• Tidak ada hasil yang ditemukan

this file 137 487 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this file 137 487 1 PB"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

104 Cite this as: Chaterina Yuyun Suprapti, Rudianto Syamsu Dhuha and Miftachul Munir. 2017. Perception of

Cantrang Fishermen to the Minister of Marine and Fishery Regulation Number 2 / 2015. ECSOFiM: Economic and Social of Fisheries and Marine Journal. Vol 5 (1): 104-115.

PERCEPTION OF CANTRANG FISHERMEN TO THE MINISTER OF MARINE AND FISHERY REGULATION NUMBER 2 / 2015

PERSEPSI NELAYAN CANTRANG TERHADAP PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 2 TAHUN 2015

Yuyun Suprapti1*, Rudianto Syamsu Dhuha2 and Miftachul Munir3

1,3 Fisheries and Marine Faculty, PGRI Ronggolawe University, Tuban

2Undergraduate Student at Fisheries and Marine Faculty, PGRI Ronggolawe University, Tuban

ABSTRACT

Regulation of the Minister of Marine Affairs and Fisheries No. 2 / 2015 about the prohibition of the use of cantrang in the State Fishery Management Area of the Republic of Indonesia is an effort of the Government to anticipate the destructive fishing, namely environmental damage and decrease of fish resources. The purpose of this research is to know repulsion and acceptability of cantrang fisherman to that Regulation. This descriptive research uses data collection techniques through surveys, interviews and documentation, and using questionnaires. This regulation has an impact on the cantrang fishing vessel should not operate, this causes unemployment for the crew, if the government implements that regulations then every ship does not require many crew. The existence of the prohibition of the use of cantrang nets cause increasing of the unemployment rate, when someone does not work it means that income begins to be hampered. On the other hand, the Regulation has a positive impact for the future in the form of sustainable of marine ecosystem.

Keywords: perception, fishermen, fisheries and marine minister regulation no 2/2015, cantrang

ABSTRAK

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan upaya Pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya destructive fishing, yaitu kerusakan lingkungan dan penurunan sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui daya tolak dan daya terima nelayan cantrang terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut. Penelitian deskriptif ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui survey, wawancara dan dokumentasi, serta menggunakan kuisioner. Peraturan ini berdampak pada kapal alat tangkap cantrang tidak boleh beroperasi, hal ini menimbulkan pengangguran bagi anak buah kapal, jika pemerintah menerapkan peraturan dilarang menggunakan cantrang maka setiap kapal tidak membutuhkan banyak anak buah kapal. Adanya larangan penangkapan ikan menggunakan jaring cantrang menyebabkan tingkat pengangguran bertambah, ketika seseorang tidak bekerja artinya penghasilan tidak didapatkan. Di sisi lain, Peraturan Menteri tersebut membawa dampak positif untuk masa yang akan datang berupa keberlanjutan ekosistem laut.

Kata kunci: persepsi, nelayan, permen KP No. 2 Tahun 2015, cantrang

PENDAHULUAN

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan

penggunaan alat penangkapan ikan jaring cantrang di wilayah pengelolaan perikanan Negara

Republik Indonesia merupakan bentuk upaya dari pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya

destructive fishing, sehingga kerusakan lingkungan dan penurunan sumberdaya ikan dapat dihindari.

*Corresponding author: Yuyun Suprapti, [email protected]

(2)

Peraturan tersebut ditujukan untuk kelestarian laut bukan untuk mematikan mata pencaharian

nelayan. Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan memberikan dampak positif ke

depannya. Bertolak dari kepatuhan (compliance) terutama terhadap Principle 2 dari ketentuan

United Nasional Conference on Environment and Development (UNCED), pengelolaan perikanan

(fisheries management) diartikan sebagai upaya mengatur jumlah tangkap lebih (over-fishing) dan

minimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh operasi suatu alat penangkapan

ikan (Wiadnya, D.G.R, dkk. 2016) sehingga laut akan terjaga kelestariannya, tidak perlu berlayar

jauh untuk mendapatkan ikan yang besar, dan secara ekonomi jauh lebih menguntungkan karena

ikan yang ditangkap secara ukuran dan berat sesuai dengan kriteria pasar. Hal tersebut juga sangat

menguntungkan bagi masyarakat nelayan tradisional (Kusnadi, 2015). Namun alat tangkap cantrang

yang sudah bertahun tahun beroperasi dan menjadi sumber kehidupan bagi nelayan, tidak begitu

saja bisa dihapus ataupun dilarang penggunaannya. Dari fenomena ini maka ada daya tolak dan

terima nelayan pengguna alat tangkap cantrang dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.

Berdasarkan permasalahan yang ada dapat dirumuskan tentang bagaimanakah persepsi

masyarakat yang menyatakan daya tolak dari nelayan atas terbitnya Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan nomor 2 Tahun 2015 tentang pelarangan jaring cantrang di Kelurahan Brondong

Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, bagaimanakah persepsi masyarakat nelayan yang

menyatakan daya terima atas terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun

2015 tentang pelarangan jaring cantrang di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten

Lamongan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan, serta

menganalisis daya terima dan daya tolak nelayan cantrang terhadap terbitnya Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015.

METODE PENELITIAN

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik interview, wawancara dan kuisioner, sementara

parameter penelitian meliputi parameter utama dan parameter pendukung. Responden penelitian

adalah nelayan pengguna alat tangkap cantrang sebanyak 20 nelayan (50% populasi). Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif (Bungin, 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tanggapan responden atas pelarangan jaring cantrang terhadap terbitnya Permen KP No. 2

Tahun 2015

Hasil tanggapan responden tentang pelarangan jaring cantrang terhadap terbitnya Permen KP

No. 2 Tahun 2015. Tanggapan responden yang tidak setuju dengan pelarangan jaring cantrang

(3)

Faktor pengangguran secara masal juga akan terjadi apabila alat tangkap ini dilarang beroperasi

mengingat dalam satu unit alat tangkap cantrang menyerap 10-20 anak buah kapal.

Gambar 1.Tanggapan Responden atas Pelarangan Jaring Cantrang

2. Tanggapan responden atas realisasi alternatif penggunaan jaring yang lebih ramah lingkungan

Tanggapan responden atas realisasi alternatif menggunakan jaring yang lebih ramah lingkungan,

dimana 100% responden tidak setuju dengan realisasi alternatif penggunaan jaring yang lebih ramah

lingkungan. Dalam hal ini faktor yang menjadi kendala dalam peralihan alat tangkap cantrang ke alat

tangkap lain adalah modal, mengingat setiap pembelian satu unit alat tangkap cantrang, nelayan

mengeluarkan modal sekitar 100 juta. Peralihan alat tangkap yang ramah lingkungan akan bisa

terealisasi apabila Pemerintah mau mengganti alat tangkap cantrang kea lat tangkap yang ramah

lingkungan dengan catatan, alat tangkap tersebut bisa menghasilkan jumlah tangkapan sebesar alat

tangkap cantrang.

Gambar 2.Tanggapan Responden Realisasi Alternatif Jaring yang Ramah Lingkungan

3. Tanggapan responden dengan menggunakan alat tangkap cantrang berpengaruh terhadap hasil

tangkapan dan pendapatan

Tidak Setuju

100%

Tidak Setuju

(4)

Tanggapan responden mengenai penggunaan alat tangkap cantrang berpengaruh terhadap hasil

tangkapan dan pendapatan mereka. Diagram tersebut menunjukkan 100% responden setuju bahwa

alat tangkap cantrang berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan pendapatan mereka. Konstruksi

alat tangkap cantrang menyerupai alat tangkap payang yaitu berbentuk jaring tetapi ukuran di tiap

bagiannya lebih kecil. Cantrang adalah alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut

pukat dengan tali selambar yang pengoperasiannya didasar perairan, dari konstruksi ini bisa ditarik

kesimpulan bahwa satu kali operasi cantrang bisa menghasilkan jumlah tangkapan yang besar dan

hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan.

Gambar 3. Tanggapan Responden dengan Menggunakan Alat Tangkap Cantrang Berpengaruh Terhadap Hasil Tangkapan dan Pendapatan

4. Tanggapan responden tentang Permen KP No. 2 Tahun 2015 tentang larangan jaring cantrang

mengganggu aktifitas pekerjaan nelayan

Tanggapan responden menunjukan bahwa larangan penggunaan jaring cantrang yang tercantum

pada Permen KP No. 2 Tahun 2015 adalah mengganggu aktifitas pekerjaan nelayan. Di lokasi

penelitian, nelayan pengguna jaring cantrang mendominasi nelayan alat tangkap yang lain,

sehingga apabila alat tangkap cantrang di larang beroperasi maka dikatakan menganggu aktifitas

pekerjaan nelayan.

Setuju

100%

Setuju

(5)

Gambar 4.Tanggapan Responden atas Permen KP No. 2 Tahun 2015 tentang Larangan Jaring Cantrang Dapat Mengganggu Aktifitas Pekerjaan Nelayan

5. Tanggapan responden terhadap Permen KP No. 2 Tahun 2015 untuk dikaji ulang tentang

pelarangan jaring cantrang

Hasil tanggapan responden menunjukkan bahwa mereka setuju perlunya mengkaji ulang

penerapan Permen KP No. 2 Tahun 2015. Penggunaan jaring cantrang di wilayah pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan bentuk upaya dari Pemerintah dalam

mengantisipasi terjadinya Destructive fishing, sehingga kerusakan dan penurunan sumberdaya ikan

dapat dihindari. Kekhawatiran nelayan semakin menurunnya jumlah tangkapan karena kerusakan

ekosistem laut dari faktor penggunaan alat tangkap terlihat dari jawaban setiap pertanyaan,

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa mengkaji ulang merupakan langkah yang tepat dalam

mencari solusi tentang penerapan Permen KP No.2 Tahun 2015.

Gambar 5.Tanggapan Responden terhadap Permen KP No. 2 Tahun 2015 untuk Dikaji Ulang

6. Tanggapan responden terhadap diberlakukan dan disosialisasikannya Permen KP No. 2 Tahun

2015

Diagram dibawah menunjukkan tanggapan responden atas diberlakukan dan

disosialisasikannya Permen KP No. 2 Tahun 2015, dimana mereka tidak setuju terhadap

diberlakukan dan disosialisasikannya Permen KP No. 2 Tahun 2015. Faktor ekonomi menjadi hal

pokok mengapa kebijakan penghentian pengoperasian alat tangkap cantrang di Wilayah Pesisir

Brondong ditolak secara tegas oleh nelayan. Apabila satu unit alat tangkap berhenti beroperasi

maka mereka akan merasa dirugikan.

Setuju

(6)

Gambar 6. Tanggapan Responden Terhadap Diberlakukan dan Disosialisasikannya Permen KP No. 2 Tahun 2015

7. Tanggapan responden beralih ke alat tangkap lain yang tidak bertentangan dengan Permen KP

No. 2 Tahun 2015

Hasil tanggapan responden untuk beralih ke alat tangkap lain yang tidak bertentangan dengan

Permen KP No. 2 Tahun 2015, mereka menyatakan tidak setuju. Masalah klasik yang paling sering

terjadi ialah bahwa alat tangkap yang ramah lingkungan tidak bisa menghasilkan keuntungan

ekonomi jangka pendek yang cukup untuk memenuhi dasar pengguna (nelayan). Sebaliknya alat

tangkap yang menguntungkan secara ekonomis (jangka pendek) sering kali tidak ramah lingkungan

dan menimbulkan kecemburuan dari pengguna alat tangkap lain yang kurang efisien.

Gambar 7.Tanggapan Responden Beralih ke Alat Tangkap yang Lebih Ramah Lingkungan 8. Tanggapan responden tentang diberlakukanya Permen KP No. 2 Tahun 2015 diberikan bantuan

Diagram dibawah menunjukkan bahwa walaupun diberikan ganti rugi atas pelarangan penggunaan

cantrang oleh Permen KP No. 2 Tahun 2015, mereka tetap tidak mau dan tidak setuju diberlakukan

Peraturan tersebut. Krisis kepercayaan pada Pemerintah terhadap kebijakan-kebijakan yang

ditawarkan seakan menjadi boomerang bagi nelayan. Demikian juga kasus alat tangkap cantrang.

Yang menjadi pertanyaan disini apakah pemerintah siap mengganti alat tangkap cantrang kealat

tangkap yang ramah lingkungan dan jumlah hasil tangkapan sama dengan cantrang.

Tidak Setuju

100%

Tidak Setuju

(7)

Gambar 8. Tanggapan Responden Diberlakukanya Permen KP No. 2 Tahun 2015 Diberikan Bantuan Sebagai Alat Ganti Rugi

9. Tanggapan responden untuk beralih profesi selain nelayan jaring cantrang jika Permen KP No. 2

Tahun 2015

Hasil tanggapan responden apakah mereka akan beralih profesi selain nelayan jaring cantrang

jika Permen KP No. 2 Tahun 2015 diberlakukan, bahwa mereka tidak setuju. Jika kebijakan ini

diterapkan secara konsisten, maka akan terjadi dampak yang sangat besar di daerah brondong. Hal

ini karena proporsi hasil tangkapan dari alat yang dilarang ini melebihi 50% dari total hasil tangkapan

keseluruhan alat.

Gambar 9.Tanggapan Responden Beralih Profesi Tidak Sebagai Nelayan Jaring Cantrang Jika Permen KP No.2 Tahun 2015 Diberlakukan

10. Tanggapan responden terhadap pelarangan jaring cantrang dapat merusak hayati atau bibit ikan

menurut isi Permen KP No. 2 Tahun 2015

Diagram tersebut menunjukkan tanggapan responden mengenai pelarangan jaring cantrang

dapat merusak hayati atau bibit ikan menurut isi Permen KP No. 2 Tahun 2015, ternyata mencapai

85% tidak setuju, sedangkan yang setuju mencapai 15%. Meskipun pada dasarnya nelayan

pengguna alat tangkap cantrang menolak secara tegas pelarangan alat tangkap ini akan tetapi

mereka juga sadar akan pentingnya perikanan berkelanjutan (Sustainable Fisheries). Bertolak dari

Tidak Setuju

100%

Tidak Setuju

(8)

kepatuhan (Compliance) terutama pada Principle 2 dari ketentuan United Nations Conference on

Environment and Development (UNCED), pengelolaan perikanan (Fisheries Management)

diartikan sebagai mengatur jumlah (atau bentuk lain) penangkapan ikan sedemikian rupa agar tidak

terjadi tangkap lebih (Over Fishing) dan minimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang

ditimbulkan oleh operasi suatu alat penangkapan ikan.

Gambar 10.Tanggapan Responden Mengenai Pelarangan Jaring Cantrang

Daya Tolak Nelayan Desa Brondong Terhadap Permen KP No. 2 Tahun 2015 Tentang

Pelarangan Alat Tangkap Cantrang

Keterlibatan nelayan dalam proses perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk

mendapatkan dukungan yang kuat terhadap law enforcement setiap kebijakan pengelolaan.

Berbagai kajian yang telah dilakukan menemukan bahwa para nelayan tradisional bukan saja harus

berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang,

tetapi lebih dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai tekanan dan bentuk

eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses modernisasi di sektor

perikanan (Sutanto, 2005). Berbagai kajian oleh beberapa pakar mengindikasikan bahwa kehidupan

sosial ekonomi pada masyarakat nelayan berada pada posisi yang sangat lemah bahkan sebagian

besar dari mereka masih tergolong sebagai nelayan buruh atau nelayan-nelayan kecil yang hidup

dalam lingkaran kemiskinan. Teknologi tangkapan menjadi kunci bagi keberhasilan nelayan dalam

berusaha, bagi masyarakat nelayan yang terpenting adalah mendapatkan hasil tangkapan sebanyak

mungkin, tetapi kondisi yang didapat selama ini bahwa tingkat produktivitas masyarakat nelayan

khususnya di bidang perikanan masih sangat rendah. Rendahnya tingkat produktivitas tersebut

dipengaruhi oleh rendahnya penguasaan teknologi. Untuk penangkapan ikan di Kabupaten

Lamongan, para nelayan menggunakan alat penangkap ikan dengan cantrang karena dengan

15%

85%

Setuju

(9)

baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak nelayan yang mengeluh dan akhirnya terjerat

kembali kepada lingkaran kemiskinan. Perikanan Indonesia terpengaruh dengan terbitnya Permen

KP No. 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Cantrang di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Peraturan tersebut

dianggap sebagian nelayan akan mematikan mata pencaharian ribuan nelayan di Indonesia

termasuk nelayan kecil di daerah Brondong, karena sebagian besar jenis alat tersebut dioperasikan

oleh nelayan skala kecil.

Berdasarkan hasil wawancara pengaruh terhadapat kelompok lain akibat Permen No. 2 Tahun

2015, banyak kelompok yang dirugikan, diantaranya: (1) banyak masyarakat yang menjadi

pengangguran lagi, (2) nelayan harus memodifikasi alat tangkap menggunakan alat jaring yang lebih

kecil, berpengaruh pada hasil tangkapan yang tidak begitu banyak, (3) terjadinya penurunan hasil

tangkap karena modifikasi alat tangkap tersebut, maka banyak nelayan yang tidak menggunakan

anak buah kapal lagi. Mereka berfikir bahwa mereka sendiri mampu untuk melakukannya karena

alat yang mereka gunakan lebih kecil, hal ini mejadikan beberapa ABK (anak buah kapal) di kapal

tersebut menjadi pengangguran. Kesejahteraan mereka juga semakin berkurang disebabkan

berkurangnya hasil tangkapan. Selain itu para pengepul ikan juga merasa dirugikan dan ikan yang

mereka dapatkan dari nelayan semakin sedikit dan mempengaruhi penghasilan mereka. Karena

banyaknya pengangguran, kesejahteraan dan penghasilan yang mereka dapatkan semakin sedikit

maka menimbulkan kejahatandi kalangan mereka, mereka melakukan demo maupun mogok tidak

menangkap ikan.

Daya Terima Nelayan Desa Brondong Terhadap Permen KP No. 2 Tahun 2015 tentang

Pelarangan Alat Tangkap Cantrang

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber

Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan

pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan jaring cantrang. Tujuannya adalah kelestarian dan

kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai

informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam

beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia, sudah mengalami

over fishing atau over exploited. Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat

besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Total luas laut Indonesia sekitar 3,544

juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia (KKP, 2012).

Maksud diterbitkannya Permen KP. No. 2 Tahun 2015 adalah untuk menghentikan sementara

penggunaan alat penangkapan ikan yang dianggap merusak lingkungan agar sumberdaya ikan tidak

punah. Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali sumberdaya ikan yang telah berkurang/rusak

sampai pada akhirnya dapat dimanfaatkan kembali secara optimal. Setiap orang dilarang

(10)

Indonesia, sejak tanggal diberlakuannya peraturan menteri ini adalah setiap kapal yang memiliki

Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, yang merupakan surat izin tertulis

yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang menggunakan

Jaring Cantrang di seluruh wilayah pengelolahan perikanan Negara Republik Indonesia dapat

ditindaklanjuti dengan upaya hukum.

Pendapatan masyarakat nelayan sangat dipengaruhi oleh hasil kapasitas produksi ikan, karena

semakin sedikit yang diperoleh hal tersebut juga nelayan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Namun hasilnya akan berbeda, ketika peraturan belum diterapkan justru sangat

menguntungkan bagi nelayan yang menggunakan jaring cantrang dan merugikan bagi nelayan kecil.

Sebelum adanya penerapan Permen KP No. 2 Tahun 2015 ternyata membawa dampak yang positif

terhadap kapasitas produksi ikan nelayan yang masih banyak didapatkan. Pendapatan masyarakat

nelayan diperoleh dari hasil tangkapan ikan setiap harinya yang dijual langsung dalam kondisi segar

maupun dalam bentuk olahan. Kapasitas produksi ikan nelayan cukup stabil sebelum

diberlakukannya Permen KP No. 2 Tahun 2015 tersebut, meskipun ada kalanya kapasitas produksi

tersebut menurun dengan menggunakan jaring cantrang atau peralatan yang membahayakan

ekosistem laut.

Hasil analisis secara deskriptif menjelaskan bahwa faktor pendorong daya terima nelayan

Permen KP No. 2 Tahun 2015 tentang pelarangan jaring cantrang meliputi keberadaan status sosial

yang dimiliki oleh nelayan. Faktor penarik meliputi kesempatan kerja yang diberikan oleh juragan

nelayan kepada nelayan buruh. Nelayan buruh mempunyai motif ekonomi dengan melakukan

pekerjaan di bawah perintah juragan untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan

hidupnya. Faktor penarik nelayan buruh untuk bekerja pada juragan nelayan yang paling banyak

adalah faktor sistem upah, ikatan pinjaman dan pembagian hasil. Faktor penarik sistem upah, ikatan

pinjaman dan pembagian hasil tersebut merupakan aspek ekonomi yang mendasari terjadinya

hubungan sosial ekonomi juragan dengan nelayan buruh.

Dampak terhadap kebijakan yang baru saja ditetapkan seorang individu dapat melakukan

berbagai macam reaksi. Menurut Salim (2010), respon terhadap kebijakan yang baru saja ditetapkan

juga beragam, seperti skeptik (tidak yakin apa yang dicapai oleh kebijakan tersebut), kritis

(mempertanyakan dukungan dan hambatan bagi pelaksanaannya) dan analitis (memberikan

sumbang-saran bagi pelaksanaan yang lebih baik)”. Demikian halnya dengan respon individual

terhadap dampak kebijakan juga beragam. Selain tiga respon tersebut, respon individu bisa bersifat

reaktif-konfrontatif, bisa pula bersifat adaptif konformistis, atau di antara keduanya. Secara politis,

respon tersebut mungkin dikemukakan secara legal-konstitusional ataupun ilegal-konstitusioal. Dari

(11)

larangan penggunaan alat penangkapan ikan jaring cantrang membawa dampak yang baik untuk

masa yang akan datang, dampak yang paling nyata untuk masa yang akan datang adalah

menyelamatkan ekosistem laut. Apabila sumberdaya ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak

rasional serta melebihi batas maksimum daya dukung ekosistemnya, maka dapat mengakibat

kerusakan dan berkurangnya sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila tidak segera diatasi juga

dapat mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kebijakan larangan penggunaan jaring cantrang berasal dari kesepakatan antara jajaran

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan nelayan pada tahun 2009, namun karena tidak

adanya penegasan yang cukup lama dari pihak Kementerian maka pemilik kapal juga tidak sepakat,

sehingga aturan larangan penggunaan jaring cantrang ini terkesan berlangsung secara tiba-tiba.

Alat tangkap ikan berupa jaring cantrang dilarang karena merusak ekosistem terumbu karang di

perairan beradius 4 - 12 mil dari pantai dan rapatnya mata jaring cantrang juga menangkap seluruh

jenis ikan, termasuk ikan-ikan kecil yang bukan target nelayan yang menyebabkan terjadinya

penurunan produksi.

Adapun gambaran dari kesimpulan mengenai daya tolak dan daya terima atas Permen KP No.

2 Tahun 2015, sebagai berikut:

1. Daya tolak dan daya terima terbitnya Permen KP No. 2 Tahun 2015

a) Peraturan ini berdampak pada kapal beralat tangkap cantrang tidak boleh beroperasi, hal ini

menimbulkan pengangguran bagi anak buah kapal. Setiap kapal memiliki anak buah kapal,

jika pemerintah menerapakan peraturan dilarangnya menggunakan cantrang maka setiap

kapal tidak membutuhkan banyak anak buah kapal.

b) Adanya larangan penangkapan ikan menggunakan jaring cantrang menyebabkan tingkat

pengangguran akan bertambah, ketika seseorang tidak bekerja artinya penghasilan untuk

sumber kehidupan mulai terhambat sehingga kesejahteraan nelayan akan menurun.

c) Dampak positif penerapan peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 bagi masa yang akan datang

yaitu untuk menyelamatkan ekosistem laut.

Gambaran dari daya tolak terhadap terbitnya Permen KP No. 2 Tahun 2015 ini, tergambar pada

85% nelayan cantrang.

2. Pemberlakuan Permen-KP No. 2 Tahun 2015 tersebut, berdampak secara signifikan terhadap

pendapatan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari tangkapan ikan di

laut. Semakin kecil jumlah kapasitas produksi ikan maka pendapatan mereka dengan sendirinya

akan berkurang bahkan tidak mendapatkan apa-apa.

Meskipun demikian ada pihak yang diuntungkan yaitu nelayan kecil yang selama ini mencari ikan

(12)

menggunakan cantrang saat proses penangkapan ikan. Dengan adanya Permen KP No. 2 Tahun

2015 maka nelayan kecil dapat dengan mudah mencari ikan tanpa perlu bersusah payah pergi jauh

untuk menangkap ikan.

Saran

Perlu adanya peninjauan ulang tentang Permen KP No. 2 Tahun 2015, mengingat

cantrang-cantrang yg destruktif kebanyakan adalah cantrang-cantrang yg telah dimodifikasi oleh nelayan baik ukuran

mata jaring ataupun penggunaan tali tambang dengan ukuran berlebihan (terlalu besar).

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B., 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Prenada Media, Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2012. Wilayah Kerja dan Wilayah Pengoperasian Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia KEP 11/MEN/2012.

Kusnadi, 2015. Nelayan Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung Humaniora Utama Press.

Salim, Moch. 2010. Dinamika Kebijakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang Pada Masa Reformasi dan Otonomi Daerah Tahun 1998-2008. Tesis Universitas Diponegoro Semarang.

Sutanto, A, H. 2005. Analisis Efisiensi Alat Tangkap Perikanan Gill Net dan Cantrang. Tesis Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Gambar

Gambar 1. Tanggapan Responden atas Pelarangan Jaring Cantrang
Gambar 3. Tanggapan Responden dengan Menggunakan Alat Tangkap Cantrang
Gambar 5. Tanggapan Responden terhadap Permen KP No. 2 Tahun 2015 untuk Dikaji Ulang
Gambar 7. Tanggapan Responden Beralih ke Alat Tangkap yang Lebih Ramah Lingkungan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Goleman (1999), tinggi rendahnya tingkat perasaan lebih disebabkan oleh faktor kejiwaan, bukan pada faktor tinggi rendahnya tingkat pendidikan akademis dan

Sedangkan kondisi ultimit (116.643,400 N (89% x total berat bangunan)) pola retak geser dinding bata terjadi pada diagonal kolom tepi ke kolom tengah dan menjalar naik pada tepi

Telah dilakukan evaluasi kinerja sistem supply udara untuk area FFL menggunakan CDT- 2.2 dan CDT-2.1 yang telah dilakukan perbaikan untuk mengetahui kondisi operasi VAC

Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut

Sistem Informasi Admimistrasi pada Jurusan Manajemen Informatika Politeknik Negeri Sriwijaya merupakan suatu sistem informasi yang berfungsi sebagai sarana

Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdo’a bersama V Alat/Bahan/Sumber Belajar:.. A Kerja logam,

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang

naik dari kiri bawah ke kanan atas, di mana sumbu vertikal dan horizontal adalah pendapatan dan jumlah barang yang