• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Hibah Kepada Anak Dibawah Umur Dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Ditinjau Dari Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelaksanaan Hibah Kepada Anak Dibawah Umur Dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Ditinjau Dari Hukum Perdata"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk sekitar No. 4 di dunia dengan lebih dari 220 juta jiwa, selain memiliki jumlah penduduk yang besar Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia. Dikarenakan mayoritas penduduknya beragama Islam, maka dalam kehidupan sehari hari meskipun dalam sistem hukum dan ketatanegaraan tidak berlandaskan hukum Islam namun ajaran Islam dihayati dan diamalkan dalam masyarakat Indonesia yang tidak hanya menyangkut antar pemeluk agama dengan sang pencipta namun juga dalam pergaulan hidup sehari-hari.

(2)

kepemilikan benda menurut hukum perdata yang membagi peralihan kepemilikan dalam warisan, jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya.

Salah satu bentuk peralihan harta kekayaan yang dikenal selain dalam hukum perdata maupun hukum islam adalah hibah. Pada awalnya hibah hanya diatur dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang ketentuannya belum dapat mengakomodir kepuasan pemeluk semua agama. Setelah ada intruksi Presiden Suharto untuk menyusun suatu kompilasi hukum Islam sebagai pegangan para Hakim dalam memutuskan perkara pernikahan, maka lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berisi tiga buku. Buku pertama membahas hukum perkawinan, buku kedua hukum kewarisan dan buku ketiga hukum perwakafan.1

Hibah yang diatur dalam KUH Perdata tidak lepas dari pengaruh hukum Islam. Meskipun atas pengaruh hukum Islam, tetapi berbeda dengan hukum Islam, karena dalam KUH Perdata hibah digolongkan perjanjian cuma-cuma yang tidak mengandung unsur kasih sayang dan tolong menolong, sedangkan dalam hal Islam perbuatan hukumnya dilihat dari landasan ajaran agama. Hibah dalam KUH Perdata Untuk ketentuan mengenai hibah ditentukan dalam Pasal 210-214 dari Bab ke II KHI. Pembahasan mengenai hibah memang dalam KHI tidak dijadikan dalam satu buku, dan hingga saat ini belum ada Undang-Undang (UU) yang mengatur Hibah secara khusus seperti wakaf yang sudah memiliki UU khusus yaitu UU No. 41 tahun 2004, walaupun secara yurudis KHI tidak dapat mengikat namun telah menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

1

(3)

merupakan bagian dari hukum perjanjian dan digolongkan perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu diwaktu hidupnya.2

Hibah sebagai pemberian kepada sesama memiliki fungsi sosial bertujuan untuk saling mempererat hubungan antara sesama manusia dan kedekatan kepada Tuhan karena sifat hibah berkaitan erat juga dengan hubungan kepada pencipta dan sebagai bukti kecintaan sesama makhluk ciptaannya. Dalam bahasa Belanda hibah atau hadiah disebut dengan schenking. Istilah hibah berkonotasikan memberikan hak milik oleh seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan dan jasa ataupun prestasi. Oleh sebab itu istilah balas jasa dan ganti rugi tidak berlaku dalam transaksi hibah seperti halnya jual beli. Hibah dalam arti pemberian juga bermakna bahwa pihak penghibah bersedia melepaskan haknya atas benda yang dihibahkan. Dikaitkan dengan suatu perbuatan hukum, hibah termasuk salah satu bentuk pemindahan hak milik. Pihak penghibah dengan sukarela memberikan hak miliknya kepada pihak penerima hibah tanpa ada kewajiban dari penerima untuk mengembalikan harta tersebut kepada pihak pemberi hibah.3

Kesukarelaan atau cuma cuma dalam terminologi hibah dalam bahasa Belandanya disebut Omniet, yang bermakna hanya adanya prestasi disatu pihak saja sementara dipihak lainnya tidak diperlukan kontra prestasi, sementara kriteria lain pemberian hibah berdasarkan hukum perdata adalah dilakukan ketika si pemberi

2

Hibah dan Wasiat dalam https://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-islam/hibah-dan-wasiat/ Tanggal 25 April 2014

3

(4)

hibah masih hidup untuk membedakannya dengan pemberian lain dengan testament (wasiat).4

Kata “hibah” berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti menyalurkan, dengan demikian berarti telah disalurkan dari seseorang yang kepada tangan orang yang diberi. Adapun Sayyid Sabiq mendefinisikan hibah adalah akad yang pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain di waktu dia hidup, tanpa adanya imbalan.

Hibah semata mata dianggap sebagai perjanjian yang memungkinkan untuk tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si pemberi hibah.

5

Sedangkan Sulaiman Rasyid mendefinisikan bahwa hibah adalah memberikan benda atau zat dengan tidak ada alat tukarnya dan tidak ada karenanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup. Pengertian inilah yang membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan setelah si pewasiat meninggal dunia. Dalam istilah hukum perjanjian yang seperti ini dinamakan juga dengan perjanjian sepihak (perjanjian unilateral) sebagai lawan dari perjanjian bertimbal balik (perjanjian bilateral).6

Hibah dilakukan dengan tujuan demi kesejahteraan hidup orang yang mampu menguasai harta bendanya. Hibah juga merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikan diantara sesama manusia tanpa memandang ras, agama, kulit,

4

R Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Ke III Bandung: Citra Aditya, 1995 Hal 94

5

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 14,Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1988, hal. 167

6

(5)

dan lain sebagainya. Sebagai perbandingan dalam hukum Islam ajaran Fiqh Muamalah menyatakan bahwa hibah adalah memberikan barang yang bisa diperjualbelikan kepada orang lain secara cuma-cuma tanpa imbalan apapun.7

1. Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf g menjelaskan Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Dalam hukum Islam, ada beberapa bentuk perikatan untuk memindahkan hak milik dari seseorang kepada orang lain, baik pemindahan hak milik yang bersifat sementara maupun selamanya, seperti jual-beli, waris, wasiat, sadaqah, hadiah, hibah dan lain-lain. Pemindahan hak milik dari seseorang kepada orang lain itu dilakukan dengan maksud-maksud tertentu. Adakalanya untuk maksud mendapatkan imbalan yang bersifat materi, dan adakalanya dengan maksud untuk mendapatkan imbalan yang tidak bersifat materi.

Sedangkan dalam istilah ada beberapa defenisi yang diberikan mengenai hibah seperti:

2. Undang-Undang Peradilan Agama No 3 tahun 2006 penjelasan pasal 49 huruf d: Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

7

(6)

3. BW dalam pasal 1666 menyatakan bahwa Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

Dari tiga pengertian di atas ada beberapa kata kunci yaitu pemberian, seseorang atau badan hukum, masih hidup dan dimiliki. Hukum perdata dalam ketentuan BW dikatakan bahwa barang yang telah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali, tanpa pengecualian. Dengan demikian yang dimaksud dengan hibah adalah pemberian seseorang atau badan hukum kepada orang lain dalam keadaan si pemberi masih hidup (masih ada) walaupun penerima hibah adalah seorang anak yang masih kecil, dengan tujuan untuk dimiliki atau dimanfaatkan sesuai dengan keinginannya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hibah dapat diberikan oleh siapapun atau instansi manapun tanpa imbalan, dan diberikan pada saat sipemberi masih hidup. Inilah yang membedakan antara wasiat yang diberikan pada saat si pemberi telah wafat dengan hibah yang diberikan pada saat si pemberi hidup. Hibah disyariatkan bertujuan untuk saling menguatkan ikatan batin antara sesama.

Ketentuan mengenai hibah dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 KUHPerdata. Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPerdata, yaitu :

(7)

Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. Akan tetapi, orang-orang tua tersebut sebelumnya dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil benda-benda yang telah dihibahkannya, dalam hal penerima hibah maupun penerima hibah beserta keturunannya meninggal dunia terlebih dahulu daripada si pemberi hibah, demi kepentingan si pemberi hibah (Pasal 1672 KUHPerdata).

Pada dasarnya hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan, akan tetapi hal yang berbeda apabila hibah tersebut dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Orang tua (si pemberi hibah) dapat mengambil kembali benda yang dihibahkan apabila sebelumnya memang telah diperjanjikan bahwa apabila anaknya (sebagai penerima hibah) meninggal dunia sebelum dirinya, benda hibah akan kembali kepadanya (akan diambil kembali oleh pemberi hibah).8

1. karena tidak dipenuhi syarat – syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan,

Ada beberapa kondisi dimana hibah dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 1688 KUH Perdata, yaitu :

2. jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah.

3. bila si penghibah jatuh miskin.

8

(8)

Pasal 1669 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda-benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini”. Bab Kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dimaksud adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Hak Nikmat Hasil. Namun ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, terutama mengenai tanah, dengan adanya Undang- undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960), tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku.

Hibah termasuk hukum perjanjian cuma-cuma, karena hanya ada prestasi dari satu pihak saja (Penghibah), sedangkan penerima hibah tidak ada kewajiban untuk memberikan kontra prestasi kepada penghibah. Dikatakan diwaktu hidupnya untuk membedakan hibah dengan testamen atau hibah antara suami istri dalam Islam diperbolehkan. Hibah dalam KUH perdata tidak boleh ditarik kembali, sedang dalam Islam dapat ditarik kembali, khusus hibah orangtua kandung kepada anak kandungnya.

(9)

dalam hukum Islam. Hibah sebagai suatu hubungan hukum tentunya akan menimbulkan suatu akibat hukum. Sebagaimana diketahui bahwa akibat hukum adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu perbuatan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Akibat hukum dapat terjadi pula karena terjadinya pembatalan suatu perbuatan hukum, misalnya pembatalan hibah.

Bagaimanakah tentang pemberian hibah dari orang tua kepada anak-anaknya?, mengenai hibah yang dilakukan dari orang tua terhadap anak-anaknya, berbagai literatur menyatakan bahwa hibah tersebut dilakukan atas dasar dorongan kasih sayang kepada anak-anaknya. Apabila pewaris pada waktu hidupnya telah melakukan hibah atau hibah wasiat maka untuk para ahli waris harus menghormati keinginan pewaris tersebut selama tidak merugikan hak (bagian) dari para ahli waris yang lain. Menurut KUHPerdata (BW), tidak sama antara anak angkat dan anak kandung. Namun yang membedakan penggunaan lembaga hibah kepada anak-anaknya dengan sistem hukum waris pada dasarnya adalah adanya keinginan orang tua untuk membagi hartanya sama rata setiap bagian kepada anak-anak mereka.

Dasar dari penghibahan adalah demi kebaikan dari keluarga ataupun anak-anak dari si pemberi hibah, dimana harta tersebut dapat digunakan untuk kehidupan penerima hibah selanjutnya.9

9

http://fh.unpad.ac.id/repo/2014/03/penarikan-kembali-hibah-oleh-orang-tua-terhadap-anak-yang-telah-meninggal-dunia-berdasarkan-hukum-islam-dikaitkan-dengan-hukum-positif-indonesia/ Tanggal Akses 23 April 2014

(10)

hibah bertentangan dengan hukum waris manakala orangtua memberikan porsi hibah yang berbeda beda kepada setiap anak anaknya.

Hubungan hibah dengan waris tergambar dalam KHI pasal 211 yaitu, Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pengertian “dapat “ dalam pasal tersebut bukan berarti imperatif (keharusan), tetapi merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa warisan. Hibah sebagai salah satu jalan keluar pembagian harta peninggalan untuk menghindari dari konflik yang terjadi dikebanyakan pembagian warisan disebabkan oleh ada kalangan yang terhalangi menerima harta warisan disebabkan beda agama, anak angkat, atau disebabkan perbedaan bagian dari masing-masing ahli waris yang dipandang oleh sebagian masyarakat itu melambangkan ketidakadilan. Walaupun beberapa pakar memiliki pandangan berbeda dalam hal menghadapi warisan.10

Ketentuan dalam Pasal 211 KHI mengenai hibah menyatakan bahwa Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Pengertiannya adalah apabila sebelum almarhum orang tua tersebut meninggal dunia telah membagi-bagikan hartanya kepada anak-anaknya dan salah satu ahli waris merasa keberatan maka dia dapat menuntut haknya sebagaimana hukum waris Islam atau hukum waris perdata. Berbeda halnya, apabila harta tanah tersebut dibagi-bagikan kepada anak-anaknya sebelum almarhum meninggal dunia dengan ditandatanganiya “Akta Hibah” dan seluruh anak-anaknya beserta ahli warisnya menandatangani akta

10

(11)

hibah yang menandakan persetujuan atas hibah tersebut, maka atas hibah tersebut tidak dapat dituntut untuk dijadikan harta warisan pewaris yang harus dibagi, sehingga pengalihan hak atas tanah tersebut tidak memerlukan persetujuan dari seluruh ahli waris.11

1. Bila hibah terhadap anak di bawah umur atau orang yang tidak waras akal pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali atau pengampu yang sah dari anak di bawah umur atau orang yang tidak waras itu;

Tidaklah terdapat persyaratan tertentu bagi pihak yang akan menerima hibah, sehingga hibah dapat saja diberikan kepada siapapun dengan beberapa pengecualian sebagai berikut :

2. Bila hibah dilakukan terhadap anak di bawah umur yang diwakili oleh saudaranya yang laki-laki atau oleh ibunya, hibah menjadi batal;

3. Hibah kepada seseorang yang belum lahir juga batal.

Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah kekuasaan orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua itu, sedangkan hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh pengadilan negeri. Jika pengadilan itu memberi kuasa termaksud, maka hibah itu tetap sah, meskipun penghibah telah meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu.

11

(12)

Dalam hal mengenai pelaksanaan hibah kepada anak dibawah dibawah umurdan akibat hukumnya setelah dewasa, maka berdasarkan latar belakang diatas, maka tesis ini akan membahas tentang Pelaksanaan Hibah Kepada Anak di Bawah

Umur Dan Akibat Hukumnya Setelah Anak Menjadi Dewasa Di Tinjau Dari

Hukum Perdata.

B. Perumusan Permasalahan

Adapun penelitian tesis utama di atas mengambil beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai Hibah baik dari hukum perdata dan hukum Positif lainnya di Indonesia?

2. Bagaimanakah akibat hukum jika hibah merugikan para legetemaris?

3. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian hibah kepada anak dibawah umur dan akibat hukumnya bila anak tersebut dewasa?

C. Tujuan Penelitian

(13)

akibatnya atau kecenderungan yang timbul.12

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengertian hibah yang tercantum dalam hukum perdata di Indonesia

Tujuan penelitian lainnya secara praktis merupakan usaha untuk menjawab berbagai pertanyaan ilmiah seputar permasalahan hukum.

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang

menjadi tujuan penelitian ini adalah:

2. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan pelaksanaan hibah menurut hukum positip di Indonesia dan apa akibat hukumnya bagi para hibah yang merugikan para legetemaris,

3. Untuk mengetahui bagaimanakah pemberian hibah kepada anak dibawah umur serta apa akibatnya bila anak tersebut telah menjadi dewasa

D. Manfaat Penelitian

Adapun Penelitian ini memiliki kegunaan/manfaat yang terdiri atas kegunaan teoritis dan praktis, adapun kedua kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi dibidang ilmu hukum khususnya hukum bisnis bagi kalangan akademisi maupun praktisi hukum maupun notaris yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai hukum perdata dan hukum Islam khususnya dalam hal pemberian hibah, penelitian ini

12

(14)

juga diharapkan dapat memberikan masukan mengenai dinamika masyarakat dan penyempurnaan pranata-pranata hukum khusunya mengenai hukum perdata berkaitan dengan hibah tersebut.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan bagi aparat penegak hukum dan para praktisi hukum lainnya, notaris dan pengacara termasuk konsultan hukum perdata serta masyarakat yang ingin menggunakan lembaga hibah dalam peralihan kepemilikan harta bendanya di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

(15)

Perdata”, namun jelas berbeda dengan penelitian ini karena penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana akibat hukum hibah kepada anak terutama setelah dewasa. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan saran-saran yang membangun. Apabila dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama persis yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan bertanggungjawab sepenuhnya.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang hibah dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal tersebut diatas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dengan topik dan pembahasan yang sama dilingkungan Fakultas Hukum maupun Magister Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(16)

Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa yang harus dilakukan atau yang harus terjadi, dengan demikian bila dilihat dari proses bekerjanya, maka akan terjadi regenerasi norma-norma hukum. Masyarakat merupakan pasangan yang mutlak yang harus ada dalam kajian hukum, karena tanpa masyarakat hukum tidak akan pernah ada. Masyarakat merupakan tempat dimana hukum tumbuh dan berkembang.

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala Spesifik proses tertentu terjadi,13 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14

M. Solly Lubis, yang menyebutkan: Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penelitian.15

Adapun teori menurut Maria S. W. Sumardjono adalah seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari

13

J.J.J M. Wuisman dengan penyunting M. Hisma, Penelitian ilmu-ilmu sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203

14

Ibid hal 206

15

(17)

fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.16

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau predeksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan, Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.17

“Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakannya. Teori bisa juga mengandung subjektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini”.

18

Secara teori dibedakan tiga (3) macam hal berlakunya hukum, yaitu :19 a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuan didasarkan pada kaidah

yang lebih tinggi tingkatnya, atau apabila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antar suatu kondisi dan akibatnya.

16

Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogjakarta, Gramedia, 1989, hal. 12

17

M. Solly Lubis, loc.it

18

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum cetakan ke enam 2006, Penerbit PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2006, hal. 259.

19

(18)

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak dapat diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat.

c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi

Adapun kerangka teori dan pisau analisis yang dipakai dalam penelitian ilmiah ini adalah teori kepastian hukum dimana teori ini mengandung dua pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan yang kedua adalah berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu mengetahui apa saja yang dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu, kepastian hukum bukan hanya pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan lainnya untuk kasus seerupa yang telah diputuskan.20

Sebagai perbandingan dapat dilihat dari teori hukum dari Roscoe Pound yaitu Law as a tool of social engineering atau hukum adalah sebagai pembuat rekayasa sosial dan mengatur kehidupan masyarakat dimana regulasi hukum yang dibuat

20

(19)

pemerintah bertujuan memberikan sarana rekayasa sosial yang baru.21

Pound menyatakan bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering).

Dalam pelaksanaan pemberian hibah secara perdata, hukum harus mampu melihat sosial budaya masyarakat khususnya masyarakat Indonesia yang memegang teguh kekerabatan dan religius serta tidak pernah mendasarkan segala sesuatunya semata-mata karena materi.

22

Keadilan bukanlah hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Keadilan merupakan suatu hal dari penyesuaian-penyesuaian hubungan dan penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep "kepentingan". Pound mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta diterapkan oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan melalui prosedur yang berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan. Hukum dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial.23

(20)

Pound juga menyatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial bersumber dari fakta mengenai kelangkaan.24 Kelangkaan mendorong kebutuhan untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan itu. Hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan menjamin keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai kepentingan yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembangan peradaban. Pound mengakui adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu antara kepentingan individual atau personal dengan kepentingan publik atau sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan dengan status “hak hukum”. Pernyataan Roscoe Pound tentang hukum. Hal yang sama juga dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum itu merubah masyarakat.25

Dalam perspektif politik hukum, menurut Roscoe Pound hukum itu berasal dari atas ke bawah (top down) maksudnya disini adalah hukum itu berasal dari pemerintah untuk dijalankan oleh masyarakat karena hukum butuh regulasi dari pemerintah. Pembentukan hukum di Indonesia selalu dipengaruhi oleh suatu kepentingan-kepentingan. Kekuasaan politiklah yang memiliki kepentingan tersebut

(21)

geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan check and balances seperti yang dianut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah perubahan.

2. Kerangka Konsepsi

a. Pengertian hibah terdapat dalam Pasal 1666 KUHPer, yaitu suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma,tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

b. Dewasa dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ialah seseorang yang telah berumur 21 Tahun. Dalam undang-undang perkawinan secara tegas dalam pasal 6 dinyatakan bahwa ukuran kedewasaan seseorang yaitu ketika ia berusia 21 tahun. Hal ini terlihat ketika seseorang akan melakukan perkawinan, jika belum berusia 21 tahun maka ia haruslah mendapat izin dari orang tuanya. Ketika telah berusia 21 tahun seseorang dianggap telah mampu untuk melakukan hubungan hukum perkawinan, sehingga ia tidak perlu meminta izin lagi kepada orang tuanya. Konsep ini tidak jauh berbeda dengan konsep hukum perdata.

(22)

d. Pemberi hibah hendaklah seorang yang dewasa seperti sempurna akal, baligh. Pemberi hibah juga harus orang yang mempunyai barang yang dihibahkan. Oleh kerana pemilik harta mempunyai kuasa penuh ke atas hartanya, hibah boleh dibuat tanpa ukuran serta kepada sesiapa yang disukainya termasuk kepada orang bukan Islam, asalkan maksudnya tidak melanggar hukum

e. Penerima hibah boleh terdiri daripada siapa saja asalkan mempunyai kemampuan memiliki harta sama ada mukallaf atau bukan mukallaf. Sekiranya penerima hibah bukan mukallaf seperti masih belum akil baligh atau kurang akal, hibah boleh diberikan kepada walinya atau pemegang amanah bagi pihaknya. Penerima hibah mesti menerima harta yang dihibahkan dan berkuasa memegangnya. Dengan kata lain, penguasaan dan kepemilikan terhadap harta mestilah diberikan kepada penerima hibah

G. Metode Penelitian

(23)

dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu berpikir yang obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara benar.27

Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian

ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial process)28

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum primer yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur ilmu hukum berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku

. Analisis hukum yang tertulis dalam kajian penelitian ini pada dasarnya adalah berupa kajian yuridis yang mencoba menemukan atau mencari tahu mengenai konsep hibah, pengertian dan pelaksanaan pemberian hibah terutama yang dilakukan terhadap anak yang belum dewasa serta apa akibat hukumnya bila anak tersebut telah menjadi dewasa secara hukum perdata.

27

Danang Ari. Study Tentang Perlindungan Dagang. Surakarta, Universitas Muhammadiyah Malang 1998 Hal .9.

28

(24)

hukum, karya ilmiah, bahan-bahan kuliah maupun putusan pengadilan yang kemudian dianalisis dengan pendekatan yuridis normatif yaitu menemukan hubungan antara peraturan yang satu dengan lainnya.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan dan pertanggung-jawaban hukum perdata

Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis. Pendekatan yuridis merupakan pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah maupun azas dengan tahapan berupa studi kepustakaan dengan pendekatan dari berbagai literatur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena penelitian ini mengambil fokus berbagai aturan hukum yang menjadi tema sentral penelitian. Pendekatan perundang-undangan yang dimaksudkan disebut juga pendekatan yuridis normatif atau socio legal research.

(25)

bobot lebih pada penelitian yang bersangkutan.29

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif ini dilakukan penelaahan terhadap peraturan-peraturan yang ada relevansinya Pendekatan socio legal research dimaksudkan untuk menjelaskan secara internal dan eksternal permasalahan yang diteliti beserta hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan aspek-aspek hukumnya serta mencoba menjelajahi relitas empirik dalam masyarakat.

Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat yang memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan penelitian ini.30

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup: (1) bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan

29

Ibid,Halaman 119.

30

(26)

bahan hukum sekunder, yang telah dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Contohnya, adalah misalnya, abstrak perundang undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum, dan seterusnya; dan (2) bahan-bahan primer, sekunder dan penunjang (tersier) di luar bidang hukum, misalnya, yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain sebagainya, yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

4. Analisis Data

(27)

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan.

c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah

Referensi

Dokumen terkait

SUTAEDI: “PENGARUH KEGIATAN EKSTRA KURIKULER KEAGAMAAN TERHADAP PERILAKU KESEHARIAN MURID SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI SUKARASA KECAMATAN DARMA KABUPATEN

proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan tentang materi pembelajaran berkaitan potensi sumber daya alam di Indonesia berupa sumber daya hutan, barang tambang, ikan,

dengan judul “Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Di Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT) Pangkalpinang”... 1.2

As a teaching media, the teacher has to be able to select an appropriate picture and make the teaching learning speaking more effectivee. Thus, using picture series as

Laba usaha atau keuntungan secara umum didefinisikan sebagai selisih dari hasil total penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi barang atau

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Penelitian yang dilakukan Mailina Harahap (2017) dengan judul “Kajian modal sosial pada usaha tani sayur” Studi kasus pada Kelompok Tani Barokah Kelurahan Tanah