• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Pengeringan Kentang Dan Perbandingan Tepung Terigu Dan Tepung Kentang Terhadap Mutu Cookies Kentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Lama Pengeringan Kentang Dan Perbandingan Tepung Terigu Dan Tepung Kentang Terhadap Mutu Cookies Kentang"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN

PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG

KENTANG TERHADAP MUTU

COOKIES

KENTANG

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN

PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG

KENTANG TERHADAP MUTU

COOKIES

KENTANG

SKRIPSI

Oleh:

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN

PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG

KENTANG TERHADAP MUTU

COOKIES

KENTANG

SKRIPSI

Oleh:

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA

080305018/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Pengaruh Lama Pengeringan Kentang dan Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Mutu Cookies Kentang Nama : Aprilia S.K.Y. Simamora

NIM : 080305018

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. Ismed Suhaidi, MSi Era Yusraini, S.TP, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MS. Ketua Program Studi

(5)

ABSTRAK

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA. Pengaruh Lama Pengeringan Kentang dan Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Mutu Cookies Kentang, dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan ERA YUSRAINI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lama pengeringan yang tepat dalam pembuatan tepung kentang dan mutu cookies yang menggunakan campuran tepung terigu dan tepung kentang. Penelitian ini dilakukan pada Februari – April 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu lama pengeringan kentang (L) : (4 jam, 4,5 jam, 5 jam dan 5,5 jam) dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (P) : (80%:20%, 60%:40%, 40%:60% dan 20%:80%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, daya mengembang, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai hedonik aroma dan rasa, nilai skor warna dan tekstur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, dan nilai skor warna. Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu, daya mengembang, nilai hedonik rasa, nilai skor warna, dan nilai skor tekstur. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Lama pengeringan kentang 4,5 jam atau perbandingan tepung terigu dan tepung kentang 80%:20% menghasilkan cookies kentang yang terbaik dan lebih diterima.

Kata Kunci: Cookies kentang, lama pengeringan kentang, tepung kentang, mutu cookies

ABSTRACT

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA: The Effect of Potato Drying Time and The Ratio of Wheat

Flour with Potato Flour on The Quality of Potato Cookies, supervised by ISMED SUHAIDI and ERA YUSRAINI.

The aim of this research was to find the best time of drying of potato for making potato flour and the ratio of wheat flour with potato flour on the quality of potato cookies. This research was performed in February-April 2013 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan, using completely randomized design with two factors, i.e : potato drying time (L) : (4 hours, 4,5 hours, 5 hours and 5,5 hours) and the ratio of wheat flour and potato flour (P) : (80%:20%, 60%:40%, 40%:60% and 20%:80%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, volume expansion, fat content, fiber content, hedonic values of flavor, hedonic values of taste, score values of color and score values of texture.

The result showed that the drying time of potato had highly significant effect on moisture content, fat content, fiber content, hedonic values of flavor, hedonic values of taste and score values of color. The ratio of wheat flour with potato flour had highly significant effect on moisture content, protein content, ash content, volume expansion, hedonic values of taste, score values of color and score values of texture. Interaction of the two factors had no significant effect on all parameters except moisture content. The drying of 4,5 hours or the ratio of wheat flour and potato flour of (80%:20%) produced the best quality of potato cookies.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA dilahirkan di Medan pada tanggal 12 April 1991. Anak dari Bapak Tolopan Simamora, SH (Alm) dan Ibu Deni Purba, SPd. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Pada Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 1 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum di Laboratorium Biokimia.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Lama Pengeringan Kentang dan Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Mutu Cookies Kentang”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih kepada Bapak semasa penulis kuliah (semester 2) yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan kuliah dengan baik dan Ibu yang tiada hentinya memberikan perhatian, motivasi, dan doa kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Abang Fransisco Simamora, Kakak Ipar Sarah Munthe, Abang Leonardo Simamora, serta sahabatku Maria Manik yang memberikan perhatian, keceriaan, dan dukungan kepada penulis. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Ismed Suhaidi, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Era Yusraini STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis.

(8)
(9)

Garam ... 26

Telur ... 26

Pengembang adonan ... 27

Susu skim ... 28

BAHAN DAN METODA ... 29

Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Bahan Penelitian... 29

Pengaruh Lama Pengeringan Kentang terhadap Parameter yang Diamati ... 39

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Parameter yang Diamati ... 40

Kadar Air ... 40

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 40

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 41

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 43

(10)

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang ... 47 Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan

tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies

kentang ... 49

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar lemak

cookies kentang ... 52 Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar lemak cookies kentang ... 53 Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan

tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar lemak cookies

kentang ... 53 Kadar Serat Kasar ... 54

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar serat kasar

cookies kentang ... 54 Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar serat kasar cookies kentang ... 55 Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan

tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar serat kasar

cookies kentang ... 56 Hedonik Aroma ... 57

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap nilai hedonik

aroma cookies kentang ... 57 Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai hedonik aroma cookies kentang ... 58 Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan

perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap

nilai hedonik aroma cookies kentang ... 58 Hedonik Rasa ... 59

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap nilai hedonik

rasa cookies kentang ... 59 Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai hedonik rasa cookies kentang ... 60 Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan

tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai hedonik rasa

cookies kentang ... 62 Skor Warna ... 62

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap nilai skor

(11)

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap

nilai skor warna cookies kentang ... 64

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai skor warna cookies kentang ... 65

Skor Tekstur ... 66

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap nilai skor tekstur cookies kentang ... 66

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai skor tekstur cookies kentang ... 66

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap nilai skor tekstur cookies kentang ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

Kesimpulan ... 68

Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi kimia dalam 100 gram kentang... 7

2. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung kentang ... 9

3. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung terigu ... 20

4. Syarat mutu cookies menurut SNI No.01-2973-1992 ... 22

5. Skala uji hedonik aroma dan skala uji hedonik rasa ... 38

6. Skala uji skor tekstur ... 38

7. Skala uji skor warna ... 38

8. Pengaruh lama pengeringan kentang kentang terhadap parameter yang diamati ... 39

9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap parameter yang diamati ... 40

10. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 41

11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 42

12. Uji LSR pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan jumlah tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang ... 43

13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein cookies kentang ... 46

14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang ... 48

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap daya mengembang cookies kentang ... 50

(13)

17. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan kentang terhadap

kadar serat kasar cookies kentang ... 54 18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung

kentang terhadap kadar serat kasar cookies kentang ... 55 19.Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan kentang terhadap

nilai hedonik aroma cookies kentang ... 57 20. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan kentang terhadap

nilai hedonik rasa cookies kentang ... 59 21. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung

kentang terhadap nilai hedonik rasa cookies kentang ... 61 22. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan kentang terhadap

nilai skor warna cookies kentang ... 63 23. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung

kentang terhadap nilai skor warna cookies kentang ... 64 24. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung

kentang terhadap nilai skor tekstur cookies kentang ... 66

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal 1. Skema pembuatan tepung kentang ... 33 2. Skema pembuatan cookies kentang ... 34 3. Hubungan lama pengeringan kentang dengan kadar air cookies

kentang ... 41 4. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

kadar air cookies kentang ... 42 5. Hubungan interaksi antara lama pengeringan kentang dan

perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air

cookies kentang ... 44 6. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

kadar protein cookies kentang ... 46 7. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

kadar abu cookies kentang ... 48 8. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan daya

mengembang cookies kentang ... 50 9. Hubungan lama pengeringan kentang dengan kadar lemak

cookies kentang ... 53 10.Hubungan lama pengeringan kentang dengan kadar serat kasar

cookies kentang ... 55 11.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

kadar serat kasar cookies kentang ... 56 12.Hubungan lama pengeringan kentang dengan nilai hedonik aroma

cookies kentang ... 58 13.Hubungan lama pengeringan kentang dengan nilai hedonik rasa

cookies kentang ... 60 14.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

nilai hedonik rasa cookies kentang ... 62 15.Hubungan lama pengeringan kentang dengan nilai skor warna

(15)

16. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

nilai skor warna cookies kentang ... 65 17.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Data pengamatan analisis kadar air (%) ... 74

2. Data pengamatan analisis kadar protein (%) ... 75

3. Data pengamatan analisis kadar abu (%) ... 76

4. Data pengamatan analisis daya mengembang (%) ... 77

5. Data pengamatan analisis kadar lemak (%) ... 78

6. Data pengamatan analisis kadar serat kasar (%) ... 79

7. Data pengamatan analisis hedonik aroma (numerik) ... 80

8. Data pengamatan analisis hedonik rasa (numerik) ... 81

9. Data pengamatan analisis nilai skor warna (numerik) ... 82

10. Data pengamatan analisis nilai skor tekstur (numerik) ... 83

11. Data pengamatan analisis kadar karbohidrat (%) ... 84

12.Data jumlah energi cookies (kal) ... 85

(17)

ABSTRAK

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA. Pengaruh Lama Pengeringan Kentang dan Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Mutu Cookies Kentang, dibimbing oleh ISMED SUHAIDI dan ERA YUSRAINI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lama pengeringan yang tepat dalam pembuatan tepung kentang dan mutu cookies yang menggunakan campuran tepung terigu dan tepung kentang. Penelitian ini dilakukan pada Februari – April 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu lama pengeringan kentang (L) : (4 jam, 4,5 jam, 5 jam dan 5,5 jam) dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (P) : (80%:20%, 60%:40%, 40%:60% dan 20%:80%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, daya mengembang, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai hedonik aroma dan rasa, nilai skor warna dan tekstur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, dan nilai skor warna. Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu, daya mengembang, nilai hedonik rasa, nilai skor warna, dan nilai skor tekstur. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Lama pengeringan kentang 4,5 jam atau perbandingan tepung terigu dan tepung kentang 80%:20% menghasilkan cookies kentang yang terbaik dan lebih diterima.

Kata Kunci: Cookies kentang, lama pengeringan kentang, tepung kentang, mutu cookies

ABSTRACT

APRILIA S.K.Y. SIMAMORA: The Effect of Potato Drying Time and The Ratio of Wheat

Flour with Potato Flour on The Quality of Potato Cookies, supervised by ISMED SUHAIDI and ERA YUSRAINI.

The aim of this research was to find the best time of drying of potato for making potato flour and the ratio of wheat flour with potato flour on the quality of potato cookies. This research was performed in February-April 2013 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan, using completely randomized design with two factors, i.e : potato drying time (L) : (4 hours, 4,5 hours, 5 hours and 5,5 hours) and the ratio of wheat flour and potato flour (P) : (80%:20%, 60%:40%, 40%:60% and 20%:80%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, volume expansion, fat content, fiber content, hedonic values of flavor, hedonic values of taste, score values of color and score values of texture.

The result showed that the drying time of potato had highly significant effect on moisture content, fat content, fiber content, hedonic values of flavor, hedonic values of taste and score values of color. The ratio of wheat flour with potato flour had highly significant effect on moisture content, protein content, ash content, volume expansion, hedonic values of taste, score values of color and score values of texture. Interaction of the two factors had no significant effect on all parameters except moisture content. The drying of 4,5 hours or the ratio of wheat flour and potato flour of (80%:20%) produced the best quality of potato cookies.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang merupakan salah satu bahan makanan yang saat ini banyak digemari oleh masyarakat, baik masyarakat dalam atau luar negeri. Kentang ini banyak digemari dalam bentuk olahan, misalnya kentang goreng atau chip. Bahkan, ada gejala baru di mana kentang dijadikan makanan pengganti nasi karena kentang mengandung karbohidrat yang rendah (19 g/100 g bahan) namun dapat menyumbang 80% energi yang berasal dari patinya. Selain mengandung karbohidrat, kentang juga mengandung mineral seperti fosfor, besi, kalsium; vitamin B, C, dan sedikit vitamin A.

Kentang yang diolah memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung kalori yang cukup, kandungan kolesterol yang rendah, mengandung pati yang sulit dicerna dan tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Dibanding dengan beras, kandungan protein, lemak dan energi kentang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan umbi-umbian lain seperti singkong, ubi jalar, dan talas, komposisi gizi kentang masih relatif lebih baik.

(19)

produksi kentang menurun menjadi 1.003.732 ton, namun produktivitas naik menjadi 16,09 ton/ha pada luas panen 62.375 ha (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura di Indonesia, 2011).

Di Indonesia banyak dibudidayakan bermacam-macam varietas kentang, antara lain varietas Hertha, Vanda, Atlantik, Varia, Granola, dan lain-lain. Masing-masing varietas memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Kentang varietas Granola saat ini mendominasi pasar produksi kentang di Indonesia, yaitu mencapai 90% dari areal tanam. Hal ini disebabkan kentang Granola memiliki produktifitas yang unggul yakni mencapai 30-35 ton/ha dan varietas ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penyakit kentang.

Kentang memiliki kandungan pati yang lebih rendah dari ubi jalar dan ubi kayu. Rasio amilopektin tepung kentang lebih besar dari umbi lainnya kecuali tepung tapioka. Kentang kuning memiliki rasio amilopektin yang lebih besar dari kentang merah, sehingga memiliki stabilitas yang lebih baik (tidak bisa membengkak karena kemampuan menyerap air rendah). Kemampuan menyerap air lebih rendah karena amilosa yang terkandung lebih sedikit, sehingga tepung kentang memiliki stabilitas yang baik.

(20)

mikroorganisme dapat masuk ke dalam umbi kentang kentang, dan kentang akan mengalami pembusukan. Oleh karena itu, pengolahan kentang setelah proses pemanenan dan transportasi yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara mengolah menjadi tepung kentang dan juga dapat meningkatkan nilai ekonomis kentang.

Pengeringan merupakan salah satu langkah yang penting dalam industri pengolahan bahan pangan maupun pengawetan bahan pangan. Prinsip pengeringan yaitu menguapkan air yang ada dari bahan akibat adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara luar. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, pengeringan alami (dengan sinar matahari) dan pengeringan buatan. Pengeringan buatan lebih efektif terhadap bahan karena dapat diatur penggunaan suhu, dapat menekan pertumbuhan mikroba pada bahan, dan waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dibanding dengan pengeringan matahari yang bergantung pada iklim (cuaca).

Cookies atau kue kering adalah kue dengan kadar air minimal (sehingga daya simpannya lebih lama daripada kue basah), memiliki rasa manis, berukuran kecil, dengan adonan yang lunak, tekstur yang kurang padat dan renyah. Cookies

(21)

Berdasarkan hal inilah penulis melakukan penelitian tentang “Pengaruh Lama Pengeringan Kentang dan Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Mutu Cookies Kentang”.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui lama pengeringan yang tepat dalam pembuatan tepung kentang dan mutu cookies yang menggunakan campuran tepung terigu dan tepung kentang.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi untuk mengetahui proses pembuatan tepung kentang yang diolah menjadi cookies

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Kentang

Kentang merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau kemerahan atau berwarna ungu. Umbinya berawal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan karbohidrat sehingga bentuknya membengkak. Umbi ini dapat mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang yang baru (Aini, 2012).

Taksonomi tanaman kentang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L. (Sharma, 2002).

(23)

Pattrones, Katella, Cosima, Cipanas, dan Granola. Kentang putih memiliki varietas Donata, Radosa, dan Sebago. Varietas kentang merah yaitu Red Pontiac, Arka dan Desiree. Jenis kentang yang paling digemari adalah kentang kuning yang memiliki rasa yang enak, gurih, empuk, dan sedikit berair (Aini, 2012).

Karakteristik kentang yang dapat diolah adalah kentang yang memiliki kandungan zat padat yang tinggi, tekstur, warna, kandungan gula rendah, terutama gula-gula pereduksi, tingkat kemasakan yang lanjut, relatif bebas dari penyakit, dan kehilangan pengupasan yang rendah. Kentang dengan kandungan zat padat yang tinggi pada umumnya menghasilkan produk-produk pengeringan yang mempunyai tekstur bertepung. Kandungan zat padat yang tinggi diinginkan pula untuk keripik kentang atau pati kentang (Pantastico, 1993).

Komposisi Kimia Kentang

Kentang mengandung mineral natrium dengan kadar alkalin yang cukup tinggi dan dapat berfungsi untuk meningkatkan pH yang terlalu asam di dalam tubuh. Hal ini akan membuat aktivitas hati menjadi lebih baik, jaringan menjadi elastis, dan otot menjadi lentur. Juga menghasilkan keluwesan tubuh dan berguna untuk proses peremajaan. Selain itu, baik untuk pengobatan jantung dan dapat pula digunakan untuk pengobatan catarrhal (penyakit hidung tenggorokan yang menyebabkan hidung selalu beringus). Kandungan protease inhibitornya yang tinggi dapat menetralkan virus-virus tertentu dan menghambat serangan kanker (Hidayah, 2009).

(24)

keripik, dodol, donat, dan perkedel. Kentang juga berperan sebagai sumber nutrisi karena mengandung vitamin B, C dan sejumlah vitamin A (Imran, 2011). Komposisi kimia kentang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia dalam 100 gram kentang

Komposisi Jumlah

Pengeringan adalah salah satu upaya untuk mempertahankan masa simpan dari umbi kentang. Produk yang bisa dihasilkan dari pengeringan kentang ini antara lain tepung kentang, pati kentang, serpihan kentang (potato flakes), dan kentang dadu (potato dice). Tepung kentang dapat dimasukkan dalam roti dan biasanya menjadi bahan pengental rasa pada produk sup instan, saus dan makanan bayi (Woolfe, 1987).

(25)

produk yang lebih awet tanpa disimpan di dalam lemari pendingin (Gunawan, 2010).

Pada penelitian pemisahan dan pencirian amilosa dan amilopektin dari pati jagung dan pati kentang pada berbagai suhu, diketahui bahwa semakin kecil suhu yang digunakan, maka bobot amilosa dan amilopektin yang diperoleh semakin besar pula. Kadar pati dari tepung kentang + 52,69%, kadar pati dari jagung + 49,63% (Boediono, 2012). Kadar amilosa pada pati kentang sebesar 21% dan amilopektin 79% . Kadar amilosa pati gandum 28% dan kadar amilopektin sebesar 72% (Wicaksono, 2008).

Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit glukosa dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai linier dari pati. Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati. Amilopektin merupakan polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di percabangan. Amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang memiliki kandungan amilopektin yang tinggi akan bersifat ringan, garing dan renyah (Hee-Joung An 2005 dalam Pudjihastuti 2010).

(26)

Tabel 2. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung kentang

Kentang yang akan diolah menjadi tepung mempunyai kendala pada prosesnya yaitu timbulnya warna coklat akibat dari aktivitas enzim yang terkandung dari bahan. Namun penggunaan sulfit yang ditambahkan pada kentang dapat menghambat atau menghentikan aktivitas enzim yang menimbulkan reaksi pencoklatan. Proses pembuatan tepung kentang meliputi sortasi, pencucian, pengupasan kulit, pemotongan/pengirisan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan (Susanto dan Saneto, 1994).

Sortasi

(27)

Kentang yang dipakai berukuran kentang yang sedang sampai besar, mempunyai permukaan yang rata, bentuk yang seragam dengan mata-mata yang dangkal. Daging kentang harus bebas dari zat warna, mempunyai daya simpan yang relatif lama, dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap kerusakan-kerusakan selama pengangkutan. Kentang yang mempunyai kandungan zat padat yang tinggi pada umumnya menghasilkan produk-produk pengeringan yang mempunyai tekstur bertepung (Pantastico, 1993).

Pencucian

Pencucian dimaksudkan agar diperoleh produk yang bersih atau memenuhi syarat higienis. Pencucian dengan air bersih yang mengalir dapat menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat ataupun tercampur pada daging buah (Satuhu, 1996).

Pengupasan

Pengupasan merupakan pra proses pada suatu bahan pangan yang bertujuan untuk memisahkan kulit dari bahan. Proses pengupasan dapat dibagi menjadi dua cara yaitu pengupasan dengan cara mekanis (menggunakan pisau) atau cara khemis (menggunakan bahan kimia). Pengupasan yang dilakukan dengan cara mekanis pada umumnya menggunakan pisau stainless steel karena permukaan pisau halus sehingga bahan tidak terkoyak dan reaksi browning dapat diminimalisir (Saksono, 1997).

Pengirisan

(28)

permukaan bahan pangan. Semakin banyak permukaan yang dapat berhubungan dengan media pemanas menyebabkan uap air dapat keluar lebih banyak. Selain itu, dengan lapisan-lapisan bahan yang tipis dapat mengurangi jarak panas yang ditempuh sampai ke pusat bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan dapat lebih cepat (Kartasapoetra, 1989).

Sulfitasi

Sulfit dapat digunakan dalam bentuk gas SO2

Natrium metabisulfit adalah salah satu bahan pengawet yang diperdagangkan dalam bentuk kristal. Bahan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya perubahan warna coklat pada bahan pangan. Penggunaan maksimum natrium metabisulfit pada bahan pangan adalah 2000 ppm. Natrium metabisulfit yang berlebih akan hilang pada saat pengeringan (Warintek, 2010).

, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat pada bahan pangan. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu (Winarno, 1998).

(29)

kecepatan aliran udara, dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan (Susanto dan Saneto, 1994).

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih rendah (Winarno, dkk., 1984).

Pengeringan buatan merupakan pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Pengaturan suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan setiap komoditi yang akan dikeringkan berbeda. Pengawasan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu keadaan di mana permukaan bahan telah kering namun bagian dalam masih basah. Hal ini terjadi karena penguapan air yang terdapat pada permukaan bahan lebih cepat dari difusi air dari bagian dalam ke luar. Lapisan permukaan bahan menjadi keras, sehingga uap air tidak dapat menembusnya (Susanto dan Saneto, 1994).

(30)

kadar air yang terkandung pada sampel juga menurun. Bahan pangan yang kehilangan air saat pengeringan menyebabkan naiknya kadar zat nutrisi di dalam massa yang tertinggal (Susti, 2011).

Suhu pengeringan bahan pangan berpengaruh terhadap komponen yang terkandung pada bahan pangan. Semakin tinggi suhu pengeringan menyebabkan terjadinya penguapan air yang lebih banyak sehingga kadar air menurun. Serat pada bahan pangan umumnya berupa karbohidrat atau polisakarida. Bila kadar air yang terdapat dalam bahan menurun maka akan terjadi pemekatan dari bahan-bahan yang tertinggal sehingga menyebabkan kadar serat meningkat. Waktu pengeringan juga mempengaruhi kadar serat bahan pangan. Semakin lama pengeringan maka penurunan kadar air semakin besar yang mengakibatkan kadar serat lebih tinggi pada pengeringan yang lebih lama (Susanti, 2012).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu suhu pengeringan dan lama pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan menyebabkan penurunan kadar air karena suhu tinggi dapat mempercepat penguapan air dari bahan. Lama pengeringan berpengaruh terhadap air yang diuapkan. Jumlah air yang menguap lebih kecil pada waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan jumlah air yang menguap pada waktu pengeringan yang lebih lama (Asgar, dkk., 2010).

(31)

mendapatkan panas yang cukup akan menghasilkan tepung yang berwarna putih bersih (Rukmana, 1997).

Pengeringan menyebabkan kandungan air suatu bahan dapat berkurang sehingga daya serap air yang dimiliki tepung meningkat. Peningkatan kandungan amilosa berkaitan dengan peningkatan daya serap air tepung. Kandungan amilosa dan amilopektin juga berhubungan dengan daya serap air(daya rehidrasi). Daya rehidrasi produk berpati sangat ditentukan oleh kandungan amilosanya. Semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi daya rehidrasi produk. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar (Hidayat, 2009).

Pengeringan bahan makanan dapat menimbulkan terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma, meskipun pada bahan pangan tersebut diberikan perlakuan pendahuluan sebelum bahan dikeringkan. Dengan mengurangi kadar air pada bahan pangan, konsentrasi protein, karbohidrat, lemak, dan mineral akan lebih tinggi, namun vitamin dan zat warna akan berkurang (Winarno, dkk., 1984).

(32)

Pada pembuatan tepung kentang dengan suhu pengeringan 70oC menghasilkan kadar air yang semakin menurun dengan semakin lama pengeringan kentang yang dilakukan. Warna dari tepung kentang yang dihasilkan semakin gelap akibat terjadinya pencoklatan antara gula dan asam amino dari protein yang dipanaskan (Siagian, 2006).

Penggilingan

Setelah proses pengeringan, dilakukan proses penggilingan. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran bahan padat dengan gaya mekanis menjadi berbagai fraksi ukuran yang lebih kecil. Proses penggilingan juga disebut proses penepungan yang dilakukan dengan menggunakan waring blender

(Indrasti, 2004).

Pengayakan

Pengayakan merupakan satuan operasi pemisahan dari berbagai ukuran bahan untuk dipisahkan ke dalam dua atau tiga fraksi dengan menggunakan ayakan. Setiap fraksi yang keluar dari ayakan mempunyai ukuran yang seragam. Namun pengayakan juga dapat digunakan sebagai alat pembersih, memindahkan kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan (Fellow, 1988).

(33)

Pengemasan

Kemasan merupakan suatu wadah atau pembungkus yang digunakan untuk melindungi produk yang ada di dalamnya. Jenis-jenis bahan kemasan yang umum digunakan untuk bahan pangan adalah kemasan gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas, dan karton. Kemasan aluminium foil digunakan dalam pelapisan dimana membutuhkan sifat-sifat yang rendah terhadap daya tembus gas, uap air, odor atau sinar (Buckle, dkk., 1987).

Fungsi kemasan antara lain menjaga produk agar tetap bersih dari berbagai kotoran dan pencemaran lainnya, melindungi produk dari kerusakan fisik dan kontaminasi dari luar, memberi kemudahan dalam proses distribusi dan penyimpanan, serta memberikan identifikasi dan informasi mengenai isi produk yang dikemas kepada konsumen (Robertson, 2010).

Tepung Terigu

(34)

Di dalam tepung terigu terdapat gluten, yang secara khas membedakan tepung terigu dengan tepung lainnya. Gluten adalah suatu senyawa pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik. Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya. Tepung terigu berprotein 12-14% ideal untuk pembuatan roti dan mie; 10,5%-11,5% untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Sedangkan wafer menggunakan tepung terigu berprotein 8%-9%. Tepung terigu mengandung mineral 0,64%, kadar air maksimal 14,3% (Bogasari, 2009).

Menurut Astawan (2004), berdasarkan kandungan gluten protein pada tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

- Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi. Contohnya: tepung terigu dengan merk dagang Cakra kembar.

- Medium hard flour, terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan kue dan biskuit. Contohnya: tepung terigu dengan merk dagang Segitiga biru.

(35)

Protein gandum atau terigu memiliki sifat istimewa karena dapat menghasilkan adonan yang dapat menahan gas, dan dapat mengembang secara elastis ketika gas memuai pada waktu proses pembakaran. Sifat itu disebabkan sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang bila tepung terigu dicampur dengan air. Proses tersebut berlangsung ketika adonan diaduk dan akhirnya terbentuk massa tiga dimensi dari protein gluten yang memiliki viskositas yang elastis. Suatu sifat yang dikehendaki dalam pembuatan kue atau roti (Winarno, 1993).

Menurut Fennema (1996), gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25%) dan glutenin (35-40%). Sekitar 30% asam amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat menyebabkan protein menggumpal melalui interaksi hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika tepung terigu tercampur dengan air, bagian-bagian protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran sulfidryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide cross-linking untuk membentuk seperti lembaran film (sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap.

(36)

dan penyerapan air. Gluten juga digunakan untuk tujuan formulasi, binder, dan bahan pengisi.

Komposisi Kimia Tepung Terigu

Tepung terigu yang mendapat sertifikasi dari SNI selain mengandung protein, karbohidrat, dan lemak, juga harus diperkaya dengan vitamin B1 (untuk mencegah penyakit beri-beri), vitamin B2

Tepung terigu adalah bubuk halus yang berasal dari bulir gandum yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia, 2012).

, asam folat (untuk mencegah terjadinya cacat janin pada ibu hamil), zat besi (menambah sel darah merah) dan zinc (memperbaiki kekebalan tubuh dan kerusakan jaringan tubuh) (Bakery Magazine, 2012).

(37)

Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan menurut Departemen Kesehatan RI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung terigu

Komposisi Jumlah Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996).

Cookies

Pada dasarnya cookies terbuat dari tepung terigu, namun ada beberapa data yang menginformasikan bahwa ada pencampuran beras yang digunakan dalam berbagai jenis cookies. Tepung dari golongan serealia digunakan dalam jumlah kecil atau pati dapat ditambahkan untuk memberikan rasa dan sifat struktur yang spesial. Sifat reologi dari adonan cookies bergantung kepada kualitas bahan dan kuantitas bahan, kondisi pencampuran bahan, dan suhu dari adonan tepung yang digunakan (Singh, dkk, 2008).

(38)

telur, sedangkan bahan pelembut adalah gula, shorthening, dan kuning telur (Suarni, 2009).

Pada penelitian pembuatan cookies bekatul, warna yang dihasilkan semakin coklat seiiring dengan penggunaan tepung bekatul yang meningkat. Warna ini disebabkan selama pemanggangan terjadi reaksi pencoklatan non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi Maillard. Karamelisasi terjadi karena gula mengalami pirolisa, sehingga membentuk pigmen berwarna coklat. Reaksi Maillard terjadi karena adanya reaksi antara gula reduksi dengan gugus amina dari protein atau asam amino. Bekatul merupakan bahan makanan yang mengandung protein, sehingga semakin banyak penambahan bekatul maka warna cookies

semakin coklat (Wariyah dan Andiwarsana, 2003).

Pada penelitian pembuatan cookies yang menggunakan tepung kimpul aroma dan rasa yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses pembuatan tepung kimpul. Selama proses pembuatan tepung, granula pati akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Senyawa organik ini akan terambibisi dalam bahan dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa umbi. Sehingga penggunaan tepung kimpul pada cookies menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas (Prihatiningrum, 2012).

(39)

pengikat mineral dan elektrolit karena adanya gugus karboksil bebas pada asam glukoronat penyusun hemiselulosa, sehingga dengan semakin tinggi kandungan serat dalam tepung menyebabkan semakin tingginya kadar abu (Indriyani, 2007).

Menurut BSN (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang

potongannya bertekstur padat. Syarat mutu cookies diatur dalam SNI No. 01-2973-1992 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu cookies menurut SNI No. 01-2973-1992

No. Kriteria uji Persyaratan

1. Bau dan rasa normal, tidak tengik

2. Warna normal

3. Air (%) maksimum 5

4. Protein (%) minimum 9

5. Lemak (%) minimum 9,5

6. Karbohidrat (%) maksimum 70

7. Abu (%) maksimum 1,5

8. Serat kasar (%) maksimum 0,5

9. Energi (kkal/100g) minimum 400

10. Logam berbahaya negatif

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992). Proses Pembuatan Cookies

(40)

Pembuatan cookies yang umum dilakukan dimulai dengan pembentukan krim dari gula, lemak, garam, dan bahan pengembang. Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies yang dicetak, karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan (Indrasti, 2004).

Pada pembuatan roti, gas dihasilkan melalui fermentasi khamir, sedangkan pada pembuatan cookies, gas yang dihasilkan berasal dari putih telur yang dikocok (emulsi udara dalam putih telur) atau berasal dari hasil reaksi oleh baking powder. Proses pencetakan bertujuan untuk memberi bentuk cookies (Matz, 1992).

Cookies dipanggang dalam oven dengan suhu yang lebih tinggi sedikit daripada suhu yang digunakan untuk memanggang cake. Cookies dengan komposisi gula yang tinggi atau dengan penambahan susu kental membutuhkan suhu yang lebih rendah ketika dipanggang. Suhu yang rendah menghasilkan warna coklat yang sedikit dan merata, sedangkan suhu yang lebih tinggi menghasilkan yang sebaliknya. Sebelum memanggang cookies, oven selalu dipanaskan terlebih dahulu (Bastin, 2010).

(41)

cookies (Sultan, 1986). Setelah dipanggang cookies segera dikeluarkan dari oven untuk mencegah melekat dan cookies yang terlalu masak. Kemudian dinginkan

cookies sedikitnya 10 menit sebelum dikemas (Bastin, 2010).

Selama proses pendinginan, pati yang terkandung dalam bahan akan mengalami retrogradasi. Molekul-molekul amilosa akan berikatan satu sama lain serta berikatan dengan molekul amilopektin pada bagian luar granula, sehingga kembali terbentuk butir pati yang membengkak dan menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal. Proses retrogradasi ini bertujuan untuk membentuk tekstur yang renyah (Sayangbati, 2012).

Bahan Tambahan dalam Pembuatan Cookies

Lemak

(42)

kecil. Perbandingan mentega dan shortening sebanyak 1:1 akan menghasilkan rasa dan pengembangan yang sesuai (Bastin, 2010).

Shortening dalam pembuatan roti dan kue memiliki beberapa fungsi antara lain memperbesar volume, menyerap udara, stabilisir (sehingga tidak mudah hancur sewaktu dipanggang), emulsifier, membentuk krim, memperbaiki keeping quality (menghambat perpindahan air dari pati ke dalam gluten tepung yang menyebabkan stale atau basi) dan memberikan cita rasa gurih dalam bahan pangan berlemak (Ketaren, 2005).

Shortening merupakan lemak padat yang diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak dengan cara hidrogenasi dan umumnya berwarna putih, maka sering disebut dengan mentega putih. Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi. Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Namun bisa berasal dari minyak nabati yang dihidrogenasikan terlebih dahulu (Winarno, 1998).

Gula

(43)

Gula yang ditambahkan pada pembuatan kue dan biskuit selain menambahkan rasa juga mempengaruhi perubahan tekstur. Jumlah gula yang tinggi membuat remah kue lebih lunak dan lebih basah. Sifat cita rasa dan warna dari banyak bahan pangan yang dimasak dan diolah sangat tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan kelompok asam amino yang menghasilkan warna coklat dan berbagai macam-macam komponen cita rasa (Buckle, dkk., 1987).

Garam

Garam merupakan bahan utama pengatur rasa. Garam akan membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu untuk meningkatkan sifat-sifat adonan. Selain itu garam berfungsi untuk menguatkan flavor dan menambah struktur. Sebagian besar formula cookies menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal halus untuk mempermudah kelarutannya (Matz dan Matz, 1978).

Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada dua faktor yaitu jenis tepung yang dipakai dan formula dari cookies tersebut. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Formula cookies yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak (Saputra, 2008).

Telur

(44)

lesitin, dan sebagai pembusa bila putih telur dikocok karena udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian (Gaman dan Sherrington, 1982).

Dalam pembuatan cookies telur berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan. Telur dapat melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur pada proses pengadonan

cookies akan menghasilkan cita rasa sempurna, tetapi struktur cookies tidak sebaik pada penggunaan telur secara keseluruhan. Oleh karena itu agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978).

Menurut Winarno (1998) putih telur adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang kuat. Emulsi adalah suatu dispersi dan suspensi suatu cairan lain, yang molekul-molekul keduanya tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein.

Pengembang adonan

(45)

CO2

Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium bikarbonat (NaHCO

. Gas ini dihasilkan oleh garam karbonat atau garam bikarbonat (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

3). Ada juga garam amonium karbonat atau amonium bikarbonat, namun garam ini teurai pada suhu tinggi. Selama pembakaran, volume gas bersama dengan udara dan uap air yang ikut terperangkap dalam adonan akan mengembang, sehingga diperoleh roti dengan struktur berpori-pori (Winarno, 1998).

Susu skim

Susu skim bubuk merupakan susu yang mengandung lemak dalam jumlah kecil. Susu ini merupakan suplemen protein yang bermanfaat karena mengandung sekitar 37% protein. Susu ini juga mengandung kalsium dan riboflavin yang tinggi (Gaman dan Sherrington, 1982).

(46)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari sampai April 2013.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kentang yang diambil dari Pasar Pancur Batu, Medan. Bahan tambahan yang digunakan berupa tepung terigu, telur, mentega, shortening, baking soda, gula pasir, dan garam.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam analisa penelitian ini adalah larutan natrium metabisulfit 500 ppm, larutan H2SO4 0,02 N, larutan NaOH 0,015 N, larutan K2SO4 10%, alkohol 95%, heksan, H2SO4 pekat, larutan NaOH 0,02 N, dan campuran K2SO4 dan CuSO4.

Alat

(47)

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda Rancang Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Lama pengeringan kentang pada suhu 50o taraf:

Faktor II : Perbandingan tepung terigu dengan tepung kentang (%) (P), = 5,5 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :

= 20 : 80

(48)

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan model (Bangun, 1991) sebagai berikut :

Ŷijk =

µ

+

α

i + βj + (αβ)ij +

ε

dimana:

ijk

Ŷijk

ke-j dengan ulangan ke-k

: Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf

µ

: Efek nilai tengah

: Efek interaksi faktor L pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

ijk

dalam ulangan ke-k

.

: Efek galat dari faktor L pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung kentang

(49)

dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh. Skema pembuatan tepung kentang dapat dilihat pada Gambar 1.

Pembuatan cookies kentang

Gula tepung 80 g, telur 40 g, margarin 60 g dan shortening 60 g diadon hingga mengembang. Ditambahkan tepung terigu dan tepung kentang (jumlah campuran tepung 200 g) dengan perbandingan 80:20, 60:40, 40:60 dan 20:80. Ditambahkan susu skim 30 g, baking soda 0,4 g, dan garam 0,4 g. Diadon dengan tangan hingga kalis, kemudian dicetak lalu dipanggang dalam oven pada suhu 120oC selama 20 menit. Cookies kentang diangkat dari dalam oven dan didinginkan. Cookies kemudian dibungkus dengan kemasan aluminium foil dan disimpan selama 5 hari pada suhu ruang sebelum dianalisa. Skema pembuatan

(50)

Gambar 1. Skema pembuatan tepung kentang Dikupas kulitnya dengan pisau stainless steel

Dicuci dengan air bersih

Diiris kentang dengan alat pengiris dengan ketebalan 1-2 mm

Dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC

Dihaluskan dengan blender

Tepung kentang Lama

pengeringan kentang: L1 = 4 jam L2 = 4,5 jam L3 = 5 jam L4 = 5,5 jam

Kentang

Direndam dalam larutan Natrium metabisulfit 500 ppm selama 45 menit

(51)

Gambar 2. Skema pembuatan cookies kentang

Gula tepung 80 g, telur 40 g, margarin 60 g dan shortening 60 g

Diadon hingga mengembang

Ditambahkan tepung terigu , dan tepung kentang

Dipanggang dalam oven pada suhu 120oC selama 20 menit 7. Hedonik aroma dan rasa 8. Skor warna

9. Skor tekstur

Cookies kentangdisimpan selama 5 hari di dalam kemasan aluminium foil Ditambahkan susu skim 30 g, baking soda

0,4 g, dan garam 0,4 g

(52)

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pangamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut :

Kadar air

Penentuan kadar air ditentukan dengan metode oven. Cawan aluminium ditentukan beratnya, kemudian dipanaskan dalam oven sampai beratnya konstan. Bahan ditimbang 5 g dan diletakkan dalam cawan aluminium. Diovenkan selama 1 jam dengan suhu 70oC dan 2 jam dengan suhu 105o

berat akhir

C, didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang beratnya. Bahan dan cawan aluminium diovenkan kembali selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang kembali beratnya. Demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang konstan (AOAC, 1995).

Kadar air = x 100 %

berat awal

Kadar protein

(53)

diperoleh dititrasi dengan 0,02 N NaOH. Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama dengan menggunakan akuades sebagai sampel (Sudarmadji, dkk., 1989).

(b-c) x N x 14,008 x FK

Kadar protein = x 100 % berat a x 1000

Keterangan : a = Berat sampel (g)

b = Titrasi blanko (ml NaOH) c = Titrasi sampel (ml NaOH)

N = Normalitas larutan NaOH yang digunakan FK = Faktor konversi

Kadar abu

Kadar abu ditetapkan dengan cara membakar bahan dalam mufflefurnace. Contoh yang telah dikeringkan diambil sebanyak 5 g dan dimasukkan dalam

muffle furnace, dibakar pada suhu 300oC selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 550o

berat akhir

C selama 4 jam, didinginkan kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dari bahan tersebut (Sudarmadji, dkk., 1989).

Kadar abu = x 100 %

berat awal Daya mengembang

Adonan yang telah dicetak, diukur tebal dan panjangnya dengan menggunakan jangka sorong secara horizontal dan vertikal. Adonan yang telah matang (cookies) diukur kembali dengan menggunakan jangka sorong secara horizontal dan vertikal, kemudian diukur daya mengembang dengan menghitung selisih pengembangan sebelum dan sesudah pengovenan (Ferdinand, 2010). volume akhir – volume awal

(54)

Kadar lemak

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sampel diambil sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama + 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105o

bobot lemak (g)

C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang (AOAC, 1995).

Kadar lemak = x 100%

bobot sampel (g) Kadar serat kasar

(55)

beratnya sambil dicuci dengan K2SO4

berat residu

10%, kemudian dicuci lagi residu dengan akuades medidih dan alkohol 95% sebanyak 15 ml. Dikeringkan kertas saring Whatman No. 4 beserta isinya pada suhu 110˚ C sampai berat konstan (Sudarmadji, dkk, 1989).

Serat kasar = x 100%

berat awal

Organoleptik aroma, rasa, warna, dan tekstur

Penentuan nilai organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik dan uji skor. Sampel berupa cookies diberikan kepada 30 panelis. Penilaian uji hedonik aroma, rasa serta uji skor warna, dan tekstur dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 5, 6, dan 7 (Soekarto, 1985).

Tabel 5. Skala uji hedonik aroma dan skala uji hedonik rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 4

Suka 3

Agak suka 2

Tidak suka 1

Tabel 6. Skala uji skor warna

Skala skor Skala numerik

Kuning terang 4

Kuning keemasan 3

Kuning kecoklatan 2

Coklat 1

Tabel 7. Skala uji skor tekstur

Skala skor Skala numerik

Sangat renyah 4

Renyah 3

Agak renyah 2

(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang pada cookies kentang memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh lama pengeringan dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Lama Pengeringan Kentang terhadap Parameter yang Diamati

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum menunjukkan bahwa lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, nilai skor warna, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar protein, kadar abu, daya mengembang, dan nilai skor tekstur seperti pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap parameter yang diamati Parameter yang diuji

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Kentang terhadap Parameter yang Diamati

(57)

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, secara umum menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu, daya mengembang, nilai hedonik rasa, nilai skor tekstur, memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar serat kasar, nilai skor warna dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar lemak dan nilai hedonik aroma seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap parameter yang diamati

Parameter yang diuji

Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (P)

P1

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar air cookies kentang

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookieskentang yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar air tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

(58)

Jarak LSR Lama pengeringan

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) L1 = 4 jam;

L2 = 4,5 jam; L3 = 5 jam; L4 = 5,5 jam

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi pada perlakuan L1 (4 jam) yaitu 4,06% dan terendah adalah perlakuan L4 (5,5 jam) yaitu 1,57%. Hubungan antara lama pengeringan kentang terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan lama pengeringan kentang dengan kadar air cookies

kentang

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cookies kentang yang dihasilkan. Hasil pengujian

(59)

dengan LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang

Jarak LSR Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (%)

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

P1 = 80%:20%; P2 = 60%:40%; P3 = 40%:60%; P4 = 20%:80%

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 yaitu sebesar 2,97% dan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,23%. Hubungan antara perbandingan tepung dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan kadar air cookies kentang

2,97

(60)

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air

cookies kentang yang dihasilkan, uji LSR dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air

cookies kentang

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) L1 = 4 jam; L2 = 4,5 jam; L3 = 5 jam; L4 = 5,5 jam

P1 = 80%:20%; P2 = 60%:40%; P3 = 40%:60%; P4 = 20%:80%

(61)

perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar air cookies kentang

Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa pada lama pengeringan lebih dari 5 jam, kadar air cookies kentang dengan perlakuan P2(60%:40%) lebih rendah dari perlakuan P3(40%:60%). Pada perlakuan P1(80%:20%) dan P4

Semakin lama pengeringan kentang dan semakin banyak penggunaan tepung kentang maka kadar air cookies kentang akan semakin menurun. Namun pada pengeringan 5 jam kadar air cookies kentang dengan perlakuan P

(20%:80%), semakin lama pengeringan kentang maka kadar air cookies kentang yang dihasilkan akan semakin menurun.

(62)

rendah kadar air cookies. Kadar amilosa yang terkandung pada tepung kentang lebih rendah dari tepung terigu sehingga kemampuan untuk menyerap air menurun dengan penggunaan tepung terigu yang semakin sedikit. Tepung kentang mengandung karbohidrat 85,6% dengan kadar pati sebesar 52,69% per 100 g tepung (Boediono, 2012), berarti tepung ini mengandung 52,69 g pati dengan kadar amilosa 21% (Wicaksono, 2008), jadi tepung kentang mengandung amilosa sebanyak 11,06 g. Tepung terigu mengandung karbohidrat 77,3% dengan kadar pati 70% per 100 g tepung (Putera, 2005) berarti tepung terigu mengandung 70 g pati dengan kadar amilosa 28% (Wicaksono, 2008), jadi terigu mengandung amilosa sebanyak 19,6 g. Menurut Hidayat (2009) semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi daya serap air (rehidrasi) karena adanya peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar.

Kadar Protein

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar protein cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa pengaruh lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein cookies kentang yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein cookies kentang

(63)

dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein cookies kentang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein cookies kentang

Jarak LSR Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (%)

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunujukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

P1 = 80%:20%; P2 = 60%:40%; P3 = 40%:60%; P4 = 20%:80%

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 yaitu sebesar 13,74% dan terendah pada perlakuan P4 yaitu sebesar 10,57%. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan kadar protein cookies kentang

Cookies dengan penggunaan tepung terigu 100% memiliki kadar protein sebesar 14,27%. Pengurangan penggunaan tepung terigu dalam pembuatan

cookies kentang mengakibatkan kandungan protein yang semakin rendah. Semakin rendah penggunaan tepung terigu dalam pembuatan cookies kentang, maka semakin rendah kadar protein cookies tersebut. Hal ini disebabkan tepung

13,74

(64)

terigu mengandung gluten yang merupakan suatu senyawa bersifat kenyal dan elastis. Kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten maka akan semakin tinggi kadar proteinnya (Bogasari, 2009). Semakin banyak penggunaan tepung terigu maka akan semakin tinggi kadar protein cookies tersebut begitu juga sebaliknya, semakin sedikit penggunaan tepung terigu maka akan semakin rendah kadar protein pada cookies yang dihasilkan.

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar protein cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) dapat diketahui bahwa interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein

cookies kentang, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap kadar abu cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama pengeringan kentang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cookies kentang yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang

(65)

dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang

Jarak LSR Perbandingan tepung terigu dan tepung kentang (%)

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunujukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

P1 = 80%:20%; P2 = 60%:40%; P3 = 40%:60%; P4 = 20%:80%

Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar 1,37%, dan teredah pada perlakuan P1 yaitu sebesar 0,75%. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang dengan kadar abu cookies kentang

Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa semakin sedikit penggunaan tepung terigu dan semakin bertambah penggunaan tepung kentang maka kadar abu

0,75

(66)

cookies kentang akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan tepung kentang memiliki kadungan mineral yang lebih tinggi daripada tepung terigu. Kandungan mineral tepung kentang 1% (Nio, 1992) dan kandungan mineral tepung terigu 0,64% (Bogasari, 2009) sehingga semakin bertambah tepung kentang, maka semakin tinggi kadar abu cookies kentang.

Pengaruh interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap kadar abu cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa interaksi lama pengeringan kentang dan perbandingan tepung terigu dan tepung kentang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cookies

kentang, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Daya Mengembang

Pengaruh lama pengeringan kentang terhadap daya mengembang cookies kentang

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa pengaruh lama pengeringan kentang memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya mengembang cookies kentang yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung kentang terhadap daya mengembang cookies kentang

Gambar

Tabel 3. Komposisi kimia dalam 100 gram tepung terigu
Tabel 4. Syarat mutu cookies menurut SNI No. 01-2973-1992
Gambar 1. Skema pembuatan tepung kentang
Gambar 2. Skema pembuatan cookies kentang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan tepung terigu dan mocaf memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P&lt;0,01) terhadap karakteristik fisik (tekstur), karakteristik kimia (kadar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung labu kuning memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu, kadar protein,

Perbandingan tepung jantung pisang, tepung kacang hijau, dengan tepung terigu memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar

Berdasarkan daftar analisis sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung jantung pisang, tepung kacang hijau, dengan tepung terigu dan

Berdasarkan analisa keragaman pada Tabel 1, penambahan tepung terigu dan tepung kentang hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak cookies

Perbandingan tepung terigu dengan tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, pertambahan volume, uji organoleptik (aroma

Berdasarkan analisa keragaman pada Tabel 1, penambahan tepung terigu dan tepung kentang hitam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak cookies

Kadar protein tepung terigu yang digunakan pada pembuatan cookies kentang lebih tinggi daripada kadar protein tepung kentang, sehingga semakin banyak tepung