• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Terhadap Pengutipan Pajak Parkir dalam Hubungannya dengan Peningkatan Pendapatan Daerah di Kota Medan menurut Perda Kota Medan No. 10 Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Terhadap Pengutipan Pajak Parkir dalam Hubungannya dengan Peningkatan Pendapatan Daerah di Kota Medan menurut Perda Kota Medan No. 10 Tahun 2011"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Umum Pendapatan Asli Daerah

(2)

PAD berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki tujuan yakni “memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi”. Wujud dari desentralisasi adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan pelaksanaan dari Undang–undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 20102tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak hingga saat ini belum diterbitkan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.

(3)

beberapa jenis:24

Ada beberapa defenisi pajak yang diungkapkan oleh sarjana yang ahli dibidang perpajakan, seperti pendapat Adrian sebagaimana dikutip oleh Bohari memberikan definisi yang berbunyi sebagai berikut:

1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.

2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil Perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berikut ini akan dijabarkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah sekaligus merupakan pendapatan asli daaerah.

a. Pajak Daerah

25

Selain itu Smeeths juga memberikan definisi pajak yakni “Pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal membiayai pengeluaran pemerintah”.

Pajak ialah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.

26

Pajak daerah sebagai bagian dari sumber pendapatan asli daerah merupakan kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

24

Abdul Halim, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. (Jakarta: Salemba, 2007), hal. 107.

25

H. Bohari. Pengantar Hukum Pajak.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 8. 26

(4)

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Ketentuan mengenai pajak tersebut merupakan amanat dari Pasal 23A UUD 1945, di mana pasal tersebut menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Ketentuan lebih lanjut mengenai undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Dalam urusan pajak daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengurus daerahnya masing-masing termasuk didalamnya untuk urusan keuangan daerah (termasuk di dalamnya pajak daerah) sebagaimana ditentukan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan tersebut sesuai dengan asas desentralisasi. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

(5)

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor”.

Pajak parkir diharapkan dapat memiliki peranan yang berarti dalam pembiayaan pembangunan daerah. Parkir pada saat ini sangatlah diperlukan karena untuk menjaga keamanan kendaraan. Bukan hanya untuk menjaga keamanan saja tetapi juga untuk keteraturan dan kenyamanan suatu tempat.

Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah:27

3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peralatan daerah, 1) Gedung Parkir

2) Peralatan Parkir

3) Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran 4) Tempat penitipan kendaraan bermotor

5) Bukan objek pajak parkir

Pada pajak parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yaitu :

1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD dikecualikan sebagai objek pajak parkir.

2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kendaraan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga internasional dengan asas timbal balik.

(6)

antara lain penyelenggaraan tempat parkir ditempat peribadatan dan sekolah dan 'tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati dan walikota.

Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dasar pengenaan pajak didasarkan pada klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekwensi kendaraan bermotor, setiap kendaraan bermotor yang parkir ditempat parkir diluar badan jalan akan dikenakan tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola.

Tarif parkir ini merupakan pembayaran yang harus diserahkan oleh pengguna tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir. Tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran disesuaikan dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.

b. Retribusi Daerah

Walaupun sama-sama memungut uang dari masyarakat, pada prinsipnya pajak dan retribusi itu tidak sama. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal 1 Angka 64 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

(7)

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Berdasarkan perbedaan dalam definisi antara pajak daerah dan retribusi daerah tersebut dapat dicontohkan perbedaan aplikasinya, jika seseorang adalah pemilik kendaraan bermotor (misalkan mobil atau motor), harus tetap membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) walaupun pemerintah daerah tidak memperbaiki jalan yang rusak, tidak memperbaiki sarana dan prasarana lalu lintas. Juga tetap harus membayar PKB walaupun dalam setahun kendaraan tidak berjalan dan tetap berada di rumah.

Sebaliknya dalam retribusi terjadi timbal balik langsung antara pemberi dan penerima jasa, seseorang pribadi atau badan yang telah menggunakan atau menerima jasa yang diberikan oleh pemerintah wajib untuk membayar pungutan retribusi yang telah ditetapkan. Aplikasinya, dalam pungutan retribusi parkir hanya pemilik kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraannya yang wajib untuk membayar parkir. Jika memiliki kendaraan dan selama bertahun-tahun tidak pernah berjalan (tidak pernah parkir), tidak wajib untuk dipungut retribusinya. Jika parkir di halaman rumah sendiri, tidak dikenakan retribusi.

Berdasarkan defenisi dan contoh di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah yakni:

(8)

2) Pajak daerah dapat dipaksakan, sedangkan retribusi tidak.

Retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan warga masyarakat baik individu maupun badan atau korporasi dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah. Adanya izin dari pemerintah daerah terkait dengan parkir, maka pemerintah daerah berhak untuk menerima retribusi dari masyarakat sebagai pengguna parkir, sehingga dengan demikian masyarakat selain mendapatkan haknya untuk mendapatkan layanan jasa parkir juga memiliki kewajiban untuk memberikan retribusi. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum; Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.28

2) Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh 1) Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan

oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum antara lain; Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan Kebersihan/Persampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain.

28

(9)

Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha antara lain; Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan dan lain-lain.

3) Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari; Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; dan Retribusi Izin Trayek.

Sejak diterbitkannya PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, daerah dapat menerapkan berbagai jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Jenis retribusi lainnya tersebut misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah. Ketentuan inilah yang membuka peluang bagi daerah untuk menerbitkan peraturan daerah mengenai jenis retribusi yang pada akhirnya dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena dianggap mengganggu iklim investasi di daerah dan memberatkan pelaku usaha.29

Retribusi daerah memberikan peranan yang terbesar dalam pembentukan pendapatan asli daerah. Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan daerah atau jasa usaha tertentu yang disediakan oleh pemberintah daerah. Jasa pelayanan yang dipungut retribusinya hanya jenis-jenis jasa pelayanan menurut pertimbangan sosial ekonomi layak untuk dijadikan obyek retribusi.

Pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di daerah dibebani dengan retribusi atas izin usaha yang mereka peroleh yang memberatkan pelaku usaha tersebut.

29

(10)

1. Perimbangan Keuangan

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Salah satu penerimaan daerah dalam rangka penyelengaraan desentralisasi adalah pendapatan daerah.

Selanjutnya pendapatan daerah juga meliputi Dana Perimbangan. Dana perimbangan berdasarkan Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan tersebut diperuntukkan untuk: (i) menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan; (ii) menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama; (iii) dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional.30

30

Dana Perimbangan terdiri atas Dana

Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan

(11)

Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

2. Pinjaman

Menurut Pasal 169 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. Pinjaman yang bersumber dari pemerintah sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah diberikan melalui Menteri, yang berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.

(12)

tentang Pinjaman Daerah merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis Pinjaman Daerah menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah terdiri atas Pinjaman Jangka Pendek, Jangka Menengah dan Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek tersebut dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran, dimana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan serta bersumber dari Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank, yang digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

Selanjutnya Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah menentukan bahwa:

“pinjaman jangka menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, dimana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan”,

Sedangkan Pinjaman Jangka Panjang menurut Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan:

(13)

dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat.

3. Pendapatan Daerah yang lain

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai pembangunan. Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk itu Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah (Desentralisasi). Sejalan dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya juga ikut terdesentralisasi. Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri biaya pembangunannya.

Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Daerah yang lain yang dapat diperoleh antara lain melalui sumbangan, hibah dan dana darurat. Berikut ini akan dijabarkan ketiga hal tersebut.

a. Sumbangan

(14)

ditingkatkan sesuai sengan semangat otonomi daerah, sehingga diperlukan upaya untuk menggali potensi pendapatan asli daerah melalui partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat tersebut dapat berbentuk sumbangan pihak ketiga. Sumbangan pihak ketiga menurut Pasal 1 Huruf i Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah adalah “pemberian pihak ketiga kepada daerah secara ikhlas, dan tidak mengikat, berupa uang atau disamakan dengan uang maupun barang, baik bergerak maupun tidak bergerak yang diperolehnya oleh pihak ketiga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pemerintah daerah menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah dapat menerima sumbangan dari pihak ketiga yang dapat berupa pemberian donasi, wakaf, hibah, infaq. Sumbangan pihak ketiga yang diterima oleh pihak pemerintah daerah dipergunakan untuk kepentingan daerah, khususnya untuk pembangunan daerah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.

b. Hibah

(15)

pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian”.

Hibah Daerah di dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah meliputi:

1) Hibah kepada Pemerintah Daerah; 2) Hibah dari Pemerintah Daerah.

Hibah kepada Pemerintah Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Hibah dari Pemerintah Daerah menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah dapat diberikan kepada:

1) Pemerintah;

2) Pemerintah Daerah lain;

3) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau

4) badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.

c. Dana Darurat

(16)

APBD sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Selanjutnya Dana Darurat menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat adalah “dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa”.

Dana darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana kegiatan tersebut adalah untuk pemulihan fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah, Dana Darurat dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik daerah yang melaksanakan fungsi Pelayanan Publik, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat. Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat dapat mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri dengan melampirkan paling sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta Rencana Anggaran Biaya.

B. Sistem Pemungutan Pajak Parkir

(17)

empat, yaitu:31

Dalam system ini wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya suatu utang

1. Official Assessment System

2. Semi Self Assessment System

3. Full Self Assessment System

4. Withholding System

Adapun penjelasan di atas adalah sebagai berikut:

1. Official Assessment System

Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak. Sistem ini pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak langsung. Dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Dan dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.

Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan olek KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.

31

(18)

pajak.

2. Semi Self Assessment System

Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak dan Fiskus.

3. Full Self Assessment System

Sistem pembayaran yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan dimana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan, sistem ini dikenal dengan sebutan full self assessment system. dari pengertian ini jelas penekanannya adalah Wajib Pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan dari fiscus.

4. Withholding System

Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga dan bukan fiscus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri.32

Sedangkan menurut Yusdianto Prabowo di dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia terdapat dua sistem, adalah sebagai berikut:

Dalam sistem ini wajib pajak sifat aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri, sedangkan fiskus hanya memberi penerangan, atau sebagai verifikasi.

33

1. Official Assessment System

32

Ibid.

33

(19)

2. Self Assessment System

Adapun penjelasan di atas ialah sebagai berikut:

1. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP).

Ciri-cirinya adalah:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus b. Wajib pajak bersifat pasif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya ialah sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

(20)

memudahkan wajib pajak dalam memungut pajaknya yang terhutang. Kebijakan self assessment system yaitu membebaskan warga untuk menghitung sendiri tanggungan pajaknya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir. Setiap wajib pajak melaporkan/menyampaikan pajaknya setelah mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada walikota 34yang selanjutnya diawasi penyetorannya oleh aparat pemungut pajak/fiskus.35Tarif pajak parkir yang harus dibayarkan oleh wajib pajak parkir tersebut ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)36 dan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan pemberian keleluasaan kepada pemerintah kabupaten / kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi misalnya daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kota / kabupaten lainnya, asalkan tidak lain dari 20%.37

Pengelolaan sebagai kaitan dari fungsi manajemen dalam kaitannya dengan pengelolaan pajak parkir yaitu menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan

C. Mekanisme Pengelolaan Pajak Parkir dalam Peningkatan Pendapatan Daerah di Kota Medan

1. Pengelolaan Pajak Parkir Oleh Pemerintah Kota Medan

34

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.

35

Pasal 1 Angka 13 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.

36

Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 37

Pajak Parkir

(21)

pengawasan. Pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan perencanaan adalah kegiatan dalam menentukan target yang ingin dicapai dari pajak daerah dalam satu tahun anggaran, dengan indikator yaitu pendaftaran, pendataan dan penetapan. Kemudian pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pelaksanaan adalah kegiatan merealisasikan target yang telah ditetapkan atau memungut dana dari beberapa jenis pajak daerah yang telah menjadi hak daerah.

Indikator yang menjadi ukuran dari kegiatan tersebut adalah kegiatan penyetoran, pembukuan dan pelaporan, serta kegiatan penagihan. Sedangkan pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah atau menghindari penyimpangan yang terjadi sehubungan dengan rencana yang telah dibuat. Indikator yang menjadi ukuran adalah pengawasan melekat dan pengawasan langsung.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya mengenai pengelolaan pajak parkir harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut : perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Aspek-aspek ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan mengingat keterikatannya satu sama lain sehingga sebuah pembahasan tentang pengelolaan pajak daerah dengan sendirinya harus memasukkan ketiga aspek ini.

a. Perencanaan

(22)

daerah sangat tergantung pada kegiatan perencanaan.

Kegiatan perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan menentukan besarnya target yang ingin dicapai dari pajak daerah untuk satu tahun anggaran. Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa untuk mengukur kegiatan perencanaan maka indikator yang digunakan adalah kegiatan pendaftaran, pendataan dan kegiatan penetapan.

1) Pendaftaran

Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, maka langkah pertama yang perlu dilakukan dalam prosedur pendaftaran adalah menyusun Daftar Induk Wajib Pajak yang memuat nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun daftar induk wajib pajak adalah diadakan penjaringan wajib pajak, disusun serta melakukan pengukuhan dan penggolongan wajib pajak. Kemudian, kepada setiap wajib pajak yang telah didaftar dan dikukuhkan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) yang secara permanen menjadi identitas wajib pajak yang bersangkutan dan berlaku untuk semua jenis pajak daerah yang menjadi kewajibannya.

(23)

dipersyaratkan memiliki identitas perpajakan.

2) Pendataan

Kegiatan pendataan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kegiatannya dengan pajak daerah dalam penerimaan pendapatan asli daerah, Karena dari hasil pendataan dapat diketahui berapa besar jumlah potensi yang ada di lapangan. Dengan data tersebut para pengambil kebijakan dapat membuat estimasi dasar dalam menentukan berapa besar target penerimaan yang akan direncanakan sebagai penerimaan daerah.

Pelaksanaan kegiatan pendataan merupakan kelanjutan dari kegiatan pendaftaran, sehingga apa yang menjadi output dari kegiatan pendaftaran senantiasa menjadi input pelaksanaan pendataan. Formulir pendaftaran yang telah diisi oleh wajib pajak merupakan data yang diperlukan untuk menetapkan besarnya target penerimaan per jenis pendapatan.

Pendataan ini berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang diterima dan diisi oleh wajib pajak. Untuk menjaga kelancaran kegiatan pendataan maka setiap wajib pajak diberikan batas waktu (selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak) pengembalian SPTPD kepada DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), apabila dalam jangka waktu tersebut wajib

(24)

menempuh cara mulai dari pemberian surat peringatan kemudian dilanjutkan dengan surat teguran sampai dengan penetapan secara jabatan dan apabila belum ada reaksi maka akan dilakukan jemput paksa oleh Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Adapun data yang akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya jumlah penerimaan daerah, diperoleh dengan cara :

a. Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), kepada seluruh wajib pajak yang telah mendaftar

b. Melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan rencana pemeriksaan lapangan yang telah ditentukan sebelumnya

c. Memanfaatkan data yang tercantum dalam daftar surat teguran sebagai hasil pemantauan pembayaran pajak sesuai dengan batas waktu pembayaran yang telah ditentukan dalam surat ketetapan pajak.

3) Penetapan

Setelah semua tahap dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah menentukan target penerimaan. Data yang telah diperoleh dari kegiatan pendataan, dicatat dalam kartu data sebagai hasil akhir yang akan dijadikan dasar bagi seksi penetapan dalam menghitung besarnya target penerimaan pengelolaan pajak daerah.

(25)

b. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan yang dimaksud adalah kegiatan mengaplikasikan target yang telah ditetapkan melalui pemungutan pajak daerah. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan tersebut maka indikator yang digunakan adalah kegiatan penyetoran, pembukuan dan pelaporan serta penagihan.

1) Penyetoran

Mekanisme pembayaran pajak yang diterapkan oleh DPPKAD Kota Medan yaitu untuk menjamin kelancaran pembayaran pajak oleh para wajib pajak, maka DPPKAD menugaskan petugas untuk turun langsung kelapangan guna memungut pajak dari masyarakat.

Pajak yang telah dikumpulkan selanjutnya disetor kepada bendahara DPPKAD. Bendahara inilah yang kemudian menyetor hasil pajak daerah di kas daerah. Bendahara DPPKAD mempunyai tugas rutin yakni setiap akhir bulan menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang untuk keperluan pemeriksaan keuangan sehingga dapat dibandingkan dengan laporan keuangan yang dibuat oleh seksi pelaporan.

(26)

a) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap dikenakan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran;

b) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif dikenakan pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran;

c) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet dikenakan pajak parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran.

Selanjutnya di dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir ditentukan cara perhitungan pajak parkir:

a) Roda empat

1) untuk parkir tetap tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000;

2) untuk parkir progresif, tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000 untuk lima jam pertama, dan penambahan sebesar Rp 1.000 per satu jam berikutnya;

3) untuk parkir vallet tarif dasar maksimal sebesar Rp 25.000; b) Roda Dua tarif dasar tetap maksimal sebesar Rp 1.000.

2) Pembukuan dan Pelaporan

Kegiatan selanjutnya setelah penyetoran adalah pembukuan dan pelaporan. Kegiatan pelaporan merupakan pekerjaan lanjutan setelah pembukuan dan dilaksanakan setiap akhir periode bulanan, triwulan, semester, dan akhir tahun.

Seksi pembukuan selaku pelaksana akan menerima formulir atau daftar sebagai dokumen yang akan dijadikan dasar dalam pencatatan dari seksi penetapan. Dari hasil pencatatan tersebut akan diketahui jumlah penerimaan perjenis pajak, begitu pula jumlah tunggakan baik perjenis pajak maupun perwajib pajak.

(27)

Penagihan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak menaati peraturan, dalam hal ini belum melunasi pajak yang terutang sampai dengan batas waktu yang sudah ditentukan dalam surat ketetapan. Kegiatan penagihan dibedakan atas penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif dimulai dari peringatan, teguran pertama, teguran kedua sampai pada teguran ketiga, sedangkan penagihan aktif berupa proses paksa, penyitaan sampai dengan lelang sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus.

c. Pengawasan

Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan bersama yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan, pemborosan-pemborosan dan kegagalan-kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam kegiatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Medan yang berusaha untuk memasukkan uang kedalam kas daerah dan menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah, termasuk di dalamnya penerimaan dari Pajak Daerah. Apabila pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik dalam pengelolaan pajak daerah maka akan mewujudkan efesiensi, efektifitas dan kehematan serta ketertiban.

(28)

Daerah Kota Medan. Untuk itu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Medan sebagai salah satu dinas otonom yang diserahi tugas mengelola keuangan daerah dituntut untuk bekerja dengan sungguh-sungguh agar pemasukan dari sektor Pengelolaan Keuangan daerah khususnya pajak daerah dapat meningkat dari tahun ke tahun.

Pengawasan pajak daerah dalam bidang pajak parkir di kota Medan, berdasarkan hasil wawancara, diperlukan pengawasan dalam pelaksanaan pemungutan pajak parkir. Pengawasan pajak tersebut berguna agar diketahui omset atau pendapatan yang sesungguhnya. Setelah dilakukan pengawasan, dilakukan verifikasi untuk membantu target pajak parkir dan di dalam verifikasi itulah ada temuan-temuan kurang bayar. Misalnya, dilaporkan Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah), dengan self assesement maka dicek apakah benar. Ternyata pajak yang wajib disetor Rp 6.000.000.- (enam juta rupiah), maka selisih Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah) disebut pajak kurang bayar.38

Pengawasan melekat yaitu serangakaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya baik secara preventif maupun represif. Pengawasan ini dilakukan mulai

Bentuk pengawasan pajak daerah yang dilakukan oleh DPPKAD Kota Medan sebagai berikut:

1) Pengawasan Melekat

38

(29)

dari Kepala DPPKAD sampai kepada Subseksi, Kepala UPTD, camat dan unit-unit kerja yang terkait baik sistem pengelolaan maupun mekanisme penyetoran berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing.

2) Pengawasan Langsung

Pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau aparat penugasan fungsional dengan mendatangi langsung objek (tempat penyelenggaraan parkir) yang diawasi baik pada waktu kegiatan yang sedang berlangsung maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.

2. Pengelolaan Pajak Parkir Melalui Perjanjian

Pemungutan pajak parkir tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses kegiatan pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, walaupun demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak.

(30)

perkantoran, pusat perbelanjaan, atau hotel.

Sistem yang ditawarkan kepada pemilik property/ gedung dengan berbagai cara, antara lain: profit sharing, memberikan fix income senilai kontrak yang disepakati kepada pemilik property/ gedung, atau dengan cara lainnya yang bisa dirundingkan dalam kerjasama.39

Berdasarkan hasil wawancara, sesungguhnya tidak ada peraturan khusus mengenai pendapatan yang akan di dapat pengelola parkir. Pada umumnya perjanjian dibuat dalam sebuah surat perjanjian dengan materi si pengelola parkir akan memberikan setoran secara berkala kepada Pemerintah.40

Pengelolaan yang tidak efisien mengakibatkan pengelolaan pada akhirnya mulai diarahkan pada kerjasama dengan perusahaan swasta, seperti yang banyak ditemukan saat ini diberbagai lokasi parkir umum. Perusahaan biasanya menggunakan alat bantu pencatatan dan perhitungan biaya yang dikelola dengan

Pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan jasa yang mengelola lahan perparkiran di suatu area property, dengan cara bekerjasama dengan pemilik lahan area tersebut, sebagian besar pengelola parkir mengelola parkir di suatu pusat perbelanjaan, perkantoran ataupun gedung atau pelataran parkir. Pengelola parkir ini dibayar atas dasar jumlah transaksi yang dilakukan ataupun berdasarkan persentase pendapatan (fee).

39

Contoh surat penawaran Pengelolaan Perparkiran

diakses tanggal 10 Maret 2013.

40

(31)

bantuan komputer basis data, sehingga kekeliruan pecatatan dapat dihilangkan serta mempersulit pencurian kendaraan, dan bila memungkinkan menerapkan asuransi bagi kendaraan yang diparkir.

Walaupun demikian kritik masih saja berdatangan berkaitan dengan profesionalisme pengelolaan parkir, sehingga diperlukan perlengkapan yang biasanya digunakan dalam melaksanakan pengelolaan perparkiran, seperti:41

1. Basis data komputer untuk mengelola administrasi kendaraan yang masuk dan keluar, karakteristik parkir, tarif yang akan dikenakan kepada masing-masing kendaraan, laporan keuangan.

2. Dapat menggunakan media transaksi seperti karcis, ataupun kartu seperti

Magnetic Card dan lain-lain.

3. Pembayaran dapat menggunakan kartu debit, Kartu Flash.

4. Dapat ditambahkan Fasilitas Foto kendaraan, plat nomer dan pengemudi di pintu masuk dan pintu keluar.

5. Dapat ditambahkan Fasilitas

dapat merekam non stop hingga 24 jam di pos masuk dan di pos keluar serta di beberapa tempat yang dianggap perlu.

6. Dapat ditambahkan Fasilitas suara “Selamat datang” yang ramah pada pintu masuk dan besaran tarif parkir di pintu keluar.

7. Dapat juga menyediakan Fasilitas Bomb Detector guna menanggulangi secara optimal kejahatan yang bersifat bahan peledak.

Problematika lain yang menghambat pengelolaan perpakiran adalah sulitnya koordinasi dengan pihak ketiga (kelompok tertentu) yang sudah lama menguasai wilayah-wilayah perparkiran. Hal ini menimbulkan tingkat kerugian pendapatan dan dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. Secara langsung berdampak terhadap pengurangan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Medan.

Membuka toko serba ada (toserba) atau mall merupakan satu paket dengan

41

(32)

penyediaan tempat parkir, tetapi masih ada toserba dan mall yang belum memenuhi ketersediaan tempat parkir yang memadai, sehingga parkir dilakukan di pinggir jalan, terlebih jalan yang arus lalu lintasnya ramai, seperti jalan protokol. Masyarakat sebagai konsumen yang ingin berbelanja di toserba atau mall menginginkan keamanan kendaraan dengan memperhatikan ketersediaan area parkir di tempat perbelanjaan tersebut. Jika toserba atau mall tidak memiliki area parkir yang memadai maka akan mempengaruhi jumlah peminat yang berkinjung ke toserba dan/atau mall tersebut. Karena itu masalah perparkiran dengan melihat ketersediaan yang minim akan area parkir pada toserba ataupun mall tersebut perlu disesuaikan dengan Peraturan Daerah (Perda) kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.

Pemerintah melalui perda tersebut perlu segera menertibkan masalah perparkiran dengan jalan peningkatan persuasif dan edukatif pada pihak ketiga. Perlu adanya penyadaran dengan pendekatan sosial. Dalam hal inilah Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir berperan.

Referensi

Dokumen terkait

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI

(7) Buku teks pelajaran sosiologi sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah aliyah (MA), sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini, memenuhi syarat

[r]

Beberapa dari mereka menyediakan lahan perpakiran tanpa di pungut bayaran, karena itu suatu service atau pelayanan mereka terhadap pelanggan, tetapi pada beberapa tempat yang

[r]

[r]

Dari berbagai uraian yang telah disampaikan sebelumnya maka diperlukan penelitian dalam level pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah provinsi untuk

The diabetic model rats were divided into 5 random- ized treatment groups including diabetes control (DM) ie untreated diabetic model rat, treatment group given green okra