• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Citra Tokoh Utama Perempuan pada Sastra Populer: Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills pada Novel Tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 Lampiran Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Citra Tokoh Utama Perempuan pada Sastra Populer: Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills pada Novel Tetralogi 4 Musim Karya Ilana Tan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran Summer In Seoul

Bab Kalimat

Bab 1 Karena Sandy tetap tidak bisa menemukan dompetnya, bibi pemilik toko mengizinkannya membayar besok. Sandy mengumpulkan kembali barang-barangnya yang berserakan di meja kasir sambil berkali-kali membungkukkan badan dalam-dalam sebagai tanda terima kasih sekaligus permintaan maaf. Jung Tae-Woo agak bingung mendengar penjelasan Park Hyun-Shik. Pandangannya berpindah-pindah dari sang manajer ke gadis yang berdiri di hadapannya, lalu kembali ke manajernya lagi. Secara sekilas, ia mengamati orang asing yang sekarang ada di ruang tamunya itu: gadis bertubuh kecil dengan rambut dikucir dan tangan menjinjing kantong plastik besar serta tas tangan. Raut wajahnya terlihat kusam, lelah, dan pucat. Gadis itu diam tak bersuara sementara Park Hyun-Shik menjelaskan apa yang sudah terjadi.

Bab 2 “Gadis yang kemarin itu, Han Soon-Hee… aku sudah menyelidikinya,” kata Park Hyun-Shik sambil mengulurkan sehelai kertas kepada Tae-Woo. Ia lalu melanjutkan, “Sedang kuliah tahun ketiga dan bekerja sambilan di butik seorang perancang busana. Ibunya orang Indonesia dan ayahnya orang Korea. Ayahnya kepala cabang perusahaan mobil dan ibunya ibu rumah tangga. Dia anak tunggal, lahir di Jakarta dan tinggal di sana sampai usianya sepuluh tahun, lalu karena kontrak kerja ayahnya sudah selesai, mereka sekeluarga pindah ke Seoul. Lima tahun yang lalu orangtuanya pindah kembali ke Jakarta karena ayahnya ditugaskan lagi di sana, sedangkan dia tetap tinggal di Seoul. Latar belakangnya bersih dan sederhana.”

Park Hyun-Shik hanya tersenyum dan mengeluarkan sehelai kertas lain dari dalam mapnya lalu mulai membaca, “Menurut orang-orang yang kenal baik dengannya, Han Soon-Hee wanita baik-baik dan bisa dipercaya. Tidak merokok, tidak pernah mabuk-mabukan, tidak memakai obat-obat terlarang, dan tidak punya catatan kriminal apa pun. Jadi aku berani menyimpulkan dia tidak ada sangkut pautnya dengan foto-foto di tabloid itu.” Lalu ia menyodorkan kertas itu.

Tae-Woo membuka mata. Gadis berambut sebahu dan bertopi merah memasuki ruangan sambil mendorong rak pakaian beroda. Gadis itu membungkuk hormat. Tae-Woo berdiri dan membungkuk sedikit untuk membalas sapaannya.

(2)

dilepas dan gadis itu sedang menyisir rambutnya yang agak ikal dengan jari-jari tangan. Tae-Woo tertegun dan menatap gadis itu. Itulah kali pertama ia melihat jelas wajah si gadis sejak ia masuk bersama rak pakaian

3 Jung Tae-Woo terdiam sebentar, lalu berkata, “Malam ini jam tujuh kau harus ke rumah Hyun-Shik Hyong. Ada yang ingin dibicarakan. Mengerti?”

Wajah Sandy berubah kesal, tapi ia berkata, “Ya, ya, mengerti. Tapi rumahnya di mana?”

5 Ketika berjalan kembali ke tempat duduknya, Sandy melihat Park Hyun-Shik berdiri tidak jauh dari Jung Tae-Woo. Park Hyun-Shik juga melihatnya. Sandy membungkukkan badan sedikit untuk memberi salam yang dibalas Park Hyun-Shik dengan senyuman dan acungan jempol. Pasti paman yang satu itu sudah melihat adegan kecil tadi

7 “Sedang apa kau di sini?” tanyanya tanpa basa-basi.

Wanita itu berbalik dan agak terkejut melihatnya.

“Sedang apa kau di sini?” tanya Tae-Woo sekali lagi. Ia tidak menyangka bisa bertemu Sandy di sini. Ia menatap Sandy tajam dan melihat pipi gadis itu agak memerah.

“Itu… Paman yang menyuruhku ke sini,” Sandy mencoba menjelaskan dengan agak bingung. “Kau tidak tahu? Katanya kita akan difoto.”

Tae-Woo menoleh ke belakang dan melihat kerumunan wartawan mulai menghampiri mereka dengan cepat.

“Tidak,” jawabnya. “Ikut aku.”

Ia merangkul pundak Sandy dan berjalan

menjauh ketika kilatan-kilatan lampu blitz kamera mulai beraksi dan para wartawan berlomba-lomba mengajukan pertanyaan.

“Jung Tae-Woo, siapa wanita ini?”

“Apakah dia wanita misterius di foto waktu itu?” “Nona! Siapa nama Anda?” “Apa hubungan kalian berdua?”

(3)

Tae-Woo hanya mengangkat sebelah tangan dan menuntun Sandy ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana. Ia membuka pintu mobil untuk Sandy sambil berusaha menghalangi para wartawan mengambil gambar jelas gadis itu. Ia memerhatikan Sandy terus menunduk dan menutupi wajah dengan sebelah tangan. Tae-Woo cepat-cepat menutup pintu dan berjalan mengelilingi mobilnya ke bagian tempat duduk pengemudi. Sebelum masuk ke mobil, ia tersenyum dan melambaikan tangan sekali lagi ke arah para wartawan.

8 “Tidak usah dipikirkan,” kata Tae-Woo pelan. “Kau akan baik -baik saja. Percayalah padaku.”

Aku akan pastikan kau tidak mendapat masalah….

Mata Sandy tampak menerawang. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. “Aku tidak tahu,” sahutnya. “Banyak sekali yang kupikirkan sampai-sampai aku sendiri bingung.”

“Kau tidak usah khawatir,” kata Jung Tae-Woo dengan nada rendah. “Biar aku saja yang menyelesaikan masalah ini. Setelah itu kita akan bicara lagi. Kau... kau mau menunggu sampai saat itu?”

...Siapa sebenarnya Han Soon-Hee? Kekasih Jung Tae-Woo atau seseorang yang ingin membalas dendam? ... Han Soon-Hee adalah adik penggemar Jung Tae-Woo yang meninggal dunia saat jumpa penggemar empat ta hun lalu... Apa maksudnya mendekati Jung Tae-Woo? ...

Membalas dendam atas kematian sang kakak... Jung Tae-Woo sudah tahu? Atau tidak... Sekadar menebus dosa? ... Rasa kasihan...

(4)

Lampiran Autumn in Paris

Bab Kalimat

1 Élise mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya yang persis di depan meja tara. “Bukankah kau sudah selesai siaran sejak...,” ia melirik jam dinding, “satu setengah jam yang lalu?” tanya Élise dengan alis terangkat.

“Sampai jumpa.” Tara merangkul Sebastien dan menempelkan pipinya di pipi Sebastien dengan cepat, setelah itu ia melambai kepada Tatsuya dan keluar dari restoran.

“Ke mana saja kau?” desis Tara sambil mengetuk -ngetuk ponselnya dengan kukunya yang dicat oranye.

2 “‟Menurutku kau sudah minum terlalu banyak,‟ kata Hugo pelan, mengalah sedikit. „Aku bisa dipecat kalau kau sampai mabuk di sini.‟

“Gadis itu menatap Hugo dengan mata disipitkan, lalu tersenyum lebar. „Aku belum mabuk, Teman,‟ bantahnya. Mendadak ia menoleh ke arahku dan berkata, „Monsieur, tolong katakan padanya kalau aku belum mabuk.‟

“Aku mengamati gadis itu. Menurutku ia memang sedikit mabuk, tapi ia masih bisa berdiri tegak, ucapannya masih jelas, dan pandangannya masih terfokus.

“Aku berdeham dan berkata pada Hugo, „Sepertinya dia belum terlalu mabuk.‟

“Hugo menopangkan kedua tangan di meja bar dan menggeleng-geleng. „Kalau dia sudah memanggilku Hugo, artinya dia sudah harus pulang,‟ katanya tegas.

Tara mengangguk tegas, lalu tersenyum. “Kata Sebastien, menjadi penyiar radio memang cocok untukku karena aku ini cerewet sekali.”

(5)

5 Tara, ayo!” seru salah seorang rekan kerjanya yang sudah berjalan ke pintu, mengikuti beberapa orang lainnya. “Katanya kau mau ikut minum bersama.”

“Gadis ini berbeda. Aku benar-benar suka padanya.”

Mobil sempat oleng begitu Tara mendengar kata-kata Sebastien.

“Ya Tuhan! Hati-hati, Tara. Kau hampir menabrak mobil di sebelahmu!” seru Sebastien memperingatkan.

7 ...

“Kepalaku pusing sekali hari ini. Badan juga terasa tidak enak. Semua itu karena aku terpaksa menuruti permintaannya. Dia membujukkunyaris memaksa! menemaninya ke Disneyland kemarin. Bukan hanya menemaninya ke tempat bermain untuk anak-anak balita itu, tetapi juga menemaninya mencoba seluruh permainan mengerikan di sana. Kau tahu, kan, jenis permainan yang bisa membuat jantung copot, mengobrak-abrik isi perut, dan menjungkirbalikkan otak? Dengan rendah hati kuakui aku sama sekali tidak tahan dengan permainan seperti itu. Tapi harap dicatat, aku tidak mengeluh. Setidaknya sedikit pengorbananku itu membuatnya senang.”

“Ternyata dia bisa memasak! Aku sudah pernah mencoba masakannya dan dia hampir sama jagonya denganku. Hari ini giliran siapa yang memasak makan malam ya? Dia atau aku? Aku lupa. Pokoknya hari ini makan malam di tempatnya saja.

(6)

10 Tara mengibaskan tangannya. “Kau terdengar persis seperti ibuku. Ibu tidak pernah mengizinkan aku minum sedikit pun selama aku tinggal di Jakarta. Membosankan. Padahal aku tidak pernah minum sampai mabuk. Aku tahu batasnya.” Ia memiringkan kepalanya ke arah Tatsuya dan berkata, “Temanku ingin menambah minuman.”

“Sudah kubilang kau selalu memanggilku dengan nama lain begitu kau sudah mabuk. Kau tidak pernah percaya padaku,” celoteh Édouard menggebu-gebu. “Sekarang kau boleh tanya padanya. Dia dengar sendiri ketika kau tidak mau berhenti minum dan terus memanggilku Hugo.”

17 “Biasanya suaramu sudah terdengar ke mana-mana dan kau selalu tidak bisa diam,” desak Élise sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia semakin khawatir melihat tindak-tanduk temannya. “Hari ini kau bahkan tidak bersuara. Ada apa?”

Tatsuya teringat sifat Tara yang gampang penasaran. Kalau gadis itu memang belum tahu yang sebenarnya, seharusnya sekarang ini ia sedang berusaha mencari tahu. Seharusnya sekarang ini ia sedang merongrong ayahnya, atau bahkan Tatsuya. Bukannya menghilang seperti ini. Tatsuya sudah menelepon ke stasiun radio dan Élise berkata Tara sudah pulang dari tadi. Sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Pergi begitu saja.

“B-bagaimana sekarang... P-papa?” gumam Tara di sela-sela tangisnya. “Ba-bagaimana sekarang?... Aku harus... bagaimana?...” Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan untuk menahan tangisnya yang semakin kencang. Belum pernah ia menangis sesedih ini. Ini pertama kalinya ia tersedu-sedu di luar kendali.

18 “Aku tidak pernah mendengar putriku menangis seperti itu,” kata Jean-Daniel cepat. “Sepertinya dia nyaris histeris.”

(7)

“Kau sungguh-sungguh mau membiarkannya mabuk?” tanya Édouard ketika membawakan tequila sunrise pesanan Tara. Tara sudah menghabiskan botol bir pertamanya dan sekarang akan memulai botol kedua. “Kalau kau masih ingat, dia sudah minum dua gelas tequila sunrise.”

Sebelum Sebastien sempat menjawab, Tara mengangkat sebelah tangannya dan mengibas-ngibas. “Claude, tidak usah banyak bicara dan berikan minuman itu,” katanya. Ia meraih gelas yang diletakkan Édouard dengan ragu-ragu.

Édouard memandangi Sebastien dan menghela napas. “Dia sudah mabuk. Lagi-lagi dia tidak ingat namaku.”

20 HARI ini Tara merasa sangat rapuh. Tubuhnya gemetar dan ia merasa tidak bertenaga. Hari ini Tatsuya akan pulang ke Jepang. Tidak akan kembali ke Paris lagi.

22 Foto ketiga. Dirinya berada di dapur apartemennya sendiri, mengangkat panci dengan dua tangan. Ia kembali membalikkan foto itu.

“Dia pintar memasak...

(8)

Lampiran Winter in tokyo

Bab Kalimat

Bab 1 Ishida Keiko mengibaskan rambut panjangnya ke belakang agar tidak menghalangi pandangan sementara ia bergegas menyusuri jalan kecil dan sepi yang mengarah ke gedung apartemennya.

Ia bekerja di sebuah perpustakaan umum di Shinjuku dan ia sangat menyukai pekerjaannya. Sejak kecil ia memang sangat gemar membaca buku dan impiannya adalah bekerja di perpustakaan, tempat ia bisa membaca buku sepuas hatinya, tanpa gangguan, dan tanpa perlu mengeluarkan uang.

“Oneesan tahu aku selalu merasa waswas kalau berjalan sendirian di jalan sepi,” kata Keiko. “Dan aku punya alasan bagus untuk itu.”

Keiko mengeluarkan dua buku dari tas tangannya yang superbesar. Dua-duanya buku klasik terkenal. “Dua buku ini baru masuk hari ini, jadi aku orang pertama yang membacanya.”

Keiko maju selangkah mendekati pintu apartemen 201 dengan ragu-ragu. Ia menyapu poninya yang terpotong rapi dari kening dan menarik napas panjang. Kemudian setelah membulatkan tekad, ia menempelkan telinga kanannya ke pintu dengan hati-hati. Tidak terdengar apa-apa. Ia memutar kepalanya dan kali ini telinga kirinya yang ditempelkan ke pintu. Masih tetap sunyi senyap di dalam sana.

Kemudian ia melihat seorang gadis berambut hitam panjang tersungkur di lantai di hadapannya sambil merintih pelan. Sepertinya sentakannya membuka pintu membuat gadis itu terjatuh.

Tiba-tiba gadis itu mendongak dan menatap Kazuto. Mata gadis itu terbelalak kaget. Sesaat Kazuto merasa gadis itu bukan orang Jepang. Mata gadis itu besar dan bulat, tidak seperti mata orang Jepang pada umumnya, apalagi tadi gadis itu mengatakan sesuatu dalam bahasa yang sudah jelas bukan bahasa Jepang. Kazuto bingung. Otaknya masih bekerja lebih lambat daripada biasa.

(9)

badan lagi

Bab 2 KEIKO berdiri di koridor lantai dua gedung perpustakaan tempatnya bekerja, di samping mesin penjual kopi yang— mengikuti tema bulan Desember—tiba-tiba saja sudah dipenuhi hiasan Natal.

Keiko menoleh ke arah suara wanita yang memanggilnya. Ia melihat salah seorang rekan kerjanya melambai ke arahnya. Di sampingnya berdiri seorang wanita berambut pirang. Orang asing, pikir Keiko langsung. Di perpustakaan itu hanya Keiko satu-satunya karyawan yang bisa berbahasa Inggris, jadi secara tidak langsung ia yang selalu diminta melayani pelanggan asing yang tidak bisa berbahasa Jepang.

Wajah kami sama persis, hanya gaya rambut kami yang berbeda, lalu dia punya tahi lalat kecil di hidung dan dia sedikit lebih tinggi dariku. Sifat kami berdua memang tidak sama, tapi juga tidak benar-benar bertolak belakang. Kami tinggal bersama di sini

Bab 3 “Aku? Sekarang aku mau membeli bahan makanan,” jawab Keiko. “Persediaan di rumah sudahhabis.”

Keiko tahu benar dirinya orang yang mudah bergaul, tapi jarang sekali ia bisa langsung merasa akrab dengan seseorang. Nishimura Kazuto kelihatannya sangat percaya diri dan pandai berbicara. Selama makan siang mereka mengobrol banyak. Bersama laki-laki itu membuat Keiko menceritakan hal-hal yang sebenarnya tidak terpikir untuk diceritakan. Ia bercerita tentang tetangga-tetangga mereka juga tentang dirinya sendiri, seperti tentang ibunya yang saat ini sedang berada di Jakarta karena kakeknya sedang tidak sehat. Kazuto sepertinya tertarik pada semua yang diceritakan Keiko.

Bab 5 “Oneechan! Dengar, aku baru melihat Keiko Oneesan keluar dari apartemen Kazuto Oniisan,” Tomoyuki melaporkan dengan nada mendesak.

“Apa?” Haruka mengangkat alis dan melirik jam dinding. Jam enam. “Sepagi ini?” Tomoyuki mengerutkan kening dan berpikir-pikir. “Oneechan, menurutmu

mereka...”

(10)

“Aku kan tidak bilang apa-apa,” gerutu Tomoyuki sambil mengusap-usap kepalanya.

Bab 6 Keiko sedang membantu Nenek Osawa di dapur ketika Haruka menghampirinya dan berbisik dengan nada mendesak. Keiko menoleh dan melihat mata tetangganya berkilat-kilat penasaran.

“Apa maksud Oneesan?” gerutu Keiko salah tingkah, lalu kembali berkonsentrasi pada tugasnya memotong sayur.

Sementara para wanita sibuk di dapur, para pria duduk mengobrol di ruang duduk. Kakek Osawa sedang bercerita tentang masa mudanya dulu ketika ia masih bekerja sebagai petugas keamanan di sekolah menengah, salah satu topik yang paling disenanginya

Bab 10 “Ngomong-ngomong kau naik shinkansen11 atau pesawat? Ke Kyoto, maksudku,” kata Kazuto ringan. Ia merasa tidak perlu membuat Keiko cemas dengan kecurigaannya terhadap mobil hitam di belakang sana. Gadis itu pasti akan panik dan mulai berpikir yang tidak-tidak.

Bab 11 “Kenapa melamun sendiri di sini?” Terdengar suara berat ayahnya dari belakang. “Kau tidak membantu ibumu menyiapkan makan malam?”

“Ya,” sahut Keiko cepat dan segera bangkit.

Bab 18 “Dia mencengkeram bahuku dan mendorongku ke dinding,” gumam Keiko sambil menunduk. Saat itu Kazuto merasakan tangan Keiko yang berada dalam genggamannya gemetar. “Dia begitu dekat. Akub isa merasakan... merasakan napasnya yang bau mengenai wajahku. Lalu dia mencoba... mencoba... Maksudku, tangannya...

tangannya bergerak terus. Aku sudah berusaha melawan. Sungguh. Aku mencoba sebisaku, tapi dia sangat kuat. Dia mabuk. Dan... dan... tangannya terus bergerak...” Suara Keiko mulai pecah.

(11)

Keiko mengangguk. Kemudian seakan tersadar bahwa ia begitu dekat dengan Kazuto, ia bergerak gelisah dan bergeser menjauh sedikit dari Kazuto. “Seperti yang sudah kukatakan padamu, aku baik-baik saja dan aku bisa menjaga diri. Sungguh.” Ia menatap Kazuto dan tersenyum. “Sebenarnya, Kazuto-san, kau tahu benar aku bisa menjaga diri karena aku pernah menghajarmu ketika kau baru pindah ke sini. Kukira kau penguntit.”

Bab 21 Kazuto mengerutkan kening. Perlahan ia menarik Keiko ke belakang punggungnya.

“Siapa kalian?” tanya Kazuto kepada orang-orang berpakaian serbahitam itu.

Kazuto tetap memeluk Keiko, menahan Keiko di tanah dengan tubuhnya sementara ia menerima setiap pukulan yang diarahkan kepadanya. Keiko terisak memanggil namanya, tetapi Kazuto tidak menyahut. Kalau bukan karena lengannya yang merangkul tubuh Keiko dengan kencang, Keiko pasti berpikir laki-laki itu sudah pingsan.

Salah seorang tukang pukul itu, entah yang mana, mencengkeram lengan Keiko dan menariknya dengan kasar sampai berdiri. Keiko berusaha melawan, menendang, memukul, dan berteriak. Si tukang pukul mengangkat tangan dan menamparnya dengan keras. Kepala Keiko tersentak ke belakang. Ia bisa merasakan telinganya berdenging kesakitan dan ledakan warna menyilaukan terlihat di balik kelopak matanya.

(12)

Lampiran Spring in London

Bab Kalimat

1 Tepat pada saat itu pintu kamar mandi terbuka dengan suara keras dan Naomi melesat kembali ke kamar tidurnya, disusul dengan suara pintu lemari dibuka dengan gaduh dan gantungan-gantungan baju berjatuhan ke lantai.

Kemudian terdengar bunyi gedebuk keras, disusul suara Naomi yang berseru,

“Aku tidak jatuh! Tenang. Aku tidak jatuh. Aku baik-baik saja.” Chris tersenyum lebar. “Tubuhku memang tidak bisa gemuk walaupun aku makan banyak. Sedangkan kalian berdua kurus kering karena tidak makan.”

2 Naomi menunduk menatap tanagn Danny, kemudian ia meletakkan cangkir kertasnya di atas meja dan berdiri dari kursi. Ia membungkuk sedikit sebelum menjabat tangan Danny—itu salah satu kebiasannya sebagai orang Jepang yang tidak bisa dihilangkannya—dan bergumam, “Naomi Ishida.”

Danny pergi menyapa beberapa staf produksi yang sudah dikenalnya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang berseru memanggilnya. Ia menoleh ke arah salah satu tenda dan melihat Yoon, penata rias selebriti yang sudah dikenalnya, bersama seorang gadis berambut hitam panjang yang belum pernah dilihatnya. Nah, gadis itu pasti lawan mainnya.

3 Naomi tersenyum dan mengangguk walaupun rasa lelah mulai menjalari tulangnya dan tubuhnya menggigil. Ditambah lagi kakinya terasa sakit dalam sepatu bot yang kekecilan. Tentu saja ini bukan pertama kalinya ia merasakan semua itu. Sebagai model pekerjaannya sangat menuntut waktu dan tenaganya. Ia pernah pulang ke rumah pada pukul dua pagi setelah tampil di London Fashion Week sepanjang hari dan harus keluar lagi dari rumah pada pukul empat pagi untuk acara pemotretan di Cornwall. Jadi rasa lelah sama sekali tak asing baginya, malah kadang-kadang ia merasa ia membutuhkan perasaan lelah itu.

Selain bekerja sebagai model, Naomi juga bekerja sebagai editor freelance di salah satu majalah fashion populer di Inggris. Ia sangat suka dan tahu banyak soal dunia fashion, jadi ketika Nakajima Miho, mantan teman seprofesi dan putri pemilik majalah itu, meminta bantuannya menulis artikel fashion untuk majalahnya, Naomi dengan senang hati menerima pekerjaan itu. Bab 5 Danny mengangkat bahu dengan ringan. “Kukira mungkin kau

(13)

tapi menurutku dia mungkin lebih suka menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya daripada bersamaku.”

“Oh, kurasa tidak,” gumam Naomi cepat—mungkin terlalu cepat—sambil menurunit angga ke stasiun kereta bawah tanah.

Danny bergegas

menyusulnya. “Kenapa tidak?” “Karena aku tidak punya waktu.”

Kedengarannya tidak meyakinkan. Danny semakin penasaran. Sepertinya Naomi Ishida tidak menyukainya. Tapi kenapa? Danny tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang yang menjengkelkan. Ia ramah pada siapa saja. Dan ia jelas selalu bersikap ramah pada Naomi. Lalu kenapa ia merasa seolah-olah Naomi tidak menyukainya? Apakah ia telah melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan gadis itu? Sepertinya tidak.

Alis Danny terangkat dan ia tersenyum tipis. “Kau tidak membenciku, tapi juga tidak suka padaku.” Ia menghela napas sejenak, lalu bertanya, “Apakah kau takut padaku?”

Laki-laki selalu membuat Naomi merasa resah dan gugup. Ia tidak pernah merasa nyaman berada di dekat laki-laki. Tidak pernah. Yah, sebenarnya bukan

“tidak pernah”. Tentu saja ia tidak terlahir takut pada laki-laki. Hanya saja beberapa tahun terakhir ini, sejak kejadian... kejadian itu, ia tidak pernah bisa memandang laki-laki dengan cara yang sama lagi. Hanya Chris satu-satunya laki-laki yang dianggapnya teman dan satu-satunya laki-laki yang tidak membuatnya merasa resah.

Bab 6 “Hyong, apa pendapat Hyong tentang dia?” tanya Danny tiba-tiba.

“Dia profesional,” sahut Bobby Shin sambil kembali membalik-balikkan kertas di pangkuannya. “Punya wajah yang cocok untuk video musik ini.”

Bab 7 “Dia juga model?

Naomi menggeleng. “Dia bekerja di perpustakaan di Tokyo.” “Oh.” Danny sambil mengangguk-angguk. “Dia juga galak sepertimu?” Kali ini Naomi menoleh ke arahnya dengan alis berkerut. “Aku tidak galak.”

“Baiklah, baiklah. Kau tidak galak,” sela Danny cepat, lalu mengangkat bahu, “hanya sedikit... yah, menakutkan.”

(14)

suaranya dengan segera berubah serius. “Lalu bagaimana dengan Naomi? Apakah dia baik-baik saja?”

“Ya,” sahut Julie. “Kau tahu, aku melihatnya tersenyum, bahkan tertawa, bersama laki-laki itu. Sudah lama sekali aku tidak melihatnya seperti itu. Itu bagus, bukan?”

“Ya. Ya, tentu saja,” sahut Chris. Ia terdiam sejenak, lalu menambahkan, “Kuharap begitu.”

Bab 8 “Dia benar-benar sudah berubah, bukan?” tanya Chris lagi.

“Dia tidak gila kerja seperti dulu,” kata Julie sambil mengangguk. “Jadwal kerjanya juga tidak sepadat dulu.”

“Dan dia makan dengan teratur. Biasnaya dia bahkan hampir tidak pernah... oh, aku tidak mau memikirkan dia dulu yang jarak makan,” kata Chris gemetar, lalu menyesap tehnya. “Aku jadi ingin bertemu dengan orang bernama Danny Jo itu.”

Bab 10 Danny tersenyum tipis. Naomi bahkan tidak berhasil menyingkirkan keraguan dari nada suaranya. Selama Danny mengenal Naomi, ia sudah berhasil mengetahui beberapa hal tentang diri gadis itu. Pertama, Naomi Ishida selalu bersikap waswas di depan laki-laki. Hal ini membuat Danny lega karena itu berarti Naomi tidak bersikap gugup dan resah hanya di depan Danny. Namun hal itu juga menimbulkan pertanyaan lain: Kenapa Naomi enggan berhubungan dengan laki-laki? Walaupun hubungan mereka sudah mengalami banyak kemajuan kalau dibandingkan dengan pertemuan pertama mereka, Danny merasa Naomi masih menahan diri.

Hal kedua yang disadari Danny adalah Naomi masih tidak suka disentuh. Dan sampai sekarang Danny masih belum tahu alasannya.

Bab 11 Danny kembali mengenang pertemuan pertamanya dengan Naomi. “Awalnya dia terlihat dingin dan sulit didekati. Tapi kalau kau berhasil mendekatinya dan mengenalnya lebih baik, kau akan tahu bahwa dia sebenarnya orang yang menarik.

“Ini aku,” gumam Danny cepat ketika Naomi melompat berdiri dan menjauh dari sofa. Ia menatap Danny dengan mata terbelalak kaget dan... takut? Jantung Danny mencelos. Astaga, itu adalah tatapan yang dulu sering dilihat Danny pada awal perkenalan mereka. Tatapan Danny beralih ke tangan Naomi yang terkepal di sisi tubuhnya. Alis Danny berkerut samar ketika melihat tangan Naomi gemetar.

(15)

Naomi mengerjap satu kali, dua kali, dan Danny melihat sinar ketakutan itu menghilang dari mata Naomi. Gadis itu tertawa pendek dan berkata ringan, “Tentu saja aku tahu itu kau.”

Bab 13 “Jadi, Naomi, kau sudah tidak marah padaku?” tanya Danny. Suaranya terdengar ragu, sama sekali tidak seperti yang dikenal Naomi.

Naomi mendengus. “Aku tidak marah padamu.” Bagaimanapun juga ia tidak mungkin mengakui bahwa ia tidak suka dengan kenyataan bahwa Miho menjawab ponsel Danny, bahwa Danny ingin mengajak Miho ke suatu tempat, bahwa mereka makan malam bersama, bahwa Miho bisa melihat Danny sementara Naomi sendiri tidak bisa.

Bahwa Miho yakin Danny mulai menyukainya.

Danny terkekeh. “Suaramu terdengar marah.” “Aku tidak marah.”

Namun saat itu Miho menolak memikirkannya. Sama seperti sekarang. Ia sama sekali belum ingin mundur. Danny Jo mungkin menyukai Naomi, tapi Naomi belum tentu menyukai Danny. Miho mengenal temannya dengan baik. Naomi bukan tipe wanita yang mudah didekati. Malah Miho selalu melihat Naomi menjauhi laki-laki. Jadi Miho masih memiliki kesempatan. Bab 15 Chris dan Julie adalah orang-orang yang tidak pernah

merasa resah berada di tengah banyak orang, berlawanan dengan Naomi. Naomi tidak menyukai pesta. Bahkan bisa dibilang ia benci pesta. Tentu saja sebagai model ia harus menghadiri berbagai jenis pesta, baik pesta pribadi yang sopan maupun pesta yang berisik dan gila-gilaan. Namun Naomi tidak pernah tinggal lebih lama dari setengah jam di setiap pesta itu, karena pada setengah jam pertama semua orang masih bersikap sopan dan suasana pesta masih beradab. Tetapi segalanya akan berubah setelah orang-orang menegak minuman keras yang tak pernah berhenti disajikan. Dan Naomi selalu menghindari saat itu.

Ia menoleh ke arah Danny yang berdiri di sampingnya dan sedang berbicara dengan salah seorang tamu pesta. Naomi tidak meminta Danny menemaninya, tetapi sepertinya Danny menyadari kegelisahan Naomi di tengah-tengah orang banyak, karena laki-laki ini tidak pernah meninggalkan sisinya sepanjang malam itu.

(16)

Hari saat ia merasakan ketakutan terbesar dalam hidupnya. Hari yang menghancurkan seluruh hidupnya. Hari saat ia untuk pertama kalinya berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

“Kalau kau tidak mengingatku, aku bisa maklum,” pria itu melanjutkan sambil menyunggingkan senyum miringnya. “Kau tentu lebih mengenal Jo Seung-Ho.”

Nama itu membuat napas Naomi tercekat dan ketakutan besar yang pernah dirasakannya satu kali itu pun kembali melandanya.

“Kau masih ingat padanya, bukan?” desak pria itu sambil maju selangkah. “Bagaimanapun juga kalian pernah bersenang -senang.”

“Kau tahu,” lanjut pria itu dengan nada melamun. “Kalau kupikir-pikir, kurasa Seung-Ho tidak akan keberatan kalau kau menemaniku sebentar.”

Pria itu mengulurkan tangan menyentuh pipi Naomi dan Naomi otomatis menepis tangannya dan mundur selangkah lagi. “Tidak,” kata Naomi dengan suara tercekat dan gemetar. Ia menatap pria yang kini menghalangi jalan keluar itu dengan panik. “Biarkan aku lewat.”

Naomi berusaha berjalan melewatinya, namun pria itu tiba-tiba mencengkeram bahu Naomi dan mendorongnya ke dalam bilik penyimpanan jaket. Naomi mendengar jeritan keras ketika ia jatuh tersungkur di lantai, lalu menyadari bahwa itu adalah suaranya sendiri.

“Kalau kau bisa menemani Seung-Ho dan adiknya, kau tentu juga bisa menemaniku. Sebutkan hargamu.” Naomi mendengar pria itu berbicara dengan nada malas yang ditarik-tarik. Naomi mendongak dan melihat pria itu sudah masuk ke bilik sempit tersebut dan menutup jalan keluar. Tubuhnya mulai gemetar dan perasaan ngeri membuat sekujur tubuhnya lumpuh. Ia tidak bisa melakukan apa pun selain menatap pria itu dengan mata terbelalak ketakutan. Ia sudah bersumpah ia tidak akan pernah merasakan ketakutan seperti ini lagi. Ia sudah bersumpah...

Ia harus menjerit. Ia harus menjerit minta tolong. Kenapa suaranya tidak mau keluar?

(17)

jaket Naomi dengan kasar. Naomi memekik dan berusaha melepaskan diri, tetapi tangan pria itu langsung membekap mulutnya dan menahannya di lantai. Otak dan pandangan Naomi berubah gelap. Ia terus menjerit walaupun mulutnya dibekap dengan kasar. Ia terus meronta, mencakar, dan menendang dengan membabi buta walaupun sepertinya hal itu sama sekali tidak berpengaruh.

Ketika Danny tidak bisa menemukan Naomi di ruang pesta, ia memutuskan untuk mencari ke tempat penitipan jaket, melihat apakah Naomi sudah pulang atau belum. Tetapi tidak ada orang yang terlihat di sana. Ia hampir saja berbalik pergi kalau bukan karena mendengar suara aneh di dalam bilik penyimpanan jaket. Ketika ia masuk untuk memeriksa, tidak ada satu hal pun di dunia yang bisa mempersiapkannya menyaksikan apa yang sedang terjadi. Kim Dong-Min sedang menahan Naomi di lantai sambil berusaha merobek pakaiannya.

Bab 17

Mata Danny menyipit. Tatapannya itu seakan ingin mencabik-cabik Dong-Min di tempat. “Ceritakan dari awal,” katanya dengan nada rendah dan datar.

Dong-Min mendesah dan duduk di salah satu kursi di dekatnya sambil meringis kefan. Tulang-tulangnya terasa nyeri. “Ceritanya tidak panjang. Itu hanya hubungan semalam.”

Dong-Min menelan ludah. “Aku dan kakakmu pergi ke Tokyo untuk membuat film dokumenter, bekerja sama dengan salah satu stasiun televisi di Jepang. Suatu hari kami diundang menghadiri pesta yang diadakan oleh salah seorang perancang busana yang baru saja menggelar fashion show di Tokyo. Gadis itu—model bernama Naomi itu—adalah model utamanya. Kakakmu langsung terpesona padanya sejak pertama kali melihatnya.”

Danny tidak berkomentar, hanya berdiri bersandar di dinding dengan kedua tangan yang masih dijejalkan ke dalam saku celana panjangnya.

(18)

Dan marah. Dan mulai menenggak bergelas-gelas sampanye. Dan suasana hatinya memburuk. Dia mulai marah-marah padaku tanpa alasan. Kau tentu tahu bagaimana sikap kakakmu kalau dia sedang kesal. Bahkan aku yang menjadi sahabat terdekatnya saja tidak berani mendekatinya kalau dia sedang begitu.

“Aku yakin gadis itu hanya berlagak jual mahal. Gadis seperti dia pasit sudah sering berhubungan dengan banyak orang. Bagaimanapun juga kakakmu pria yang tampan, pintar, dan sukses. Gadis mana yang mungkin menolaknya? Lalu kupikir kalau saja aku bisa memberi kakakmu sedikit kesempatan berdua dengan gadis itu, suasana hati kakakmu pasti akan langsung membaik.”

“Saat itu aku benar-benar merasa ide itu sangat bagus. Aku tidak mau dipaksa menghadapi amukan kakakmu. Suasana hatinya bisa tetap buruk selama berhari-hari kalau sedang kesal, kau tahu itu,” lanjut Dong-Min, mulai terdengar membela diri. “Kebetulan sekali pesta itu diadakan di hotel. Jadi aku memesan kamar, membawa gadis itu ke sana, menyuruh kakakmu menyusul ke sana...”

“Membawa gadis itu ke sana?” potong Danny tiba-tiba. “Bagaimana caranya? Jangan katakan padaku dia dengan senang hati mengikutimu.”

Dong-Min tertawa gugup. Tadinya ia bermaksud melewatkan detail kecil itu, tetapi sepertinya Danny tidak akan melepaskannya begitu saja. “Eh, kalau soal itu... Kebetulan aku membawa... semacam... semacam... pil... yang kucampurkan ke dalam minuman gadis itu.” Melihat perubahan ekspresi di wajah Danny, Dong-Min buru-buru menambahkan, “Tapi katanya pil itu tidak berbahaya. Sungguh. Hanya membuat pusing sedikit. Supaya aku bisa membawanya ke kamar tanpa membuat keributan.”

“Pusing sedikit?”

Butir-butir keringat mulai bermunculan di dahi Dong-Min. Sialan, kenapa Danny membuatnya merasa terintimidasi? Anak itu lebih muda darinya. Sialan.

“Yah, mungkin aku salah mengukur takarannya. Gadis itu hampir tidak bisa berjalan. Lemas. Tapi aku berhasil membawanya ke kamar—aku sama sekali tidak menyentuhnya. Sungguh!—lalu aku menghubungi kakakmu.”

“Dan kakakku datang?”

(19)

Suasana hening sejenak. Lalu ketika Danny berbicara, suaranya terdengar aneh.

“Dan kau meninggalkan kakakku yang mabuk berat bersama gadis itu—gadis yang kaubius itu—di dalam kamar?”

Dong-Min ragu sejenak, lalu mengangguk kaku. “Lalu apa yang terjadi?”

“Apa lagi? Tentu saja hal yang pasti terjadi apabila seorang pria berduaan saja dengan seorang wanita di kamar hotel.”

Kim Dong-Min tersinggung. “Aku sama sekali tidak mengada-ada. Kakakmu sendiri meneleponku setelah dia selesai dengan gadis itu. Dan bisa kupastikan suasana hatinya jauh berubah, seperti yang sudah kuperkirakan. Dia sangat gembira. Katanya dia akan pergi dari hotel itu sebelum gadis tersebut benar-benar pulih kesadarannya. Katanya dia tidak ingin mendapat masalah.”

“Tidak ingin mendapat masalah?”

Kim Dong-Min mengangkat bahu. “Kata kakakmu, gadis itu masih... eh, belum berpengalaman, jadi dia pasti akan menyulitkan kalau sudah benar-benar sadar. Maksudku, pasti akan ada banyak sekali air mata dan jeritan yang terlibat. Jadi dia lebih memilih pergi sebelum gadis itu mampu bangun. Tentu saja kakakmu bermaksud menghubunginya setelah beberapa hari, setelah gadis itu lebih tenang. Tapi seperti yang kau tahu, keesokan harinya kakakmu mengalami kecelakaan lalu lintas sewaktu pulang dari acara minum-minum bersama rekan-rekan kerja kami di Jepang.”

Danny merasa sekujur tubuhnya mati rasa dan sangat berat. Seolah-olah ia tidak sanggup berdiri lagi. Ia harus mencengkeram lemari kecil di sampingnya. Ia tidak boleh jatuh di sini. Otaknya berputar kembali ke saat ia pertama kali bertemu dengan Naomi Ishida. Gadis itu pasti sudah tahu sejak awal bahwa Danny adalah adik Jo Seung-Ho, orang yang menyakitinya. Tidak heran pada awalnya Naomi selalu terlihat gugup dan resah di dekatnya. Tidak heran mata hitam besar itu selalu memandangnya dengan tatapan takut. Tidak heran gadis itu membenci Danny. Tidak heran... tidak heran... Demi Tuhan, mengingat apa yang telah dilakukan kakaknya pada Naomi, Danny heran gadis itu tidak langsung mencakarnya ketika pertama kali melihatnya.

Apa yang sudah dilakukan kakaknya? Astaga... Ya Tuhan...

(20)

Danny mengangkat wajahnya yang pucat. Matanya menatap Dong-Min dengan tajam. Sekujur tubuhnya gemetar menahan amarah, menahan dorongan ingin membunuh. “Dan kau,” katanya dengan nada rendah dan dingin, “setelah tahu apa yang telah dilakukan kakakku pada Naomi, kau masih ingin melakukan hal yang sama padanya malam ini.”

Dong-Min mendecakkan lidah. “Oh, ayolah, Danny. Gadis itu bukan lagi gadis lugu. Apa salahnya...

Bab 18

“Orangtuaku... Merekalah alasan utama aku tidak pernah berkata apa-apa tentang kejadian itu. Seumur hidupku aku belum pernah melakukan sesuatu yang membuat mereka terpaksa menanggung rasa malu. Mereka bangga pada anak-anak mereka. Mereka bangga padaku. Kalau mereka sampai tahu masalah ini... Kalau ayahku sampai tahu masalah ini, aku tidak berani membayangkan bagaimana perasaannya.”

“Sebenarnya ada dua hal yang bisa disyukuri dalam kejadian ini, kalau kita bisa menyebutnya rasa syukur,” sela Naomi, masih memunggungi Danny. “Selama kejadian itu aku lemas tak berdaya, nyaris tidak sadarkan diri, sehingga aku tidak terlalu kesakitan walaupun aku tahu siapa lelaki itu, dan ingin berontak, ingin melawannya. Dan yang kedua, aku tidak hamil.”

Naomi tidak langsung menjawab, hanya menatap Danny tanpa berkedip selama beberapa detik, lalu berkata, “Kau pasti merasa jijik padaku.”

Danny terkejut, sama sekali tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu.

“Apa? Tidak. Aku tidak....”

“Aku juga merasa jijik pada diriku sendiri,” sela Naomi.

Bab 20 Naomi menggigit bibir dan membenamkan wajah di kedua tangannya. Saat ini ia sama sekali tidak punya keyakinan untuk menepati janjinya. Dengan adanya skandal itu, bagaimana ia bisa tetap bersama Danny? Ia adalah wanita dengan masa lalu yang kotor dan rumit, masa lalu yang berhubungan dengan kakak laki-laki Danny. Ia hanya akan membuat Danny semakin menderita. Ia juga akan membuat keluarga Danny menderita.

(21)

Ia mengira ia sudah mengatasi masa lalunya, tetapi ternyata ia belum berhasil mengatasi apa-apa. Ia hanya menyembunyikan masa lalunya yang gelap itu jauh dalam hatinya. Sama sekali tidak mau memikirkannya, tidak pernah berniat menghadapinya. Ia selalu menghindar. Selalu. Dan apa akibatnya? Ia membuat jarak dengan semua orang. Teman-temannya, Danny Jo, bahkan orangtua dan saudara kembarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar pemangku kepentingan industri karet dalam upaya pengembangan klaster industri di Sumatera Selatan1. Metode penelitian

a. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang tuanya, khususnya orang tua mempelai wanita. Sebab menyelenggarakan perkawinan anak- anaknya

Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat dan mengadakan penilaian untuk

Oleh karena itu, makalah ini mencoba mengeksplorasi beberapa strategi alternatif yang sesuai dan dapat diimplementasikan dalam mengembangkan keuangan mikro di papua.. dua

Apabila di wakilkan diharuskan membawa Surat Kuasa dan diminta kepada Saudara hadir tepat waktu serta membawa berkas kelengkapan yang terdiri dari :..  Print Out dokumen lelang

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas

Disemprotkan ( Jet Application of Fluid ), pada proses pendinginan dengan cara ini cairan pendingin disemprotkan langsung ke daerah pemotongan (pertemuan antara

Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa program pascasarjana berikut ini adalah mahasiswa yang sedang aktif