• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologis Perawat Pelaksana di ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologis Perawat Pelaksana di ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

TERHADAP STRESS PSIKOLOGIS PERAWAT PELAKSANA

DI TEMPAT KERJA DI RUANGAN CRITICAL CARE

RUMAH SAKIT SANTA ELISABET MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Benni Hatigoran Sinaga

121121104

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologis Perawat Pelaksana di ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan” tepat pada waktu nya.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan proposal skripsi ini:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes Selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti penyusunan proposal skripsi ini.

2. Erniyati, S.Kp., MNS selaku pembantu dekan I bagian pendidikan

3. Salbiah, S.Kp., M.Kep Selaku Dosen pembimbing penulis dalam Penyusunan Proposal skripsi ini yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan masukan selama penyusunan proposal skripsi ini.

4. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku penguji I dan Achmad Fathi, S.Kep.Ns., MNS selaku penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

(4)

6. Seluruh Dosen dan Staff Karyawan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas keperawatan USU.

7. dr. Bungaran Sihombing, Sp.BU selaku direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Karyawan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, Khususnya Perawat ruangan Critical care yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Kepala Ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang telah membantu penulis dalam menyebarkan kuesioner dan memberikan data – data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

10.Orang tua penulis Ayahanda R.Sinaga dan Ibunda D. Br Saragih yang sangat penulis cintai, yang telah memberikan dukungan baik nasehat mupun materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu.

11.Teman - teman program S1 Ilmu Keperawatan Ekstensi sore 2012 yang telah memberikan masukan, kerja sama yang baik dan keakraban selama mengikuti perkulihan dan penyusunan proposal skripsi ini.

12.Serta Seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

(5)

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam peningkatan pelayanan kesehatan khususnya keperawatan.

Medan, Januari 2014

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Skema ... x

Abstrak Bahsa Indonesia ... xi

Abstrak Bahasa Inggris ... xii

Bab 1. Pendahuluan ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.2.1 Tujuan Umum ... 5

1.2.2 Tujuan Khusus ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Bagi Mahasiswa ... 6

1.4.2 Bagi Rumah Sakit ... 6

1.4.3 Bagi Keperawatan ... 7

Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Peran Kepala Ruangan ... 8

2.1.2 Fungsi Kepala Ruangan ... 8

2.1.3 Kepala Ruangan Sebagai Manajer Keperawatan ... 8

2.2 Perawat Pelaksana ... 13

2.3 Kepemimpinan ... 16

2.3.1 Pengertian Kepemimpinan ... 16

2.3.2 Teori Kepemimpinan ... 18

2.3.3 Ciri – ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal ... 19

2.4 Gaya Kepemimpinan ... 22

2.4.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan ... 22

2.4.2 Model Gaya Kepemimpinan ... 23

2.5 Stress Psikologi ... 24

2.5.1 Pengertian Stress... 24

2.5.2 Sumber – Sumber Stress ... 25

2.5.3 Respon Tubuh Terhadap Stress ... 26

2.5.4 Reasksi Psikogis Terhadap Stress ... 27

2.5.5 Gejala Stress stress ... 28

(7)

2.6. Stress Kerja Pada Perawat ... 30

2.6.1 Defenisi ... 30

2.6.2 Ciri –Ciri Situasi Kerja yang Penuh Dengan Stresss ... 30

2.6.3 Penyebab Stres Psikologi Perawat Pelaksana di Tempat Kerja ... 31

Bab 3. Kerang Konsep ... 34

3.1 Kerangka Konseptual ... 35

3.3 Defenisi Operasional ... 36

3.4 Hipotesa Penelitian ... 38

Bab 4. Metodelogi Penelitian ... 39

4.1 Desain Penelitian ... 39

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

4.2.1 Populasi Penelitian ... 39

4.2.2 Sampel Penelitian ... 39

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

4.4 Pertimbangan Etik ... 40

4.5 Instrumen Penelitian ... 41

4.6 Uji Instrumen ... 41

5.2 Statistik Univariat ... 48

5.2.1 Data Demogrfi ... 48

5.2.2 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana ... 48

5.2.3 Stress Psikologi Perawat Pelaksana ... 49

5.3 Statistik Bivariat ... 49

5.3.1 Pengaruh Gaya kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stress Psikologi Perawat Pelaksana. ... 50

5.4 Pembahasan ... 52

5.4.1 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana ... 52

5.4.2 Stress Psikologi Perawat Pelaksana ... 56

(8)

Bab 6. Kesimpulan Dan Saran ... 63 6.1 Kesimpulan ... 63 6.2 Saran ... 63 Daftar Pustaka

Lampiran – lampiran 1. Informed Consent 2. Kuesioner penelitian

3. Surat dari Komite Etik Penelitian Fakultas Keperawatan USU

4. Surat Pengantar Untuk Mengadakan Penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan USU

5. Surat ijin Penelitian Dari direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

6. Surat Persetujuan Penelitian dari PP SDM Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

7. Hasil Uji Instrumen a. Uji Validasi

b. Data Mentah Uji Reliabel

c. Hasil Uji Reliabel dengan Crombach Alfha 8. Data Mentah Hasil Penelitian

9. Deskriftif Hasil Uji Univariat 10. Deskriptif Hasil Uji Bivariat 11. Distribusi Jawaban Responden

12. Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Direktur Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Dependen ... 35 Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Independen ... 36 Tabel 4.1 Distribusi Perawat Pelaksana Ruangan Intesive Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2013 ... 39

Tabel 5.1 Distribusi dan Persentase data Demografi Perawat Pelaksana

di Ruangan Crtical Care Rumah Sakit Santa Elisabet Medan ... 48 Tabel 5.2 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Setiap Ruangan

Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabet Medan

Tahun 2013 ... 49 Tabel 5.3 Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Ruangan Critical

Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2013 ... 51 Tabel 5.4 Gambaran Stress Psikologi Perawat Pelaksana di setiap

Ruangan Critical care Rumah Sakit Santa Elisabet Medan ... 51 Tabel 5. 5 Gambaran Stress Psikologi Perawat Pelaksana di Ruangan

Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabet Medan ... 52 Tabel 5. 5 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap

Stress Psikologi Perawat Pelaksana di Ruangan Critical Care

(10)

DAFTAR SKEMA

(11)

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologi Perawat Pelaksana di Tempat kerja di Ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Nama Mahasiswa : Benni Hatigoran Sinaga

Nim : 121121104

Program : S1 Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Gaya kepemimpinan kepala ruangan ialah pola tingkah laku kepala ruangan ruang yang di tunjukkan untuk mempengaruhi pikiran perawat pelaksana berdasarkan perilaku kepemimpinan itu sendiri.Terdiri dari: autokratik, demokratik, partisipatif dan laissez-faire. Stres psikologis perawat pelaksana adalah tekanan psikologis yang dialami oleh perawat pelaksana selama bekerja. Dibagi ke dalam 3 kategori yaitu tingkat peringatan, resistensi dan ketelitian. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa perbedaan Stres Psikologis perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif Korelasi. teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling, Seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 50 orang. Teknik analisa data dengan menggunakan Anova dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan tingkat stres psikologis yang dialami perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan nilai P Value: 0,031, yang berarti Ha gagal ditolak. Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat perbedaan tingkat stres psikologis perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Saran dari peneliti diharapkan perawat pelaksana diberikan pelatihan-pelatihan ke gawat daruratan dan Perawat pelaksana yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun agar tetap di supervisi untuk menghindari stres psikologis karena kurangnya perhatian dari kepala ruangan.

(12)

Title : The Influence of Leadership Style of Head Room to Pyschological Dtress of Nurse Executive at Working Place in Critical Care Room in Santa Elisabeth hospital Medan

Name of Student : Benni Hatigoran Sinaga Student Number : 1211211104

Year : 2014

ABSTRACT

Leadership style if the head room is the behavior patterns of head room shown to influence the minds of nurse based on leadership behavior it self. It consists of: autocratic, democratic, paticipatory and laissez-faire. Nurse psychological stress is nurse psychological stress experience by nursing during work that can be divided into three categories: level wrnings, resistence and accuracy. The purpose of this is to analyze the differences in psychological stress of nurse in leadership style and Ceritical Care in Santa Elisabeth hospital. This researvh uses a descriptive correlation. The smpling technique used s total sampling. The entire smple population used is as many as 50 people. Technique of data analysis used is ANOVA with 95% experienced by nurse in leadership style of head room at Critical Care Santa Elisabeth hospital with P-value: 0.031 which means Ha rejected. The conclusion o the research is that there are differences in psychological stress level of nurse in leadership syyle of the head room in Critical Care of Santa Elisabeth hospital. The researech expected nurses are given more training on emergencies and nurse who have worked more than 5 years remaining supervised to avoid psychological stress due to lack of attention from the head room.

(13)

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologi Perawat Pelaksana di Tempat kerja di Ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Nama Mahasiswa : Benni Hatigoran Sinaga

Nim : 121121104

Program : S1 Keperawatan

Tahun : 2014

Abstrak

Gaya kepemimpinan kepala ruangan ialah pola tingkah laku kepala ruangan ruang yang di tunjukkan untuk mempengaruhi pikiran perawat pelaksana berdasarkan perilaku kepemimpinan itu sendiri.Terdiri dari: autokratik, demokratik, partisipatif dan laissez-faire. Stres psikologis perawat pelaksana adalah tekanan psikologis yang dialami oleh perawat pelaksana selama bekerja. Dibagi ke dalam 3 kategori yaitu tingkat peringatan, resistensi dan ketelitian. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa perbedaan Stres Psikologis perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif Korelasi. teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu total sampling, Seluruh populasi dijadikan sampel sebanyak 50 orang. Teknik analisa data dengan menggunakan Anova dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan tingkat stres psikologis yang dialami perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dengan nilai P Value: 0,031, yang berarti Ha gagal ditolak. Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat perbedaan tingkat stres psikologis perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Saran dari peneliti diharapkan perawat pelaksana diberikan pelatihan-pelatihan ke gawat daruratan dan Perawat pelaksana yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun agar tetap di supervisi untuk menghindari stres psikologis karena kurangnya perhatian dari kepala ruangan.

(14)

Title : The Influence of Leadership Style of Head Room to Pyschological Dtress of Nurse Executive at Working Place in Critical Care Room in Santa Elisabeth hospital Medan

Name of Student : Benni Hatigoran Sinaga Student Number : 1211211104

Year : 2014

ABSTRACT

Leadership style if the head room is the behavior patterns of head room shown to influence the minds of nurse based on leadership behavior it self. It consists of: autocratic, democratic, paticipatory and laissez-faire. Nurse psychological stress is nurse psychological stress experience by nursing during work that can be divided into three categories: level wrnings, resistence and accuracy. The purpose of this is to analyze the differences in psychological stress of nurse in leadership style and Ceritical Care in Santa Elisabeth hospital. This researvh uses a descriptive correlation. The smpling technique used s total sampling. The entire smple population used is as many as 50 people. Technique of data analysis used is ANOVA with 95% experienced by nurse in leadership style of head room at Critical Care Santa Elisabeth hospital with P-value: 0.031 which means Ha rejected. The conclusion o the research is that there are differences in psychological stress level of nurse in leadership syyle of the head room in Critical Care of Santa Elisabeth hospital. The researech expected nurses are given more training on emergencies and nurse who have worked more than 5 years remaining supervised to avoid psychological stress due to lack of attention from the head room.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, sehingga rumah sakit perlu menjaga kualitas pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan, dimana pelayanan kesehatan yang di sediakan di rumah sakit terdiri pelayan rawat jalan, rawat inap, pelayan keperawatan, farmasi, Laboratorium, dll. Semua Pelayanan ini saling ketergantungan satu sama Iain untuk memberikan pelayanan yang prima sehingga tujuan dari suatu rumah sakit dapat tercapai (Indrayani, 2009).

Pelayan keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayan kesehatan di rumah sakit, sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan, terlebih lagi pelayan keperawatan sering dijadikan tolak ukur citra sebuah rumah sakit dimata masyarakat, karena perawat berada di samping pasien setiap saat dan yang paling dekat dengan pasien, sehingga menuntut adanya profesionalitas perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (Wahyuni, 2007).

(16)

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan, pengaruh dan bimbingan yang di tujukan kepada smua staff. Dimana kepemimpinan ini mulai dari tingkat direktur sampai kepala ruangan, dimana mereka harus mampu untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Pimpinan keperawatan harus mampu memimpin, meminta, meyakinkan, mendesak dan membujuk staftnya untuk melakukan apa yang seharusnya di kerjakan, tidak tergantung kepada kapan mereka mau melakukannya, tidak berdasarkan atas kesukaan mereka tetapi pada apa yang seharusnya dilakukan demi tercapainya tujuan Asuhan Keperawatan (Putri, 2010).

Kepala ruangan harus mempunyai andil yang sangat kuat agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik dan efisien, seorang kepala ruangan harus memiliki suatu cara untuk dapat melakukan pendekatan terhadap perawat pelaksana, Pendekatan tersebut dapat berupa gaya kepemimpinan. Seiring waktu berjalan gaya kepemimpinan yang diterapkan seorang kepala ruangan memiliki dampak positif yaitu motivasi kerja, peningkatan produktivitas, mengurangi absensi, tercapainya visi dan misi, sedangkan dampak negatif dari gaya kepemimpinan ini ialah stres kerja, keretakan hubungan antar anggota organisasi, produktivitas organisasi menurun, penyalah gunaan kekuasaan dan mementingkan diri sendiri (Nasir,dkk, 2009)

(17)

lain dalam organisasi), Organizational Structure (struktur organisasi) dan Organizational Leadership (kepemimpinan dalam organisasi) serta faktor individu.

Robins (2003) mengatakan penyebab terjadinya stres yang bersifat organisasi, salah satunya adalah struktur dalam organisasi yang terbentuk melalui desain organisasi yang ada, misalnya melalui formalisasi, konflik dalam hubungan antar karyawan, spesialisasi, serta lingkungan yang kurang mendukung. Hal lain dalam desain organisasi yang juga dapat menyebabkan stres antara lain adalah level diferensiasi dalam perusahaan serta adanya Sentralisasi pada pimpinan yang menyebabkan karyawan tidak mempunyai hak untuk berpatisipasi dalam pengambilan keputusan.

Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi yang mempengaruhi dirinya, kondisi tersebut dapat di peroleh dari dalam maupun dari luar diri seseorang seperti tekanan dari pimpinan, tuntutan kerja yang sangat besar , stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian individu akan keterbatasan sehingga ketidak mampuan untuk melawan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah (Arwani & Supriyanto, 2006).

(18)

pekerjaannya akan sangat mudah sekali untuk tidak masuk kerja, dampaknya produktivitas organisasi akan semakin menurun (Hamdani & Handoyo, 2012).

Dampak stress psikologi yang sesungguhnya ialah berkaitan dengan kepuasaan kerja dimana perawat pelaksana yang mengaiami stress psikologi akan sangat sulit dan bahkan tidak mungkin merasa puas dalam bekerja, dampak yang cukup pada organisasi adalah tidak tercapainya visi dan misi baik dari dari bagian ruangan maupun organisasi secara keseluruhan (Towner, 2002).

Ruangan critical care adalah ruang rawat inap di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan/ disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible), Pasien yang masuk ruangan critical care adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu- waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan Pengobatan intensive sehingga di tuntut fropesionalitas seorang perawat pelaksana (Hanafie, 2007 Dalam Putri, 2013).

(19)

responden yang mengalami PTSD (24%), sedangkan dari 121 responden dari perawat umum yang mengalami PTSD hanya 17 Orang (14%).

Berdasarkan pengalaman penulis yang pernah bekerja di ruangan ICU rumah sakit St. Elisabeth Medan selama 2 tahun, dimana perawat pelaksana merasa takut untuk melakukan tindakan bersama dengan kepala ruangan dan hasil wawancara penulis dengan 5 orang perawat ICU rumah sakit Santa Elisabeth Medan, mengatakan mereka lebih nyaman bekerja bersama teman sejawat dari pada kepala ruangan. Sehingga penulis tertarik meneliti gejala gangguan psikologis perawat pelaksana tersebut dengan gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruangan di ruangan Crtical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisa perbedaan tingkat stres psikologis perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan yang terapkan oleh kepala ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang di terapkan kepala ruangan Critical Care Rumah Sakit St.Elisabeth Medan

(20)

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gaya kepemimpinan kepala ruangan yang telah di terapkan di ruangan critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan.

2. Apa penyebab stres psikologis pada perawat pelaksana di ruang critical care rumah sakit Santa Elisabeth medan.

3. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap stres psikologis perawat pelaksana di ruangan critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikati informasi tambahan bagi mahasiswa dalam perkuliahan yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan perawat dalam menjalankan perannya sebagai perawat yang profesional.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

(21)

2. Sebagai evaluasi kepala ruangan untuk mengetahui apakah gaya kepemimpinan yang di lakukan sudah efisien atau belum.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

(22)

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1.1 Peran Kepala Ruangan

Kepala Ruangan diberi tanggung jawab untuk memperkerjakan, mengembangkan dan mengevaluasi stafnya. Mereka di berikan tanggung jawab untuk pengembangan anggaran tahunan unit yang di pimpinnya dan memegang kewenangan untuk mengatur unit sesuai tugas dan tanggung jawabya, memantau kualitas perawatan, menghadapi masalah tenaga kerjanya, dan melakukan hal-hal tersebut dengan biaya yang efektif (Potter & Perry, 2005).

Menurut Arwani (2006) Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, Perlu melakukan kegiatan koordinasi, kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi, kegiatan penampilan kerja staff dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan.

2.1.1 Fungsi Kepala Ruangan

Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut:

1. Perencanaan

(23)

biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelolaan rencana perubahan.

2. Pengorganisasian

Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuaan unit, serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat,

3. Ketenagaan

Pengaturan ketenagaan dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosial isasi staf, dan sosialisasi staf.

4. Pengarahan

Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi dan memfasilitasi kolaborasi.

5. Pengawasan

(24)

2.1.2 Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan

Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut Depkes (1994) adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi:

1)Melaksanakan jumlah dan kategori tenaga serta tenaga lain sesuai kebutuhan.

2)Merencanakan jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan

3) Merencanakan dan menentukan jenis kegiatan/ asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien.

b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi:

1) Mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat. 2)Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan/ peraturan yang berlaku (Bulanan, Mingguan, harian).

3)Melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain yang bekerja di ruang rawat.

4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada perawatan untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standart.

5)Mengkoordinasi seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat.

6)Mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan pengadaan sesuai kebutuhan pasien agar pelayanan optimal.

(25)

8)Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai.

8) Mempertanggung jawabkan pelaksanaan inventaris peralatan.

9) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya.

10)Mendampingi dokter selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan mencatat program pengobatan.

11)Mengelompokan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk tingkat kegawatan, infeksi dan non infeksi, untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan.

12)Mengadakan pendekataan kepada setiap pasien yang dirawat untuk mengetahui keadaan dan menampung keluhan serta membantu memecahkan masalah yang sedang dialami pasien.

13)Menjaga perasaan pasien agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan berlangsung.

14)Memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien/ keluarga dalam batas wewenangnya.

15)Menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan terlindung selama pelaksanaan pelayanan kesehatan.

16)Memelihara dan mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan keperawatan dan kegiatan yang dilakukan secara tepat dan benar. 17)Mengadakan kerja sama yang baik dengan kepala ruang lain, seluruh

(26)

Sakit

18)Menciptakan dan memelihara suasana kerja antara petugas kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien yang dirawat.

19)Memberi motivasi tenaga non keperawatan dalam memelihara kebersihan ruangan dan lingkungan.

20)Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien di ruangan.

21)Memelihara dan meneliti pengisian daftar pemintaan makanan berdasarkan macam dan jenis makanan pasien kemudian memeriksa/ meneliti ulang saat pengkajianya.

22)Memeiihara buku register dan bekas catatan medis.

23)Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan serta kegiatan Iain di ruang rawat.

c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi: 1. Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah

ditentukan, melaksanakan penilain terhadap upaya peningkatan pengetahuan keterampilan di bidang perwatan.

2. Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai (D.P.3) bagi pelaksanaan keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tangung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik pangkat/ golongan, melanjutkan sekolah). 3. Mengawasi dan mengendalikan pendaya gunaan peralatan perawatan

serta obat - obatan secara efektif dan efisien.

(27)

2.2. Perawat Pelaksana

Dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai perawat yang profesional perawat pelaksana dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang perawatan, perawat pelaksana secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana disebut care giver yaitu perawat menggunakan metode pemecahan dalam membantu pasien mengtasi masalah kesehatan, menurut Potter & Perry (2005) dalam melaksanakan asuhan keperawatan peran perawat pelaksana bertindak sebagai berikut:

1. Pemberi Perawatan

Perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan, proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan keperawatan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial.

2. Pembuat keputusan klinis

(28)

3. Pelindung dan advocat klien

Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan.

Dalam menjalankan perannya sebagai advocath, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukutn, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya dibutuhkan.

4. Manajer kasus

Perawat mengoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi dan ahli terafi fisik, ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien, Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja dan sumber yang tersedia di tempat kerja.

5. Rehabilitator

Merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidak berdayaan lainnya, sering kali klien mengalami gangguan fisik dan emosi yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut.

6. Pemberi kenyamanan.

(29)

mendemonstrasikan perawatan kepada klien sebagai invidu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik.

7. Komunikator

Peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain, Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antara sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunikasi

8. Penyuluhan

Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data - data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran.

9. Peran karier

Sejumlah peran dan fungsi di bebankan pada perawat di berbagai lingkungan kerja. Berkarier, merupakan kebalikan dari semuanya, dimana perawat ditempatkan posisi jabatan tertentu. Karena kesempatan bekerja bagi perawat meningkat, perkembangan perawat sebagai profesi dan meningkatnya perhatian pada keahlian dalam pekerjaan, maka profesi perawat menawarkan peran tambahan dan kesempatan dan kesempatan berkarier yang lebih luas. 10.Perawat pendidik

(30)

2.3 Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor terpenting pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah organisasi. SDM sebagai aset terpenting yang di miliki sebuah organisasi perlu dikelola secara efektif untuk memberikan nilai tambah, sebuah organisisasi perlu di kelola secara efektif untuk memberikan nilai tambah pada organisasi, menurut Giellies (1994) didalam Arwani (2006) mendefenisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya, yaitu to lead, yang mempunyai arti beragam, seperti untuk memandu ( to guide), untuk menjalankan dalam arah tertentu (to run in a specifik direction), untuk mengarahkan (to direct), berjalan didepan (to go at the head of), menjadi yang pertama (to be first), membuka permainan (to open play) dan cenderung ke hasil yang pasti (to tentd toward a definite result). Sedangkan Fleisman (1973) mengartikan kepemimpinan (leadership) sebagai suatu kegiatan yang menggunakan proses komunikasi untuk mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok ke arah pencapain tujuan dalam situasi tertentu.

(31)

Didalalam keperawatan kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan seorang pemimpin (perawat) dalam mempengaruhi perawat lain yang berada di bawah pengawasan untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai, menurut Muninjaya (2012) seorang pemimpin yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus mampu:

1. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja lebih tekun dan membaca lebih banyak.

2. Memiiliki kepekaan tinggi terhadap permasalahan organisasi, termasuk komitmennya untuk segera memecahkannya, ia harus selalu merasa tertantang untuk mengatasi hambatan yang menjadi penghalang proses pencapain tujuan organisasi yang di pimpinnya.

3. Mengerakkan atau memotivasi staf agar mereka mau dan sadar melaksanakan tugas - tugas pokoknya, pada setiap tugas tersebut sudah melekat kewenangan dan tanggung jawab.

2.3.2 Teori Kepemimpinan

1. Teori orang besar atau teori bakat

Teori orang besar (the great men theory) atau teori bakat (Trait theory) ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Disini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat - bakat tertentu yang diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir.

2. Teori situasi

(32)

pun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik, Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.

3. Teori Ekologi

Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan sehari - hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan yang baik. Hasil pengamatan yang sperti ini melahirkan teori ekologi, yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat -bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang dari alam.

2.3.3 Ciri-ciri Pemimpin dan Kepemimpinan yang Ideal

Menurut Nasir, dkk (2009) Ciri-ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hierarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.

2) Kemampuan bertumbuh dan berkembang.

(33)

inquistive selalu belajar dan belajar. Pengalaman yang dia alami saat menjalanankan tugas merupakan pijakan untuk perbaikan diri, dianalisa, dan dijadikan standart minimal untuk tindakan selanjutnya. 4) Kemampuan Analitik, Efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi

pada kemampuaan dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan adalah yang integralistik, strategi, dan berorientasi pada pemecahan masalah, Seorang pemimpin tidak lagi berpikir worker melainkan managerial.

5) Daya ingat yang kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan intelektual yang berbeda di atas kemampuan rata- rata orang –orang yang di pimpinnya, Salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.

6) Kapasitas integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai organisasi. Seorang pemimpinan harus bisa dipercaya dan sebagai panutan bawahannya dalam memimpin organisasi dan ini merupakan karakter yang paling kuat dalam organisasi.

7) Keterampilan komunikasi secara efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampain informasi, dan fungsi pengawasan.

(34)

9) Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak - pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.

10) Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai Bapak serta penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuan bertindak secara objektif.

11) Pragmatisme, Dalam kehidupan organisasi, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut: pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang di harapkan.

12) Kemampuan menentukan prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah "SWOT".

13) Kemapuan membedakan hal yang darurat dan kurang penting.

14) Naluri yang tepat, kemampuannya ntuk memilih waktu yang tepat untuk melakukaan sesuatu atau tidak melakukaan sesuatu.

15) Rasa kohesi yang tinggi, "senasib sepenanggungan" keterikatan satu sama lain.

(35)

17) Naluri yang tepat, kemampuannya ntuk memilih waktu yang tepat untuk melakukaan sesuatu atau tidak melakukaan sesuatu.

18) Rasa relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevensi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

19) Keteladanan, seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tingkah laku dan perilaku.

20) Menjadi pendengar yang baik

21) Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi serta kondisi tertentu yang dihadapinya tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.

22) Ketegasan.

23) Adaptasi, kepemimpinan selalu bersifat situasioanal, kondisional, temporal, dan spasial.

24) Keberanian.

25) Orientasi masa depan.

(36)

2.4 Gaya Kepemimpinan

2.4.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Gaya (style) kepemimpinan adalah pola tinggkah laku yang direncanakan untuk mengintegrasi tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai suatu tujuan. (suarli,2012) menurut Muninjaya (2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan pertama, faktor kekuatan yang ada pada diri pemimpin, faktor kedua, bersumber dari kelompok yang dipimpin, dan faktor ketiga tergantung pada situasi, selain itu ada dasar yang sering di gunakan untuk mengelompokkan gaya kepemimpinan adalah (1) Tugas yang harus dilakukan oleh pemimpin kewajiban pemimpin, dan (3) falsafah yang dianut oleh pemimpin (Suali, 2012)

2.4.2 Model Gaya Kepemimpinan

Menurut Gillies, (1994) Dalam Suarli (2012) di bedakan atas empat: 1. Gaya kepemimpinan Autokratis (autocratic leadership style)

Pada gaya kempemimpinan ini segala keputusan ditangan pemimpin. Pendapat atau kritik dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pada dasarnya sifat yang dimiliki sama dengan gaya kepemimpinan diktator tetapi dalam bobot yang agak kurang.

2. Gaya Kepemimpinan demokratis (democratic leadership style)

(37)

memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi, sedangkan kelemahannya: keputusan serta tindakan kadang - kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, serta keputusan yang dibuat terkadang bukan suatu keputusan yang baik

3. Gaya kepemimpinan santai (Laissserz-faire leadership style)

adalah gaya kemepimpinan santai, peranan penting pimpinan hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan kepada bawahan masing- masing sesuai dengan kehendak masing - masing pula.

4. Partispatif

Dimana pada gaya ini seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya secara konsultatif dimana ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada staff/ bawahannya, akan tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari bawahan mengenai keputusan yang akan diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan secara serius mendengarkan dan menilai pemikiran para bawahannya dan menerima sumbangan pemikiran mereka sejauh pemikiran itu dapat di praktekkan.

2.5 Stres Psikologis 2.5.1 Pengertian Stres

(38)

dari makhluk tersebut untuk dapat mempertahankan jenis dan selanjutnya bahkan untuk mengembangkan. Oleh karena itu ada dua kejadian penting disini, yaitu: adanya situasi sress (stress situation) pada invividu dan adanya adaptasi terhadap lingkungannya, Sehingga banyak ahli mengatakam stres identik dengan perilaku adaptasi (Wiramihardja, 2005).

Stres bukanlah sesuatu yang buruk dan menakutkan tetapi merupakan bagian kehidupan. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari stress menurut Hans Selye (1993) dalam Hidayat (2009) stres adalah suatu respon umum non spesifik yang tibul akibat situasi lingkungan yang tidak menentu. 2.5.2 Sumber-Sumber Stres

Kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, dalam istilah yang lebih umum disebut stressor. Stressor adalah keadaan atau situasi, obyek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Secara umum stressor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stressor fisik, sosial dan psikologis.

1. Stressor fisik

Bentuk dari stressor fisik adalah suhu (panas dan dingin); suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan (bahan kimiawi)

2. Stressor sosial

a. Stressor sosial, ekonomi dan politik, misalnya tingkat inflamasi yang tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan teknologi yang cepat, kejahatan.

(39)

c. Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatih, atau aturan kerja.

d. Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan sosial yang terlalu tinggi, pelayanan yang buruk, hubungan sosial yang buruk.

3. Stressor psikologis a. Frustasi

Frustasi adalah ketidak tercapainya keinginan atau tujuan karena ada hambatan.

b. Ketidak pastian

Apabila seseorang sering dalam keraguan dan merasa tidak pasti mengenai masa depan atau pekerjaan. Atau merasa bingung dan tertekan, rasa bersalah, perasaan khawatir dan inferior.

2.5.3 Respon tubuh terhadap stres

Menurut Hawari (2001) di dalam Sumiati, dkk (2010) mengemukakan bahwa stres dapat berakibat terhadap hampir seluruh tubuh, seperti:

1. Perubahan warna rambut dari hitam jadi kecoklatan, ubanan atau kerontokan.

2. Gangguan ketajaman penglihatan. 3. Pendengaran berdenging.

(40)

kulit wajah ( Tic Facialis ).

5. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.

6. Kulit dingin atau panas atau banyak berkeringat, kulit kering, eksim, biduran atau urtikaria, gata-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki sering berkeringat dan kesemutan.

7. Nafas terasa berat dan sesak.

8. Jantung berdebar-debar, muka merah/ pucat.

9. Lambung perih, kembung dan pedih, mulas sulit defekasi atau diare. 10.Sering berkemih.

11.Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang.

12.Kadar gula darah meningkat, pada wanita terjadi gangguan menstruasi. 13.Libido menurun atau bisa juga meningkat.

2.5.4 Reaksi Psikologis Terhadap Stres

Menurut Hawaii (2001) dalam Sumiati, dkk (2010) mengatakan bahwa selain mengganggu sistem tubuh, stres juga dapat menyebabkan hal - hal sebagai berikut:

1. Menganggu perasaan, seperti; gelisah, sedih, merasa rendah diri, iri hati, pemarah, bimbang, dan ragu serta cemas.

2. Mengganggu pikiran, seperti tidak dapat berpikir secara jernih, sering lupa, daya pikir rendah, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga merasa seolah-olah tidak cerdas, sehingga tidak mampu membuat keputusan secara cepat dan sistematis.

(41)

4. Memacu beragam penyakit, seperti; jenis penyakit yang sering disebut psikosomatik, misalnya maag, sesak nafas, darah tinggi, dsb.

5. Menimbulkan depresi, depresi adalah suatu gangguan yang berlangsung lama, disertai gejala dan tanda - tanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang merasa sedih yang amat sangat.

Sementara itu Hans Selye (1996) mengatakan bahwa stres dapat menimbulkan :

1. Kecemasan

Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah kuatir, prihatin, takut, jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.

2. Kemarahan dan agresi

Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman, merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stres yang mungkin dapat menyebabkan agresi. Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar, kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak safis dan usaha membunuh orang.

3. Depresi

(42)

2.5.5 Gejala Stress

Gejala terjdinya stres secara umum terdiri dari 2 (dua) gejala, yaitu 1. Gejala fisik:

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stress adalah nyeri dada, diare selama berapa hari, sakit kepala, mual, jantung bedebar, lelah, sukar tidur, dll

2. Gejala Psikis

Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah: cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, perilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadaphal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak terkendali.

2.5.6 Tingkat Respon Terhadap Stres

Sebenarnya stres tidak selalu bersifat negatif Hans sely, 1990 dalam Hidayat, 2006 membagi stress menjadi tiga, yaitu:

1. Eustres

Eustres adalah respon stres ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi ketika menghadapi perkawinan.

2. Distress

(43)

3. Optimal stress

Optimal stres atau neustress adalah stres yang berada antara stres dengan distress, merupakan respon stres yang menekan namun masih seimbang sehingga seorang merasa tertantang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.

Menurut prosesnya setiap orang dalam menghadapi stress memiliki respon yang berbeda – beda, tetapi secara umum respon terhadap stress memiliki beberapa tingkatan:

1. Tingkat peringatan

Setelah mengetahui adanya stress tubuh akan segera bereaksi. Kecepatan tubuh dalam bereaksi dikenal sebagai alarm stage, apabila rasa takut atau cemas muncul maka tubuh akan mengeluarkan adrenalin. Hormon ini akan mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya yang mengancam, yang di tandai dengan denyut jantung bertambah cepat dan otot berkontraksi.

2. Tingkat Resistensi

(44)

3. Tingkat ketelitian (Exhausted)

Jika Stres berlangsung lama, akan memasuki tingkat ketiga, tbuh tidak lagi mempunyai senjata untuk melawan stres. Fisik dan pikiran sudah lelah, sehingga tidak tahan membendung stres. Pada keadaan ini Orang biasanya jatuh sakit. Gejala psikosomatis antara lain gangguan pencernaan, mual, diare, gatal – gatal, impotensi, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang – kadang muncul gejala lain seperti tidak mau makan atau makan terlalu banyak.

2.6 Stres Kerja Pada Perawat 2.6.1 Defenisi

Stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi individu, terjadi stres ditempat kerja hampir tidak dapat dihindari dalam banyak jenis pekerjaan, perawat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaanya dihadapkan pada kondisi - kondisi (karakteristik organisasi) yang dapat menimbulkan stres kerja

(45)

2.6.2 Ciri - Ciri Situasi Kerja yang Penuh dengan Stres

Dalam dunia bekerja bayak hal yang dapat meyebabkan stres dalam bekerja dimana menurut Towner (2002) Ciri – ciri situasi kerja yang penuh dengan stres ialah:

1) bekerja dengan kebutuhan - kebutuhan yang menimbulkan ancaman: pengetahuan dan kemampuan yang tidak sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan.

2) pekerjaan tidak sesuai kebutuhan,.

3) situasi dimana perawat memiliki sedikit kontrol terhadap pekerjaan yang berlebih.

4) situasi dimanan perawat menerima sedikit dukungan pekerjaan dan di luar pekerjaan.

Banyak hasil penelitian membuktikkan bahwa stressor perawat sangat bervariasi, antara lain sperti tersebut dibawah ini: menurut Umi (2005) stresor kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebihan sebesar 82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 45%.

2.6.3 Penyebab Stres Psikologis Perawat Pelaksana di Tempat Kerja

Menurut National Safety Council (2004) di Amerika serikat di dalam Rosmawar (2009) penyebab stres kerja dikelompokan dalam tida kategori yaitu: 1. Penyebab Organisasi yang terdiri dari:

a) Otonomi yaitu kemandirian perawat dalam menjalankan tugasnya serta pengawasan yang ketat dari atasannya.

(46)

dari satu bagian/ unit ke bagian / unit lain

c) Karier yaitu jabatan yang diduduki seseorang dalam pekerjaan.

d) Beban kerja yaitu pekerjaan yang diterima atau yang diemban seseorang yang didukung dengan tanggung jawab dari pekerjaan tersebut.

e) Interaksi dengan pasien yaitu kontak langsung antara pasien dengan perawat dalam asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh seseorang perawat.

2. Penyebab individu yang terdiri dari:

a) Keluarga yaitu dukungan yang berasal dari suami/ isteri, anak-anak serta sanak saudara dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

b) Kejenuhan atau adanya kebosanan dengan pekerjaan yang selalu sama sepanjang tahun dan sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu sering atau banyak.

c) Konflik dengan rekan kerja yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja.

3. Penyebab lingkungan

a) Mengahadapi pasien yang menderita, sekarat, lumpuh, Kematian pasien.

b) Harus selalu bersikap baik kepada orang yang mungkin tidak disukai.

c) Berbicara dengan kerabat pasien, bertatap muka langsung dengan orang lain.

(47)

e) Melakukan pekerjaan yang bersifat traumatis. f) Kemajuan tehnologi.

g) Pertanggungjawaban terhadap manusia.

h) Akibat yang sangat besar dari keputusan yang salah. i) Resiko penularan penyakit akibat pekerjaan.

j) Pengharapan dan tuntutan masyarakat. k) Resiko kekerasaan fisik.

(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1Kerangka Konseptual

Fokus pada penelitian ini adalah gaya kepemimpinana kepala ruangan dan pengaruhnya terhadap stres psikologis perawat pelaksana. Dalam hal ini gaya kepemimpinan di defenisikan Pola tingkah laku kepala ruangan ruang yang di tunjukkan untuk mempengaruhi pikiran perawat pelaksana berdasarkan perilaku kepemimpinan itu sendiri mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengawasan. Gaya kepemimpinan yang akan dikaji adalah gaya kepemimpinan autokratis, demokratis, partisipatif, laissez faire (Arwani & Supriyanto, 2012). Sementara stress psikologi perawat pelaksana dalam hal ini adalah tekanan psikologis yang dialami oleh perawat pelaksana selama bekerja seperti mengganggu perasaan, mengganggu pikiran, berpengaruh terhadap perilaku, memacu beragam penyakit, menimbulkan depresi (Sumiatik, 2010) yang dibagi dalam 4 kategori tingkat Peringatan, tingkat resistensi dan tingkat ketelitian (Exhausted) (Hidayat, 2009).

Skema 3.1

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dan Pengaruhnya Terhadap Stres Psikologis Perawat Pelaksana

Gaya Kepemimpinan Stres Psikologis ditempat Kerja Kepala Ruangan 1. Menggangu perasaan

1. Autokratis 2. Mengganggu pikiran

2. Partisipatif Perawat 3. Berpengaruh terhadap perilaku 3. Demokrasi Pelaksana 4. Memacu Beragam Penyakit 4. Laisserz faire 5. Menimbulkan depresi

Kategori

(49)

3.2Defenisi Operasional

Tabel 3.1

Defenisi Operasional Variabel Dependen Variabel Defenisi

(50)
(51)
(52)

3.2Hipotesa

(53)

BAB 4

METHODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif. Rancangan desain penelitian ini untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan kepala ruangan dan pengaruhnya dengan Stres psikologis perawat pelaksana di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki sifat atau ciri yang sama (Machfoedz, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruangan rawat inap rumah sakit Santa Elisabeth Medan yaitu secara keseluruhan berjumlah 50 orang yang dapat di lihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.1

Distribusi Perawat Pelaksana Ruangan Critical Care Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2013

No Ruangan Jumlah Karyawan

1 Intensive Care Unit (ICU) 11 2 Intesive Cardiac Care Unit (ICCU) 11 3 Pediatrick Intensive Care Unit (PICU) dan

Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

9

4 Intermediate 9

5 Stroke Unit 10

Total 50

(54)

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau keseluruhan dari populasi yang merupakan wakil dari populasi (Machfoedz, 2009). Sampel dalam penelitian ini ialah seluruh perawat pelaksana di ruangan rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yang berjumlah 50 Orang.

4.3 Lokasi dan Waktu Pelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan, Rumah Sakit ini di pilih oleh penulis karena mudah dijangkau dimana lokasinya dekat dengan kampus USU, Penulis juga mantan karyawan Rumah Sakit ini selama 2 tahun sehingga mempermudah proses penelitian nantinya dan penelitian ini belum pernah di lakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

4.4 Pertimbangan Etik

Dalam melaksanakan penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang harus di perhatikan yaitu kerelaan perawat pelaksana menjadi responden serta kebebasan dari Rumah Sakit secara fisik maupun sosial.

(55)

menandatangani lembar persetujuan (Inform consent). Untuk menjaga kerahasiaan responden peneliti tidak mencantumkan nama responden (anonimiti) pada lembar pengumpulan data, tetapi dengan memberi kode pada masing – masing lembaran tersebut. Kerahasiaan informasi perawat dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tersebut saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti yang mengacu pada tinjauan pustaka yang terdiri dari tiga macam kuesioner yaitu: kuesioner data demografi, kuesioner tentang gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam persepsi perawat pelaksana dan kuesioner tentang stress psikologi perawat pelaksana.

Kuesioner bagian pertama berisi tentang data demografi perawat pelaksana meliputi; Jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan terakhir, lama bekerja dan status pernikahan.

(56)

pengawasan. Dimana gaya kepemimpinan laissers faire dengan nilai 1, gaya kepemimpinan autokratik dengan nilai 2, gaya kepemimpinan partisipatif dengan nilai 3 dan untuk gaya kepemimpinan demokratis dengan nilai 4 dengan demikian skor paling rendah adalah 18 dan paling tinggi adalah 72. Dimana jika didapat nilai 18- 30 dimana gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan adalah gaya kepemimpinan laissez faire, nilai 31– 44 dimana gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruangan adalah gaya kepemimpinan Autokratik, nilai 45 - 58 gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh kepala ruangan ialah gaya kepemimpinan Partisipatif dan nilai 59 - 72 gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan adalah gaya kepemimpinan Demokratis.

(57)

perawat pelaksana dalam tingkat resistensi dan jika nilai 60 – 80 maka perawat pelaksana dalam stres tingkat ketelitian (Exhausted).

4.6Uji Instrumen 4.6.1 Uji Validitas

Validitas instrumen ialah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip kesaihan instrumen dalam mengumpulkan data. Semakin tinggi validitas suatu instrumen, maka instrumen tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang dikatakan valid adalah suatu alat yang pasti untuk mengukur apa yang ingin di ukur dan mampu mengungkapkan apa yang ingin di ungkapkan (Sugiyono, 2005). Kuesioner dalam penelitian ini telah di uji validasi yaitu kuesioner bagian ke 3 mengenai stres psikologis perawat pelaksana kepada Dosen Departemen jiwa dan komunitas yaitu Ibu Wardiyah Daulai, S.Kep.,Ns., M.Kep. Semua kuesioner pada angket stres psikologis perawat pelaksana sudah valid dan layak di gunakan untuk peneltian dengan nilai CVI 0,9. Sedangkan kuesioner bagian ke 2 yaitu mengenai gaya kepemimpinan kepala ruangan tidak penulis uji validasi karena sudah di uji validasi pada penelitian sebelumnya.

4.6.2 Uji Reliabilitas

(58)

Instrumen Pada penelitian ini telah penulis uji reliabel kepada 10 orang perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit Santa Elisabeth Medan. Diolah menggunakan menggunakan cronbach alpha, dimana kuesioner 2 mengenai gaya kepemimpinan kepala ruangan pada uji reliabelitas pada penelitian sebelumnya dengan nilai koefisein 0.795, setelah di uji reabilitas ulang nilai koefisen 0,892 dan kuesioner 3 mengenai stres Psikologis perawat pelaksana dengan nilai koefisiennya 0,885. Menurut setiadi (2006) sebuah isntrumen yang handal yaitu nilai koefisien uji reliabelnya > 0,07

4.5 Pengumpulan Data

Persiapan awal mulai dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi pendidikan yaitu Fakultas Keperawatan USU

2. Kemudian surat dari Fakultas Kepererawatan USU di kirim ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sebagai tempat penelitian.

3. Setelah mendapatkan izin dari dari Direktur Rumah sakit Santa Elisabeth Medan, peneliti melakukan pengumpulan data.

4. Peneliti menjumpai kepala ruangan setiap unit di ruangan Critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan dan menjelaskan maksud dari penelitian yang di lakukan oleh peneliti

5. Setelah menjelaskan tentang tujuan penelitian, selanjutnya penulis meninggalkan kuesioner kepada kepala ruangan.

(59)

imform consent, setelah perawat pelaksana menginis kuesioner, kemudian menggumpulkannya ke kepala ruangan dan kepala ruangan menyerahkannya ke penulis secara kolektif.

7. Kemudian penulis memeriksa kelengkapan data sehingga jika ada data yang kurang lengkap dapat dilengkapi dengan segera.

8. Selanjutnya keseluruhan data dikumpulkan untuk dianalisa. 4.6 Analisa Data

Setelah semua kuesioner terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap yaitu:

1. Editing

Setelah kuesioner di serahakan oleh kepala ruangan tiap unit kepada penulis, kemudian penulis memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban sudah diisi.

2. Coding

Setalah kuesioner di pastikan terisi dengan lengkap, kemudian penulis memberikan code di setiap item peryataan, mulai dari data demografi, kuesioner gaya kepemimpinan dan kuesioner stres psikologis perawat pelaksana

2. Tabulating

(60)

3. Processing

Data yang telah di masukkan ke program excel kemudian diolah dengan komputer, untuk melihat statistik univariat dan statistik bivariatnya.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Notoadmojo, 2006). Pada penelitian ini, analisa data dengan statistik univariat digunakan untuk data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan variabel gaya kepemimpinan kepala ruangan dan stress psikologi perewat pelaksana.

2. Statistik Bivariat

(61)

yang signitifikan antara kedua variabel yang diteliti berarti Ha ditolak (Alimul, 2009).

Saat penulis melakukan uji statistik tidak memenuhi syarat dari uji statistik chis- square dimana syarat dari Chis-Square ialah:

1. Tidak Boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (Nilai E) kurang dari 1

2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5, lebih dari 20% dari jumlah keseluruhan sel (Hastono,2001)

(62)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

Bab ini menguraikan hasil penelitian deskripsi korelasi melalui pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 25 November 2013 sampai 6 Desember 2013. Penyajian hasil analisa data yang di tampilkan meliputi data demografi, gaya kepemimpinan kepala ruangan, stres psikologis perawat pelaksana dan pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap Stres psikologis perawat pelaksana.

5.2 Statistik Univariat 5.2.1 Data Demografi

Tabel 5.1

Distribusi Frekuesi dan Persentase data Demografi Perawat Pelaksana di Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2013 (N: 50) No Karakteristik Frekuensi Proporsi

3 Tingkat Pendidikan

(63)

5 Status Hasil penelitian dalam Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik demografi perawat pelaksana di Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan, Usia responden berada dalam rentang 20 – 39 tahun sebanyak 44 (88%), 40 – 59 tahun sebanyak 6 (12%). Laki – laki 9 (18%), Perempuan 41 (82%), lama bekerja perawat < 5 tahun 42 (84%), ≥ 5 Tahun 8 (12%), semua responden berpendidikan D-3 Keperawatan sebanyak 50 (100%), Status menikah 4 (8%), belum menikah 45 (90%) dan janda 1 (2%).

5.2.2 Gaya Kepemimpinan kepala Ruangan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana

Pada Tabel 5.2 Di paparkan gambaran gaya kepemimpinan yang pakai oleh kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana di ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan

Tabel 5.2

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Setiap Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana Tahun

2013

No Ruangan Gaya Kepemimpinan

(64)

(ICCU) Laisser – paire 1 18.19

(65)

Tabel 5.3

Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana Tahun 2013 No Gaya kepemimpinan Kepala

Ruangan

Frekuensi Proporsi (%)

1 Autokratis 27 54

2 Demokratis 12 24

3 Partisipatif 8 16

4 Laisser faire 3 6

Total 50 100

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa gaya kepemimpinan di ruangan Critical Care menurut persepsi perawat pelaksana ialah gaya kepemimpinan autokratis 54 %

5.2.3 Stress Psikologis Perawat Pelaksana

Tabel 5.3 Di paparkan gambaran stres psikologis perawat pelaksana di ruangan Critical care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tabel 5.4

Gambaran Stres Psikologis Perawat Pelaksana di Setiap Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2013

No Ruangan Stres Psikologis Perawat

Pelaksana

Frekuensi Proporsi

(%) 1 Intensive

Care Unit

Stres Tingkat Peringatan 10 90, 9 Stres Tingkat Resistensi 1 0, 1 Stres Tingkat Ketelitian 0 0

Sub Total 11 100

2 Intensive Cardiack Care Unit

(ICCU)

Stres Tingkat Peringatan 8 72,73

Stres Tingkat Resistensi 3 27,27 Stres Tingkat Ketelitian 0 100

Sub total 11 100

Stres Tingkat Peringatan 6 66, 67

Stres Tingkat Resistensi 2 22,22

(66)

Sub total 9 100 4 Intermediate Stres Tingkat Peringatan 7 77.78

Stres Tingkat Resistensi 2 22.22 Stres Tingkat Ketelitian 0 0

Sub total 9 100

5 Stroke Unit Stres Tingkat Peringatan 5 50 Stres Tingkat Resistensi 5 50 Stres Tingkat Ketelitian 0 0

Sub total 10 100

Hasil yang di dapat dari tabel yang di atas yaitu stress psikologis yang dialami oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruangan Critical Care Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan yaitu di ruangan Intensive Care Unit (ICU) Stres Tingkat Peringatan 90.10%, ruangan Intensive Cardiack Care Unit (ICCU) Tingkat Peringatan 72.73%, ruangan Pediatrick Intensive Care Unit (PICU)/ Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Stres Tingkat peringatan 66.67%, ruangan Intermediate 77,78% dan ruangan Stroke Unit Stres Tingkat peringatan 50% dan Stres Tingkat Resistensi 50%.

Tabel 5.5

Gambaran Stres Psikologis Perawat Pelaksana di Setiap Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2013

No Stress Psikologi Perawat Pelaksana Frekuensi Proporsi

(%) 1 Stres Tingkat Peringatan 36 72 2 Stres Tingkat Resistensi 13 26 3 Stres Tingkat Ketelitian 1 2

Sub Total 50 100

(67)

5.3 Statistik Bivariat

5.3.1 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stres Psikologis Perawat pelaksana Di Ruangan Critical Care RS Santa Elisabeth Medan

Pada Tabel 5.4 di paparkan gambaran Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap Stres Psikologi Perawat pelaksana di ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabeth Medan.

Tabel 5.6

Perbandingan tingakat Stres Psikologis Perawat pelaksana Pada Gaya Kepemimpinan yang Terapkan oleh Kepala Ruangan Critical Care RS Santa

Elisabeth Medan Tahun 2013 Variabel Gaya

Partisipatif 25,12 2, 949 22,66-27,59 Demokrasi 30,18 3, 118 24,10-28,06

Dari analisa uji korelasi bivariat Anova koefisien korelasi di tunjukan dalam tabel 5.4 terdapat nilai P Value < 1 maka Ha di terima yaitu ada perbedaan stres psikologis yang dialami perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan yang terapkan oleh Kepala ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabeth Medan dengan nilai P Value 0,031

5.4 Pembahasan

5.4.1 Gaya Kepemimpinan Kepala ruangan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana

(68)

Autokratis ialah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dengan menggunakan jabatan dan kekuatan pribadinya untuk mencapai tujuan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh kegiatan dan memerintah seluruh anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakan apa yang dia inginkan (Arwani & Suprianto, 2006).

Menurut asumsi penulis kepala ruangan menggunakan gaya kepemimpinan ini, karena ruangan Critical care ialah ruangan dimana semua pasiennya berada pada tahap kritis, yaitu pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya, yang dapat menyebabkan kematian (Rab, 1998) Sehingga memerlukan pengawasan yang ketat dari kepala ruangan, saat perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Dengantujuan agar asuhan keperawatan di ruangan yang dia kelola dapat berjalan dengan baik.

(69)

tindakan dan mengambil suatu keputusan yang berimbas perawat pelaksana merasa tidak dihargai. Karena semua keputusan berada di tangan kepala ruangan. Ini jelas terlihat dari jawaban perawat pelaksana pada pernyataan ke 6 kuesioner ke 2 mengenai gaya kepemimpinan kepala ruangan, dimana 60% perawat pelaksana mengatakan bahwa kepala ruangan yang menentukan kepada siapa dia mendelegasikan tindakan yang memerlukan keterampilan khusus. Dari pernyataan ini jelas bahwa kepala ruangan belum percaya sepenuhnya kepada perawat pelaksana untuk melakukan Asuhan keperawatan kepada pasien.

Perawat pelaksana di Ruangan Neonatal Care Unit (NICU) dan Pediatrick Care Unit (PICU) mengatakan gaya kepemimpinan kepala ruangan mereka ialah autokratik, Dimana ruangan ini diperuntukkan bagi bayi dan anak yang terancam jiwanya karena kondisi kritis dan penyakit berat. Rentang usia pasien yang di rawat di ruangan ini ialah bayi 0 hari sampai usia 12 tahun, di perlukan ketelitian untuk merawat pasien – pasien dalam rentang usia ini, karena daya tahan tubuh mereka yang masih rentah akan infeksi silang dan obat – obatan yang masuk ke dalam tubuh mereka selama masa perawatan. Penyakit yang diderita neonatal dan anak yang di rawat di ruangan ini juga beragam. Dari hasil wawancara penulis dengan kepala ruangan NICU/ PICU, mengatakan pasien yang sering di rawat ialah pasien dengan diagnosa medis DSS, Head Injury, ARDS dll sehingga kepala ruangan harus memantau dengan ketat setiap Asuhan Keperawatan yang di berikan kepada setiap pasien.

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Dependen
Tabel 5.1
Tabel 5.2
 Gambaran Stres Psikologis Perawat Pelaksana di Setiap Ruangan Tabel 5.4 Critical
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat dari Tabel di atas bahwa penyelenggaraan jenis pelatihan teknis yang dilaksanakan sebagian besar untuk peningkatan kompetensi bagi pegawai yang

Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah makna dan pesan utama persoalan pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat dalam puisi

STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Jika zat cair yang digunakan adalah minyak transformator maka pada saat tegangan diterapkan pada dua buah elektrode yang dicelup pada minyak transfor- mator, akan

Bagi responden diharapkan secara mandiri lebih aktif untuk mencari informasi tentang kesehatan baik dari media maupun langsung bertanya kepada tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil capaian Renstra DISPERINDAGKOP &amp; UMKM Kota Pangkalpinang Tahun 2013-2018, dalam usahanya mengembangkan produk IKM makanan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga.. TESIS ANALISIS

untuk pengembangan produk IKM makanan Kota Pangkalpinang berdasarkan skala prioritas adalah 1) Inkubator bisnis, 2) Menciptakan ekosistem wirausaha, 3) Pembuatan galery