• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun dari Bawah Strategi Adaptasi d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membangun dari Bawah Strategi Adaptasi d"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

MEMBANGUN DARI BAWAH: STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI

PERUBAHAN IKLIM DI KOMUNITAS PESISIR1

Dedi Supriadi Adhuri, Happy Indarto, Ratna Indrawasih, Sudiyono dan Ana Windarsih

---

Pendahuluan

Dampak perubahan iklim telah nyata terjadi, bukan lagi prediksi. Indonesia sebagai negara kepulauan sudah merasakan kerentanan dampak tersebut, terutama bagi wilayah dan komunitas pesisir. Rob yang semakin meluas, gelombang tinggi, intrusi laut semakin ke darat menyebabkan kerusakan infrastruktur di laut dan di pantai, gagal panen hingga mengancam ketahanan pangan, mata pencaharian maupun kualitas lingkungan hidup mereka. Penelitian ini mencoba menjelaskan dampak perubahan iklim, strategi adaptasi yang sudah dilakukan serta mengkoneksikan di antara berbagai stakeholder terkait, hingga mampu mewujudkan kolaborasi dalam menghadapi perubahan iklim.

Penelitian difokuskan di Desa Kalibuntu Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (Gambar 1).

Secara topografi Desa Kalibuntu merupakan daerah yang rendah, sehingga luas genangan rob menjadi lebih rawan dibanding daerah pesisir lain; kerugian sosial ekonomi akibat rob maupun abrasi menjadi lebih besar; atas data angin 10 tahun, prediksi gelombang dan oseanografi fisika mempunyai tipe semidiurnal, artinya dua kali pasang dan dua kali surut;

1

Tulisan ini terlah diterbitkan sebagai satu chapter pada Santoso, Heru (2014). Membangun Stategi Adaptasi Perubahan Iklim. Bandung: Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hal. 123-139.

(2)

2

serta memori social masyarakat menginformasikan bahwa pantai sudah mengalami kemunduran, di beberapa bagian mencapai ratusan meter, sehingga perlu mendapatkan perhatian lebih. Permasalahan utama di desa Kalibuntu yang terkait dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim adalah abrasi dan rob.

Tahun pertama penelitian (2012) difokuskan pada identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di wilayah dan komunitas pesisir. Sementara tahun kedua mendalami permasalahan terkait gejala perubahan iklim dan dampak yang telah dialami oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dan strategi adaptasi yang telah dilakukan oleh masyarakat. Di samping itu, mencoba untuk menjembatani koneksi dan interaksi antara stakeholder terkait perubahan iklim sedemikian rupa, sehingga mereka bisa berkolaborasi untuk mengembangkan strategi adaptasi dan mitigasi secara kolaboratif.

Metodologi: Pendekatan, data dan tahapan kerja

Asumsi dasar dari penelitian ini adalah bawah pembangunan yang dilakukan secara top-down cenderung gagal memenuhi tujuannya, alternatif untuk mengatasi masalah ini adalah penerapan pola pembangunan yang bottom-up (Silitoe, Bicker dan Potter 2002, tanpa no halaman). Penelitian yang berorientasi action ini merupakan sebuah ujicoba alternatif pendekatan bottom- up dalam konteks perubahan iklim. Oleh karenanya, selain mengumpulkan informasi tentang perubahan iklim dan dampaknya, penelitian ini juga mencoba melibatkan stakeholder terkait untuk memahami bersama masalah perubahan iklim dan menginisiasi kolaborasi untuk pengembangan adaptasi dan mitigasinya.

(3)

3

(Heal dan Kristöm, 2002)2. Aksi ini wujudnya dua yakni mengurangi luaran gas karbon dan methan ke alam dan meningkatkan seraban terhadap karbon (carbon zink).

Sementara itu, dengan mengadopsi konsepsi Andrew dkk (2007) tentang pengelolaan perikanan adaptif, kami mengangap kerja pengelolaan pesisir berorientasi adaptasi/mitigasi perubahan iklim bisa dilaksanakan dengan empat tahap yang siklikal (Gambar 2).

 Tahap pertama adalah tahap diagnosis. Pada intinya tahap ini merupakan rangkaian kegiatan untuk mengumpulkan informasi terkait perubahan iklim, dampaknya serta potensi dan hambatan adaptasi dan mitigasi.

 Tahap kedua adalah tahap penyusunan rencana adaptasi/mitigasi. Tahap ini merupakan proses pengolahan data-data yang dikumpulkan pada tahap pertama dan menterjemahkannya ke dalam rancangan adaptasi/mitigasi. Identifikasi terhadap opsi-opsi adaptasi/mitigasi dan rencana aksi serta identifikasi indikator-indikator keberhasilan merupakan hasil akhir dari tahap ini.

 Tahap ketiga, adalah kegiatan implementasi dari rencana aksi yang sudah dirumuskan pada fase ke dua.

 Tahap keempat adalah evaluasi terhadap hasil dari implementasi rencana adaptasi/mitigasi. Hasil dari evaluasi ini akan menjadi feed back untuk peningkatan adaptasi/mitigasi.

Selain tahap-tahapannya yang siklikan, issue yang juga penting dalam perspektif ini adalah partisipasi. Perspektif pengelolaan adaptif mengharuskan pelibatan stakeholder yang berimbang pada setiap tahap pekerjaan. Jika inisiatif pengelolaan berawal dari pihak luar, maka partisipasi stakeholder local diarahkan untuk semakin intensif sejalan tengan tahap-tahap pengelolaan. Hal ini harus dilakukan karena pada akhirnya pihak luar akan keluar dar ikonteks pengelolaan itu sendiri.

2

Pengukuran yang detail tentang perubahan iklim adaptasi dan mitigasi, selalu mencakup pengukuran tentang vulnerability dan adaptive capacity, climate scenario dan lain-lain. Pemahaman tentang konsep-konsep dasar in ibisa dilihat di Fäussel, Hans-Martin (2007) dan Brooks, Nick (2003).

(4)

4

Hasil dan pembahasan

Indikasi perubahan iklim dan dampaknya

Case, Ardiansyah dan Spector (non-dated) dalam kajiannya menyimpulkan bahwa perubahan iklim di Indonesia sudah dan akan terus terjadi. Untuk yang pertama, mereka menyebutkan rata-rata tahunan suhu udara naik sekitar 0.3°C, curah hujan rata-rata tahunan juga telah turun sebanyak 2-3%, pola waktu hujan juga sudah bergeser –penurunan rata-rata hujan tahunan di daerah Selatan dan peningkatan di daerah utara. Pola musim hujan dan panas juga telah berubah –musim hujan di daerah selatan telah meningkat, sementara hujan di musim kering di bagian utara telah menurun. Mengutip Hulme dan Sheard (1990), Boer dan Faqih (2004) serta Naylor et al. (2007), mereka juga mengemukakan ke depannya akan terjadi peningkatan suhu udara sektiar 0,2 sampai 0,3°C per dekade. Akan ada peningkatan curah hujan di kebanyakan kepulauan Indonesia kecuali di daerah selatan di mana diperkirakan akan turun sampai 15 persen. Ditengarai pula akan terjadi perubahan pola curah hujan; bagian Sumatra dan Kalimantan akan menjadi 10-30% lebih basah pada tahun 2080an pada bulan Desember-Februari; Jakarta diproyeksikan akan 5-15% lebih kering pada bulan Juni-Agustus. Pergantian musim akan mundur 30 hari, 10% peningkatan curah hujan pada bulan April-Juni, dan sampai 70% penurunan pada Juli-September.

Penelitian ini tidak mengukur secara kuantitatif intensitas perubahan iklim yang telah terjadi di Probolinggo (Kalibuntu), tetapi menggali persepsi dan indikasi yang dirasakan dan dialami masyarakat. Dalam hal ini, baik informan yang diwawancarai maupun peserta diskusi terfokus mengatakan bahwa mereka telah merasakan hari-hari yang semakin panas, pola musim yang semakin tidak menentu, termasuk peningkatan frekuensi cuaca ekstrim dan meningkatnya genangan rob. Rujukan berubahnya pola musim dikaitkan dengan pengenalan terhadap 4 (empat) musim yaitu musim angin barat (musim barat/namberek), musim Timur, musim angin Gending dan musim angin utara. Keempat musim itu biasanya terjadi secara berturut-turut November sampai Januari, Mei sampai Juni, Juli sampai Agustus dan September sampai Oktober. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, masyarakat Kalibuntu telah merasakan perubahan pola musim ini. Mereka mengatakan musim sekarang lebih tidak menentu. Selain dicirikan dengan arah dan kecepatan angin, musim juga terkait dengan curah hujan. Oleh karenanya, semakin tidak menentunya musim juga berarti semakin tidak menentunya frekuensi dan intensitas curah hujan.

(5)

5

rob. Menurut masyarakat rob yang puncaknya terjadi pada musim Barat (Nopember-Desember) dan MUsim Timur (Juli-juli), semakin hari semakin tinggi genangannya dan semakin luas wilayah yang tergenangnya. Hasil pengukuran kami terhadap tutupan rob pada tahun 2012 menunjukkan bahwa rob tertinggi bisa mencapai 110 cm, luas genangan mencapai 87,84 Ha. Wilayah yang tergenang itu meliputi 0,35 Ha sawah, 54,436 Ha tambak, dan 33,054 Ha pemukiman.

Dampak perubahan yang dirasakan oleh masyarakat berbeda-beda untuk indikator dan sector yang berbeda-beda:

- Peningkatan suhu udara dirasakan menggangu kenyamanan menjalankan kehidupan sehari-hari, meskipun orang kemudian menjadi terbiasa. Perubahan pola musim dan peningkatan ketidaktentuannya menyebabkan masyarakat seringkali kesulitan menjalankan pekerjaannya.

- Arah dan kecepatan angin yang sering berubah yang juga terkait dengan besar dan kekuatan gelombang di laut menyebabkan nelayan sulit melaut. Berkurangnya hari melaut, menyebabkan penurunan penghasilan nelayan. Musim hujan, menariknya, lebih dilihat sebagai musim yang lebih baik untuk mencari ikan. Pada tahun 2010 saat hujan terjadi sepanjang tahun, nelayan mengalami panen ikan yang sangat baik, melebihi hasil-hasil panen di mana panas lebih panjang.

- Sebaliknya, hujan yang berkepanjangan telah membuat runtuhnya produksi garam. Produksi garam melalui sistem tambak/kolam membutuhkan panas matahari yang panjang. Hujan sepanjang tahun yang terjadi pada tahun 2010 telah menyebabkan kegiatan pembuatan garam di Kalibuntu berhenti. Demikian, mundurnya awal kemarau ke Juli dan berakhir Oktober juga menurunkan produksi garam di sana. Jika tahun 2012, saat mana musim kemarau berjalan normal, produksi garam bisa mencapai 32 ribu ton, pada tahun 2013 hanya ditargetkan 16 ribu ton.

- Bagi para petani sawah dan ladang, curah hujan sangat menentukan tanaman apa yang mereka tanam. Arah dan kecepatan angina juga mempengaruhi sebaran hama. Oleh karenanya pergeseran, utamanya penambahan tingkat ketidaktentuan musim, menimbulkan kesulitan tersendiri bagi petani.

- Dengan memperhitungkan nilai potensi lahan, penghitungan potensi kerugian akibat genangan rob tahun 2012 adalah sebagai berikut. Pootensi kerugian total mencapai Rp. 1.899.800.890. Rincian dari potensi kerugian itu adalah lahan sawah sebedar Rp. 4.121.250, tambak bandeng sebesar Rp. 242.240.200, pemukiman Rp. 154.400,000.000 dan tambak kepiting sebesar Rp. 739.440.

- Kami tidak menghitung kerugian yang telah dialami penduduk desa terkait dengan pergerusan garis pantai. Namun demikian kiranya dapat dibayangkan --dari perhitungan potensi kerugian akibat rob di atas, berapa kerugian yang telah diderita masyarakat setelah separuh dari kampungnya telah menjadi lautan. Selain itu, penggerusan pantai masih mengancam tambak-tambak garam, tambah ikan dan kepiting yang terletak di garis pantai.

Adaptasi yang sudah dilakukan

Berbagai usaha untuk mengatasi dampak perubahan iklim sudah dilakukan oleh mayarakat dan pemerintah daerah Probolinggo dan Jawa Timur. Pada level komunitas, beberapa strategi yang bisa dikatakan sebagai bagian dari adaptasi adalah:

(6)

6

ikandi laut dengan mengumpulkan kerang di pinggir pantai. Sebagian hanya beristirahat sambil membersihkan perahu atau memperbaiki alat tangkap. Saat cuaca ekstrim berkepanjangan, sebagiandari mereka mengerjakan pekerjaan alternatif, beralih profesi sementara atau sekalamanya ke sector lain seperti pertukangan, tukang beca atau kegiatan lain berbasis di daratan. Bagi sebagian nelayan udang yang peruntungannya ada di musim kemarau, musim hujan adalah waktu untuk meninggalkan perahu-perahu kecilnya dan berpindah menjadi anak buah kapal purse seine.

-Adaptasi dari petani terhadap ancaman cuaca yang tidak menentu lebih pada pemilihan tanaman yang dianggap cocok untuk kondisi tertentu. Pada umunya tanaman musim hujan dan musim panas. Dua jenis tanaman ini yang silih berganti ditanam sesuai ekspektasi mereka akan kondisi cuaca.

-Menghadapi ancaman abrasi maupun rob dari arah laut, pemerintah membangun tanggul. Pada awalnya pemerintah membangun tanggul dari tembok, tetapi karena ternyata tidak bertahan lama, maka tanggul selanjutnya dibuat dri tumpukan batu-batu besar. Tanggul yang dibuat terakhir ini terbukti tahan. Tanggul-tanggul ini didirikan lebih untuk melindungi pengerusan garis pantai di daerah pemukiman.

-Pembuatan dan meninggikan tanggul juga dilakukan oleh anggota masyarakat yang memiliki tambak (garam dan ikan) di pinggir laut. Karena keterbatasan dana, mereka lebih banyak membuat tanggul yang terbuat dari pagar bambu dan tumpukan batu-batu kecil yang mereka sebut sebagai plengseng. Tanggul seperti ini tidak bertahan lama, paling hanya semusim saja.

-Pada level rumah tangga, adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi rob adalah pembuatan pagar tembok di depan rumah-rumah mereka dan peninggian fondasi. Sebagian dari rumah tangga di Kalibuntu, ada juga yang pindah rumah baik masih di dalam lingkup desa maupun ke luar desa.

Opsi-opsi adaptasi dan mitigasi: merintis kolaborasi pengelolaan pesisir

(7)

7

Gambar 5. Peta Ancaman yang dihadapi Desa Kalibuntu jika tanggul tidak teratasi

Atas dasar kesadaran itu, disepakati bahwa adaptasi yang harus diprioritaskan adalah pembuatan tanggul. Dalam hal ini Bappeda telah menyediakan dana sebesar 500 juta rupiah untuk memulai penggarapannya tahun 2014. Dana ini belumlah mencukupi mengingat tanggul yang dibutuhkan cukup panjang. Namun demikian inisiatif untuk mengawali gerak di lapangan tentu akan membantu untuk tahap selanjutnya.

Selain tanggul, para pihak juga sepakat untuk memikirkan penanaman mangrove di pantai yang terancam abrasi. Penanaman mangrove sekaligus juga akan merupakan langkah mitigasi perubahan iklim. Dalam hal ini, seorang ahli mangrove dari Akademi Perikanan Sidorajo, Bambang Suprakto, yang sempat melakukan observasi di Kalibuntu mencatat hal-hal berikut:

- Lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman mangrove adalah di sisi sepanjang pantai setelah gelombang pecah ke arah darat. Atau di kawasan tambak, bekas tambak dan daerah terlindung lainnya. Sedangkan penanaman mangrove ke arah laut tidak dapat dilakukan, karena pada kawasan tersebut merupakan lokasi gelombang pecah, arus balik yang energinya 2-5 kali dari energi gelombang lurus, serta arus pasang-surut.

- Pada kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman mangrove tersebut di atas, diperlukan bangunan pemecah gelombang dan peredam gelombang dengan cara:

- Menambah ketinggian bekas pematang tambak setinggi 0,5-1 meter berupa tumpukan batu atau karung pasir (pemecah gelombang).

(8)

8

- Sesuai dengan vegetasi mangrove yang dominan ditemukan dan dapat tumbuh dengan baik di lokasi calon rehabilitasi mangrove, maka jenis vegetasi yang padat dikembangkan adalah jenis:

- Bakau/Tinjang (Rhizophora spp) tumbuh pada subtrat (tanah) yang berlumpur, dan dapat mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang agak berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan.

- Api-api (Avicennia sp) lebih cocok ditanam pada subtrat (tanah) pasir berlumpur terutama di bagian terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan

- Tancang (Bruguiera sp) dapat tumbuh pada subtrat yang lebih keras, ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.

Salah seorang peserta dari wakil pengusaha tambak dari Sidoagung menyatakan kesediaanya untuk menyumbangkan 10.000 bibit mangrove jika kegiatan ini akan direalisasikan. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Probolinggo juga bisa memasukkan program penanaman mangrove di Kalibuntu.

Selain catatan teknis tersebut di atas, ada persoalan-persoalan sosial yang harus didiskusikan lebih lanjut terkait inisiatif pembuatan tanggul dan penanaman mangrove. Persoalan pertama terkait pemilikan lahan dari wilayah yang akan dibangun tanggul atau ditanami mangrove. Pengalaman terdahulu masalah ini sensitif memicu konflik kalau tidak dilakukan secara hati-hati. Akibat pendekatan proyek, dari pengalaman lalu, memunculkan masalah ini. Oleh karenanya langkah-langkah yang bersifat partisipatori dan kolaborasi harus dilakukan dengan keterlibatan masyarakat secara penuh. Kepala Desa sendiri agak mengkhawatirkan masalah ini, karena menurut beliau, agak sulit mendorong masyarakat untuk mendukung secara penuh program-program seperti ini. Utamanya orang-orang yang lahannya akan menjadi tempat mendirikan tanggul atau ditanami mangrove. Namun demikian, seorang wakil dari petambak mengatakan, dia siap untuk membantu secara penuh rencana ini. Dia sendiri telah siap mengalokasikan lahannya untuk ditanami mangrove atau dijadikan tanggul.

Opsi adaptasi lain yang juga sempat diperbincangkan adalah diversifikasi matapencaharian. Khusus untuk peningkatan budidaya kepiting, peneliti dari Pusat Oseanografi (P2O)-LIPI yang mendalami penelitian kepiting siap membantu. Penelitiannya yang sedang dikerjakan di Probolinggo memang terkait dengan kepiting. Hasil penelitian P2O-LIPI tersebut telah berhasil melakukan praktek pemijahan kepiting. Jika itu bisa dikembangkan di Probolinggo, mungkin bisa dimanfaatkan untuk menanggulangi kekurangan bibit yang selama ini terjadi. Alternatif-alternatif pembiayaan untuk alih teknologi dan pengetahuan terkait ini perlu dijajaki.

Opsi-opsi lain yang juga sempat dibahas. Misalnya, merespon kekhawatiran Kepala Desa Kalibuntu, LP2M menyarankan dilaksanakannya program-program pengembangan sumberdaya manusia di desa itu. Menurutnya, program-program ini akan meningkatkan akseptabilitias dan dukungan masyarakat terhadap program-program yang akan dikembangkan sebagai adaptasi perubahan iklim.

(9)

9

Penutup

Fenomena perubahan iklim sebagai dampak pemanasan global, menampakkan diri dalam berbagai bentuk perubahan lingkungan, yang bersifat spesifik wilayah. Demikian juga pola adaptasi dan mitigasi yang dilakukan penduduk suatu wilayah sangat ditentukan oleh kondisi geografi dan sosial budaya masyarakat. Berbagai bentuk fenomena perubahan iklim selama lima sampai 10 tahun terakhir yang langsung dirasakan oleh masyarakat nelayan Desa Kalibuntu adalah berlangsungnya perubahan pola musim (: arah dan kecepatan angin, serta curah hujan), semakin seringnya cuaca ekstrim suhu udara yang semakin panas, rob yang semakin tinggi dan luas jangkauannya, serta abrasi garis pantai yang semakin ganas.

Berbagai fenomena perubahan iklim tersebut telah berdampak pada, rusaknya berbagai infrastruktur bangunan prasarana fisik seperti jebolnya bangunan tanggul penahan gelombang air laut, rusaknya lahan pemukiman dan tambak serta terganggunya kegiatan sehari-hari maupun kegiatan usaha. Tambahan pula, peningkatan intensitas perubahan iklim yang pada ujungnya meningkatkan ancaman terhadap ruang hidup dan kegiatan penghidupan masyarakat.

Berbagai bentuk tindakan adaptasi telah dilakukan penduduk, antara lain relokasi rumah, peningkatan fondasi dan pembuatan pagar tembok rumah, pembuatan tanggul dan lain-lin. Dalam sektor usaha, masyarakat juga telah mengupayakan berbagai langkah adaptasi seperti menghindari ke laut saat cuaca ekstrim, melakukan pekerjaan alternative atau memilih jenis tanaman yang cocok dengan perkiraan mereka terhadap kemungkinan cuaca, pagi para petani. Sebagian dari usaha-usaha itu berhasil, tetapi sebagian juga tidak. Ancaman terhadap keajegan lingkungan maupun penghudupan masyarakat masih cukup besar.

Untuk hal terakhir, kegiatan penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi opsi-opsi adaptasi dan mitigasi dan menggerakan pemangku kepentingan lokal baik masyarakat sendiri, pemerintah daerah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat untuk bergerak secara berkoordinasi dan berkolaborasi melakukan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi. Dalam hal ini, mereka bersedia untuk memulai kerja membangun tanggul tambahan dari yang telah ada di desa, menaman mangrove dan memikirkan langkah-langkah strategid lain.

Daftar Pustaka

Andrew NL, Bene´ C, Hall SJ, Allison EH, Heck S, Ratner Blake D. Diagnosis and management of small-scale fisheries in developing countries. Fish and Fisheries 2007;8:227–40.

Boer, R., and A. Faqih. "Current and future rainfall variability in Indonesia." An Integrated Assessment of Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability in Watershed Areas and Communities in Southeast Asia (2004).

Brooks, Nick. 2003. Vulnerability, risk and adaptation: A Conceptual framework. Working paper No. 28. Tyndall Center for Climate Change Research.

(10)

10

Fäussel, Hans-Martin. 2007. Adaptation planning for climate change: concepts, assessment approaches, and key lessons. Sustain Scie. Integrated Research System for Sustainability Science and Springer.

IPCC, 2007: Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden and C.E. Hanson, Eds., Cambridge University

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian
Gambar 2. Skema Langkah Pengelolaan Pesisir
Gambar 5. Peta Ancaman yang dihadapi Desa Kalibuntu jika tanggul tidak teratasi

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang dinyatakan oleh (Hidayat, 2008) bahwa subprime mortgage ini terjadi karena dalam beberapa tahun terkahir cukup banyak kredit perumahan di Amerika

Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah suatu kondisi yang

Dari data pada Tabel 4.15 diplot ke dalam grafik akan diperoleh grafik pengaruh komposisi batu bara terhadap derajat reduksi briket hasil roasting pada Gambar 4.10.

Persentase berdasarkan tipe habitat Umur relatif dari Formasi Cimandiri berdasarkan polen dan spora yang ditemukan (Lampiran 1) menunjukkan umur Miosen Tengah

Yang diperlukan hanya Bebaskan diri dari belenggu, kemudian latihan dan latihan.. • PERSEPSI NEGATIVE & TRAUMA MENJADI PENYEBAB LIMITING

bahwa, (1) Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang

perencanaan kebutuhan barang dalam proses produksi, sehingga barang yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang di rencanakan...

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis, pada awalnya dilakukan studi literatur mengenai aspek-aspek yang dibutuhkan untuk mengetahui nilai