• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sikap Mahasiswa Universitas Samudra Langsa Terhadap Tugas dan Wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Sikap Mahasiswa Universitas Samudra Langsa Terhadap Tugas dan Wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan salah satu

provinsi yang ada di Indonesia yang terletak di ujung pulau Sumatera. Masyarakat

yang tinggal di NAD mayoritas adalah pemeluk agama Islam yaitu sebanyak

97,6% dari seluruh penduduk di NAD (Komandoko, 2010). Pada tahun 2000,

terbentuklah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tentang pelaksanaan Syari’at

Islam. Pelaksanaan Syari’at Islam tersebut diwajibkan bagi setiap muslim, baik

yang bertempat tinggal maupun yang sedang berada di NAD sedangkan pemeluk

agama lain selain Islam (non Muslim) tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang

dapat mengganggu ketenangan dan kekhusyukan pelaksanaan ibadah umat Islam

(Hikmawati, 2008).

Pada tahun 2006, dibentuk Undang-Undang Nomor 11 mengenai

pemerintahan NAD. Dalam Undang-Undang tersebut termaktub tentang

pelaksanaan Syari’at Islam yang tertuang dalam Perda dan qanun

(Undang-Undang) daerah NAD (Hafifuddin, 2011). Qanun yang berlaku di NAD mengatur

hal-hal yang menyangkut perbuatan pidana dan hukumannya. Adapun hal-hal

yang diatur dalam qanun tersebut, yaitu 1) Perbuatan pidana dibidang aqidah,

ibadah dan syi’ar Islam. 2) Perbuatan pidana dibidang zakat. 3) Perbuatan pidana

(2)

maisir (perjudian). Dan 5) Perbuatan pidana dibidang khalwat (mesum).

Masing-masing bidang tertuang lagi dalam pasal-pasal yang mengatur perbuatan tersebut

dengan lebih jelas. Ketika terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan hukum yang

tertuang dalam qanun diatas akan dikenakan hukuman sesuai dengan pelanggaran

yang dilakukan. Adapun hukuman-hukuman yang diberikan terhadap pelanggaran

qanun dibagi atas 4, yaitu hukuman cambuk, hukuman penjara atau kurungan,

dikenakan denda, dan pencabutan atau pembatalan izin usaha (Abubakar &

Hasan, 2006).

Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menjadi satu-satunya provinsi yang

memiliki legalitas pelaksanaan Syari’at Islam secara luas, bukan hanya sekedar

budaya yang dilakukan sehari-hari oleh masyarakat, namun juga mendapat

legalitas hukum yang tidak hanya diakui dan disetujui oleh pemerintah daerah

Aceh, namun juga oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bahri,2012).

Masyatakat Aceh tidak menggugat melainkan mendukung pelaksanaan Syari’at

Islam di Aceh. Tidak ada pertentangan dalam penerapan pelaksanaan hukum

Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Afandi, 2011).

Hukum Syari’at Islam yang berlaku di NAD dilaksanakan oleh beberapa

unsur yang terlibat yaitu Mahkamah Syari’ah, Dinas Syari’ah, Wilayatul Hisbah

(WH), dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Dari beberapa unsur yang

ada diatas, WH berkedudukan sebagai Polisi Syari’at yang bertugas untuk

mengamankan dan mengawasi jalannya Syari’at Islam (Hafifuddin, 2011). WH

(3)

oleh masyarakat, cara menggunakan dan menaati hukum tersebut, serta perbuatan

yang harus di hindari karena bertentangan dengan peraturan. Adapun tugas-tugas

dari WH menurut Abubakar (2010) antara lain adalah 1) Memperkenalkan dan

mensosialisasi qanun dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan

Syari’at Islam dan juga mengingatkan atau memperkuatkan aturan akhlak dan

moral yang baik. 2) mengawasi masyarakat agar mereka memahami peraturan

yang ada dan berakhlak dengan akhlak yang luhur yang dituntun Islam. 3)

melakukan pembinaan agar para pelaku perbuatan pidana tidak melakukan

perbuatan maksiat lebih lanjut.

WH memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam menerapkan Syari’at

Islam dan WH merupakan ujung tombak jalannya Syari’at Islam, dimana

menurunnya jumlah pelanggaran terhadap Syari’at Islam disebabkan seringnya

WH melakukan patrol dan razia. Namun demikian ada beberapa kendala yang

dihadapi WH dalam melaksanakan tugasnya, salah satu kendala yang dihadapi

oleh WH adalah lembaga WH belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat,

sebagai pemerintah aparat penegak hukum maka kekuatannya belum sekuat

kedudukan polisi. Apalagi WH tergolong lembaga baru, maka

ketidakberdayaannya dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat. Secara individu

para personil WH tersebut masih honorer atau bahkan hanya sebatas kontrak,

maka WH sendiri kurang percaya diri apalagi kepercayaan masyarakat belum

terbangun. Kendala lain yang dihadapi adalah minimnya anggota WH bila

dibanding dengan wilayah kerja sehingga mereka kesulitan dalam menjangkau

(4)

saja (Arianto, 2011). Selain itu, wewenang WH dalam penegakan Syari’at Islam

sebagian masih wewenang polisi juga, terutama mengenai hukum pidana sehingga

WH kesulitan dalam menjalankan tugasnya tanpa adanya hukum yang jelas

mengenai kewenangan WH (Abubakar dan Anwar, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada WH di Kota

Langsa. Kota Langsa merupakan salah satu Kota Madya yang berada di

Kecamatan Aceh Timur di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan mayoritas

penduduk beragama Islam. Kota Langsa merupakan salah satu daerah yang cukup

ketat dalam pelaksanaan Syari’at Islam. Di Kota Langsa, Syari’at Islam telah

dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan masyarakat. WH yang ada di Kota

Langsa juga sering melakukan patroli dan razia guna memantau pelaksanaan

Syari’at Islam dan menertibkan pelanggaran yang terjadi (wikipedia, 2012).

WH dalam tugasnya mengawasi dan menjalankan Syari’at Islam tidak

hanya berperilaku sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Ada beberapa

anggota WH yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum Syari’at

Islam yang seharusnya. Adapun salah satu kasus yang terjadi yang melibatkan

WH adalah kasus yang terjadi di Kota Langsa pada tahun 2010, yaitu

pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga orang WH terhadap seorang mahasiswi

berusia 20 tahun yang mereka tahan dengan tuduhan khalwat. Awalnya wanita

tersebut ditangkap saat sedang berduaan dengan kekasihnya dan dibawa ke

markas WH dengan tuduhan khalwat. Dikantor WH tersebutlah wanita itu

(5)

diketahui keberadaannya (Imran, 2010). Hukuman yang diberikan oleh Dinas

Syari’at Islam kepada WH yang melakukan pemerkosaan adalah pemecatan dari

jabatan WH, selebihnya diserahkan ke Pengadilan Negeri Kota Langsa. Hasil

sidang di Pengadilan Negeri Kota Langsa memutuskan bahwa tersangka

masing-masing akan dihukum penjara selama 8 tahun (Maldira, 2010).

Kejadian pemerkosaan yang dilakukan oleh 3 anggota WH tersebut

memunculkan berbagai reaksi pada masyarakat, selain dikarenakan perbuatan

mereka yang sangat menyimpang dari hukum yang mereka tegakkan, hukuman

yang diberikan pun dirasakan kurang oleh masyarakat. Anggota WH yang

melakukan tindakan pemerkosaan tersebut hanya dihukum penjara 8 tahun dan

dipecat dari jabatannya sebagai WH, padahal dalam hukum Syari’at Islam, pelaku

pemerkosaan harusnya selain dihukum penjara harusnya juga dihukum cambuk,

namun dalam kasus ini anggota WH yang melakukan pemekosaan tidak

dikenakan hukum cambuk. Selain itu, ada yang meminta agar WH dibubarkan dan

peran WH diserahkan kepada polisi, ada juga yang melihat ini sebagai suatu

kesalahan yang dilakukan oleh beberapa orang anggota WH saja dan WH tidak

perlu dibubarkan dikarenakan peran WH masih sangat dibutuhkan oleh

masyarakat NAD, namun proses perekrutan WH yang harus dibenahi (Husen,

2010).

Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh WH ini, memunculkan

kekecewaan masyarakat kepada WH dan membuat beberapa masyarakat Kota

(6)

komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap X, salah seorang warga

Kota Langsa mengenai WH yang bertugas di Kota Langsa:

“Kejadian perkosaan yang dilakukan WH tahun 2010 itu mengecewakan dan membuat kami malu. Kok bisa WH malah berbuat kayak gitu padahal harusnya mereka nggak gitu. Waktu itu malah banyak warga yang melempar kantor WH dengan batu karena marah dengan kejadian itu. Terus hukuman yang dikasih juga nggak adil, kenapa WH yang melakukan tindakan itu tidak dipermalukan tapi kalau mereka menangkap orang yang salah selalu mereka permalukan” (Komunikasi personal, Oktober 2012).

Selain X, Y yang juga merupakan masyarakat Kota Langsa menguatkan

apa yang disampaikan oleh X. Y Merasa kecewa pada apa yang dilakukan oleh

WH di Kota Langsa. Selain kejadian tersebut mempermalukan WH di Kota

Langsa, hukuman yang diberikan pada pelaku juga dianggap tidak adil di mana

pelaku tidak dihukum cambuk sedangkan jika masyarakat biasa yang

melakukannya akan dikenakan hukum cambuk. Hal tersebut dapat dilihat dari

hasil komunikasi personal berikut ini:

“Sejujurnya kakak merasa kecewa dengan kejadian tahun 2010 itu. Itu juga mencoreng nama baik WH Kota Langsa. Kejadian itu tidak bagus, sangat memalukan bagi WH. WH yang melakukan itu juga tidak dicambuk, itu nggak adil juga bagi masyarakat, kalau masyarakat yang salah dihukum cambuk, tapi ketika WH yang salah malah tidak dicambuk” (Komunikasi Personal, Oktober 2012).

Selain kekecewaan dan ketidak adilan, beberapa masyarakat merasa bahwa

hal ini dapat terjadi dikarenakan tidak jelasnya perekrutan yang dilakukan untuk

menjadi WH. Apa syarat yang dibutuhkan dan kapan WH direkrut bahkan kapan

diadakan pelatihan untuk WH dirasakan oleh masyarakat tidak jelas sehingga

(7)

dapat terlihat dari komunikasi personal yang dilakukan dengan X dan Z, sebagai

berikut:

“Gimana WH nggak melakukan itu, untuk masuk jadi WH aja masih ada yang nyogok. Selain itu juga masih ada yang ilmu agamanya kurang. Padahal untuk menegur kesalahan orang lain ada syarat-syarat yang juga telah ditentukan dalam agama, seperti mampu jadi imam, sudah mampu mengurus diri sendiri dan keluarganya, dan sebagainya. klo memang nggak terpenuhi ya wajar saja kalau mereka juga akhirnya melakukan hal yang menyimpang” (Komunikasi Personal, Oktober 2012).

“Nggak jelas sebenarnya kapan perekrutan WH, tiba-tiba udah ada aja. Entah apa persyaratannya pun nggak tahu. Kapan seleksinya juga nggak tahu. Apa mereka juga dikasih pelatihan dan pengajaran mengenai investigasi juga nggak tau. Ya gimana kita bisa tahu kalau akhirnya mereka melakukan hal seperti itu” (Komunikasi Personal, November 2012).

Meskipun demikian, tidak semua warga Kota Langsa merasakan

kekecewaan dan ketidakadilan hukuman yang diberikan kepada WH, ada juga

warga yang mendukung WH dan menyalahkan wanita yang menjadi korban

pemerkosaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil komunikasi personal dengan

A, salah seorang warga langsa:

“Menurut saya WH nya nggak salah, dia melakukan itu kan atas dasar suka sama suka. Yang saya tahu ceweknya itu memang cewek nggak bener, dia yang ngerayu WH biar mau ngelepasin dia. Saat malam kejadian saya berada cukup dekat dengan pos, namun saya tidak mendengar adanya teriakan minta tolong, jadi menurut saya dia tidak diperkosa tapi melakukan atas dasar suka sama suka. Terus pas pagi dia takut dan akhirnya baru melaporkan. Tapi mungkin memang ada sedikit ancaman yang diberikan oleh WH” (Komunikasi personal, Oktober 2012).

Pada September 2012, kembali terjadi kasus yang dikaitkan dengan WH,

namun kali ini kasus ini tidak secara langsung melibatkan WH. Seorang remaja

(8)

surat wasiat yang menyatakan bahwa ia mengakhiri hidupnya dikarenakan tidak

sanggup menerima tekanan dan tuduhan sebagai pelacur yang dialamatkan

kepadanya. Sebelum mengakhiri hidupnya, remaja tersebut ditangkap WH di

Lapangan Merdeka Kota Langsa dengan tuduhan menjual diri. Keesokan harinya

berita tersebut masuk menjadi berita di koran Serambi Indonesia dan majalah

Tempo yang membuat remaja tersebut tertekan dan memutuskan bunuh diri

(Serambi Indonesia, September 2012).

Hal ini juga menimbulkan berbagai reaksi pada masyarakat Kota Langsa,

ada yang menyalahkan WH namun ada pula yang mendukung WH dan

menganggap bahwa kematian remaja tersebut tidak ada hubungannya dengan

WH. Dalam kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum Assosiasi Perempuan Indonesia

(LBH APIK) pada tanggal 5 Oktober 2012 melayangkan sebuah surat somasi

kepada Kepala Dinas Syari’at Islam Kota Langsa, Drs. H. Ibrahim Latif MM

mengenai pencemaran nama baik terhadap klien mereka, PE yang disebut “lonte”.

Mereka menuntut agar tuduhan tersebut kiranya dibuktikan, apabila tidak terbukti

dalam kurun waktu 7 hari maka mereka menuntut agar Kepala Dinas Syari’at

Islam Kota Langsa itu kiranya harus meminta maaf kepada keluarga PE melalui

media masa (Serambi Indonesia, 10 Oktober 2012).

Selain itu, dukungan terhadap WH terlihat dari adanya aksi unjuk rasa

pada 9 Oktober 2012 yang dilakukan oleh anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Kota Langsa untuk membacakan sebuah petisi yang menyatakan petisi yang

(9)

moral. Mereka melihat bahwa ide kebebasan HAM malah menjadi biang

kemaksiatan di Kota Langsa (Serambi Indonesia, 17 Oktober 2012).

Selain HTI, unjuk rasa juga dilakukan pada 16 Oktober 2012 oleh anggota

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) untuk menolak dan

melawan upaya pihak-pihak tertentu yang ingin melemahkan dan melakukan

pembusukan terhadap penegakan Syari’at Islam di NAD. Ketua Umum KAMMI

Aceh, Faisal Qasim SH mengatakan bahwa:

“Serangan itu tampak jelas dari timpangnya pemberitaan Syari’at Islam di media massa. Hal ini terlihat dari kasus bunuh diri PE di Langsa yang di blow-up para jurnalis tertentu secara berlebihan, hingga upaya pendangkalan aqidah yang dilakukan LSM dan NGO yang membawa misi agama Non-Islam ke Aceh.” (Serambi Indonesia, 17 Oktober 2012).

Dilihat dari sudut pandang WH, Kasatpol PP-WH Provinsi Aceh, Khalidin

Lhong manganggap bahwa kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh remaja di

Kota Langsa bukanlah kesalahan WH melainkan kesalahan anak itu sendiri dan

orang tuanya. WH Langsa hanya menjalankan tugasnya saja, jika ada kesalahan

maka akan ditangkap dan dibina, anak tersebut berkeliaran tengah malam dengan

laki-laki yang bukan muhrimnya, wajar saja jika WH Kota Langsa

menangkapnya. Mengenai tuduhan pelacur yang dialamatkan WH kepadanya

sampai saat ini tidak jelas, dia sendiri belum menerima laporan mengenai hal

tersebut. Jadi tidak selayaknya WH yang dituduh bersalah karena melakukan

kewajibannya (Acal, 2012).

Selain dua kasus yang terjadi diatas, pada tanggal 20 Oktober 2012

(10)

anggota WH melakukan pembubaran acara hiburan kibor (Keyboard) yang

diadakan salah seorang warga dalam rangka syukuran anaknya yang masuk TNI.

Pembubaran kibor tersebut berlangsung ricuh, dimana pada akhirnya anggota WH

dilempari oleh pemuda dengan batu dan minuman keras (Serambi Indonesia, 22

Oktober 2012).

Hal ini juga menimbulkan beberapa reaksi pada masyarakat dimana pasca

kejadian tersebut Kadis (Kepala Dinas) Syari’at Islam mendapatkan teror melalui

pesan singkat dan telepon yang berisi cacian dan makian bahkan hingga ancaman

akan dibunuh. Peneror tersebut secara terang-terangan menyatakan

ketidaksenangan mereka terhadap WH dan Dinas Syari’at Islam (Serambi

Indonesia, 16 Oktober 2012). Berikut beberapa sms yang diterima oleh Kadis

Syariat Islam tersebut:

“Pacaran kan hak kami. Keyboard itu kan hiburan. Ngapain diganggu. WH itu urus dirinya sendiri dan keluarganya, bukan udah bagus kali WH itu. Awas kau, jangan macam-macam. Ku bunuh nanti kau. Jangn sok bersih WH itu” (Serambi Indonesia, 16 Oktober 2012).

“Pakai jilbab, tidak pakai jilbab itu anak aku, istri aku, jadi bukan urusan kau. Mereka mabuk dilapangan itu bukan urusan kamu, jadi kamu urus saja keluarga kamu” (Serambi Indonesia, 16 Oktober 2012).

Salah tangkap ataupun salah menegur orang ketika melakukan razia

terkadang juga dilakukan oleh WH. Hal ini terkadang menimbulkan reaksi

perlawanan dari orang yang mereka tangkap atau tegur tersebut. Seperti salah satu

kasus yang terjadi pada pasangan suami istri yang pernah ditangkap WH hingga

(11)

mereka dapat menunjukkan surat nikah maka mereka dibebaskan. Yang kedua

mereka ditangkap karena istrinya menggunakan celana ketat, namun bajunya

cukup panjang menutupi hingga betis. Namun dikerenakan mereka menaiki

kendaraan roda dua, maka celana istrinya terlihat hingga lutut. Ketika mereka

ditangkap dan istri turun dari kendaraan mereka dibebaskan karena ternyata

bajunya cukup panjang. Dua kejadian tersebut membuat pasangan ini menjadi

tidak suka pada apa yang dilakukan oleh WH, saat itu mereka menentang dan

suaminya bahkan sempat memarahi WH yang menangkap mereka. Hal ini dapat

dilihat dari hasil komunikasi personal berikut:

“Kami pernah ditangkap dua kali, sekali dituduh khalwat. Mereka nggak liat apa kalau kami ini udah tua untuk pacaran. Sampai kami harus ambil surat nikah. Ngerepotin aja kalau harus bawa surat nikah kemana-mana. Akhirnya bapak marahin WH itu, lain kali liat dulu siapa yang mau ditangkap. Yang kedua karena celana ketat, padahal baju kakak panjang cuma karena naik honda makanya bajunya jadi tersingkap. Pas diberhentikan kami langsung dikasih sarung. Tapi bapak marah-marah karena baju kakak cukup panjang. Akhirnya WH nya minta maaf dan ngelepasin kami” (komunikasi personal, November 2012).

Selain itu, ada seorang warga langsa yang makan diwarung pada saat

shalat Jum’at. Dia ditegur karena makan dan tidak shalat. Karena yang ditegur

adalah wanita maka wanita tersebut melawan dan mengatakan bahwa bukan salah

dia makan di situ karena ada yang menjual makanan. Harusnya yang ditegur

adalah penjualnya, jika dia tidak berjualan maka tidak akan ada pembeli. Hal

(12)

“Watu itu kakak ditegur karena makan diwarung pas hari Jum’at. Padahal kan kakak perempuan nggak wajib shalat Jum’at. Terus kakak bantah aja. Kakak bilang aja “kok kalian sendiri nggak shalat. Kalau mau negur, ya tegur aja penjualnya, kalau dia nggak jual ya saya juga kan nggal beli”. Setelah itu mereka bicara dengan penjualnya terus pergi. Hari Jum’at selanjutnya bapak itu nggak pernah buka lagi pas jam shalat Jum’at” (komunikasi personal, November 2012).

Hal-hal tersebut di atas adalah beberapa hal yang terjadi yang

berhubungan dengan WH di Kota Langsa. Ketika WH melakukan hal-hal seperti

yang dijabarkan diatas, maka hal itu mungkin saja akan memberikan pengaruh

kapada masyarakat Kota Langsa dalam menilai WH yang ada di Kota Langsa.

Namun dalam penelitian ini, peneliti fokus pada mahasiswa Universitas Samudra

Langsa sebagai bagian dari masyarakat kritis yang ada di Kota Langsa.

Mahasiswa adalah individu-individu yang berada pada usia remaja akhir atau pada

usia dewasa awal yang dikarakteristikkan dengan menempuh pendidikan di suatu

perguruan tinggi (Papalia & Olds, 2007). Sedangkan Mahasiswa Universitas

Samudra Langsa adalah individu yang berada pada usia remaja akhir atau usia

dewasa yang dikarakteristikkan dengan menempuh pendidikan di Universitas

Samudra Langsa.

Salah satu tujuan dari Universitas Samudra Langsa adalah

mengembangkan dan membina kehidupan masyarakat akademik yang didukung

oleh budaya ilmiah yang menjunjung tinggi kebenaran, terbuka, kritis, inovatif

dan tanggap terhadap perubahan nasional maupun global (unsam.ac.id). Hal inilah

yang mendasari peneliti untuk memilih mahasiswa Universitas Samudra Langsa

(13)

terhadap perubahan baik nasional maupun global, termasuk juga mengenai WH

yang ada di Kota Langsa.

Mahasiswa Universitas Samudra Langsa sebagai bagian dari masyarakat

yang kritis mungkin akan melakukan evaluasi terhadap apa saja yang telah

dilakukan oleh WH di Kota Langsa. Evalusi yang dilakukan oleh mahasiswa

Universitas Samudra Langsa mungkin saja dapat mempengaruhi sikap mereka

terhadap WH di Kota Langsa. Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan sikap

sebagai evaluasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap berbagai aspek yang ada

di dunia sosial dan bagaimana evaluasi tersebut dapat memunculkan rasa suka

atau tidak suka seseorang terhadap sebuah isu, ide, seseorang, kelompok sosial

dan objek yang dievaluasi.

Menurut Skema Triadik, sikap terdiri dari 3 komponen yang saling

berhubungan, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif

terdiri dari pemikiran seseorang tentang sebuah objek tertentu (Taylor, Peplau, &

Sears, 2009). Mahasiswa Universitas Samudra Langsa memiliki pemikiran

masing-masing mengenai WH, ada yang berpikir bahwa WH memiliki peranan

penting dalam menegakkan Syari’at Islam dan memperbaiki perilaku masyarakat

Kota Langsa. Tanpa adanya mereka maka perilaku masyarakat khususnya remaja

di Kota Langsa akan semakin memburuk dan semakin tidak sesuai dengan

Syari’at Islam. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan

(14)

“WH itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam menegakkan Syari’at Islam di Aceh. Terutama di Langsa sebelum ada WH sepertinya masyarakat semakin jauh dari Syari’at Islam. Namun setelah adanya WH perlahan Kota Langsa mulai kembali seperti dulu. Lihat saja para remaja yang pacaran dimana-mana, memakai pakaian ketat, membuka aurat, berpelukan dengan laki-laki yang bukan muhrim. Dengan adanya WH maka semuanya diharapkan dapat kembali sebagaimana mestinya. Walaupun dalam pelaksaannya mungkin saja terjadi beberapa kesalahpahaman.” (Komunikasi Personal, Januari 2013)

Selain mahasiswa yang berfikir bahwa peranan WH sangat penting, ada

juga yang berfikir bahwa apa yang dilakukan WH terkadang terlalu mencampuri

urusan pribadinya dan terkadang WH yang menegakkan Syari’at Islam itulah

yang melanggar aturannya. Padahal sebelum mengatur orang lain seharusnya WH

mampu mengatur dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal

dengan W, salah satu mahasiswa Universitas Samudra Langsa, sebagai berikut:

“Menurut saya WH itu terlalu mencampuri urusan pribadi orang lain. Misalnya masalah pakaian, itu terserah orang mau pakai apa, dia juga tahu hukumnya, tahu dosanya. Kalau memang tidak suka ya jangan dilihat. Tidak hanya itu bahkan mereka sendiri juga melanggar. Saya pernah lihat orang ditegur karena memakai celana padahal celananya itu kain dan longgar, tapi ada satu WH perempuan yang sempat saya tandai pernah saya jumpai memakai celana yang mirip dengan itu saat tidak sedang bertugas. Harusnya mereka mengatur diri mereka dulu sebelum mengatur orang lain. Belum lagi banyak kasus juga yang menimpa WH itu, seperti memperkosa. Itu kan membuktikan kalau mereka aja belum mampu mengurus diri mereka.” (Komunikasi personal, Januari 2013)

Komponen afektif terdiri dari emosi dan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap suatu stimulus, khususnya evaluasi positif dan negatif (Taylor, Peplau, &

Sears, 2009). Beberapa mahasiswa Universitas Samudra Langsa merasa enggan

untuk berurusan dengan WH bahkan jika mereka tidak melakukan pelanggaran,

(15)

melihatnya pasti beramsumsi bahwa mereka melakukan pelanggaran. Hal ini

dapat dilihat dari komunikasi persolah denga P dan W sebagai berikut:

“Sebenarnya saya tidak pernah berinteraksi langsung dengan WH karena saya juga tidak pernah melakukan pelanggaran, tapi kalau lihat mereka razia pernah. Saya jujur saja malas kalau disuruh berurusan dengan mereka, karena menurut saya mereka sering mempermalukan orang di depan umum dengan ucapan yang saya tidak suka. Jadi saya malas berurusan dengan mereka.” (Komunikasi personal, Januari 2013)

“Saya pernah ditangkap sama teman saya oleh WH, tapi itu karena teman saya memakai celana jins, sedangkan saya tidak. Saya suruh saja teman saya menelpun keluarganya, dan saya pun pergi meninggalkan teman saya itu. Bukan nggak setia kawan kak, tapi malu kalau ketahuan berurusan sama WH walaupun saya nggak ada salah. Pasti orang yang lihat langsung menganggap saya bersalah, paling parah kalau dianggap ditangkap karena pergi naik Honda sama cowok. Memalukanlah kak, saya sih tidak mau berurusan dengan mereka dalam hal apapun.” (Komunikasi personal, Januari 2013)

Komponen konatif atau perilaku merupakan tendensi atau kecenderungan

untuk melakukan tindakan tertentu yang berhubungan dengan objek sikap.

Komponen ini menunjukkan bagaimana kecenderungan seseorang untuk

berperilaku terhadap sebuah objek sikap yang dihadapinya (Taylor, Peplau, &

Sears, 2009). Ada mahasiswa Universitas Samudra Langsa menunjukkan

kecenderungan untuk menghindar jika berhadapan dengan WH. Hal ini dapat

dilihat dari komunikasi personal dengan W, sebagai berikut:

“Ya, kalau saya lihat ada WH saya sih menghindar saja, malas berurusan dengan mereka.” (Komunikasi personal, Januari 2013)

Sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

(16)

positif atau negatif, dimana sebagian pengalaman itu membentuk sikap mereka

(Hogg & Vaughan, 2002). Beberapa kejadian yang dipaparkan diatas yang

melibatkan WH Langsa dapat menjadi pengalaman yang kuat bagi mahasiswa

Universitas Samudra Langsa sebagai bagian dari masyarakat Kota Langsa yang

mengalami hal tersebut. Pengalaman tersebut memungkingkan akan

mempengaruhi sikap mahasiswa sebagai masyarakat ilmiah di Kota Langsa

terhadap WH.

Selain pengalaman, salah satu faktor yang juga mempengaruhi sikap

adalah budaya. Budaya yang ada pada Masyarakat Kota Langsa secara umum

dipengaruhi oleh agama Islam, sehingga perilaku yang melanggar ajaran Islam

sangat tidak diterima dan tidak disukai oleh masyarakat Kota Langsa. Kasus

pemerkosaan yang dilakukan oleh 3 anggota WH di Kota Langsa pada tahun 2010

merupakan kejadian yang sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kejadian ini

mungkin saja dapat mempengaruhi sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa

sebagai bagian dari masyarakat Kota Langsa terhadap WH di Kota Langsa

(Azwar, 2010).

Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa ada hal-hal yang terjadi di Kota

Langsa yang dapat mempengaruhi sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa

sebagai bagian dari masyarakat Kota Langsa. Sehingga peneliti ingin melihat

bagaimana gambaran sikap pada mahasiswa Universitas Samudra Langsa

terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa sebagai penegak

(17)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui hal yang

dirumuskan dalam pertanyaan:

1. Bagaimana gambaran sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap

tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa?

2. Bagaimana gambaran sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap

tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah berdasarkan suku, jenis kelamin,

pengalaman subjek yang berhubungan dengan Wilayatul Hisbah dan

Keanggotaan subjek dalam organisasi keagamaan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk:

1. Mengetahui gambaran sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa

terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah di Kota Langsa.

2. Mengetahui gambaran sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa

terhadap tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah berdasarkan suku, jenis

kelamin, pengalaman subjek yang berhubungan dengan Wilayatul Hisbah dan

(18)

D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini, diharapkan ada dua manfaat yang dapat diambil, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan ilmu

psikologi, khususnya ilmu psikologi sosial dan bidang-bidang lainnya dalam

aplikasinya dan juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

karya ilmiah yang berhubungan dengan sikap mahasiswa Universitas Samudra

Langsa terhadap Wilayatul Hisbah Kota Langsa.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menjadi masukan bagi WH sendiri sebagai aparat penegak Syar’iat Islam

terutama di Kota Langsa, sehingga mereka mendapatkan feedback

bagaimana sikap mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap WH

Kota Langsa sehingga WH dapat memaksimalkan kinerja mereka di Kota

Langsa.

b. Menjadi masukan bagi Dinas Syar’iat Islam selaku istitusi yang dinaungi

WH mengenai sikap Mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap

Wilayatul Hisbah Kota Langsa sehingga dapat membantu dalam

mengembangkan dan memaksimalkan fungsi WH di Kota Langsa.

c. Menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Langsa mengenai sikap

mahasiswa Universitas Samudra Langsa terhadap WH yang ada di Kota

(19)

Pemerintah Daerah Langsa dalam mengembangkan dan memaksimalkan

fungsi WH di Langsa.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang akan diteliti, rumusan

masalah dalam penelitian ini, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat

penelitian baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis dan

sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan kepustakaan yang menjadi landasan teori

yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Dalam

penelitian ini teori yang akan digunakan adalah Teori sikap.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan uraian mengenai metode penelitian yang akan

digunakan oleh peneliti, yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional, populasi dan sampel, instrument yang akan digunakan,

(20)

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil analisa

data mengenai sikap, interpretasi data dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian didasarkan pada hasil uji dengan menggunakan Crosstabs (tabel silang) serta melihat hasil uji Pearson Chi- Square yang dibandingkan dengan nilai

Terhadap akta perjanjian jual beli yang dibuat sendiri oleh para pihak belum dapat dijadikan bukti otentik harus dilakukan pembuktian terlebih dahulu dengan cara

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Yang melatar belakangi penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana responsiveness, personal selling dan kualitas produk mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan pada

Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan Value Stream Mapping untuk mengidentifikasi adanya waste dalam proses

pembuangan dan itu mengakibatkan dampak bagi lingkungan di sekitar tetapi sekarang banyak ditemukan cara atau solusi untuk menangani dampak-dampak yang dihasilkan oleh limbah,

Pendidikan untuk anak usia 0-5 tahun atau biasa disebut dengan pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar

elektronegatif akan menaikkan kekuatan asam dan dapat menjadi lebih besar bila gugus penarik elektron yang kuat terikat pada atom karbon α lebih dari satu. • Misalnya, dalam