhnya diaplikasikan dengan baik, sehingga aturan ini yang semula dibuat oleh seluruh komponen anggota organisasi kemudian pula aturan ini dilanggar oleh komponen anggota suatu organisasi.

4. Faktor-Faktor Pendukung Dalam Mengoptimalkan Organisasi Beberapa faktor pendukung dalam mengoptimalkan organisasi yang melingkupi komponen atasan dan bawahan di dalam suatu organisasi, yang dijabarkan sebagai berikut:

(10)

fungsi/uraian tugas adalah menyelenggarakan tugas-tugas seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi.

2) Sumber Daya Aparatur yang ada. Dukungan SDA yang memiliki keahlian dalam bidangnya pada suatu organisasi dianggap mampu untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas-tugas dari komponen organisasi.

3) Fasilitas sarana dan prasarana pendukung. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung dalam penyelenggaraan kegiatan suatu organisasi mampu mewujudkan keserasian dan keterpaduan baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil kegiatan pada suatu organisasi.

4) Dibutuhkan respon dan komitmen dari seluruh komponen suatu organisasi, dibutuhkan keterlibatan dan komitmen dari pihak atasan maupun bawahan dalam menunjang lancarnya pelaksanaan tujuan dan kinerja dalam organisasi serta prosedur yang jelas dalam penerapan tujuan dan kinerja dalam organisasi.

5) Dibutuhkan perencanaan matang dan bisa menampung aspirasi seluruh anggota organisasi. Perencanaan yang matang dan dapat menjebatani keinginan kepentingan orang-orang dalam organisasi dengan pihak yang mengerti dan membuat program kerja organisasi dan menyelesaikan masalah yang timbul antar anggota organisasi serta menyusun seluruh kebutuhan yang dibutuhkan dalam menunjang kinerja organisasi. Hal ini menyebabkan program kerja yang akan dijalankan menjadi terarah sesuai dengan visi dan misi organisasi. (Stephen:1994)

5. Pengertian Capacity Building

(11)

institusional untuk mewujudkan tujuan-tujuan (Imawan,et.al, 2006). Lebih lanjut terdapat beberapa ide dasar yang disampaikan oleh PBB sebagaimana dikutip oleh Imawan, et.al (2006:20) menjelaskan bahwa:

“ide dasar yang menjadi fondasi bagi upaya peningkatan kapasitas. Terdapat lima ide dasar yang secara keseluruhan berupaya untuk meningkatkan kapasitas lokal, melalui upaya sistematis yang dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat pemerintah lokal. Kelima ide dasar tersebut adalah pertama, peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat memeperoleh penghidupan yang berkelanjutan, kedua pendekatan multisektor dan multidisiplin untuk perencanaan dan implementasi, ketiga memperhatikan perkembangan struktur organisasi dan teknologi, keempat empati terhadap sosial kapita yang dapat dibangun melalui experimentasi dan kelima upaya peningkatan skills dan kemampuan personal dan institusi.” Konsep Capacity Building sendiri masih mengalami banyak perdebatan dalam mendefinisikannya, sebagian ilmuwan memakai Capacity Building sebagai Capacity Development, yang mengisyaratkan suatu prakarsa pada pengembangan kemampuan yang sudah ada. Grindle dalam Udin (2010:65) menjelaskan bahwa :

(12)

Beberapa kajian menunjukan bahwa Capacity Building diperlukan setiap waktu secara terus-menerus tidak saja ketika kinerja menurun. Oleh karenanya Capacity Building disebut continuing process, seperti yang dikemukakan oleh GTZ (2003:17) bahwa:

(13)

pemerintah. Apa yang kita harapkan sebagai suatu bentuk pelayanan yang baik sekarang belum tentu baik untuk masa yang akan datang. Menejemen sektor publik harus mengantisipasi persoalan perubahan tersebut dan menyesuaikan dengan perubahan yang ada. sehingga tidak akan ditemukan outpun dan produk yang tunggal dalam pengembangan kapasitas. Karena organisasi-organisasi secara konstan menghadapi berbagai perubahan dalam lingkup strateginya dan harus memenuhi berbagai permintaan dan tantangan baru, sehingga dalam hal ini pengembangan kapasitas selalu dibutuhkan pada setiap kondisi dan waktu)

6. Tujuan Capacity Building

Menurut Daniel Rickett dalam Hardjanto (2006:67) menyatakan “the ultimate goal of Capacity building is to enable the organization to grow stronger in achieving at pupose and mission”.

Lebih jauh dirumuskan bahwa tujuan dari pengembangan kapasitas adalah:

1) Mengakselerasi pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2) Pemantauan secara proposional, tugas, fungsi, sistem keuangan, mekanisme dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas daerah.

3) Mobilisasi sumber-sumber-dana pemerintah, daerah dan lainnya.

4) Penggunaan sumber dana secara efektif dan efisien 7. Dimensi Capacity Building

Sebagaimana dikemukakan Grindle, Capacity Building memiliki dimensi dan fokus sebagai berikut:

1) Dimensi pengembangan sumber daya manusia. Inti fokus dari dimensi ini adalah bagaimana mewujudkan ketersediaan tenaga kerja yang profesional dan personil teknis. Dalam prakteknya, hal ini diwujudkan pada aktivitas berupa adanya training, sistem upah, kondisi kerja dan rekruitmen.

(14)

merancang sistem manajemen yang dapat menjadi stimulus dalam meningkatkan kinerja tugas dan fungsi spesifik mikrostruktur. Yang diwujudkan pada beberapa aktivitas yaitu adanya sistem intensif, pemanfaatan personil, leadership, kultur organisasi, komunikasi dan struktur manajerial.

3) Dimensi reformasi kelembagaan. Dimensi ini berfokus pada bagaimana menciptakan institusi dengan sistem dan makro struktur yang efektif dan efisien melaui pembentukan aturan main, rezim ekonomi dan politik, perubahan kebijakan dan hukum serta reformasi konstitusional.

Akan tetapi, dari ketiga dimensi tersebut dapat dianalisis menjadi lima faktor dimensi yang berbeda. Yang mana, menurut Hilderbrand dan Grindle dalam Amir (2003:25) kelima dimensi tersebut yaitu the action environtment dimension, the public sector institutional context, the task network dimension, the organisation dimension and the human resources dimension.

8. Faktor yang mempengaruhi Capacity Building

Faktor-faktor yang mempengaruhi Capacity Building organisasi sector public antara lain meliputi (Michael McGuire et.al, dalam Harsono : 2006):

(15)

motivasi-motivasi dari pekerjaan orang-orang di dalam organisasi. (2) tingkatan keseluruhan satuan yang menyangkut struktur organisasi, proses pengambilan keputusan di dalam organisasi, prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana dan prasaranan, hubungan-hubungan dan jaringan organisasi. (3) tingkatan sistem yang menyangkut kerangka kerja berhubungan dengan peraturan kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung pebcapaian objektifitas kebijakan tertentu.

9. Faktor yang diperlukan Capacity Building

Faktor-faktor yang perlu dilakukan untuk meningkatkan Capacity Building dalam organisasi publik antara lain (Ratnasari,2013:65):

1) Tantangan di masa depan

Semakin disadari bahwa manusia modern adalah manusia organisasi. Karena manusia merupakan makhluk yang dinamis, baik secara internal dalam organisasi maupun secara eeksternal, dalam arti interaksinya dengan lingkungannya, manusia selalu berada pada kondisi yang dituntut terus berubah dan bahkan ada kalanya berada pada situasi ketidakseimbangan. Oleh sebab itu pengenalan berbagai faktor yang menjadi penyebab timbulnya tuntutan mewujudkan perubahan terencana yang merupakan aspek penting dari kehidupan organisasi manusia.

2) Tingkat pendidikan para pekerja.

Kenyataan menunjukan bahwa baik di negara-negara industri yang sudah maju maupun di negara-negara dunia ketiga, tingkat pendidikan formal berakibat pada peningkatan harapan dalam hal karier dan perolehan pekerjaan serta penghasilan. Akan tetapi di sisi lain, lapangan kerja yang tersedia tidak selalu sesuai dengan tingkat dan jenis pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja.

(16)

yang dimiliki oleh para pekerja dengan pendidikan formal yang pernah ditempuhnya.

Jelaslah bahwa konfigurasi ketenagakerjaan menuntut kesiapan dan kesediaan menejemen melakukan perubahan, bukan hanya dalam bentuk berbagai kebijaksanaan, manajemen sumber daya manusia, akan tetapi yang menyangkut terhadap harkat dan martabat manusia.

10. Elemen-elemen Capacity Building

Adapun elemen yang nampaknya butuh untuk segera diperbaiki dalam rangka pengembangan kapasitas adalah (1) pengembangan visi dan misi lembaga. (2) penguatan kelembagaan. (3) pengembangan SDM. (4) pengembangan network. (5) pengembangan dan pemanfaatan lingkungan organisasi (Soeprapto, 2005: 66)

11. Hambatan dalam Capacity Building

Menurut Yuwono dalam Soeprapto (2005:67) menyebutkan hambatan Capacity Building ada lima antara lain:

1) Resistensi legal-prosedure, biasanya digunakan oleh pihak-pihak yang kurang atau tidak mendukung program pembangunan kapasitas ini dengan berbagai alasan. Penyebab utamanya adalah rendahnya motivasi mereka untuk berinovasi, berkompetisi serta tidak melakukan perubahan. Hal ini dikarenakan perubahan merupakan sesuatu yang dinamis dan jelas-jelas menolak faham dan kelompok status-quo.

2) Resistensi dari pimpinan, khususnya supervisor ini mendasarkan diri pada argumen bahwa dengan pembangunan kapasitas, maka mau tidak mau kemampuan staf akan meningkat dan bisa saja mengancam kedudukan struktural mereka.

3) Resistensi dari staf, hal ini bervariasi bisa kecil ataupun besar, tergantung kultur dan suasana yang ada dalam lingkungan organisasi tersebut. hambatan yang paling utama adalah pembangunan kapasiatas yang merupakan sebuah bentuk inovasi atas perubahan, sehingga mereka harus melakukan perubahan atas usaha-usaha inovatifnya.

(17)

ditanggung oleh semua elemen yang ada dalam organisasi tersebut. mereka berpendapat bahwa dengan lebih efektif akan menambah bebas kerja, ini tentu berkorelasi positif dengan penambahan upah. 5) Resistensi yang berupa mispersepsi tentang pengembangan

kapasitas yaitu mispersepsi bahwa Capacity Building akan menimbulkan self capacity building. Artinya kemampuan individu menjadi diagungkan tanpa melihat aspek-aspek lainnya, padahal koordinasi, kooperation, kolaborasi, kerjasama dan berbagai elemen organisasi tersebut sangat menentukan keberhasilan program pembangunan kapasitas sebuah organisasi. Ini merupakan persepsi yang keliru dan sering terjadi dalam konteks keorganisasian.

12. Metode-metode Capacity Building

Capacity Building mempunyai beberapa metode yang berbeda pada setiap level, beberapa metode tersebut adalah (Imawan, 2006: 28):

1) Metode Capacity Building pada level individu, meliputi: a) Mentoring

Ide metode ini adalah mendatangkan mentor yang berpengalaman untuk mendampingi individu. Mentor berfungsi untuk membantu individu atau kelompok tersebut dalam menemukan dan merumuskan visi dan misi organisasi, menstimulus proses sosialisasi mengenai kultur organisasi dan menunjukan kepada mereka bagaimana hal itu harus dilakukan. Pada dasarnya mentor bertugas untuk mengajar, mensponsori, menashati, memimpin, mendampingi, memotivasi dan juga mengkritik.

b) Coaching

Coaching dapat dimaknai sebagai gaya manajemen dimana pemimpin mendorong individu-individu untuk memperoleh kapasitas secara utuh, dan fokus pada pencapaian kinerja yang baik dari masing-masing individu anggota staf.

2) Metode Capacity Building pada level organisasi, meliputi: a) Twinning

(18)

melaksanakan tugas dan fokus yang sama. Inilah yang disebut pendekatan partnership atau kemitraan dalam pembangunan. b) Networking Organization

Jaringan organisasi dibentuk dengan melakukan hubungan antar kawan sejawat, saling tukar informasi dan pengalaman, serta mengurangi isolasi intelektual.

3) Metode Capacity Building pada level sistem, meliputi : a) Network

Pada level sistem, networking juga tetap menjadi bagian penting.

b) Sector-wide approach dan poverty reduction strategies

(19)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum PKK Kota Malang Sebagai Organisasi Publik

Dalam tulisan blog sejarah pkk (sejarahpkk.blogspot.com:2008), dijelaskan sekilas tentang sejarah berdirinya PKK serta perubahan-perubahannya. Bahwasannya Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai gerakan pembangunan masyarakat bermula dari Seminar "Home Economic" di Bogor pada tahun 1957. Sebagai tindak lanjut dari seminar tersebut, pada tahun 1961 Panitia Penyusunan Tata Susunan Pelajaran pada Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kementerian Pendidkan bersama kementerian-kementerian lainnya menyusun 10 segi Kehidupan Keluarga. Gerakan PKK di masyarakat berawal dari kepedulian Isteri Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1967, Ibu Isriati Moenadi, setelah melihat keadaan masyarakat yang menderita busung lapar. Pada awalnya program PKKadalah 10 segi pokok PKK.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui 10 Segi Pokok Keluarga dengan membentuk Tim Penggerak PKK di semua tingkatan, yang keanggotaan timnya secara relawan dan terdiri dari tokoh/pemuka masyarakat, para Isteri Kepala Dinas/Jawatan dan Isteri Kepala Daerah sampai dengan tingkat Desa dan Kelurahan yang kegiatannya didukung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pada tanggal 27 Desember 1972 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Kawat Nomor Sus 3/6/12 kepada Gubernur KDH Tk.I Jawa Tengah dengan tembusan Gubernur KDH seluruh Indonesia , agar mengubah nama Pendidikan Kesejahteraan Keluarga menjadi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Sejak itu Gerakan PKK dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan nama Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan tanggal 27 Desember ditetapkan sebagai "Hari Kesatuan Gerakan PKK" yang diperingati setiap tahun.

(20)

wanita dalam pembanguan telah dengan jelas mengamanatkan kepada kaum wanita untuk :

1. Berpartisipasi dalam pembangunan 2. Mewujudkan keluarga sejahtera 3. Membina generasi muda

Pada tahun 1978 melalui Lokakarya Pembudayaan PKK di Jawa Tengah, disepakati 10 Segi Pokok PKK menjadi 10 Program Pokok PKK. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga maka keluarga perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Pemberian bekal tersebut dilaksanakan antara lain melalui Gerakan PKK yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia . Dalam TAP MPR Nomor : IV/MPR/1983 tentang GBHN telah ditetapkan bahwa PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) adalah salah satu wahana untuk meningkatkan peranan wanita dalan upaya menyejahterakan keluarga.

Sebagai sebuah organisasi publik maka PKK mempunyai unsur-unsur organisasi sebagai berikut:

1) Kelembagaan Gerakan PKK

Gerakan PKK dikelola oleh Tim Penggerak PKK yang dibentuk di Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan. Hubungan kerja antara Tim Penggerak PKK Pusat dengan Daerah adalah bersifat Konsultatif dan Koordinatif dengan tetap memperhatikan hubungan hierarkis. Untuk mendekatkan jangkauan pemberdayaan kepada keluarga-keluarga secara langsung, dibentuk kelompok-kelompok PKK RW, RT dan kelompok Dasa Wisma.

 Tim Penggerak (TP) PKK

(21)

atau sektor lain. (6) mempunyai waktu yang cukup (7) memiliki kemauan dan etos kerja yang tinggi.

 Dewan penyantun tim penggerak PKK

Untuk mendukung pelaksanaan program-program gerakan PKK, dibentuk Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK baik di Pusat maupun di Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Diketuai oleh Mendagri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah. Anggota : Pimpinan Instansi/Lembaga yang membidangi tugas–tugas Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga, para tokoh/pemuka masyarakat, petugas lapangan Instansi dan Lembaga Kemasyarakatan yang ditetapkan dengan keputusan Dewan Penyantun

 Kelompok PKK adalah kelompok kelompok yang berada di bawah tim penggerak PKK Desa/kelurahan yang dapat dibentuk berdasarkan kewilayahan atau kegiatan.

 Kelompok Dasa Wisma adalah Kelompok yang terdiri dari 10-20 kepala keluarga, yang diketuai oleh salah seorang ketua yang dipilih, sebagai kelompok potensial terdepan dalam pelaksanaan program PKK.

2) Visi dan Misi Organisasi

(22)

Pengembangan kehidupan berkoperasi, Pelestarian lingkungan hidup, Perencanaan sehat.

Dengan melihat kedudukan yang bersinergi dengan tugas dan fungsi dari organisasi PKK maka dapat dilihat bahwa peran PKK adalah sebagai agen pendukung program kesejahteraan keluarga dari pemerintah berupa program-program yang sifatnya memberdayakan. PKK yang merekrut anggota sampai lapisan bawah masyarakat diharapkan mampu membawa pada kondisi keluarga yang sejahtera, yaitu keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia baik secara material, sosial, mental dan spiritual serta keluarga yang berdaya yaitu keluarga yang hidup sejahtera, maju dan mandiri. Selain itu, PKK diharapkan mampu membebaskan perempuan dari belenggu budaya patriarkhi, sehingga memiliki kemandirian. Melalui PKK diharapkan harkat dan martabat perempuan sebagai bagian dari keluarga dapat ditingkatkan. (Parimartha: 2013)

Artinya peran yang diharapkan dari adanya organisasi PKK adalah sebuah gerakan membangun dan antisipatif. Namun, dengan adanya temuan bahwa Kota Malang gagal membebaskan diri dari gizi buruk. Saat ini sebanyak 15 balita mengalami gizi buruk. "Asupan gizi rendah, sebagian besar dari keluarga miskin," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Supranoto (tempo.com: 2013) . Hal ini mengindikasikan bahwa selain peran instansi-instansi pemerintah terkait belum maksimal, juga mengindikasikan peran PKK masih belum optimal dalam menjalankan perannya sebagai pemberdaya masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A. maka dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor yang menghambat organisasi PKK untuk berperan optimal. Dalam hal ini penulis membaginya menjaadi faktor internal dan faktor eksternal organisasi:

1. Faktor Internal Organisasi

(23)

PKK. Kemudian ada kecenderungan aktivitas TP PKK hanya sebatas memberi bantuan saja, yang merupakan kegiatan yang bersifat penanggulangan. Temuan kedua, eksistensi PKK memberi wadah kepada perempuan untuk beraktivitas dalam kecenderungan koridor kekuasaan (laki-laki). Dengan latar belakang budaya patriarki, hal ini wajar terjadi kepada kaum wanita di Indonesia. tetapi hal ini bisa menjadi faktor penghambat jika kekuasaan laki-laki itu membatasi ruang gerak perempuan sebagai Sumber Daya Manusia dalam organisasi PKK. Temuan ketiga, PKK di kota Malang telah melakukan upaya menuju kesetaraan dan keadilan gender, yang diperlihatkan dengan keterlibatan laki-laki dalam kepengurusan, meskipun eksistensinya belum berpengaruh secara signifikan terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program organisasi, karena PKK masih berorentasi pada kebijakan dari atas (top down). Merupakan dampak susulan dari temuan pertama, yang selain mengganggu kinerja anggota, juga mengganggu implementasi visi dan misi dalam bentuk program-program kerja yang seharusnya.

2. Faktor Eksternal Organisasi

Sedangkan, dari faktor ekternal organisasi yakni segala pengaruh penghambat yang datang dari luar organisasi datang dari dinas-dinas yang memiliki tugas yang mirip kurang memberdayakan organisasi PKK. Kemudian adanya hegemoni dari penguasa hirarki politik.

3.2 Optimalisasi Peran PKK Melalui Konsep Capacity Building

Dengan segala faktor yang membuat peran organisasi PKK di kota Malang maka penulis mencoba mengkajinya melalui konsep Capacity Building, sebuah konsep yang meningkatkan kemampuan personal dan institusional untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Sebagaimana beberapa ide dasar yang disampaikan oleh PBB (dalam Imawan, et.al :2006:20) menjelaskan bahwa:

(24)

di tingkat pusat maupun di tingkat pemerintah lokal. Kelima ide dasar tersebut adalah pertama, peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat memeperoleh penghidupan yang berkelanjutan, kedua pendekatan multisektor dan multidisiplin untuk perencanaan dan implementasi, ketiga memperhatikan perkembangan struktur organisasi dan teknologi, keempat empati terhadap sosial kapita yang dapat dibangun melalui experimentasi dan kelima upaya peningkatan skills dan kemampuan personal dan institusi.”

Dari penjabaran di atas, dapat dilihat dalam upaya pengoptimalan kapasitas organisasi publik maka pertama yang harus diperhatikan kondisi masyarakat sekitar, dengan demikian maka setidaknya organisasi publik tersebut sudah memiliki pendekatan dalam proses perumusan sampai implementasi kebijakan. Dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis maka dalam proses pemenuhannya diperlukan sarana dan prasana yang berkembang dan mampu menjawab tantangan-tantangan di kemudian hari. Oleh sebabnya peningkatan kemampuan dan keahlian baik personal dan lembaga harus menjadi prioritas dalam konsep Capacity Building. Maka dalam upaya pengembangan kapasitas ini penulis menggunakan dimensi dan fokus dari konsep Capacity Building sebagaimana yang dikemukakan oleh Grindle (dalam Udin : 2010)

1) Dimensi pengembangan sumber daya manusia. Inti fokus dari dimensi ini adalah bagaimana mewujudkan ketersediaan tenaga kerja yang profesional dan personil teknis. Dalam prakteknya, hal ini diwujudkan pada aktivitas berupa adanya training, sistem upah, kondisi kerja dan rekruitmen.

(25)

dijalankan oleh TP PKK Desa dapat segera diketahui oleh masyarakat umum maupun anggota PKK di seluruh pelosok wilayah.

2) Dimensi penguatan organisasi. Pada dimensi ini, yang menjadi fokus sasarannya adalah bagaimana merancang sistem manajemen yang dapat menjadi stimulus dalam meningkatkan kinerja tugas dan fungsi spesifik mikrostruktur. Yang diwujudkan pada beberapa aktivitas yaitu adanya sistem intensif, pemanfaatan personil, leadership, kultur organisasi, komunikasi dan struktur manajerial.

Dalam hal ini yang perlu dilakukan oleh organisasi PKK adalah merubah sistem kaderisasi dan pergantian pemimpin, bahwa pemimpin PKK tidak harus istri dari pemimpin politik yang sedang menjabat. Kemudian sesuai dengan pendapat Drs. Mardiya perlu adanya meningkatkan sumber-sumber pendanaan untuk memperlancar kegiatan TP PKK baik melalui APBDes, APBD maupun APBN. Selain itu bila memungkinkan, dukungan dana dari para pengusaha atau donatur lainnya juga sangat diperlukan terutama untuk membiayai berbagai kegiatan yang mengerahkan massa seperti bazar, pasar murah, pameran produk dan sebagainya;

3) Dimensi reformasi kelembagaan. Dimensi ini berfokus pada bagaimana menciptakan institusi dengan sistem dan makro struktur yang efektif dan efisien melaui pembentukan aturan main, rezim ekonomi dan politik, perubahan kebijakan dan hukum serta reformasi konstitusional. Untuk mengoptimalkan kegiatan gerakan PKK pada dimensi ini, sependapat dengan Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A. bahwa perlu adanya dukungan masyarakat, lembaga masyarakat, lembaga pemerintah, dan dunia usaha yang bekerjasama dalam bentuk kemitraan sebagai tanggungjawab sosial seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. Pelaksanaan kegiatan Gerakan PKK dapat dilakukan bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing/internasional, dengan berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku.

(26)
(27)

BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan

Peran PKK di Kota Malang sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga, mengingat tidak semua jangkauan organisasi publik bisa menyentuh lapisan masyarakat terkecil seperti organisasi PKK. Namun secara empirik peran PKK belum mampu mewujudkan kesejahteraan keluarga khususnya di kota Malang dengan cara pemberdayaan. Hal ini dikarenakan berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A bahwa terdapat berbagai faktor yang dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal organisasi. Oleh karena itu, guna menjawab permasalahan yang terjadi dalam peran organisasi PKK maka ditawarkan sebuah konsep Capacity Building yaitu konsep pengembangan kapasitas organisasi dengan fokus pengembangan pada tiga dimensi yaitu: dimensi sumber daya manusia, dimensi penguatan organisasi dan dimensi reformasi kelembagaan. Perubahan ini harus dilakukan agar dalam menjalankan perannya organisasi PKK dapat menuai hasil yang optimal, yakni tercapainya kesejahteraan keluarga di Kota Malang. 4.2 Saran

1. Bagi Pemerintah

Hendaknya lebih mendukung peran PKK dalam pelaksanaan berbagai program melalui penetapan sistem pendanaan yang berkelanjutan

2. Bagi TP PKK

Hendaknya mengkaji kembali dan membangun kembali kapasitas organisasi dengan konsep Capacity Building

3. Bagi Masyarakat

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1982 .Psikologi Sosial. Surabaya: PT. Bina Ilmu

Amir,Imbaruddin.2003. Understanding Institutional Capacity Of Local Government Agencies In Indonesia. Canberra: A Thesis Submitted For The Degree Of Doctor Of Philosophy Of The Autralian National University Anonim. 2008. Sejarah Berdirinya Tim Penggerak PKK. Diakses melalui

sejarahpkk.blogspot.com pada tanggal 23 bulan desember tahun 2013 GTZ (Deutsche Gesellschaft For Technische Zusamenarbeit). 2003.The Concept

Of Capacity Building Needs. Jakarta: Kerjasama Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia

Hardjanto, Imam. 2006. Pembangunan Kapasitas Lokal (Local Capacity Building). Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya

Harsono, Widi. 2006. Pengembangan Sumber Daya Aparatur dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah Sutu Kajian Tentang Persiapan, Bentuk dan Proses Pengembangan Kabupaten Banyuwangi. Malang : Disertasi Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

Imawan, Riswanda,et.al. 2006. Pengembangan Model Instrumen Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Untuk Mendukung Desentralisasi. Yogyakarta: Final Report Kerjasama DEPDAGRI Dengan POLOKDA Universitas Gadjah Mada

Kozier, Barbara.1995. Fundamental Of Nursing. California: Copyright By Addist Asley Publishing Company

Komarudin .1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara Mardiya. Optimalisasi Peran TP PKK Dalam Membangun

Keluarga Sehat Berketahanan. Diakses melalui www.kulonrogokab.go.id pada tanggal 27 bulan Desember tahun 2013

Marison, Terrace.2001. Actionable Learning-A Hanbook For Capacity Building Through Case Based Learning. ABD Institute

Milen, Anneli. 2001.What Do We Know About Capacity Building: An Overview Of Exiting Knowledge And Good Practice. Geneva: World Health Organization.

Parimartha, I Gde. Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Di Kota Malang: Dalam Perspektif Kajian Budaya. Diakses melalui www. ojs.unud.ac.id pada tanggal 27 bulan Desember tahun 2013

(29)

Diakses melalui www.elibrary.ub.ac.id pada tanggal 27 bulan Desember 2013.

Rasyid, Ryaas. 1996. Makna Pemerintahan: Tujuan dari Segi Etika Kepemimpinan, Jakarta: PT. Yasir Watampone.

Ratnasari, Deasy Dwi. 2013. Optimalisasi Peran Koperasi Wanita Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anggota: Studi Pada Koperasi Wanita Potre Koneng Kabupaten Sumenep. Malang : Skripsi Program Strata Satu Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Soekanto,Soerjono.1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press Stephen, Robbins P. 1994. Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi,

Terjemahan Juyuf Udaya, Edisi 3, Jakarta: Arcan Indonesia.

Soeprapto, Riyadi.2005. Reformasi Administrasi Publik. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Thoha, Miftah. 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Udai, Pareek. 1985. Mendayagunakan Peran-Peran Keorganisasian: Tinjauan Atas Teori Motivasi Dan Efektivitas Peran Untuk Mengoptimalkan Potensi Karyawan. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo

Udin, Hamim. 2010. Model Pengembangan Sumber Daya Aparatur Dalam Perspektif Capacity Building : Studi Di Pemerintah Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Malang: Disertasi Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini di Ruang HCU BRSU Tabanan dalam penanganan kecemasan pada pasien hanya sebatas pada prosedur standar seperti pemberian obat anti cemas dan komunikasi terapeurik,

Mtk Bisnis Didik Subiyanto RABU Pengantar Bisnis Suharti Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Ketaman- siswaan 1 Ketaman-. siswaan 1 Bahasa Inggris 1 Pengantar

Yang dimaksud dengan “Sertifikat Veteriner” adalah pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Otoritas Veteriner di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner

tidak terlalu spesifik, adanya peningkatan ekhogenitas yang heterogen pada pankreas yang membesar patut dicurigai sebagai suatu proses nekrosis, disamping adanya koleksi

diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo tentang Penyertaan Modal Dalam Rangka Pendirian Perseroan Terbatas Jasa Keuangan Mikro Binangun

“Kegiatan Piloting membawa dampak posistif bagi peningkatan kualitas pembelajaran terlihat dengan semakin tingginya motivasi siswa di dalam mengikuti pembelajaran MIPA,

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) merumuskan teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata dan frasa yang terdapat dalam teks bernuansa keagamaan:

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian. Termasuk