• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Hasil dan Pembahasan

5.3 Statistik Bivariat

5.3.1 Pengaruh Gaya kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stress

Elisabeth Medan

Pada Tabel 5.4 di paparkan gambaran Pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan terhadap Stres Psikologi Perawat pelaksana di ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabeth Medan.

Tabel 5.6

Perbandingan tingakat Stres Psikologis Perawat pelaksana Pada Gaya Kepemimpinan yang Terapkan oleh Kepala Ruangan Critical Care RS Santa

Elisabeth Medan Tahun 2013 Variabel Gaya Kepemimpinan Mean Standart Deviasi Tingkat kepercayaan 95% P Value Laissez Faire 35, 33 8, 963 13, 07- 57,60 0,031 Autokratik 32,93 10, 655 28,71 – 37,14 Partisipatif 25,12 2, 949 22,66-27,59 Demokrasi 30,18 3, 118 24,10-28,06

Dari analisa uji korelasi bivariat Anova koefisien korelasi di tunjukan dalam tabel 5.4 terdapat nilai P Value < 1 maka Ha di terima yaitu ada perbedaan stres psikologis yang dialami perawat pelaksana pada gaya kepemimpinan yang terapkan oleh Kepala ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabeth Medan dengan nilai P Value 0,031

5.4 Pembahasan

5.4.1 Gaya Kepemimpinan Kepala ruangan Menurut Persepsi Perawat Pelaksana

Berdasarkan Tabel 5.3 di dapatkan hasil bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan Critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan yang di persepsikan oleh perawat pelaksana ialah autokratis. Gaya kepemimpinan

Autokratis ialah gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dengan menggunakan jabatan dan kekuatan pribadinya untuk mencapai tujuan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh kegiatan dan memerintah seluruh anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakan apa yang dia inginkan (Arwani & Suprianto, 2006).

Menurut asumsi penulis kepala ruangan menggunakan gaya kepemimpinan ini, karena ruangan Critical care ialah ruangan dimana semua pasiennya berada pada tahap kritis, yaitu pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya, yang dapat menyebabkan kematian (Rab, 1998) Sehingga memerlukan pengawasan yang ketat dari kepala ruangan, saat perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Dengantujuan agar asuhan keperawatan di ruangan yang dia kelola dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil data demografi yang penulis dapatkan dimana 20% perawat pelaksana masa bekerjanya kurang dari satu tahun. Hasil wawancara informal dengan kepala ruangan critica care rumah sakit Santa Elisabeth Medan, Mengatakan bahwa perawat pelaksana yang akan mengikuti pelatihan PPGD, ICU atau mengenai gawat darurat lainnya ialah perawat yang sudah bekerja lebih dari 2 tahun. Dengan kata lain ada lebih dari 20% perawat pelaksana yang belum medapatkan pelatihan mengenai kegawat darutan. Sehingga seorang kepala ruangan membutuhkan supervisi untuk melihat kinerja perawat pelaksanana. Kepala ruangan menggangap perawat pelaksana belum mampu melakukan suatu

tindakan dan mengambil suatu keputusan yang berimbas perawat pelaksana merasa tidak dihargai. Karena semua keputusan berada di tangan kepala ruangan. Ini jelas terlihat dari jawaban perawat pelaksana pada pernyataan ke 6 kuesioner ke 2 mengenai gaya kepemimpinan kepala ruangan, dimana 60% perawat pelaksana mengatakan bahwa kepala ruangan yang menentukan kepada siapa dia mendelegasikan tindakan yang memerlukan keterampilan khusus. Dari pernyataan ini jelas bahwa kepala ruangan belum percaya sepenuhnya kepada perawat pelaksana untuk melakukan Asuhan keperawatan kepada pasien.

Perawat pelaksana di Ruangan Neonatal Care Unit (NICU) dan Pediatrick Care Unit (PICU) mengatakan gaya kepemimpinan kepala ruangan mereka ialah autokratik, Dimana ruangan ini diperuntukkan bagi bayi dan anak yang terancam jiwanya karena kondisi kritis dan penyakit berat. Rentang usia pasien yang di rawat di ruangan ini ialah bayi 0 hari sampai usia 12 tahun, di perlukan ketelitian untuk merawat pasien – pasien dalam rentang usia ini, karena daya tahan tubuh mereka yang masih rentah akan infeksi silang dan obat – obatan yang masuk ke dalam tubuh mereka selama masa perawatan. Penyakit yang diderita neonatal dan anak yang di rawat di ruangan ini juga beragam. Dari hasil wawancara penulis dengan kepala ruangan NICU/ PICU, mengatakan pasien yang sering di rawat ialah pasien dengan diagnosa medis DSS, Head Injury, ARDS dll sehingga kepala ruangan harus memantau dengan ketat setiap Asuhan Keperawatan yang di berikan kepada setiap pasien.

Selain ruangan PICU/NICU, 70% Perawat pelaksana di ruangan Stroke unit juga mengatakan bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan mereka ialah

autokratis. Sama halnya dengan ruangan intensive pada umumnya ruangan stroke unit di kususkan bagi mereka yang mengalami serangan stroke pertama kalinya yang membutuhkan perawatan secara intensive. Berdasarkan wawancara penulis dengan kepala ruangan stroke unit, ruangan ini baru 1 tahun ini beroperasi dimana baru dua dari sepuluh orang perawat peaksana di ruangan stroke unit yang mendapatkan pelatihan khusus tentang stroke. Sehingga kepala ruangan harus secara ketat melihat kinerja dari perawat pelaksana yang berimbas pada tanggapan perawat pelaksana bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan mereka ialah autokratis.

5.4.2 Stres Psikologi Perawat Pelaksana

Stres ialah segala situasi dimana tuntutan non- spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Perri & Potter, 2005). Berdasarkan Tabel 5.4 didapat bahwa stres psikologis yang di ungkap oleh perawat pelaksana berada pada tingkat peringatan yaitu 72% namun ada 2% perawat pelaksana yang mengungkapkan stress psikologinya berada pada tingkat ketelitian

Ruangan Critical Care adalah ruang rawat dirumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan/ disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible). Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan

masih ada kemungkinan disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan danp engobatan intensif (Rab, 1998)

Hasil penelitian penelitian Mutmainah (2012) di dapatkan hasil bahwa dari 28 perawat ICU PJT RSCM yang di teliti, terdapat 17 responden (17%) yang mengalami stress ringan dan 11 orang (39,3%) mengalami stres sedang. Penelitian hampir sejalan dengan hasil penelitian penulis dimana tingkat stress perawat pelaksana yang yang bekerja di ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabeth Medan barada pada tingkat peringatan 72 % dan 26% beradapa pada tingkat resistensi.

Menurut asumsi penulis selain kondisi pekerjaan dan situasi ruangan, stres yang dialami oleh perawat pelaksana di ruangan critical care rumah sakit Santa Elisabeth Medan juga dia akibatkan oleh gaya kepemimpinan kepala ruangan. Towner (2010) mengatakan gaya kepemimpinan yang autokratik menyebabkan stress kerja pada karyawan.

Berdasarkan hasil data demografi yang penulis dapatkan, perawat pelaksan yang bekerja di ruangan Critical Care rumah sakit Santa Elisabet Medan mayoritas perempuan yaitu 82%. Menurut jurnal psikofisiologi yang di tulis oleh Desjardins di dalam Ningnum (2012). Mengungkapkan bahwa jenis kelamin memainkan peran utama dalam cara seseorang merespon stres. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa perempuan memiliki reaksi defensif yang kuat dibandingkan laki-laki sehingga berada pada risiko peningkatan stres. Selain hal tersebut hasil studi yang diselenggarakan oleh American Psikological Associassion (APA) menyatakan bahwa wanita memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar dari pada pria untuk mengalami stres berat. Besar resiko mengalami stres

semasa hidup pada wanita adalah sekitar 10% sampai 25%, dibandingkan dengan sekitar 5% sampai 12% untuk Pria. Meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainya yang terkait dengan gender, penyebab lain yaitu banyaknya jumlah stressor yang dihadapi perempuan dalam kehidupan kontemporer. Perempuan lebih cenderung memikirkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menghadapi faktor-faktor yang penuh tekanan seperti penyakit fisik, kemiskinan, dan ditinggal pasangan dari pada pria, ini terbukti dari hasil penelitian penulis dimana Perawat pelaksana yang menjawab kuesioner dengan stress tingkat Resistensi adalah perempuan dan satu orang yang menjawab dengan dengan stress tingkat ketelitian ialah perempuan.

5.4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Stress

Dokumen terkait