• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penderita Benda Asing pada Esofagus dan Traktus Trakeobronkial di RSUP Haji Adam Malik Medan Januari 2011 – Oktober 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Penderita Benda Asing pada Esofagus dan Traktus Trakeobronkial di RSUP Haji Adam Malik Medan Januari 2011 – Oktober 2014"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Benda Asing pada Esofagus 2.1.1 Definisi

Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh

atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada

esofagus adalah benda tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan

terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja

(Yunizaf, 2011).

2.1.2 Epidemiologi

Kasus benda asing pada esofagus lebih banyak terjadi pada anak-anak

daripada orang dewasa. Umumnya, anak-anak sekitar 6 bulan sampai 5 tahun

lebih sering menelan benda asing. Pada orang dewasa sekitar 50 – 70 tahun juga

ditemukan kasus benda asing pada esofagus walaupun tidak sebanyak pada

anak-anak (Ekim, 2010).

Tertelannya benda asing dapat menjadi kondisi yang serius dikaitkan

dengan morbiditas dan mortalitasnya (Erbil et al., 2013). Pada tahun 1999,

American Association of Poison Control mendokumentasikan sebanyak 182.105 kejadian tertelannya benda asing pada pasien dibawah 20 tahun (Abdurehim et al., 2014). Terdapat 1500-1600 insidensi kematian per tahun akibat komplikasi yang

terjadi karena benda asing pada esofagus di Amerika (Erbil et al., 2013).

2.1.3 Etiologi

Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan anak dan

dewasa. Pada anak-anak dapat disebabkan oleh anomali kongenital termasuk

stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah.

Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses

menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada usia 6 bulan sampai 1

(2)

dapat menjadi faktor predisposisi pada anak-anak. Pada orang dewasa, tertelannya

benda asing sering dialami oleh pemakai gigi palsu, pemabuk, dan pada pasien

gangguan mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi palsu merupakan hal yang

paling sering terjadi pada orang dewasa karena menurunnya sensasi pada rongga

mulut (Rathore et al., 2009).

Pada orang dewasa, penyakit-penyakit medis juga sering menjadi

penyebab tertelannya benda asing. Striktur esofagus merupakan penyebab

tersering dikarenakan oleh penyakit medis. Keganasan pada esofagus dan akalasia

juga dapat menyebabkan impaksi benda asing pada esofagus (Ambe et al., 2012).

2.1.4 Lokasi Benda Asing

Benda asing pada esofagus lebih sering ditemukan pada segmen servikalis

atau pada sfingter krikofaringeal, dimana ini adalah lokasi pertama penyempitan

pada esofagus. Dapat juga ditemukan benda asing pada daerah penyempitan

esofagus kedua dan ketiga, yaitu pada rongga dada bagian tengah akibat tertekan

lengkung aorta dan pada hiatus esofagus (Rybojad et al., 2012).

2.1.5 Jenis Benda Asing

Jenis benda asing dapat dikategorikan sesuai dengan usia (Erbil et al., 2013). Menurut penelitian yang dilakukan, benda asing yang banyak ditemukan

pada anak-anak adalah benda-benda organik seperti kacang-kacangan dan

biji-bijian. Sedangkan pada orang dewasa, sisa-sisa makanan dan tulang (tulang ayam,

tulang ikan, dll) juga menjadi benda yang paling sering menjadi penyebab kasus

benda asing (Saki et al., 2009).

Benda asing anorganik juga dapat ditemukan dalam kasus benda asing

pada esofagus. Benda-benda berbahan logam seperti baterai dan koin paling

banyak ditemukan pada kasus ini. Selain itu, benda-benda seperti mainan-mainan

kecil, kancing baju, dan cincin juga dapat ditemukan (Chinski et al., 2010).

Jenis benda asing juga dapat dibedakan berdasarkan negara. Umumnya,

pada negara dimana penduduk wanita nya banyak yang menggunakan jilbab,

(3)

2.1.6 Gejala Klinis

Berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan oleh benda asing pada

esofagus berbeda-beda. Batuk adalah gejala utama yang ditimbulkan setelah

tertelan benda asing. Gejala lain yang ditimbulkan adalah disfagia, muntah,

hipersalivasi, dan rasa sakit. Muntah dan hipersalivasi merupakan gejala yang

signifikan terjadi pada lokasi penyempitan pertama esofagus atau sfingter

krikofaringeal. Pada kasus benda asing pada esofagus, muntah dapat menjadi

gejala yang berbahaya karena tekanan yang dihasilkan dapat menyebabkan ruptur

dinding esofagus yang tipis. Gejala disfagia dapat terjadi pada semua lokasi di

esofagus, namun paling banyak terjadi pada lokasi penyempitan pertama dan

kedua esofagus (Rybojad et al., 2012).

2.1.7 Diagnosis

Data yang didapatkan dari hasil anamnesis dapat menjadi hal yang sangat

penting dalam menentukan diagnosis benda asing. Pemeriksaan tambahan dan

intervensi segera terhadap benda asing diputuskan sesuai dengan informasi yang

diberikan pasien mengenai jenis benda asing yang tertelan, keluhan klinis dan

pemeriksaan fisik (Erbil et al., 2013).

Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan

lateral dapat dilakukan pada pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing

radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan

foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi. Hal ini dilakukan untuk

memastikan benda asing belum berpindah ke bagian distal (Yunizaf, 2011). Untuk

benda asing radiolusen, pemeriksaan foto rontgen tidak terlalu menunjukkan hasil

yang berarti. Oleh karena itu, pemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendiagnosis benda asing dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 91% (Ambe

(4)

2.1.8 Penatalaksanaan

Tertelannya benda asing dapat melewati saluran perncernaan tanpa

kesulitan. Sehingga, terapi konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus

benda asing dengan melalukan observasi. Terapi ini dilakukan pada kasus benda

asing tumpul, pendek (panjang < 6cm), dan kecil (diameter < 2,5cm). Benda asing

akan berlalu dengan spontan dalam waktu 4-6 hari. Pada beberapa kasus, dapat

bertahan hingga 4 minggu. Pasien harus selalu mengobservasi feses nya sampai

benda asing tersebut keluar. Tidak perlu ada perubahan pola makan dalam hal ini

(Ambe et al., 2012).

Benda asing di esofagus dapat dikeluarkan dengan tindakan endoskopi

yaitu esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing

tersebut. Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi

harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi, atau

esofagotomi, tergantung lokasi benda asing tersebut (Yunizaf, 2011).

Esofagoskopi memiliki dua tipe dasar. Tipe satu adalah tuba logam kaku

dengan suatu lumen berbentuk oval dimana dapat digunakan untuk melihat

langsung gambaran esofagus dan berbagai alat untuk biopsi dan pengeluaran

benda asing (Siegel, 2012). Esofagoskopi kaku juga dapat melindungi esofagus

dari bagian yang tajam pada benda asing (Rathore et al., 2009). Tipe kedua adalah esofagoskopi fleksibel yang memiliki saluran kecil untuk melihat gambaran

mukosa, aspirasi sekresi dan memasukkan forsep kecil untuk biopsi dan

pengeluaran benda asing (Siegel, 2012).

Tabel 2.1 Jadwal Endoskopi untuk Tertelannya Benda Asing (ASGE, 2011)

Emergent Endoscopy

Pasien dengan obstruksi esofagus

Baterai pada esofagus

Benda tajam dan runcing pada esofagus

Urgent Endoscopy

(5)

Nonurgent Endoscopy

Koin pada esofagus dapat diobservasi dahulu dalam 24 jam pertama

Benda asing berupa baterai jika sudah sampai di lambung tanpa adanya

gejala sistem gastrointestinal

Pembedahan dilakukan hanya <1% kasus benda asing pada esofagus.

Sejak tindakan endoskopi memberikan hasil yang cukup memuaskan,

pembedahan hanya dilakukan untuk indikasi-indikasi tertentu. Tindakan

pembedahan dilakukan jika terdapat perforasi dan komplikasi lainnya yang tidak

dapat diatasi dengan tindakan endoskopi (Ambe et al., 2012).

Tabel 2.2 Ukuran Tuba Esofagoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)

USIA ESOFAGOSKOPI

Prematur 3,5 mm x 25 cm

Bayi baru lahir 4,0 mm x 35 cm

3 hingga 6 bulan 4,0 mm x 35 cm

1 tahun 5,0 mm x 35 cm

2 tahun 5,0 mm x 35 cm

4 tahun 6,0 mm x 35 cm

5 hingga 7 tahun 6,0 mm x 35 cm

8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi akibat benda asing yang tersangkut di esofagus

menimbulkan perasaan tidak nyaman dan batuk (Siegel, 2012). Komplikasi lain

yang dapat terjadi adalah edema, laserasi esofagus, erosi atau perforasi,

hematoma, jaringan granulasi, abses paraesofageal, mediastinitis, sampai pada

(6)

Terlalu lama nya benda asing di dalam esofagus dapat menyebabkan

terjadinya perforasi oleh karena edema pada dinding sekitar esofagus. Sehingga,

di dalam pelaksanaan bronkoskopi diperlukan kehati-hatian yang cukup (Rathore

et al., 2009).

2.2 Benda Asing pada Traktus Trakeobronkial 2.2.1 Definisi

Aspirasi benda asing adalah masuknya benda asing berupa benda padat

maupun cair ke dalam saluran pernafasan (Kam et al., 2013). Benda asing pada traktus trakeobronkial adalah benda yang dalam keadaan normal tidak ada yang

terdapat pada trakea, bronkus, maupun keduanya.

2.2.2 Epidemiologi

Aspirasi benda asing terus menjadi masalah kesehatan yang penting

walaupun telah banyak metode yang canggih untuk mengeluarkan benda asing

(Ṣentṻrk and Ṣen, 2011). Melalui sebuah studi dengan melakukan pemeriksaan

bronkoskopi rutin, ditemukan benda asing dengan prevalensi <0,2% per tahun

(Wu et al., 2012).

Kejadian aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada

anak-anak, mayoritas pasien benda asing pada traktus trakeobronkial adalah anak

dengan usia sekitar 1-3 tahun, diikuti dengan anak dibawah 1 tahun, dan terjadi

penurunan pada anak lebih dari 3 tahun (Saki et al., 2009). Hal ini disebabkan oleh karena gigi anak-anak tidak dapat mengunyah secara efektif sehingga

makanan tersimpan lebih lama didalam mulut dan mengakibatkan aspirasi

benda-benda padat (Yetim et al., 2012). Anak laki-laki biasanya lebih banyak ditemukan dalam kasus aspirasi benda asing karena memiliki kepribadian dan sifat ingin tahu

yang lebih tajam daripada anak perempuan (Sahadan et al., 2011).

Status sosial-ekonomi, kebudayaan, dan tradisi juga memengaruhi

kejadian aspirasi benda asing. Kasus ini lebih banyak ditemukan pada negara

(7)

2.2.3 Etiologi

Benda asing pada traktus trakeobronkial sering ditemukan pada anak-anak,

meskipun dapat terjadi juga pada segala usia. Penyebab yang paling sering adalah

kecerobohan pasien atau orang tuanya. Anak-anak sering mengulum makanan di

dalam mulut, demikian pula mainan, peniti, dan benda lain (Siegel, 2012). Hal ini

dilakukan sebagai usaha anak-anak untuk mengenali lingkungan sekitarnya.

Bahkan anak-anak sering menangis, berteriak, lari-lari atau bermain sementara

ada benda dalam mulutnya (Fitri et al., 2012).

Pada bayi, faktor yang lebih berperan adalah belum tumbuhnya gigi geligi

bagian posterior dan kemampuan proteksi jalan nafas dan mekanisme yang belum

matang. (Fitri et al., 2012).

Refleks batuk adalah mekanisme pertahanan yang sangat penting untuk

memproteksi pasien dari aspirasi. Ketika mekanisme refleks batuk tersupresi, ini

dapat memicu terjadinya aspirasi pada pasien. Faktor-faktor risiko yang dapat

memicu menurunnya refleks batuk adalah intoksikasi alkohol, anestesia umum,

kehilangan kesadaran, intubasi, penyakit neuromuskular, dan struktur yang

abnormal dari faring (Kam et al., 2013).

2.2.4 Lokasi Benda Asing

Lokasi benda asing tidak hanya tergantung berdasarkan bentuk dan

ukuran, tetapi juga berdasarkan posisi saat terjadinya aspirasi (Korlacki et al., 2011). Benda asing pada saluran nafas dapat tersangkut di tiga tempat, yaitu

laring, trakea, dan bronkus, dimana 80-90% akan tersangkut pada bronkus

(Novialdi and Rahman, 2012). Benda asing pada saluran nafas lebih banyak

ditemukan pada bronkus kanan daripada bronkus kiri. Hal ini disebabkan oleh

bronkus kanan yang memiliki aliran udara lebih besar dan posisi nya yang lebih

landai (Yunizaf, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Orji dan Akpeh

(2010), dari 85 kasus aspirasi benda asing, 68 kasus berada pada bronkus dan 17

kasus pada trakea bagian bawah. Pada kasus benda asing pada bronkus,

(8)

2.2.5 Jenis Benda Asing

Jenis benda asing organik yang sering ditemukan pada aspirasi benda

asing adalah jenis makanan seperti kacang, buncis, dan jagung. Benda-benda

asing organik ini dapat mengabsorbsi air dan membesar dalam beberapa waktu

sehingga menjadi lebih mudah pecah. Karena karakteristik tersebut, benda asing

dapat lebih mudah menuju saluran nafas yang lebih jauh pada saat dilakukan

endoskopi dan bisa mengakibatkan benda asing susah untuk diakses (Yetim et al., 2012).

Benda-benda anorganik seperti koin, peniti, mainan-mainan kecil, plastik

juga dapat ditemukan pada kasus aspirasi benda asing (Saki et al., 2009). Pada

negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, benda asing berupa peniti

cukup sering dijumpai khusunya pada perempuan yang menggunakan jilbab.

Insidensi benda asing berupa plastik juga masih cukup tinggi pada negara industri

(Eroglu et al., 2003). Plastik dapat sukar didiagnosis secara radiologik karena bersifat non-iritatif serta radiolusen, sehingga dapat menetap di traktus

trakeobronkial dalam waktu yang lama (Yunizaf, 2011).

Selain benda-benda yang berasal dari luar tubuh manusia atau yang biasa

disebut dengan benda eksogen, benda asing pada saluran nafas juga dapat berasal

dari dalam tubuh manusia atau yang biasa disebut dengan benda endogen. Benda

asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, dan nanah.

Cairan amnion dan mekonium dapat masuk ke saluran nafas bayi pada saat proses

persalinan (Yunizaf, 2011).

2.2.6 Gejala Klinis

Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing tergantung pada jenis,

ukuran, lokasi, dan sifat iritasi benda asing terhadap mukosa (Novialdi and

Rahman, 2012). Aspirasi benda asing dapat muncul tanpa gejala dan tidak

terdeteksi dalam hitungan jam, bahkan sampai tahunan (Fitri et al., 2012). Gejala utama yang ditimbulkan oleh aspirasi benda asing pada anak-anak maupun orang

dewasa adalah batuk. Selain batuk, gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah

(9)

menimbulkan gejala. Sianosis dan dispnea sering ditemukan pada pasien yang

didiagnosis secara terlambat (Saki et al., 2009). Selain itu, dapat juga terjadi suara pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and Akpeh, 2010).

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis aspirasi benda asing yang tepat waktu sangatlah penting untuk

menghindari komplikasi awal dan lambat yang berat. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi sebagai

standar baku emas (Fitri et al., 2012).

Anamnesis merupakan diagnosis yang cukup penting dalam kasus benda

asing pada traktus trakeobronkial. Anamnesis dapat membuktikan 70-80% kasus

(Petrovic et al., 2012). Riwayat mengenai tersedak perlu ditanya untuk menegakkan adanya aspirasi benda asing. Kemudian gejala seperti batuk, mengi,

dan bahkan stridor juga perlu ditanya ketika melakukan anamnesis (Novialdi and

Rahman, 2012).

Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing, dapat

dilakukan pemeriksaan radiologik untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda

asing yang berupa radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian,

sedangkan pada benda yang berupa radiolusen hanya terlihat komplikasi yang

terjadi seperti emfisema atau atelektasis setelah 24 jam pertama. Pemeriksaan

rontgen pada benda asing radiolusen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah

kejadian sering menunjukkan gambaran radiologis yang belum berarti (Yunizaf,

2011).

Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi benda asing,

namun dapat juga menunjukkan jumlah dan ukuran benda asing. Selain itu,

komplikasi yang terjadi juga dapat terlihat (Ambe et al., 2012).

Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda asing pada

saluran nafas jika benda asing tidak dapat didiagnosis melalui pemeriksaan

radiologik. Pemeriksaan bronkoskopi perlu dilakukan dengan cepat, karena

semakin cepat pemeriksaan dilakukan semakin sedikit komplikasi yang akan

(10)

sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran nafas (Saki et al., 2009).

2.2.8 Penatalaksanaan

Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan

tepat perlu diketahu gejala-gejala yang ditimbulkan oleh benda asing. Secara

prinsip, benda asing pada saluran nafas dapat diatasi dengan pengangkatan segera

secara endoskopi dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang

minimum. Pengangkatan secara endoskopi harus dipersiapkan secara optimal,

baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih (Yunizaf, 2011).

Pada kasus aspirasi benda asing, bronkoskopi menjadi standar baku emas

dengan tingkat keberhasilan diatas 98%. Bronkoskopi kaku memiliki berbagai

keunggulan dibandingkan dengan bronkoskopi fleksibel. Bronkoskopi kaku juga

dapat digunakan untuk aspirasi darah, sekret kental, dan untuk ventilasi pasien.

Dalam kasus yang jarang terjadi, jika tindakan bronkoskopi gagal maka dapat

dilakukan tindakan reseksi segmental (Rodrigues et al., 2012).

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang

menyumbat laring adalah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver) yang dapat dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa. Cara melakukannya

adalah dengan meletakkan tangan pada prosesus xifoid, kemudian dilakukan

penekanan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan

terlempar keluar mulut. Pada tindakan ini, posisi wajah pasien harus lurus, leher

jangan ditekuk ke samping agar jalan nafas merupakan garis lurus. Pada anak

dibawah satu tahun, sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan

kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan karena dapat

(11)

Tabel 2.3 Ukuran Tuba Bronkoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)

USIA BRONKOSKOPI

Prematur 3,0 mm x 20 cm

Bayi baru lahir 3,5 mm x 25 cm

3 hingga 6 bulan 3,5 mm x 30 cm

1 tahun 4,0 mm x 30 cm

2 tahun 4,0 mm x 30 cm

4 tahun 5,0 mm x 35 cm

5 hingga 7 tahun 5,0 mm x 35 cm

8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm

2.2.9 Komplikasi

Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama terjadinya komplikasi

pada aspirasi benda asing. Terlalu lama nya benda asing didalam saluran nafas

dapat memicu terbentuknya jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren.

Penyebab lain terjadinya komplikasi adalah keterlambatan dilakukannya

bronkoskopi. Pasien yang menjalani bronkoskopi lebih dari 24 jam setelah

aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali lipat dibandingkan dengan

pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24 jam pertama (Shlizerman et al., 2010).

Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri maupun dari

prosedur pengangkatan benda asing. Komplikasi yang dapat terjadi berupa

pneumonia, edema jalan nafas, sesak nafas, bronkiektasis, bronkitis, jaringan

granuloma, trakeitis, dan pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kortikosteroid sebelum dan sesudah bronkoskopi

(12)

2. 3 Anatomi Esofagus dan Traktus Trakeobronkial 2.3.1 Anatomi Esofagus

Esofagus adalah saluran otot vertikal yang menghubungkan faring dan

lambung, dimulai dari batas bawah kartilago krikoid pada vertebra servikalis VI

dan berakhir pada orifisium kardia lambung pada vertebra torakalis XI. Pada

umunya, panjang esofagus adalah 25 cm. Esofagus terdiri dari beberapa segmen

(Stranding, 2008):

a. Segmen servikalis

Segmen servikalis esofagus terletak pada posterior trakea dan dihubungkan

melalui jaringan ikat longgar. Bagian posteriornya adalah tulang

punggung, longus colli, dan lapisan prevetebral pada fasia servikalis

bagian dalam. Pada bagian lateral setiap sisi terdapat arteri karotid dan

bagian posterior kelenjar tiroid. (Stranding, 2008)

b. Segmen torakalis

Segmen torakalis esofagus terletak sedikit ke kiri pada mediastinum

superior antara trakea dan kolumna vertebralis. Pada bagian anterior

terdapat trakea, bronkus kiri, perikardium dan diafragma. Pada bagian

posterior terdapat vertebra torakalis, duktus torakikus, vena azygos, dan

aorta desenden. Di bagian kiri, terdapat arteri subklavia kiri, bagian

terminal dari arkus aorta, saraf laringeal kiri dan duktus torakikus. Dan

pada bagian kanan terdapat pleura dan vena azygos (Ellis, 2006).

c. Segmen abdominalis

Segmen abdominalis esofagus memiliki panjang 1 – 2,5 cm dan berakhir

pada orifisium kardia lambung atau batas lambung-esofagus (Stranding,

(13)

Gambar 2.1 Esofagus (Ellis, 2006)

2.1.2 Anatomi Traktus Trakeobronkial

Sistem respiratori adalah sistem yang berfungsi untuk mengambil oksigen

(O2) dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport karbon dioksida

(CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer (Sloane, 2004). Secara

struktural, sistem respiratori dapat dibagi menjadi sistem respiratori bagian atas

dan bawah. Sistem respiratori bagian atas terdiri dari hidung dan faring,

sedangkan bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru

(Tortora and Derrickson, 2009).

Trakea adalah sebuah saluran untuk udara yang memiliki panjang sekitar

12 cm (5 inci) dan diameter sekitar 2,5 cm (1 inci). Trakea memiliki 16-20 cincin

kartilago yang membentuk seperti huruf C, dan dihubungkan oleh jaringan ikat

padat. Bagian terbuka dari tulang kartilago tersebut menghadap posterior menuju

esofagus dan dihubungkan oleh membran fibromuskular. Pada membran ini,

terdapat serat otot melintang halus yaitu otot trakealis dan jaringan ikat elastis

yang memungkinkan diameter trakea berubah selama respirasi (Tortora and

(14)

Trakea berpangkal di leher, dibawah kartilago krikoidea laring setinggi

korpus vertebra servikalis VI. Ujung bawah trakea terdapat di dalam thorax

setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thorakalis IV) membelah menjadi

bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Bifurkasio trakea ini disebut carina

(Snell, 2006).

Bronkus utama terdiri dari bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri.

Bronkus utama kanan memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Bronkus utama kanan

lebih luas, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus utama kiri.

Perbedaan ini yang menyebabkan benda asing yang terhirup lebih sering pada

bronkus utama kanan. Bronkus utama kanan memiliki cabang pertama nya yaitu

lobus bronkus superior dan memasuki paru-paru setinggi vertebra torakalis V.

Bronkus utama kiri, lebih sempit dan kurang vertikal daripada bronkus kanan,

memiliki panjang sekitar 5 cm. Bronkus utama kiri memasuki hilum paru-paru

kiri setinggi vertebra torakalis VI dan kemudian dibagi menjadi bronkus superior

dan inferior (Stranding, 2008). Setiap bronkus utama bercabang 9-12 kali untuk

membentuk bronkus sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil

(Sloane, 2004).

Gambar

Tabel 2.2 Ukuran Tuba Esofagoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
Tabel 2.3 Ukuran Tuba Bronkoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
Gambar 2.1 Esofagus (Ellis, 2006)
Gambar 2.2 Trakea dan Bronkus (Ellis, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam rangka implementasi GERBANGDAYA PROJOTAMANSARI dibentuk kelompok kerja (POKJA) untuk masing-masing sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang dikoordinir

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Pemberian Bantuan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

21.Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 2 Tahun 2005 tentang Perizinan Usaha Restoran, Rumah Makan dan Jasa Boga di Kabupaten Bantul sebagaimana telah diubah

First stage: green parks, school gardens and other large open spaces were selected as the evacuation destinations (shelters) to analyse the space accessibility, based on

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 1 anggaran dasar Perseroan dan Pasal 70 dan 71 UUPT, penggunaan laba bersih Perseroan untuk Tahun Buku yang berakhir tanggal 31 Desember

The above scheme includes detection and extraction of shadow free vegetation features based on spectral properties of digital images using shadow index and NDVI techniques

[r]

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah memacu pengguna dan pembuat teknologi untuk membuat aplikasi penjualan barang di mana pendataan datanya dapat lebih akurat yang semuanya