• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI DAN KORUPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI DAN KORUPSI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STANDAR KOMPETENSI JABATAN DAN UPAH JABATAN Standar kompetensi jabatan (SKJ) merupakan persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang karyawan dalam pelaksanaan tugas jabatan. Kompetensi jabatan terdiri dari kompetensi dasar dan kompetensi bidang. Kompetensi dasar adalah kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap karyawan. Kompetensi bidang adalah kompetensi yang diperlukan oleh setiap pemegang jabatan sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Standar Kompetensi Jabatan berdasarkan pengertiannya dapat dijabarkan sebagai berikut;

Perta a: pe gertia Standar e urut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah: ukuran tertentu yg dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai

dan sifatnya baku, menurut Oxford Dictionary a level of quality or attainment .

Kedua: pe gertia Ko pete si e urut Oxford Dictionary, adalah; the ability to do something successfully or efficiently, atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa komptensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. menurut Association K.U. Leuven, yaitu; sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dan merupakan spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau suatu perusahaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan.

Ketiga pe gertia Ja ata e urut Ka us Besar Bahasa Indonesia, adalah; pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Me urut O ford E glish Di tio ar , adalah; a job or profession .

Sehingga jika digabungkan, standar kompetensi jabatan adalah suatu yang bernilai tetap dan baku yang digunakan untuk mengukur pekerja dalam bidang pekerjaan keahlian tertentu apakah mampu, berpengetahuan cukup, terampil dan memiliki sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan keahliannya dengan efektif.

Dengan dikuasainya Kompetensi oleh seseorang, maka orang tersebut mampu:  Mengerjakan suatu tugas/pekerjaan (task skill)

 Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan (task management skill)

 Menyelesaikan masalah yang ada dan apa yang harus dilakukan, bilamana terjadi sesuatu keadaan yang berbeda dengan rencana semula (contingency management skill)

 Menghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja termasuk bekerjasama dengan orang lain (job environment skill)

 Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda (transfer skill / adaption skill).

Metode penentuan tingkat upah dalam setiap jabatan adalah dengan menggunakan teknik Analisis Jabatan (Job Analysis). Analisis Jabatan adalah proses sistematis dalam menentukan nilai relatif suatu jabatan terhadap jabatan lain dalam suatu perusahaan

Ada beberapa informasi yang akan diperoleh dari analisis jabatan. Pertama, tugas-tugas pokok yang ada dalam jabatan, termasuk didalamnya perilaku dan aktivitas yang melekat pada jabatan tersebut. Kedua, informasi tentang knowledge, abilities, skills, dan

(2)

kompetensi untuk melakukan tindakan yang bisa dipelajari, baik yang sifatnya motorik, verbal, manual, atau melakukan pengolahan mental yang menyangkut data, orang atau barang. Karaktristik lainnya meliputi faktor kepribadian, sikap, atau watak yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Laporan analisis jabatan untuk seorang Manajer HRD mungkin berupa pengetahuan MSDM, hukum, komunikasi lisan yang baik, serta kemampuan dan keterandalan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Analisis jabatan merupakan pondasi dasar dari sebuah sistem sumber daya manusia. Restrukturisasi, inisiatif perbaikan kualitas, perencanaan sumber daya manusia, desain jabatan, pelatihan, pengembangan karir, dan sistem penilaian prestasi kerja, semuanya berlandaskan pada hasil analisis jabatan. Analisis Jabatan atau Job Analysis adalah sebuah alat yang biasa digunakan dalam manajemen sumber daya manusia. Alat ini diciptakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan lengkap mengenai suatu jabatan atau posisi. Gambaran lengkap dan menyeluruh yang dimaksud adalah uraian mengenai tanggungjawab dan tugas-tugas suatu jabatan (job description) dan uraian mengenai kualifikasi atau persyaratan yang dibutuhkan (job spesification) supaya tanggungjawab dan tugas tersebut dapat dijalankan dan memberikan unjuk kerja (performance) yang dapat diterima (average) dan luar biasa (outstanding). Sehingga dengan demikian, dapat ditentukan Standar Kompetensi Jabatan untuk masing-masing jabatan di dalam struktur organisasi secara keseluruhan. Fungsi MSDM lain yang akan mempergunakan dokumen hasil analisis jabatan (job description and job spesification) adalah perencanaan tenaga kerja (manpower planning), perekrutan dan penempatan (recruitment and placement), pengembangan organisasi (organisation development), pelatihan dan pengembangan (training and development), penggajian dan imbal jasa (compensation and benefit), hubungan industrial (industrial relation), dan juga sistem informasi SDM (human resources information sistem).

Analisis Jabatan untuk tujuan penetapan (nominal) tingkat upah dilakukan dengan menentukan nilai jabatan melalui evaluasi yang meliputi faktor-faktor; edukasi, keahlian, kesulitan tugas, besar tanggung jawab, pengambilan keputusan, dan lain-lain.

Dan Berdasarkan tabel (nilai faktor jabatan) tersebut dapat disusun strukktur upah jabatan kunci. Artinya adalah, bahwa struktur upah yang ditetapkan berdasarkan analysis jabatan tersebut, bukan hanya sekedar menentukan nilai penerimaan yang akan diperoleh calon pemegang jabatan tersebut, melainkan ditetapkan berdasarkan perhitungan kontribusi dari peran personil pemegang jabatan tersebut.

(3)

 Mendapatkan hubungan-hubungan intern berkenaan dengan konsep-konsep upah yang saling berhubungan. Maksudnya: bahwa jabatan yang nilainya tinggi harus dibayar lebih tinggi dari jabatan-jabatan yang nilainya rendah. contoh: Gaji Supervisor harus lebih tinggi dari upah bawahannya.

 Mendapatkan hubungan-hubungan ekstern yang menunjukkan keadaan relatif dari pada struktur upah suatu organisasi yang diinginkan terhadap struktur upah dari perusahaan lain. Maksudnya; bahwa organisasi yang bersangkutan dapat memilih upah yang kurang/melebihi dari standar upah perusahaan lain.

 Menentukan skala/tingkatan atau perbandingan-perbandingan upah secara sistematik dan teratur. Hal ini penting dalam menetapkan sistem upah dan gaji yang benar di dalam organisasi perusahaan, dimana hasil yang akan dicapai merupakan ukuran rasa puas dari majikan dan bawahannya tentang besarnya upah yang dibayarkan.

Penetapan Persyaratan jabatan (Standar Kompetensi Jabatan), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh para pemegang jabatan.

Dari apa yang tergambar dalam tabel diatas, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Buruh hanya dituntut untuk loyal dan fokus pada perintah dan petunjuk mandor.

2. Foreman harus fokus pada pengaturan dan pendistribusian pekerjaan secara merata berdasarkan bobot pekerjaan dengan mempertimbangkan langkah-langkah pengendalian terhadap jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan potensi kerugian (kecelakaan/kerusakan).

3. Supervisor harus fokus pada penjejakan setiap kelemahan yang dapat mempengaruhi produktifitas, serta dituntut untuk mampu melakukan perbaikan dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang teknis kerja, manajerial, dan pengelolaan SDM yang lebih efektif.

4. Superintendent harus mampu merumuskan dan menjalankan strategi yang dapat merangsang peningkatan kinerja dengan usaha yang lebih keras. Sesekali Superintendent perlu turun ke lapangan guna menggali potensi-potensi yang dapat dikembangkan untuk peningkatan kinerja.

5. Top Manajemen harus mampu berpikir secara konseptual dan analitikal guna merncanakan strategi pengelolaan usaha yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

(4)

kemudian mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan pada level 2 dan atau bahkan level 1, sehingga yang bersangkutan mendapatkan kenikmatan berupa penyesuaian upah berdasarkan jabatan yang didudukinya.

KEPMEN BUMN TENTANG GCG

Keputusan Menteri BUMN No. Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan GCG pada BUMN, Pasal 4, menyebutkan bahwa; Penerapan good corporate governance pada BUMN, bertujuan untuk :

1. Mengoptimalkan nilai BUMN agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional, sehingga mampu mempertahankan keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan BUMN; 2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, efisien, dan efektif, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan

kemandirian Organ Persero/Organ Perum;

3. Mendorong agar Organ Persero/Organ Perum dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN;

4. Me i gkatka …….dst. . ……. dst.

Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN tersebut, sangat jelas bagi kita bahwa; Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.

Selanjutnya, bila dilihat dari Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance pada Bab VI tentang Pemangku Kepentingan – Pedoman Pokok Pelaksanaan halaman 23, Nomor 1 - Karyawan, bahwa;

1.1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait dengan sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai penerimaan karyawan.

1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang karir dan penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara obyektif, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.

1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.

1.4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat bekerja secara kreatif dan produktif.

1.5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.

1.6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama, fasilitas, atau hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk kepentingan pribadi. Untuk itu perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat menjaga agar setiap karyawan menjunjung tinggi standar etika dan nilai-nilai perusahaan serta mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang berlaku.

1.7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk menyampaikan pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.

1.8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.

Dimana, nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam mencapai dan memelihara condition of enterprise excellence sesuai dengan maksud yang terkandung, baik di dalam Peraturan Menteri BUMN No.

(5)

UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

Korupsi merupakan permasalahan universal yang dihadapi oleh seluruh negara dan masalah yang pelik yang sulit untuk diberantas, hal ini tidak lain karena masalah korupsi bukan hanya berkaitan dengan permasalahan ekonomi semata melainkan juga terkait dengan permasalahan politik, kekuasaan, penegakan hukum, dan hal-hal atau bentuk-bentuk lain yang belum terlihat atau belum disadari sehingga terus menjadi ancaman laten. Dilihat dari sudut pandang sejarah, korupsi telah dilakukan sejak dulu hingga kini. Korupsi dilakukan oleh seluruh tingkat usia (kecuali anak-anak). Bila dilihat dari sudut manajemen maka korupsi terjadi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap pengawasan kegiatan.

Definisi korupsi dapat ditafsirkan melalui ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 Undang-undang No.31 tahun 1999, yang menyatakan bahwa, ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Berdasarkan ketentuan tersebut maka suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai korupsi apabila memenuhi keseluruhan elemen-elemen sebagai berikut:

a. Perbuatan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dilakukan secara melawan hukum; b. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara atau perekonomian negara;

c. Maka terhadap perbuatan tersebut dikenakan pidana.

d. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek BW ,

Sedangkan, dalam konteks hukum pidana, menurut pendapat dari Satochid Kartanegara, elawa huku Wederrechtelijk) dalam hukum pidana dibedakan menjadi:

1. Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. 2. Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan u gki wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan

diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel).

Lebih lanjut, Schaffmeister, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 8, erpe dapat ahwa elawa huku a g ter a tu di dala ru usa delik a g e jadi agia i ti delik se agai elawa huku se ara khusus o toh Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP , seda gka elawa huku se agai u sur a g tidak dise ut dala ru usa delik tetapi e jadi dasar u tuk e jatuhka pida a se agai elawa huku se ara u u o toh Pasal 351 KUHP).

Pendapat dari Schaffmeister ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia, contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU Tipikor . Dala Pasal UU Tipikor terdapat u sur elawa huku , seda gka dala Pasal 3 UU Tipikor tidak di a tu ka u sur elawa huku . Le ih jelas lagi dala penjelasan Pasal 2 UU Tipikor dise utka : Yang dimaksud dengan se ara elawa huku dala Pasal i i e akup per uata elawa huku dala arti for il aupu dala arti ateriil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipida a .

PERAN PEMEGANG JABATAN

Bertitik tolak dari apa yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik membahas masalah komptensi pemegang jabatan dikaitkan dengan UU Korupsi dan Peraturan mengenai Good Corporate Governance.

Ja ata e urut Ka us Besar Bahasa I do esia, adalah; pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Menurut O ford E glish Di tio ar , adalah; a job or profession . Pada stiap ja ata telah dite tuka Ethical Comptency yang merupakan standar minimal yang harus dipenuhi oleh calon pemegang atau pemegang jabatan tersbut. Menurut Kamus Inggris Indonesia oleh Echols and Shadily (1992: 2.19), Moral = moral, akhlak, susila (su = baik, sila = dasar, susila = dasar-dasar kebaikan); Moralitas = kesusilaan; Sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Maka, Ethical Competency adalah syarat kompetnsi yang layak dan sesuai dengan tuntutan jabatan yang ditetapkan.

(6)

berhubungan erat dengan kepemimpinan yang efektif di dalam suatu organisasi. Hal itu dapat diartikan juga sebagai suatu kondisi organisasi yang menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai konsisten dalam jabatan. Jadi, ada beberapa kata kunci di sini, yaitu:

a. Etika adalah suatu disiplin ilmu yang membedakan apa yang baik dan buruk berkaitan dengan hutang budi dan kewajiban, dapat juga diartikan sebagai satuan prinsip moral atau nilai-nilai.

b. Perilaku etis, yaitu suatu yang diterima sebagai moral baik dan kebenaran, dan lawan dari keburukan atau kesalahan dalam suatu perilaku tertentu.

c. Kesusilaan adalah suatu sistem atau doktrin dari moral yang mengacu pada prinsip kebenaran dan kesalahan dalam suatu perilaku.

Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pelaku usaha terhadap etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan bisnis.

Salah satu contoh yang belum pernah mendapatkan perhatian baik bagi pemerintah maupun masyarakat adalah tanggung jawab (kompetensi kerja) sebagai nilai tukar atas upah yang diterima pekerja. Artinya, pantas kah dan brhak kah seseorang yang memiliki kompetensi setingkat buruh/pelaksana dipromosikan menjadi supervisor dan menerima penghasilan sesuai standar penghasilan pada jabatan tersebut? Walaupun dalam melaksanakan aktifitas kerjanya, si buruh tersebut tidak pernah mampu menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana yang dituntut dari jabatan tersebut? Apalagi berdasarkan penilaian performance yang dari waktu ke waktu menunjukkan angka penurunan, lantas berhak kah yang bersangkutan menerima upah pada jabatan tersebut berdasarkan kontribusi yang dapat disumbangkannya? Benar kah tindakan manajemen perusahaan mempromosikan orang yang tidak kompeten tersebut, bila perangkat personil manajemen sesungguhnya juga adalah sosok yang menerima amanah kepercayaan dari share holder? Selama ini perhatian banyak orang hanya terfokus pada pemeberian upah dibawah standar. Sehingga, bila ada perusahaan (BUMN, BUMD, Swasta) yang menetapkan upah tinggi patut diberi acungan jempol. Namun permasalahannya bukanlah pada penetapan upah yang tinggi, melainkan pada penempatan personil yang berdasarkan bobot dan kualifikasi jabatan, pekerja tersebut tidak layak karena tidak mampu memenuhi standar kualifikasi/kompetensi pada jabatan tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita kaji dari beberapa pertimbangan sebagai berikut;

1) Seorang pekerja yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmen kerjanya dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan perkembangan organisasi, sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional. Profesionalisme pekerja juga akan muncul dalam perilaku kerja sehari-hari. Ia dapat diamati oleh atasan atau pimpinan, dan tentunya dapat berdampak langsung pada kinerja unit kerjanya.

2) Kemunculan sikap professional pekerja dapat terlihat dari sejumlah ciri-ciri kemampuan berpikir, perilaku kerja dan nilai dan norma yang diacu dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Lebih jauh Fadilah (2012) mengidentifikasi ciri-ciri seberapa profesionalkah seorang pekerja, yaitu :

 Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan.

 Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan

 Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan kerja yang akan dihadapinya.

 Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.

3) Bila dicermati, maka ciri profesionalisme merupakan wujud dari kompetensi yang dimiliki seorang pekerja. Sehingga seorang pekerja dikatakan profesional, bila ia memiliki sejumlah kompetensi yang menjadikan dirinya mampu menunjukkan tingkah laku, keahlian atau kualitas seorang yang profesional. Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2002, pada pasal 5 huruf (e) telah menegaskan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan.

(7)

profesional. Profesionalisme sendiri berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Dengan demikian, bila kita pahami profesio alis e sesu gguh a engacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.

5) Penilaian Kompetensi, yang menurut Peraturan Kepala Badan Kepekerjaan Negara No 13 Tahun 2011, diartikan sebagai proses membandingkan antara kompetensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kompetensi yang dmiliki oleh pemegang jabatan atau calon pemegang jabatan. Kompetensi yang dimaksud adalah karakteristik yang mendasari individu dengan merujuk pada kriteria efektif dan atau kinerja unggul dalam jabatan tertentu. Metode yang sering digunakan untuk menilai kompetensi dari seorang pekerja adalah Assessment Center (AC).

6) Pasal 12 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kompetensi karyawan melalui pelatihan kerja dan memberikan ksempatan yang sama kepada semua karyawan untuk mengikuti pelatihan. Pelaksanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan dan kesempatan yang ada agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan. Berdasarkan pasal ini bisa dilihat pengusaha tidak hanya menuntut karyawan produktif serta berdaya guna, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk terus memelihara dan mengmbangkan kemampuan karyawannya.

7) Menurut Wordnet Princeton Education, korupsi adalah; lack of integrity or honesty, use of a position of trust for dishonest gain. (kurangnya integritas atau kejujuran, penggunaan posisi yang dipercayakan untuk keuntungan yang tidak jujur). Mushtaq Khan(1996:12) mendefinisikan korupsi, sbb; orruptio is eha iour that de iates fro the for al rules of conduct governing the actions of someone in a position of public authority because of private-regarding motives such as ealth, po er, or status . (korupsi adalah "perilaku yang menyimpang dari aturan-aturan formal yang mengatur perilaku tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik karena motif pribadi seperti kekayaan, kekuasaan, atau status).

Dengan demikian, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa;

1. Mempromosikan karyawan pada suatu jabatan kunci harus dilakukan lewat serangkaian assessment yang mampu menunjukkan hasil ukur yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga dapat secara terpercaya menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, dan pada waktu yang tepat pula;

2. Untuk dapat menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat dan pada waktu yang tepat, maka perusahaan harus menyelenggarakan suatu Career Succession Planning;

3. Penempatan karyawan pada suatu posisi/jabatan tertentu, yang proses pelaksanaannya tanpa mengindahkan angka (1) dan (2) diatas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas prinsip-prinsip GCG dan UU Tindak Pidana Korupsi;

4. Penempatan karyawan sebagaimana dimaksud angka (3) diatas dapat dikatgorikan sebagai pelanggaran atas UU Tindak Pidana Korupsi, adalah sebagai berikut:

a. Karena dengan sengaja melangkahi prinsip; Transparansi, Akuntabilitas, Resposibilitas, Independensi, Fairness.

b. Dengan dilangkahinya prinsip-prinsip tersebut hurup (a) diatas, maka dapat dipastikan bahwa proses promosi tersebut telah dicemari oleh tindakan kolusi dan nepotisme, yang didalam Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU Tipikor dise utka ter asuk dala per uata korupsi .

5. Karyawan yang dipromosikan pada suatu jabatan tertentu, yang kompetensinya tidak memenuhi standar kompetensi jabatan secara mencukupi, dan kemudian dengan itu dia menerima upah sebesar nilai jabatan yang diterimanya, yang dimana dia ternyata tidak berhasil memberikan kontribusi sesuai tujuan pembentukan jabatan tersebut, maka selisih antara kontribusi yang diberikan dan upah yang diterimanya adalah sebuah pemberian dari uang perusahaan/Negara oleh seseorang yang dapat dituntut pertanggung jawabannya, dan diterima oleh karyawan tersebut sebagai sebuah kenikmatan yang bukan haknya. Sehingga antara yang memberi dan yang menerima dapat dijerat dengan sanksi hukum sesuai Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang-Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6. Bila diperhutungkan jumlah selisih yang diterima setiap bulannya oleh karyawan yang mendapatkan kenikmatan dimaksud angka (5) diatas, maka dalam sepanjang tahun perusahaan/Negara telah dirugikan dalam jumlah yang dapat dihitung sangat besar nilainya. Apalagi bila dikalikan dengan (kemingkinan) sejumlah karyawan lainnya dengan tipe kompetensi yang sama dengan karyawan tersebut angka (5) dimaksud, maka kerugian perusahaan/Negara akan semakin berlipat ganda.

Referensi

Dokumen terkait

diharapkan Aplikasi dapat menampilkan data laporan barang rusak, detail, serta perintah yang dapat dilakukan pada laporan tersebut tersebut. Hasil

Secara anatomis dan embryologi terdapat hubungan antara rongga perut dengan skrotum, sehingga organ intraabdominal maupun cairan dapat masuk kerongga skrotum

(5) Menteri menerbitkan Keputusan Menteri tentang Izin Badan Usaha Bahan Peledak, dengan mempertimbangkan saran atau rekomendasi yang diajukan oleh Tim Pengawas

Karena para pelayan anak (yaitu pengurus dan guru-guru Sekolah Minggu, pemimpin dan pembina sel anak, dan mereka yang terlibat dalam pelayanan anak) adalah orang-orang yang

Kegiatan Pelatihan dan Pembentukan Korps Mubaligh/Mubalighot Muhammadiyah dan 'Aisyiyah di kedua cabang sasaran telah terlaksana sesuai dengan tujuan dan target

dilakukan agar proses kebijakan secara keseluruhan dapat berlangsung secara baik. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh

Abstrak: Serat sisal merupakan penguat yang menjanjikan untuk digunakan sebagai komposit karena harganya yang murah, densitasnya yang rendah, kekuatan spesifik dan

(2017) menyatakan bahwa pemberian Kompos Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan dosis 500gr/tanaman atau 5 ton/ha cenderung memperlihatkan pertumbuhan dan