BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Benda Asing pada Esofagus 2.1.1 Definisi
Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada
esofagus adalah benda tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan
terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja
(Yunizaf, 2011).
2.1.2 Epidemiologi
Kasus benda asing pada esofagus lebih banyak terjadi pada anak-anak
daripada orang dewasa. Umumnya, anak-anak sekitar 6 bulan sampai 5 tahun
lebih sering menelan benda asing. Pada orang dewasa sekitar 50 – 70 tahun juga
ditemukan kasus benda asing pada esofagus walaupun tidak sebanyak pada
anak-anak (Ekim, 2010).
Tertelannya benda asing dapat menjadi kondisi yang serius dikaitkan
dengan morbiditas dan mortalitasnya (Erbil et al., 2013). Pada tahun 1999,
American Association of Poison Control mendokumentasikan sebanyak 182.105 kejadian tertelannya benda asing pada pasien dibawah 20 tahun (Abdurehim et al., 2014). Terdapat 1500-1600 insidensi kematian per tahun akibat komplikasi yang
terjadi karena benda asing pada esofagus di Amerika (Erbil et al., 2013).
2.1.3 Etiologi
Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan anak dan
dewasa. Pada anak-anak dapat disebabkan oleh anomali kongenital termasuk
stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah.
Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses
menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada usia 6 bulan sampai 1
dapat menjadi faktor predisposisi pada anak-anak. Pada orang dewasa, tertelannya
benda asing sering dialami oleh pemakai gigi palsu, pemabuk, dan pada pasien
gangguan mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi palsu merupakan hal yang
paling sering terjadi pada orang dewasa karena menurunnya sensasi pada rongga
mulut (Rathore et al., 2009).
Pada orang dewasa, penyakit-penyakit medis juga sering menjadi
penyebab tertelannya benda asing. Striktur esofagus merupakan penyebab
tersering dikarenakan oleh penyakit medis. Keganasan pada esofagus dan akalasia
juga dapat menyebabkan impaksi benda asing pada esofagus (Ambe et al., 2012).
2.1.4 Lokasi Benda Asing
Benda asing pada esofagus lebih sering ditemukan pada segmen servikalis
atau pada sfingter krikofaringeal, dimana ini adalah lokasi pertama penyempitan
pada esofagus. Dapat juga ditemukan benda asing pada daerah penyempitan
esofagus kedua dan ketiga, yaitu pada rongga dada bagian tengah akibat tertekan
lengkung aorta dan pada hiatus esofagus (Rybojad et al., 2012).
2.1.5 Jenis Benda Asing
Jenis benda asing dapat dikategorikan sesuai dengan usia (Erbil et al., 2013). Menurut penelitian yang dilakukan, benda asing yang banyak ditemukan
pada anak-anak adalah benda-benda organik seperti kacang-kacangan dan
biji-bijian. Sedangkan pada orang dewasa, sisa-sisa makanan dan tulang (tulang ayam,
tulang ikan, dll) juga menjadi benda yang paling sering menjadi penyebab kasus
benda asing (Saki et al., 2009).
Benda asing anorganik juga dapat ditemukan dalam kasus benda asing
pada esofagus. Benda-benda berbahan logam seperti baterai dan koin paling
banyak ditemukan pada kasus ini. Selain itu, benda-benda seperti mainan-mainan
kecil, kancing baju, dan cincin juga dapat ditemukan (Chinski et al., 2010).
Jenis benda asing juga dapat dibedakan berdasarkan negara. Umumnya,
pada negara dimana penduduk wanita nya banyak yang menggunakan jilbab,
2.1.6 Gejala Klinis
Berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan oleh benda asing pada
esofagus berbeda-beda. Batuk adalah gejala utama yang ditimbulkan setelah
tertelan benda asing. Gejala lain yang ditimbulkan adalah disfagia, muntah,
hipersalivasi, dan rasa sakit. Muntah dan hipersalivasi merupakan gejala yang
signifikan terjadi pada lokasi penyempitan pertama esofagus atau sfingter
krikofaringeal. Pada kasus benda asing pada esofagus, muntah dapat menjadi
gejala yang berbahaya karena tekanan yang dihasilkan dapat menyebabkan ruptur
dinding esofagus yang tipis. Gejala disfagia dapat terjadi pada semua lokasi di
esofagus, namun paling banyak terjadi pada lokasi penyempitan pertama dan
kedua esofagus (Rybojad et al., 2012).
2.1.7 Diagnosis
Data yang didapatkan dari hasil anamnesis dapat menjadi hal yang sangat
penting dalam menentukan diagnosis benda asing. Pemeriksaan tambahan dan
intervensi segera terhadap benda asing diputuskan sesuai dengan informasi yang
diberikan pasien mengenai jenis benda asing yang tertelan, keluhan klinis dan
pemeriksaan fisik (Erbil et al., 2013).
Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan
lateral dapat dilakukan pada pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing
radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan
foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi. Hal ini dilakukan untuk
memastikan benda asing belum berpindah ke bagian distal (Yunizaf, 2011). Untuk
benda asing radiolusen, pemeriksaan foto rontgen tidak terlalu menunjukkan hasil
yang berarti. Oleh karena itu, pemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendiagnosis benda asing dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 91% (Ambe
2.1.8 Penatalaksanaan
Tertelannya benda asing dapat melewati saluran perncernaan tanpa
kesulitan. Sehingga, terapi konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus
benda asing dengan melalukan observasi. Terapi ini dilakukan pada kasus benda
asing tumpul, pendek (panjang < 6cm), dan kecil (diameter < 2,5cm). Benda asing
akan berlalu dengan spontan dalam waktu 4-6 hari. Pada beberapa kasus, dapat
bertahan hingga 4 minggu. Pasien harus selalu mengobservasi feses nya sampai
benda asing tersebut keluar. Tidak perlu ada perubahan pola makan dalam hal ini
(Ambe et al., 2012).
Benda asing di esofagus dapat dikeluarkan dengan tindakan endoskopi
yaitu esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing
tersebut. Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi
harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi, atau
esofagotomi, tergantung lokasi benda asing tersebut (Yunizaf, 2011).
Esofagoskopi memiliki dua tipe dasar. Tipe satu adalah tuba logam kaku
dengan suatu lumen berbentuk oval dimana dapat digunakan untuk melihat
langsung gambaran esofagus dan berbagai alat untuk biopsi dan pengeluaran
benda asing (Siegel, 2012). Esofagoskopi kaku juga dapat melindungi esofagus
dari bagian yang tajam pada benda asing (Rathore et al., 2009). Tipe kedua adalah esofagoskopi fleksibel yang memiliki saluran kecil untuk melihat gambaran
mukosa, aspirasi sekresi dan memasukkan forsep kecil untuk biopsi dan
pengeluaran benda asing (Siegel, 2012).
Tabel 2.1 Jadwal Endoskopi untuk Tertelannya Benda Asing (ASGE, 2011)
Emergent Endoscopy
Pasien dengan obstruksi esofagus
Baterai pada esofagus
Benda tajam dan runcing pada esofagus
Urgent Endoscopy
Nonurgent Endoscopy
Koin pada esofagus dapat diobservasi dahulu dalam 24 jam pertama
Benda asing berupa baterai jika sudah sampai di lambung tanpa adanya
gejala sistem gastrointestinal
Pembedahan dilakukan hanya <1% kasus benda asing pada esofagus.
Sejak tindakan endoskopi memberikan hasil yang cukup memuaskan,
pembedahan hanya dilakukan untuk indikasi-indikasi tertentu. Tindakan
pembedahan dilakukan jika terdapat perforasi dan komplikasi lainnya yang tidak
dapat diatasi dengan tindakan endoskopi (Ambe et al., 2012).
Tabel 2.2 Ukuran Tuba Esofagoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
USIA ESOFAGOSKOPI
Prematur 3,5 mm x 25 cm
Bayi baru lahir 4,0 mm x 35 cm
3 hingga 6 bulan 4,0 mm x 35 cm
1 tahun 5,0 mm x 35 cm
2 tahun 5,0 mm x 35 cm
4 tahun 6,0 mm x 35 cm
5 hingga 7 tahun 6,0 mm x 35 cm
8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat benda asing yang tersangkut di esofagus
menimbulkan perasaan tidak nyaman dan batuk (Siegel, 2012). Komplikasi lain
yang dapat terjadi adalah edema, laserasi esofagus, erosi atau perforasi,
hematoma, jaringan granulasi, abses paraesofageal, mediastinitis, sampai pada
Terlalu lama nya benda asing di dalam esofagus dapat menyebabkan
terjadinya perforasi oleh karena edema pada dinding sekitar esofagus. Sehingga,
di dalam pelaksanaan bronkoskopi diperlukan kehati-hatian yang cukup (Rathore
et al., 2009).
2.2 Benda Asing pada Traktus Trakeobronkial 2.2.1 Definisi
Aspirasi benda asing adalah masuknya benda asing berupa benda padat
maupun cair ke dalam saluran pernafasan (Kam et al., 2013). Benda asing pada traktus trakeobronkial adalah benda yang dalam keadaan normal tidak ada yang
terdapat pada trakea, bronkus, maupun keduanya.
2.2.2 Epidemiologi
Aspirasi benda asing terus menjadi masalah kesehatan yang penting
walaupun telah banyak metode yang canggih untuk mengeluarkan benda asing
(Ṣentṻrk and Ṣen, 2011). Melalui sebuah studi dengan melakukan pemeriksaan
bronkoskopi rutin, ditemukan benda asing dengan prevalensi <0,2% per tahun
(Wu et al., 2012).
Kejadian aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada
anak-anak, mayoritas pasien benda asing pada traktus trakeobronkial adalah anak
dengan usia sekitar 1-3 tahun, diikuti dengan anak dibawah 1 tahun, dan terjadi
penurunan pada anak lebih dari 3 tahun (Saki et al., 2009). Hal ini disebabkan oleh karena gigi anak-anak tidak dapat mengunyah secara efektif sehingga
makanan tersimpan lebih lama didalam mulut dan mengakibatkan aspirasi
benda-benda padat (Yetim et al., 2012). Anak laki-laki biasanya lebih banyak ditemukan dalam kasus aspirasi benda asing karena memiliki kepribadian dan sifat ingin tahu
yang lebih tajam daripada anak perempuan (Sahadan et al., 2011).
Status sosial-ekonomi, kebudayaan, dan tradisi juga memengaruhi
kejadian aspirasi benda asing. Kasus ini lebih banyak ditemukan pada negara
2.2.3 Etiologi
Benda asing pada traktus trakeobronkial sering ditemukan pada anak-anak,
meskipun dapat terjadi juga pada segala usia. Penyebab yang paling sering adalah
kecerobohan pasien atau orang tuanya. Anak-anak sering mengulum makanan di
dalam mulut, demikian pula mainan, peniti, dan benda lain (Siegel, 2012). Hal ini
dilakukan sebagai usaha anak-anak untuk mengenali lingkungan sekitarnya.
Bahkan anak-anak sering menangis, berteriak, lari-lari atau bermain sementara
ada benda dalam mulutnya (Fitri et al., 2012).
Pada bayi, faktor yang lebih berperan adalah belum tumbuhnya gigi geligi
bagian posterior dan kemampuan proteksi jalan nafas dan mekanisme yang belum
matang. (Fitri et al., 2012).
Refleks batuk adalah mekanisme pertahanan yang sangat penting untuk
memproteksi pasien dari aspirasi. Ketika mekanisme refleks batuk tersupresi, ini
dapat memicu terjadinya aspirasi pada pasien. Faktor-faktor risiko yang dapat
memicu menurunnya refleks batuk adalah intoksikasi alkohol, anestesia umum,
kehilangan kesadaran, intubasi, penyakit neuromuskular, dan struktur yang
abnormal dari faring (Kam et al., 2013).
2.2.4 Lokasi Benda Asing
Lokasi benda asing tidak hanya tergantung berdasarkan bentuk dan
ukuran, tetapi juga berdasarkan posisi saat terjadinya aspirasi (Korlacki et al., 2011). Benda asing pada saluran nafas dapat tersangkut di tiga tempat, yaitu
laring, trakea, dan bronkus, dimana 80-90% akan tersangkut pada bronkus
(Novialdi and Rahman, 2012). Benda asing pada saluran nafas lebih banyak
ditemukan pada bronkus kanan daripada bronkus kiri. Hal ini disebabkan oleh
bronkus kanan yang memiliki aliran udara lebih besar dan posisi nya yang lebih
landai (Yunizaf, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Orji dan Akpeh
(2010), dari 85 kasus aspirasi benda asing, 68 kasus berada pada bronkus dan 17
kasus pada trakea bagian bawah. Pada kasus benda asing pada bronkus,
2.2.5 Jenis Benda Asing
Jenis benda asing organik yang sering ditemukan pada aspirasi benda
asing adalah jenis makanan seperti kacang, buncis, dan jagung. Benda-benda
asing organik ini dapat mengabsorbsi air dan membesar dalam beberapa waktu
sehingga menjadi lebih mudah pecah. Karena karakteristik tersebut, benda asing
dapat lebih mudah menuju saluran nafas yang lebih jauh pada saat dilakukan
endoskopi dan bisa mengakibatkan benda asing susah untuk diakses (Yetim et al., 2012).
Benda-benda anorganik seperti koin, peniti, mainan-mainan kecil, plastik
juga dapat ditemukan pada kasus aspirasi benda asing (Saki et al., 2009). Pada
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, benda asing berupa peniti
cukup sering dijumpai khusunya pada perempuan yang menggunakan jilbab.
Insidensi benda asing berupa plastik juga masih cukup tinggi pada negara industri
(Eroglu et al., 2003). Plastik dapat sukar didiagnosis secara radiologik karena bersifat non-iritatif serta radiolusen, sehingga dapat menetap di traktus
trakeobronkial dalam waktu yang lama (Yunizaf, 2011).
Selain benda-benda yang berasal dari luar tubuh manusia atau yang biasa
disebut dengan benda eksogen, benda asing pada saluran nafas juga dapat berasal
dari dalam tubuh manusia atau yang biasa disebut dengan benda endogen. Benda
asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, dan nanah.
Cairan amnion dan mekonium dapat masuk ke saluran nafas bayi pada saat proses
persalinan (Yunizaf, 2011).
2.2.6 Gejala Klinis
Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing tergantung pada jenis,
ukuran, lokasi, dan sifat iritasi benda asing terhadap mukosa (Novialdi and
Rahman, 2012). Aspirasi benda asing dapat muncul tanpa gejala dan tidak
terdeteksi dalam hitungan jam, bahkan sampai tahunan (Fitri et al., 2012). Gejala utama yang ditimbulkan oleh aspirasi benda asing pada anak-anak maupun orang
dewasa adalah batuk. Selain batuk, gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah
menimbulkan gejala. Sianosis dan dispnea sering ditemukan pada pasien yang
didiagnosis secara terlambat (Saki et al., 2009). Selain itu, dapat juga terjadi suara pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and Akpeh, 2010).
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis aspirasi benda asing yang tepat waktu sangatlah penting untuk
menghindari komplikasi awal dan lambat yang berat. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi sebagai
standar baku emas (Fitri et al., 2012).
Anamnesis merupakan diagnosis yang cukup penting dalam kasus benda
asing pada traktus trakeobronkial. Anamnesis dapat membuktikan 70-80% kasus
(Petrovic et al., 2012). Riwayat mengenai tersedak perlu ditanya untuk menegakkan adanya aspirasi benda asing. Kemudian gejala seperti batuk, mengi,
dan bahkan stridor juga perlu ditanya ketika melakukan anamnesis (Novialdi and
Rahman, 2012).
Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing, dapat
dilakukan pemeriksaan radiologik untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda
asing yang berupa radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian,
sedangkan pada benda yang berupa radiolusen hanya terlihat komplikasi yang
terjadi seperti emfisema atau atelektasis setelah 24 jam pertama. Pemeriksaan
rontgen pada benda asing radiolusen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah
kejadian sering menunjukkan gambaran radiologis yang belum berarti (Yunizaf,
2011).
Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi benda asing,
namun dapat juga menunjukkan jumlah dan ukuran benda asing. Selain itu,
komplikasi yang terjadi juga dapat terlihat (Ambe et al., 2012).
Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda asing pada
saluran nafas jika benda asing tidak dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
radiologik. Pemeriksaan bronkoskopi perlu dilakukan dengan cepat, karena
semakin cepat pemeriksaan dilakukan semakin sedikit komplikasi yang akan
sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran nafas (Saki et al., 2009).
2.2.8 Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan
tepat perlu diketahu gejala-gejala yang ditimbulkan oleh benda asing. Secara
prinsip, benda asing pada saluran nafas dapat diatasi dengan pengangkatan segera
secara endoskopi dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang
minimum. Pengangkatan secara endoskopi harus dipersiapkan secara optimal,
baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih (Yunizaf, 2011).
Pada kasus aspirasi benda asing, bronkoskopi menjadi standar baku emas
dengan tingkat keberhasilan diatas 98%. Bronkoskopi kaku memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan dengan bronkoskopi fleksibel. Bronkoskopi kaku juga
dapat digunakan untuk aspirasi darah, sekret kental, dan untuk ventilasi pasien.
Dalam kasus yang jarang terjadi, jika tindakan bronkoskopi gagal maka dapat
dilakukan tindakan reseksi segmental (Rodrigues et al., 2012).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring adalah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver) yang dapat dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa. Cara melakukannya
adalah dengan meletakkan tangan pada prosesus xifoid, kemudian dilakukan
penekanan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan
terlempar keluar mulut. Pada tindakan ini, posisi wajah pasien harus lurus, leher
jangan ditekuk ke samping agar jalan nafas merupakan garis lurus. Pada anak
dibawah satu tahun, sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan
kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan karena dapat
Tabel 2.3 Ukuran Tuba Bronkoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012)
USIA BRONKOSKOPI
Prematur 3,0 mm x 20 cm
Bayi baru lahir 3,5 mm x 25 cm
3 hingga 6 bulan 3,5 mm x 30 cm
1 tahun 4,0 mm x 30 cm
2 tahun 4,0 mm x 30 cm
4 tahun 5,0 mm x 35 cm
5 hingga 7 tahun 5,0 mm x 35 cm
8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm
2.2.9 Komplikasi
Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama terjadinya komplikasi
pada aspirasi benda asing. Terlalu lama nya benda asing didalam saluran nafas
dapat memicu terbentuknya jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren.
Penyebab lain terjadinya komplikasi adalah keterlambatan dilakukannya
bronkoskopi. Pasien yang menjalani bronkoskopi lebih dari 24 jam setelah
aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali lipat dibandingkan dengan
pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24 jam pertama (Shlizerman et al., 2010).
Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri maupun dari
prosedur pengangkatan benda asing. Komplikasi yang dapat terjadi berupa
pneumonia, edema jalan nafas, sesak nafas, bronkiektasis, bronkitis, jaringan
granuloma, trakeitis, dan pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kortikosteroid sebelum dan sesudah bronkoskopi
2. 3 Anatomi Esofagus dan Traktus Trakeobronkial 2.3.1 Anatomi Esofagus
Esofagus adalah saluran otot vertikal yang menghubungkan faring dan
lambung, dimulai dari batas bawah kartilago krikoid pada vertebra servikalis VI
dan berakhir pada orifisium kardia lambung pada vertebra torakalis XI. Pada
umunya, panjang esofagus adalah 25 cm. Esofagus terdiri dari beberapa segmen
(Stranding, 2008):
a. Segmen servikalis
Segmen servikalis esofagus terletak pada posterior trakea dan dihubungkan
melalui jaringan ikat longgar. Bagian posteriornya adalah tulang
punggung, longus colli, dan lapisan prevetebral pada fasia servikalis
bagian dalam. Pada bagian lateral setiap sisi terdapat arteri karotid dan
bagian posterior kelenjar tiroid. (Stranding, 2008)
b. Segmen torakalis
Segmen torakalis esofagus terletak sedikit ke kiri pada mediastinum
superior antara trakea dan kolumna vertebralis. Pada bagian anterior
terdapat trakea, bronkus kiri, perikardium dan diafragma. Pada bagian
posterior terdapat vertebra torakalis, duktus torakikus, vena azygos, dan
aorta desenden. Di bagian kiri, terdapat arteri subklavia kiri, bagian
terminal dari arkus aorta, saraf laringeal kiri dan duktus torakikus. Dan
pada bagian kanan terdapat pleura dan vena azygos (Ellis, 2006).
c. Segmen abdominalis
Segmen abdominalis esofagus memiliki panjang 1 – 2,5 cm dan berakhir
pada orifisium kardia lambung atau batas lambung-esofagus (Stranding,
Gambar 2.1 Esofagus (Ellis, 2006)
2.1.2 Anatomi Traktus Trakeobronkial
Sistem respiratori adalah sistem yang berfungsi untuk mengambil oksigen
(O2) dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport karbon dioksida
(CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer (Sloane, 2004). Secara
struktural, sistem respiratori dapat dibagi menjadi sistem respiratori bagian atas
dan bawah. Sistem respiratori bagian atas terdiri dari hidung dan faring,
sedangkan bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru
(Tortora and Derrickson, 2009).
Trakea adalah sebuah saluran untuk udara yang memiliki panjang sekitar
12 cm (5 inci) dan diameter sekitar 2,5 cm (1 inci). Trakea memiliki 16-20 cincin
kartilago yang membentuk seperti huruf C, dan dihubungkan oleh jaringan ikat
padat. Bagian terbuka dari tulang kartilago tersebut menghadap posterior menuju
esofagus dan dihubungkan oleh membran fibromuskular. Pada membran ini,
terdapat serat otot melintang halus yaitu otot trakealis dan jaringan ikat elastis
yang memungkinkan diameter trakea berubah selama respirasi (Tortora and
Trakea berpangkal di leher, dibawah kartilago krikoidea laring setinggi
korpus vertebra servikalis VI. Ujung bawah trakea terdapat di dalam thorax
setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thorakalis IV) membelah menjadi
bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Bifurkasio trakea ini disebut carina
(Snell, 2006).
Bronkus utama terdiri dari bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri.
Bronkus utama kanan memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Bronkus utama kanan
lebih luas, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus utama kiri.
Perbedaan ini yang menyebabkan benda asing yang terhirup lebih sering pada
bronkus utama kanan. Bronkus utama kanan memiliki cabang pertama nya yaitu
lobus bronkus superior dan memasuki paru-paru setinggi vertebra torakalis V.
Bronkus utama kiri, lebih sempit dan kurang vertikal daripada bronkus kanan,
memiliki panjang sekitar 5 cm. Bronkus utama kiri memasuki hilum paru-paru
kiri setinggi vertebra torakalis VI dan kemudian dibagi menjadi bronkus superior
dan inferior (Stranding, 2008). Setiap bronkus utama bercabang 9-12 kali untuk
membentuk bronkus sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil
(Sloane, 2004).