• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Komunikasi

Komunikasi berasal dari kata latin ”Communication” yang berarti pemberitahuan atau ”Pertukaran Pikiran”. Istilah communication ini

bersumber pada kata ”communis” yang artinya ”sama” maksudnya adanya ”kesamaan makna”. Jadi komunikasi akan dapat terjadi bila adanya

kesamaan makna, dan sebaliknya bila tidak ada kesamaan makna maka

komunikasi itu tidak akan berlangsung (Anoraga dan Suyatni, 2001:5).

Menurut Kenneth dan Gary, komunikasi adalah sebagai penyampaian

informasi antara dua orang atau lebih yang juga meliputi pertukaran

informasi antara manusia dan mesin (Umar, 2003:12). Sikula

mendefinisikan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan informasi,

pengertian dan pemahaman dari seseorang, suatu tempat, atau sesuatu

kepada sesuatu, tempat atau orang lain (Mangkunegara, 2007). Davis

mendefinisikan bahwa komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan

orang lain menginterpretasikan suatu idea, terutama yang dimaksudkan oleh

pembicara atau penulis (Mangkunegara, 2007). Sementara menurut

Handoko (2003), komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam

bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain, dimana

perpindahan pengertian tersebut melibatkan kata-kata, ekspresi wajah,

intonasi, titik putus vokal dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas maka komunikasi dapat

diartikan sebagai proses pemindahan suatu informasi, ide, pengertian dari

seorang kepada orang lain dengan harapan orang lain tersebut dapat

(2)

2.2 Komunikasi Organisasi

Secara metodologis pengorganisasian merupakan suatu cara

manajerial yang berhubungan dengan usaha-usaha kelompok untuk

mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya

dengan pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para anggota kelompok

melakukan pekerjaannya disertai dengan pengetahuan dan metode ilmiah

berdasarkan perspektif umum yang perlu memperhatikan dan memelihara

kondisi yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi (Syani, 1987).

Rogers dalam Effendy (2004) mendefinisikan organisasi sebagai

suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai

tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan dan pembagian tugas.

Sementara menurut De Vito (2011) komunikasi organisasi

merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi

dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Jika organisasi

semakin besar dan semakin kompleks, maka demikian juga komunikasinya.

Menurut Syani (1987) syarat-syarat dalam mengelola pekerjaan

bersama dalam satu unit kerja agar dapat mencapai tujuan yang efektif

diantaranya adalah : pertama, mengacu pada tujuan umum organisasi,

kedua, tugas manajerial dilakukan secara bersama dengan melalui sistem

spesialisasi, ketiga, adanya upaya pengelompokan anggota-anggota

spesialisasi sesuai dengan prinsip pengorganisasian.

2.3 Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi dapat dipahami sebagai segala aktifitas yang

akan dilakukan komunikator dalam menstransmisikan pesan kepada

komunikan dengan tujuan tertentu yang telah digariskan sebelumnya,

dengan media apa, perumusan pesan yang bagaimana dan efek yang akan

dicapai, yang pada akhirnya tercapai apa yang diinginkan sesuai dengan

rumusan tujuan itu (Mudjiono, 2007:126).

Strategi pada hakekatnya adalah rencana cermat tentang suatu kegiatan guna

(3)

dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan

itu tidak terlepas dari strategi, terlebih dalam target komunikasi (Effendy,

2000:36). Namun untuk mencapai sasaran atau target tersebut, strategi tidak

berfungsi sebagai petunjuk jalan yang menunjukan tujuan saja, tetapi juga

menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

Strategi komunikasi baik secara makro (planned multimedia strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai fungsi ganda (Effendi, 2000:36). Yaitu :

1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif,

dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil

yang optimal.

2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap), yaitu kondisi yang terjadi akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan

dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan

akan merusak nilai-nilai yang dibangun.

Strategi komunikasi banyak menentukan keberhasilan dalam

kegiatan komunikasi. Dalam menyusun strategi komunikasi seorang

pemimpin harus memahami fungsi strategi komunikasi baik secara makro

maupun mikro. Dengan pendekatan makro berarti organisasi dipandang

struktur global yang berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan dengan

pendekatan mikro lebih memfokuskan kepada komunikasi dalam unit dan

sub unit pada suatu organisasi. Komunikasi yang diperlukan pada tingkat

ini adalah komunikasi antara anggota kelompok, komunikasi untuk

memberi orientasi dan latihan, komunikasi untuk menjaga iklim,

komunikasi dalam mensupervisi dan pengarahan pekerjaan dan komunikasi

untuk mengetahui rasa kepuasan dalam bekerja (Firdaus, 2008).

Dalam konteks komunikasi, untuk menyusun strategi komunikasi

ada empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu: (Fajar, 2009)

1. Mengenal khalayak

Mengenal khalayak merupakan langkah pertama bagi komunikator

(4)

proses komunikasi, khalayak itu sama sekali tidak pasif, melainkan aktif.

Sehingga antara komunikator dengan komunikan bukan saja terjadi saling

hubungan, tetapi juga saling mempengaruhi.

2. Menyusun pesan

Menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi. Syarat utama

dalam mempengaruhi kalayak dari pesan tersebut ialah mampu

membangkitkan perhatian. Perhatian adalah pengamatan terpusat, karena

itu tidak semua yang diamati dapat menimbulkan perhatian. Dengan

demikian awal dari suatu efektifitas dalam komunikasi, ialah bangkitnya

perhatian dari khalayak terhadap pesan-pesan yang disampaikan.

Hal ini sesuai dengan AAprocedure atau from Attention to Action procedure. Artinya membangkitkan perhatian (Attention) untuk selanjutnya menggerakkan seseorang atau orang banyak melakukan kegiatan (Action) sesuai tujuan yang dirumuskan. Dalam menentukan tema atau isi pesan yang

dilontarkan kepada khalayak sesuai dengan kondisinya, dapat bersifat: on

side issu, suatu penyajian masalah yang bersifat sepihak, hanya segi positif

atau hanya segi negatif saja. Both sedies issue, suatu permasalahan yang disajikan baik segi negatif maupun segi positifnya.

3. Menetapkan metode

Metode, dalam hal ini metode penyampaian dapat dilihat dari dua

aspek yaitu: menurut cara pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya.

Menurut cara pelaksanaannya, dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu,

metode redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan yang kedua menurut bentuk isinya dikenal metode-metode: informatif, persuasif,

edukatif, kursif.

Menurut cara pelaksanaannya, ada 2 bentuk dalam tatanan cara

pelaksanaannya yaitu :

(5)

b. Metode canalizing yaitu mempengaruhi khalayak untuk menerima pesan yang disampaikan, kemudian secara perlahan-lahan merubah

sikap dan pola pemikirannya ke arah yang kita kehendaki (Fajar,

2010).

Menurut bentuk isinya, ada 4 bentuk yang digunakan dalam

menentukan bentuk dan isinya yaitu :

a. Metode informatif, lebih ditujukan pada penggunaan akal pikiran khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan berupa:

keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya.

b. Metode persuasif yaitu mempengaruhi khalayak dengan jalan membujuk. Dalam hal ini khalayak digugah baik pikiran maupun

perasaannya.

c. Metode edukatif, memberikan sesuatu idea kepada khalayak berdasarkan fakta-fakta, pendapat dan pengalaman yang dapat

dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya dengan disengaja,

teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku

manusia ke arah yang diinginkan.

d. Metode kursif, mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa tanpa memberi kesempatan berpikir untuk menerima

gagasan-gagasan/idea-idea yang dilontarkan, dimanifestasikan dalam bentuk

peraturan-peraturan, perintah-perintah, intimidasi-intimidasi dan

biasanya di belakangnya berdiri kekuatan tangguh.

4. Pemilihan media komunikasi

Pemilihan media komunikasi, karena untuk mencapai sasaran

komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa

media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang disampaikan

dan teknik yang dipergunakan, karena masing-masing medium mempunyai

kelemahan-kelemahannya tersendiri sebagai alat. Oleh karena itu

pemanfaatan media radio sebagai alternatif strategi komunikasi

memerlukan perencanaan dan persiapan yang baik dengan memperhatikan

(6)

2.4 Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons

Selama perjalanan hidupnya, Talcott Parsons melakukan banyak

pekerjaan teoretis (Holmwood,1996; Lidzz, 2000l Munch, 2005). Ada

perbedaan-perbedaan penting diantara karya awalnya dan karya yang

kemudian. Didalam bagian ini kita akan membahas yang belakangan,

penteorian fungsional-struktural. Kita memulai diskusi tentang

fungsionalisme struktural Parsons itu dengan empat imperatif fungsional

untuk semua sistem “tindakan”, skema AGIL-nya yang terkenal. Setelah diskusi mengenai keempat fungsi itu, kita akan kembali kepada analisis

terhadap ide-ide Parsons mengenai struktur-struktur dan sistem-sistem.

1. AGIL

Suatu fungsi adalah “suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau

kebutuhan-kebutuhan sistem itu” (Rocher, 1975:40; R.Stryker, 2007).

Menggunakan definisi tersebut, Parsons percaya bahwa ada

empat imperatif fungsional yang berlu bagi (khas pada) semua

sistem-adaptation (A) (Adaptasi), goal attainment (G) (Pencapaian Tujuan), Integration (I) (Integrasi), dan latency (L) (Latensi), atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama,

keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai skema AGIL.

Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat

fungsi tersebut.

1. Adaptasi: suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus

berdaptasi dengan lingkungan dan mengadaptasikan

lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.

2. Pencapaian tujuan: suatu sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

(7)

hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainnya

(A,G,L).

4. Latensi (Pemeliharaan pola): suatu sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui baik motivasi

para individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan

dan menopang motivasi itu.

2.5 Kohesivitas Kelompok

Forsyth (2010) mengatakan kelompok adalah dua atau lebih individu yang dihubungkan dengan dan dalam hubungan sosial. Selain itu,

jika dilihat secara menyeluruh, kelompok seperti satu kesatuan yang

dibentuk dimana dorongan interpersonal yang mengikat anggota

bersama-sama dalam suatu unit dengan batas-batas yang menandai yang berada

dalam kelompok dan diluar kelompok. Kualitas dalam hubungan dalam

kelompok tersebut dinamakan kohesivitas kelompok. Kohesivitas

kelompok dapat dikalim untuk menjadi teori yang paling penting dalam

group dynamic (dinamika kelompok). Tanpa adanya kohesivitas kelompok, individu akan menarik diri dari kelompoknya. Selain itu

kohesivitas kelompok menjadi indikasi dari keberhasilan dalam kelompok

(Forsyth, 2010).

Definisi kohesivitas kelompok awalnya merupakan definisi yang

undimensional. Hal ini terlihat seperti penjelasan Forsyth (dalam

Treadwell, 2001) yang menyatakan kohesivitas kelompok merupakan

penguat yang mengadakan kebersamaan kelompok atau kekuatan darii

ikatan yang menghubungkan anggota kelompok kepada kelompok. Frank

(dalam Treadwell, 2011) mendefinisikan perasaan anggota tentang rasa

kepemilikan kepada kelompok atau daya tarik dari kelompok untuk

anggotanya. Kemudian unidimensional mengenai kohesivitas kelompok

menjadi bergeser menjadi pendekatan multi dimensional.

Hal ini seperti dinyatakan Forsyth (2010) bahwa kohesivitas bukan

(8)

dimana terdapat berbagai macam pendekatan yang terdiri dari social cohesion, task cohesion, perceived cohesion dan emotional cohesion. Forsyth (2010) menjelaskan satu persatu pendekatan tersebut, social cohesion adalah pendekatan yang dilakukan oleh Lewin dan Festinger, mengambil pendekatan psikologi sosial untuk menjelaskan kohesivitas

kelompok, menekankan pengaruh dari interaksi (baik individu maupun

kelompok) dalam kelompok. Pendekatan task cohesion, menjelaskan kekuatan dari kelompok fokus dari tugas, dan tingkat dari kerja sama

ditampilkan dari anggota kelompok dimana mereka berkoordinasi dalam

usaha yang dijalankan dan adanya collective efficary dalam kelompok. Pendekatan perceiver cohesion menyatakan sejauh mana anggota kelompok merasakan mereka berada dalam kelompok (tingkat individu)

dan keseluruhan proses dalam kelompok (tingkat kelompok). Sedangkan

pendekatan emotion cohesion menyatakan tentang kedekatan afektif dalam kelompok, semangat dalam kelompok atau tingkat positif afektif. Di

tingkat kelompok, emosi kelompok berbeda dari emosi tingkat individu.

Menurut Forrest dan Kearns (2001) disamping pengukuran objektif,

pengukuran terhadap persepsi individual anggota kelompok mengenai

tingkat kohesinya dengan kelompok juga tidak boleh diabaikan karena

persepsi ini berpengaruh pada tingkat laku individu tersebut maupun

tingkah laku kelompok secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang

menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah gambaran rasa

kepemilikan individu pada kelompoknya dan perasaan moral yang terkait

dengan keanggotaanya dalam kelompok, serta atribut kelompok yang di

refleksikan melalui hubungan antara individu dengan kelompoknya adalah

(9)
(10)
(11)

Pembentukan

Citra).

Dari penelitian-penilitian terdahulu maka membedakan peniliti yang

akan dilakukan yaitu penelitian ini lebih membahas strategi komunikasi

komunitas futsal Youthkrew Premier League dalam menjaga eksistensinya di kota Salatiga.

2.7 Kerangka Pemikiran

Komunitas futsal Youthkrew Premier League yang didirikan pada 4 Maret 2011, dan komunitas ini tetap bertahan dengan berbagai prestasi dan

dengan 8 tim di dalam komunitas tersebut. Capaian-capaian yang diraih oleh

komunitas YPL selama ini tentu tidak terlepas dari kemampuan komunitas

tersebut dalam membangun strategi komunikasi yang baik diantara

pengurus dan anggota-anggotanya, sehingga komunitas ini tetap bertahan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka model kerangka pemikiran

(12)

internal eksternal

Komunitas YPL (Youthkrew Premier

League)

komunikasi komunitas YPL

A.G.I.L Kohesivitas

kelompok

Strategi komunikasi Komunitas Futsal

Y.P.L (Youthrew Premier League )

Dalam Mempertahankan

Eksistensi

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jumat, tanggal Dua Puluh Lima bulan Agustus tahun Dua Ribu Tujuh Belas, yang bertandatangan dibawah ini Pejabat Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Pekerjaan Umum

Dengan cara menelaah : Nilai belajar siswa pada mata pelajaran Matematika, Daftar hadir siswa (absensi), catatan keaktifan siswa, dsb. Melihat realita di atas

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI FARMASI MELALUI REHABILITASI EKOSISTEM MANGROVE di PESISIR JAWA TIMUR SEBAGAI STRATEGI DALAM MEMPERKUAT POSISI INDONESIA SEBAGAI..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh orang tua kandung dan keadilan

2. Accountability yaitu tanggung gugat terhadap apa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap klien, diri sendiri,

Langkah-langkah mencari artikel menggunakan search engine Disusun Sebagai Kelengkapan RPL.Prodi DIII Keperawatan. Program Percepatan Pendidikan

ini adalah menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja.. Puskesmas Bungus

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, kemudian melihat bentuk tinggalan yang ada, maka dapat diperkirakan bahwa susunan batu temugelang di Malang Raya, baik di punden