PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN
BERBAGAI JENIS MOCAF TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK,
KIMIA,
DAN SENSORI
FLAT WAFER
SKRIPSI
Oleh:
SORAYA ALIKA PURNAMASARI 100305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN
BERBAGAI JENIS MOCAF TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK,
KIMIA,
DAN SENSORI
FLAT WAFER
SKRIPSI
Oleh:
SORAYA ALIKA PURNAMASARI 100305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ridwansyah STP.M.Si Ir. Terip Karo-Karo, MS Ketua Anggota
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer Nama : Soraya Alika Purnamasari
NIM : 100305021
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ridwansyah STP.M.Si Ir. Terip Karo-Karo, MS Ketua Anggota
Mengetahui :
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.P Ketua Program Studi
ABSTRAK
Soraya Alika Purnama Sari. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer, dibimbing oleh Ridwansyah dan Terip Karo-Karo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan 16 taraf dan 3 ulangan. Perlakuan berupa jenis mocaf (M1= Matahari; M2= ERK-Hybrid; M3= Kombinasi [ERK-hybrid dan tungku]; M4= Tungku), perbandingan tepung terigu dengan mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) dan penggunaan 100% terigu sebagai kontrol. Parameter yang dianalisa adalah tekstur, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, uji hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi tepung terigu yang digunakan maka sifat fisik, kimia, dan sensoris flat wafer semakin mendekati kontrol. Flat wafer yang terbaik dihasilkan dari mocaf dengan metode pengeringan matahari dengan perbandingan tepung terigu dan mocaf 50%:50% (M1P2).
Kata Kunci : Flat wafer, mocaf, terigu, metode pengeringan
ABSTRACT
SORAYA ALIKA PURNAMA SARI. The effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristic of flat wafer, supervised by Ridwansyah and Terip Karo-Karo.
This research was aimed to find out the effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristics of flat wafer. This research had been performed using the completely randomized design with 16 treatment and 3 repetition. The treatment were the various types of mocaf such as (M1= Sunlight; M2= [Greenhouse effect-hybrid] ; M3= Combination [Greenhouse effect-hybrid and stove] ; M4= Stove), and the ratio between the wheat flour and mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) and 100% of wheat flour as control. Parameters analyzed were texture, water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, carbohydrate content, hedonic test (colour, aroma, flavor, and texture).
The results showed that the more wheat flour used, so the physical, chemical, and sensory of the flat wafer getting much closer to the control. The best flat wafer had been produced by mocaf that using the sunlight drying method with ratio wheat flour and mocaf of 50%:50% (M1P2).
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Flat Wafer”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ridwansyah, S.TP, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi dan kepada Ir. Terip Karo-Karo selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi atas bimbingan, motivasi, masukan dan saran yang sangat berarti yang telah diberikan kepada penulis.
2. Staf pengajar dan pegawai di program studi Ilmu dan teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis selama di bangku perkuliahan.
3. Keluarga tercinta : Kedua Orang Tua, Mas Bandi, Mbak Lia, Mas Wawan, Mas Yoyok dan Mas Apis atas cinta, semangat, kasih sayang dan kekuatan doa yang sudah diberikan.
4. Suami tercinta Andika Wardana, S.P atas dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
5. Sahabat tersayang Siti Nur Jannah Sihotang, S.TP, Khasya Rahmi Sitompul, S.TP, Riris Marito, S.TP dan teman-teman seperjuangan ITP 2010, abang kakak 2009, dan adik-adik 2011 hingga 2013 atas kebersamaannya.
6. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ihak yang membutuhkan.
Medan, Juni 2015 Penulis
Hal
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan ... 18
BAHAN DAN METODA ... 20
Pelaksanaan Penelitian... 22
Persiapan tepung ... 22
Proses produksi wafer ... 22
Pengamatan dan Pengukuran Data... 25
Kadar air (AOAC, 1995) ... 25
Kadar abu (SNI-0103451-1994) ... 25
Kadar protein (Metode Kjeldahl) (AOAC, 1995) ... 26
Kadar lemak (AOAC, 1995) ... 27
Kadar serat kasar (AOAC, 1995) ... 27
Analisis tekstur (Texture Profile) ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
Karakteristik Sensoris Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf yang Berbeda...
Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik aroma flat wafer ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
Kesimpulan ... 49
Saran ... 50
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan ... 7
2. Klasifikasi biskuit ... 15
3. Komposisi kimia biskuit per 100 g bahan ... 16
4. Komposisi bahan pembuatan wafer mocaf ... 23
5. Skala hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur ... 29
6. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik fisik flat wafer ... 30 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik fisik
flat wafer ... 30
8. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik kimia flat wafer ... 33
9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik kimia
flat wafer ... 33
10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
mocaf terhadap kadar air flat wafer ... 34
11. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf
terhadap kadar serat kasar flat wafer ... 38
12. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf
terhadap kadar karbohidrat flat wafer ... 39
13. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik sensoris flat wafer ... 40
14. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik sensoris
15. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer ... 41
16. Pengaruh interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer... 42
17. Hasil uji Dunnet flat wafer dari tepung komposit mocaf dengan jenis mocaf yang
berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu)... 46
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Pengering Hybrid ... 10 2. Pengering Tungku ... 10 3. Diagram alir pembuatan flat wafer kasava termodifikasi... 24 4. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap tekstur flat
wafer ... 31
5. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar air flat wafer ... ... 34
6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar protein
flat wafer ... ... 36 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar lemak flat
wafer ... 37
8. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer ... ... 38 9. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer ...
... 41
11. Pengaruh interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer... ... 42
12. Pengaruh jenis mocaf terhadap nilai hedonik rasa flat wafer... 43
13. Pengaruh jenis mocaf terhadap nilai hedonik tekstur flat wafer ... 44
14. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap nilai hedonik tekstur flat wafer ... 45 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal 1. Format uji organoleptik ... 55
2. Tabel analisis ragam tekstur flat wafer ... 56
3. Tabel analisis ragam kadar air flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar air flat wafer ... ... 57
4. Tabel analisis ragam kadar abu flat wafer ... 58
5. Tabel analisis ragam kadar protein flat wafer ... 59
6. Tabel analisis ragam kadar lemak flat wafer ... 60
8. Tabel analisis ragam kadar karbohidrat flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar karbohidrat flat wafer ... ... 62 9. Tabel analisis ragam nilai hedonik warna flat wafer dan uji LSR efek utama
pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer... 63
10. Tabel analisis ragam nilai hedonik aroma flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer ... ... 64 11. Tabel analisis ragam nilai hedonik rasa flat wafer...
65
12. Tabel analisis sidik ragam nilai hedonik tekstur ... 66
13. Hasil uji Dunnet perbandingan kadar air flat wafer dari tepung komposit
mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 66
14.Hasil uji Dunnet perbandingan kadar serat kasar flat wafer dari tepung
komposit mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 67
15. Hasil uji Dunnet perbandingan kadar karbohidrat flat wafer dari tepung komposit
mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 68
16. Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik warna flat wafer dari tepung komposit
mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 68
17. Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik aroma flat wafer dari tepung komposit
mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 69
ABSTRAK
Soraya Alika Purnama Sari. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer, dibimbing oleh Ridwansyah dan Terip Karo-Karo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan 16 taraf dan 3 ulangan. Perlakuan berupa jenis mocaf (M1= Matahari; M2= ERK-Hybrid; M3= Kombinasi [ERK-hybrid dan tungku]; M4= Tungku), perbandingan tepung terigu dengan mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) dan penggunaan 100% terigu sebagai kontrol. Parameter yang dianalisa adalah tekstur, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, uji hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi tepung terigu yang digunakan maka sifat fisik, kimia, dan sensoris flat wafer semakin mendekati kontrol. Flat wafer yang terbaik dihasilkan dari mocaf dengan metode pengeringan matahari dengan perbandingan tepung terigu dan mocaf 50%:50% (M1P2).
Kata Kunci : Flat wafer, mocaf, terigu, metode pengeringan
ABSTRACT
SORAYA ALIKA PURNAMA SARI. The effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristic of flat wafer, supervised by Ridwansyah and Terip Karo-Karo.
This research was aimed to find out the effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristics of flat wafer. This research had been performed using the completely randomized design with 16 treatment and 3 repetition. The treatment were the various types of mocaf such as (M1= Sunlight; M2= [Greenhouse effect-hybrid] ; M3= Combination [Greenhouse effect-hybrid and stove] ; M4= Stove), and the ratio between the wheat flour and mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) and 100% of wheat flour as control. Parameters analyzed were texture, water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, carbohydrate content, hedonic test (colour, aroma, flavor, and texture).
The results showed that the more wheat flour used, so the physical, chemical, and sensory of the flat wafer getting much closer to the control. The best flat wafer had been produced by mocaf that using the sunlight drying method with ratio wheat flour and mocaf of 50%:50% (M1P2).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan
di Indonesia adalah umbi-umbian seperti singkong atau ubi kayu. Sumatera Utara
merupakan salah satu penghasil ubi kayu yang potensial di Indonesia. Produksi ubi kayu
di Sumatera Utara adalah 1.192.124 ton pada tahun 2012 , Pada 2013 sebesar 1.518.221
dan 1.383.346 ton pada 2014 (Statistik Pertanian, 2015). Sentra ubi kayu di Sumatera Utara ada 6 kabupaten yaitu : Simalungun, Karo, Langkat, Deli Serdang, Serdang
Bergadai, dan Kota Binjai (BPS, 2012). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
terigu, dan pengembangan pangan berbasis sumber daya lokalita, ubi kayu merupakan
alternatif diversifikasi pangan pada bahan pangan lokal. Ubi kayu merupakan salah satu
potensi lokal yang memiliki prospek yang cerah. Namun ubi kayu segar memiliki nilai
ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya
meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah menjadi
beranekaragam produk seperti tepung mocaf (Setiavani, 2013).
Tepung Mocaf dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu. Kata
mocaf sendiri merupakan singkatan dari “Modified Cassava Flour” yang berarti tepung
singkong yang dimodifikasi. Tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah
dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan
karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau
campuran terigu 30 % – 100 % dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu
20-30%. Dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek, tepung mocaf
Kunci rahasia pembuatan tepung mocaf adalah terletak pada proses fermentasi yang
menyebabkan tepung mocaf memiliki tekstur yang berbeda dengan tepung singkong
biasa. (Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Timur, 2012).
Pengeringan merupakan proses yang umum dilakukan dalam pembuatan tepung
ubi kayu. Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan sampai
mencapai jumlah tertentu. Suhu merupakan faktor pengeringan utama yang memberikan
pengaruh terhadap kualitas tepung kasava. Pengaruh pengeringan terhadap mutu dan
sifat fisiko kimia tepung ubi kayu tergantung pada suhu dan metode pengeringan yang
dilakukan.
Penggunaan tepung kasava termodifikasi masih jarang dilakukan sebagai bahan
baku oleh para produsen makanan khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan suatu
gambaran bahwa proses pembuatan tepung kasava termodifikasi sebagai bahan baku
pengganti fungsi terigu perlu dilakukan. Dengan demikian ketergantungan terhadap
terigu dapat dikurangi dan penggunaan bahan pangan lokal seperti ubi kayu yang
menjadi bahan dasar pembuatan tepung kasava termodifikasi diharapkan memiliki nilai
yang tinggi dan dapat menambah pendapatan para petani.
Proses pembuatan tepung kasava termodifikasi oleh para petani lokal masih
menggunakan teknologi sederhana, seperti dalam proses pengeringan chips ubi kayu
masih mengandalkan sinar matahari langsung. Proses pengeringan ini sangat tergantung
akan keadaan cuaca dan cenderung mudah terkontaminasi oleh mikroba. Selain itu
pengontrolan terhadap proses pengeringan ini juga sulit dilakukan karena harus
dikontrol hampir setiap waktu agar proses pengeringannya sempuna. Banyaknya
kendala yang ditemui dalam proses pengeringan dengan sinar matahari membuat para
munculnya ide baru dalam proses pengeringan chips kasava seperti pemanfaatan panas
dari tungku penggorengan keripik yang biasa dilakukan oleh usaha kecil menengah
yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pengeringan dengan menggunakan sisa panas
dari tungku penggorengan keripik yang dilakukan dengan bahan bakar kayu. Pada
proses penggorengan keripik singkong, panas dari tungku setelah selesai penggorengan
biasanya dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu panas yang
terbuang ini dapat digunakan sebagai sumber energi panas pada alat pengering untuk
dimanfaatkan dalam proses pengeringan dari chips kasava.
Perbedaan suhu pengeringan dan cara pengeringan akan memberikan pengaruh
yang berbeda-beda terhadap mutu dan sifat fisiko kimia tepung kasava yang dihasilkan.
Perbedaan suhu dapat terjadi dari metode pengeringan yang berbeda. Berlatar belakang
hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian pengaruh perbedaan metode pengeringan
terhadap mutu dan sifat fisiko kimia tepung kasava terfermentasi.
Dengan penerapan teknologi pangan secara tepat, singkong dapat diproses
menjadi produk - produk olahan dan awetan yang makin bervariasi, bernilai guna, dan
berdaya guna. Sifat tanaman singkong yang mudah tumbuh serta bukan merupakan
tanaman musiman, sangat mendukung penyediaan bahan.
Salah satu penerapan teknologi pangan yaitu mengembangkan tepung komposit
kasava termodifikasi yang diolah menjadi wafer. Wafer merupakan panganan yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Wafer pada umumnya terbuat dari
bahan dasar tepung terigu dimana terigu merupakan produk import terbesar di
Indonesia. Untuk mengurangi kuota import terigu tersebut dilakukan pemanfaatan
bahan baku lokal sebagai bahan dasar dalam pembuatan wafer dengan menggunakan
termodifikasi diharapkan dapat menghasilkan produk yang inovatif, memiliki kualitas
yang tinggi dan dapat mengurangi penggunaan dari terigu sebagai bahan dasar tunggal
dalam pembuatan wafer.
Perumusan Masalah
Wafer merupakan salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat
Indonesia. Bahan dasar yang umumnya digunakan dalam proses pembuatannya adalah
tepung terigu. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan impor akan tepung
terigu. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan
tepung kasava termodifikasi sebagai bahan dasar dalam pembuatan wafer sehingga
dapat mengurangi konsumsi tepung terigu yang tinggi. Oleh karena alasan itu, maka
penulis membuat penelitian mengenai pengaruh perbandingan tepung terigu dan
berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer.
Pengeringan chips singkong dalam membuat tepung singkong ataupun kasava
termodifikasi sering kali menjadi kendala para petani kecil karena mengandalkan sinar
matahari. Sehingga produksi tepung akan terbatas jika musim hujan. Oleh karena itu
dilakukan cara pengeringan yang berbeda salah satunya dengan menggunakan sisa
panas tungku yang dihasikan saat penggorengan keripik, pengeringan matahari, hybrid,
dan kombinasi antara hybrid serta tungku penggorengan, untuk mengetahui perbedaan
sifat fisik dan kimia tepung kasava termodifikasi yang didapat dalam pembuatan flat
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan tepung terigu
dan berbagai jenis mocaf serta interaksinya terhadap karakteristik fisik, kimia dan
sensori flat wafer.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pangan di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan, menjadi sumber informasi ilmiah dan rekomenda si
bagi pemerintah dan usaha kecil menengah untuk memanfaatkan tepung kasava
termodifikasi sebagai bahan pangan fungsional, sehingga dapat mendorong munculnya
produk-produk dari tepung kasava termodifikasi yang lebih bervariasi serta dapat
meningkatkan nilai jual masing-masing komoditas tersebut dan dapat meningkatkan
pendapatan para petaninya.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf serta
interaksi keduanya terhadap karakteristik fisik, kimia dan nilai sensoris flat wafer yang
TINJAUAN PUSTAKA
Tepung Mocaf
Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung
singkong yang dimodifikasi. Secara definitif, mocaf adalah produk tepung dari singkong
(Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel
singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi
selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim
pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong,
sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga
menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya
mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan
menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya
viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula,
cita rasa mocaf menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%
(Subagio, 2008).
Mocaf dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas. Mocaf tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Tepung mocaf telah dilakukan pengujian dengan uji coba substitusi tepung terigu dengan mocaf dengan skala pabrik. Hasilnya
menunjukkan bahwa hingga 15% mocaf dapat mensubstitusi terigu pada mie dengan
mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun
Komponen yang terdapat pada mocaf tidak sama persis dengan komponen yang
terkandung pada tepung terigu, antara lain kandungan gluten yang tidak dimiliki tepung
mocaf tetapi dimiliki oleh tepung terigu sebagai bahan yang menentukan kekenyalan
makanan. Mocaf mengandung sedikit protein karena berbahan baku singkong tetapi
tepung terigu yang berbahan baku gandum memiliki kadar protein yang tinggi. Tepung
mocaf mengandung karbohidrat yang tinggi dan gelasi yang lebih rendah dibandingkan
tepung terigu. Mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat), kemampuan
gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu
(Salim, 2011). Adapun nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut .
Tabel 1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan
Karakteristik Kimia Metode Pengeringan Tepung terigu
protein rendah Matahari Hybrid Tungku Kombinasi
Kadar air (%) 10,22 9,09 7,71 7,35 12
Kadar protein (%) 1,29 1,04 1,27 1,35 8,9
Kadar lemak (%) 0,78 0,54 0,72 0,88 1,3
Kadar abu (%) 0,58 0,6 0,57 0,7 0,6
Karbohidrat
Pati (%) 89,9 88,92 91,38 87,21 -
Serat (%) 2,75 2,95 2,97 2,75 2
Sumber : Ridwansyah dan Yusraini (2014)
Keberadaan tepung mocaf sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat
bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan karakteristik yang hampir sama
dengan terigu, namun dengan harga yang jauh lebih murah membuat tepung mocaf
menjadi pilihan yang sangat menarik. Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang
bisa digantikan oleh tepung mocaf (Mocaf-Indonesia, 2009).
Pengolahan tepung kasava termodifikasi secara teknis sangat sederhana, mirip
dengan cara pengolahan tepung ubi kayu konvensional, namun disertai dengan proses
kulit ubi kayu, pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap
fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan
ditepungkan sehingga dihasilkan produk tepung kasava termodifikasi (Subagio, 2006).
Metode Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering (Desrosier,1988).
Pengeringan secara alami dilakukan dengan mudah yaitu dengan menjemur
bahan yang akan dikeringkan di bawah sinar matahari. Panas yang dibutuhkan untuk
menguapkan air produk bersumber dari udara sekitar bahan dan matahari. Namun
menurut Nelwan (1997) di dalam Adawiyah (2007), terdapat beberapa kendala pada
proses pengeringan alamiah yaitu memerlukan tempat yang relatif luas, proses
pengeringan lambat karena sangat tergantung pada cuaca, tidak praktis dalam
meletakkan dan mengangkat bahan serta dapat terkontaminasi atau tercampur dengan
bahan asing atau kotor.
Pengering buatan dilakukan dengan menggunakan panas tambahan.
Keuntungannya antara lain yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat
dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, dan kondisi
pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004 di dalam Sulikah, 2007).
Adapun pengering buatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan pangan atau hasil pertanian
dilakukan dengan tiga cara yaitu secara langsung, tidak langsung dan kombinasi antara
keduanya. Pada cara langsung, dimana bahan pertanian langsung menerima radiasi
matahari. Pada cara tidak langsung ialah panas dari radiasi matahari tidak langsung
memanaskan bahan, tetapi melalui permukaan fluida (udara atau air). Sedangkan
kombinasi antara keduanya merupakan bangunan tembus cahaya yang dilengkapi
dengan absorber (Witarsa, 2004).
Prinsip alat pengering surya tipe efek rumah kaca yaitu penggunaan bangunan
transparan yang berfungsi sebagai penyekat sehingga memungkinkan radiasi gelombang
pendek matahari untuk masuk dan menyekat keluar radiasi gelombang panjang. Iradiasi
surya yang terperangkap akan menaikkan suhu di dalam ruang pengering, dan panas
yang terjadi akibat gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari diserap oleh
produk, plat absorber dan komponen yang ada di dalam ruang pengering tersebut, yang
kemudian diubah menjadi gelombang panjang. Lapisan penutup transparan
memungkinkan gelombang panjang dari bahan untuk tertahan di dalam bangunan
transparan (Witarsa, 2004).
- Pengering Tungku
Pemanfaatan energi dari sisa panas tungku penggorengan dapat digunakan sebagai alternatif menggantikan energi yang berasal dari BBM dan bentuk diversifikasi energi dari UKM sehingga proses pengeringan tidak tergantung pada kondisi cuaca, cepat dan berkelanjutan. Selain itu metode pengeringan tungku ini memanfaatkan sisa panas dari tungku penggorengan, kadar air dan mutu tepung kasava yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang digunakan (Ridwansyah dan Yusraini, 2013).
Gambar 2. Pengering Tungku
Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini menunjukkan pengeringan chips
singkong pada pembuatan mocaf dengan pengeringan matahari, suhu udara rata-rata
adalah 36-46oC sedangkan suhu udara pada alat pengering buatan dengan sumber energi
panas dari tungku penggorengan ini dapat diatur agar selalu konstan yaitu 50-60oC.
Suhu diatur agar tidak terlalu tinggi, sehingga diperoleh gaplek singkong kering dengan
mutu yang baik. Pengeringan gaplek dengan alat ini setelah 4 jam menghasilkan gaplek
kering dengan kadar air 13,5% sedangkan penjemuran matahari dengan waktu 18 jam
menghasilkan kadar air 12,64%. Hasil pengamatan menunjukkan pemanfaatan energi
panas dari tungku penggorengan dengan cara menutup tungku justru dapat mengurangi
tungku penggorengan ini justru memberikan 2 manfaat yaitu sebagai sumber energi
untuk alat pengering serta mengurangi pemakaian kayu bakar (Julianti, dkk., 2011).
Penggunaan alat pengering buatan dengan memanfaatkan sisa panas tungku
penggorengan keripik sebagai sumber energi akan disempurnakan dengan perbaikan
proses meliputi pengontrolan suhu dengan menggunakan termokopel dan termostart,
sedangkan alat pengering hybrid yang digunakan mempunyai ukuran 10 x 8 m2 dengan
tinggi 2,4 m dan jumlah rak 60 ukuran 1 x 1 m. Suhu rata-rata dari pengeringan hybrid
ini berkisar 55-60oC (Riwansyah dan Yusraini, 2014).
Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2013) menunjukkan bahwa kadar air
dari proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari 10,22%, pengeringan
hybrid 9,09%, tungku 7,71% dan kombinasi hybrid dan tungku 7,35%. Derajat putih
tertinggi dihasilkan dari metode pengeringan tungku 94,45% BaSO4 dan yang terendah
pada metode pengeringan kombinasi 91,64% BaSO4. Baking expansion tertinggi
dihasilkan dari metode pengeringan hybrid 0,92 ml/g sedangkan yang terendah pada
metode tungku 0,74 ml/g. Kadar air tepung kasava yang paling rendah diperoleh dari
metode pengeringan kombinasi dan tungku, hal ini disebabkan pengeringan ini
menggunakan sisa panas dari penggorengan keripik sehingga suhu pengeringan konstan
dikisaran 45-600C. Daya serap air dan minyak untuk masing-masing metode
memberikan hasil berbeda tidak nyata. Daya serap air dan minyak untuk tepung kasava
termodifikasi juga tidak berbeda jauh dengan tepung ubi kayu tanpa fermentasi yang
menghasilkan daya serap air dan minyak masing-masing 1,20 (g/g) dan 1,26 (g/g).
Derajat putih tepung kasava termodifikasi juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata
antara metode pengeringan tungku terhadap metode pengeringan hybrid dan kombinasi.
terendah didapat pada metode pengeringan kombinasi. Nilai baking expansion berbeda
nyata pada metode pengeringan tungku terhadap ketiga metode pengeringan.
Tepung Terigu
Tepung terigu digunakan pada produk olahan pangan. Tepung terigu merupakan
tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan
gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari
tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.
Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 -
62 (Belitz danGrosch, 1987).
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan roti dan mie.
Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah kemampuannya membentuk gluten
pada saat terigu dibasahi dengan air. Gluten digunakan sebagai bahan tambahan untuk
mempertinggi kandungan protein dalam roti. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki
adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 –
0,60% dan gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004).
Protein tepung gandum sangat unik, dimana bila tepung gandum dicampur
dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa
atau adonan koloidal yang plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan membentuk
suatu struktur spons bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan yang memuaskan.
Jenis tepung gandum yang berbeda memerlukan jumlah pencampuran (air) yang
Tepung Komposit
Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis
tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang hampir
mendekati sifat bahan dasar produk aslinya. Dalam hal ini upaya untuk menekan
ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).
Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,
konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan.
Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,
bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga memperbaiki
komposisi asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila
ditambahkan sampai sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat reologis
tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung
dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 2009).
Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini
dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi
produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam
tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan
mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi,
1989).
Wafer
Wafer merupakan salah satu jenis biskuit. Biskuit merupakan istilah yang
menunjukkan kepada sekelompok makanan ringan (snack food) berkadar air rendah
dengan tekstur renyah, terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, air,
semua produk biskuit mengandung air berkisar antara: 0,7% - 6,7%: lemak 1,9% -
30,7%; protein 5,0% - 45%; gula (sukrosa) 1,0% - 44,7%; abu 0,0% - 1,0%; garam
(NaCl) 0,2% - 3,1% (Paul dan Southgate, 1978).
Manley (1983) membagi biskuit berdasarkan pada perbandingan air dan lemak,
perbandingan antara jumlah bagian lemak terhadap tepung serta jumlah bagian gula
terhadap tepung. Perbandingan antara air dan lemak digunakan untuk mengklasifikasi
jenis adonan. Perbandingan antara jumlah bagian lemak dan gula terhadap jumlah
bagian tepung digunakan untuk mengklasifikasikan produk akhir (Tabel 2).
Wafer adalah sejenis biskuit yang tipis, dengan ketebalan antara 1 – 4 mm, yang
mempunyai struktur lembut dan renyah. Wafer tidak seperti jenis biskuit lainnya baik
dalam bentuk maupun pengolahannya. Wafer dibuat dengan proses pemanggangan yang
sangat cepat, campuran bahan-bahannya tidak disebut dough (adonan) melainkan batter
yang merupakan campuran likuid yang terdiri atas tepung, air, bahan pengembang dan
sejumlah kecil bahan lain.Wafer dipanggang diantara dua lempengan datar yang terbuat
dari besi atau baja dan lempeng chromium. Kedua lempeng tersebut disambungkan pada
satu sisi dan dikancingkan sehingga dapat tertutup dengan baik (Almond, dkk., 1991).
Tabel 2. Klasifikasi biskuit
Jenis Biskuit Deskripsi
Crackers Kandungan gula sedikit, kandungan lemak
bervariasi, tergantung tekstur yang diinginkan.
Semi sweet Kandungan gula sedang, kandungan lemak
rendah, tekstur keras, dan manis.
Short sweet Kandungan gula maupun lemak tinggi, jenis
produknya beragam.
Cookies/Rich short sweet Kandungan lemak maupun gula lebih tinggi daripada short sweet
Snaps & cruches Kandungan gula sangat tinggi, tekstur sangat keras
Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di pasaran biasanya dalam bentuk
lembaran datar yang besar yang dilapisi krim sebelum pemotongan dan mungkin juga
dilapisi lagi dengan cokelat. Bahan adonan wafer terdiri dari gula, tepung terigu, air,
garam, lemak, dan bahan lainnya. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer
adalah tepung terigu. Almond, dkk., (1991) menyatakan formula wafer terdiri atas
sekitar 40% tepung dan 60% air dengan sedikit minyak sayur, garam, lechitin, aerating
agent (soda bikarbonat) dan gula serta pewarna. Kandungan air yang tinggi
mengakibatkan komposisi lain tercampur hingga halus. Proses mixing harus dilakukan
dengan cepat pada suhu yang rendah untuk mencegah kemungkinan batter (adonan)
mengeras dan sebaiknya batter digunakan setelah 10 sampai 30 menit setelah mixing.
Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biskuit setiap 100 g dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia biskuit per 100 g bahan
Susu UHT (Ultra High Temperature), dibuat dari susu cair yang dipanaskan
dengan suhu ± 137°C. Praktis, karena awet dan tahan berbulan-bulan tanpa disimpan
dalam lemari es. Beberapa zat/substansi yang terkandung dalam susu mempunyai
pengaruh pada adonan adalah lemak menunjang elastisitas adonan. Mineral dan protein
membantu dalam penguatan gluten (Faridah, dkk., 2008).
Gula
Gula merupakan salah satu jenis pemanis yang banyak digunakan dalam setiap
pengolahan pangan. Gula mempunyai pengaruh penambah cita rasa yang nyata. Selain
sebagai penambah cita rasa, gula juga banyak digunakan dalam pengawetan
buah-buahan dan sayur-sayuran. Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi
karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa yang lebih manis.
Tapi gula lebih banyak dipakai untuk pembuatan kue dan biskuit dimana selain rasa
manis gula juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah
kue lebih lunak dan lebih basah, dan pada biskuit juga bersifat melunakkan (Buckle,
dkk., 2009).
Garam
Garam dalam pembuatan wafer berfungsi sebagai penambah rasa gurih,
pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, dan penambahan kekuatan gluten. Pengolahan
bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam dapat mencegah kerusakan
bahan pangan. Syarat garam yang baik dalam pembuatan wafer adalah harus 100% larut
dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto
Margarin
Margarin merupakan produk turunan dari lemak nabati yang merupakan emulsi
air dalam lemak yang mengandung minimal 80 % lemak. Adanya provitamin A
(beta-karoten) memberikan warna kuning pada margarin sehingga jika digunakan dalam
proses pengolahan dapat berkontribusi pada pembentukan warna kuning dari produk
yang dihasilkan. Margarin banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan.
Margarin digunakan dalam formulasi produk seperti roti, biskuit, kue kering, dimana
margarin berfungsi dalam pembentukan tekstur yang lembut dan beraroma (Kusnandar,
2010).
Telur
Dalam penggunaan telur di dalam formula wafer harus diperhitungkan kadar air
yang terkandung dalam telur itu. Kuning telur adalah bagian yang lebih padat yang
terkandung di dalamnya dan mengandung hampir semua fat dari telur itu. Kuning telur
mengandung lechitin, ini berfungsi sebagai emulsifier. Meskipun bentuknya padat,
kuning telur mengandung kadar air sebanyak 50%. Putih telur mengandung 86% air di
dalamnya. Biasanya putih telur yang lebih dekat ke kuning telur lebih kental sifatnya
daripada putih telur yang dekat dengan kulit telur (Sutrisno, 2009).
Baking powder
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan adalah pembuatan wafer dari ampok
jagung termodifikasi yang dilakukan oleh Dharma (2011). Penelitian ini bertujuan untuk
memanfaaatkan ampok termodifikasi menjadi produk pangan olahan (expanded food
product) dalam bentuk wafer dan mengetahui sifat fisik dan kimia wafer serta
penerimaan konsumen terhadap wafer. Wafer dibuat dengan campuran ampok
termodifikasi dengan tepung terigu dengan perbandingan 1 : 1 dan 1 : 3.
Hasil penelitian menunjukkan nilai kekerasan wafer tertinggi diperoleh dari
wafer dengan perlakuan A6C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 6 jam,
pragelatinisasi ω = 8 rpm ; 50% ampok) sebesar 1909,76 gf, sementara nilai kekerasan
terkecil diperoleh dari perlakuan A1C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 0 jam,
pragelatinisasi ω = 4 rpm ; 50% ampok) sebesar 980, 71 gf. Kekerasan ampok
dipengaruhi oleh jenis ampok. Nilai kerenyahan dan kekerasan wafer ampok lebih
tinggi daripada produk komersil. Kadar air wafer berada antara 3,68% - 7,34% (bk).
Kadar abu wafer relatif tinggi antara 2,56% - 3,29%(bk). Kadar protein berada antara
9,91% - 11,33% (bk). Kadar lemak wafer berada antara 19,63% (bk) - 21,86% (bk).
Kadar serat wafer ampok tergolong tinggi yakni 11,60% (bk) hingga 17,96% (bk).
Sementara kadar karbohidrat tergolong rendah yakni 44,51% (bk) hingga 51,37% (bk).
Uji organoleptik menunjukkan penerimaan panelis terhadap wafer ampok berada pada
kisaran netral. Wafer yang paling disukai berasal dari formula C1 (25% ampok),
sementara wafer formula C2 (50% ampok) kurang diminati. Kadar ampok yang
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Oktober 2014 di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pangan dan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi
Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,
sedangkan pengujian analisis tekstur wafer yang dilakukan meliputi uji kekerasan
menggunakan alat Instron UTM 1140 dilakukan di CV Chemix Pratama, Yogyakarta.
Bahan Penelitian
Bahan untuk pembuatan wafer diantaranya adalah tepung kasava termodifikasi,
tepung terigu, telur, margarin, gula, garam, baking powder, dan susu cair. Bahan kimia
untuk analisis adalah H2SO4 0,325N, NaOH 1,25 N, kertas Whatman No. 41, heksan,
etanol, indikator phenolphthalein, dan akuades.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cone maker CH-1, oven
pengering, saringan 80 mesh, mixer, timbangan analitik, cawan aluminium, cawan
porselin, hot plate, erlenmeyer, alat-alat glass, Soxhlet, labu Kjeldahl, tanur, alat
sentrifuge, dan termometer.
Metode Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktor, yaitu :
M1 = Mocaf yang dikeringkan dengan matahari
M2 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengering hybrid
M3 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengeringan kombinasi antara hybrid dan
tungku
M4 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengering tungku
Faktor II : Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Mocaf (P), yang terdiri dari 4 taraf
:
P1 = 75% : 25%
P2 = 50% : 50%
P3 = 25% : 75%
P4= 0 % : 100%
2. Dari hasil analisis yang didapat, perlakuan dengan hasil interaksi yang
berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat adanya
perbedaan dengan flat wafer yang dibuat menggunakan tepung terigu (kontrol).
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua
faktorial dengan model sebagai berikut:
Ŷijk= µ + αi + βj+ (αβ)ij+ εijk
dimana:
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor M pada taraf ke-i
(αβ)ij : Efek interaksi faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan tepung
Persiapan tepung dilakukan dengan pengayakan tepung kasava menggunakan
ayakan 80 mesh.
Tepung kasava dari berbagai metode pengeringan tersebut dikombinasikan
dengan tepung terigu dicampur dengan komposisi sesuai dengan perlakuan
menggunakan mixer.
Proses produksi wafer
Pembuatan wafer dilakukan dengan menggunakan tepung kasava termodifikasi
dan tepung terigu sebagai perbandingan. Bahan tambahan yang digunakan meliputi
margarin, telur, gula, baking powder, garam, dan susu. Komposisi bahan seperti
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 4. Komposisi bahan pembuatan wafer mocaf
Komposisi Jumlah
Tepung kasava termodifikasi maupun tepung terigu ditambahkan baking powder
dan garam lalu diaduk hingga merata. Pada tempat terpisah diaduk margarin, gula, dan
telur yang sebelumnya telah dikocok. Kedua adonan ini dicampur hingga merata sambil
ditambahkan susu sedikit demi sedikit hingga kekentalan tertentu sehingga
memudahkan proses homogenisasi adonan. Adonan yang telah homogen didiamkan
selama 30 menit sebelum dicetak.
Pembuatan wafer dilakukan dengan menggunakan alat cetak cone baker tipe
CB-1H. Adonan sebanyak 20 g dituangkan ke permukaan alat dan diratakan sedemikian
dengan ketebalan yang relatif sama (± 3 mm) hingga menutupi permukaan alat cetak.
Waktu pemanggangan pada penelitian ini adalah selama 4 menit. Diagram alir
pembuatan wafer disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan flat wafer kasava termodifikasi
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada wafer
dilakukan pengujian fisik (tekstur), pengujian kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak,
kadar protein, kadar serat kasar), dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur).
Kadar air (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah
dikeringkan selama satu jam pada suhu 105oC dan telah diketahui beratnya. Sampel
tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam
desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan
berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.
Kadar Air = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100 Berat sampel awal
Pencetakan dan pemanggangan selama 4 menit Pengamatan sifat kimia flat
Kadar abu (SNI-01-3451-1994)
Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah
diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam
desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas electric stove kira-kira 1 jam, mula-mula
api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi
perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya
580 - 620oC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven
pada suhu sekitar 100oC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan
dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya.
Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua
penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0.001 g. Kadar abu dihitung dengan formula
sebagai berikut.
Kadar abu =
(g) sampel bobot
(g) abu bobot
x 100 %
Kadar protein (Metode Kjeldahl) (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam
labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, satu g katalis
dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih.
Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%. kemudian dibilas dengan air suling. Labu
erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan
ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan
metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1. Ujung tabung kondensor
ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit
air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai
terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara
yang sama.
Kadar Protein = (A-B) X N X 0,014 X 6,25 x 100% Bobot Sampel
Keterangan:
A = ml NaOH untuk tittrasi blanko
B = ml NaOH untuk titrasi sampel
N = Normalitas NaOH
Kadar lemak (AOAC, 1995)
Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g
dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat
kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan
dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai
pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu
lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap,
kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.
Kadar
(g) Sampel Bobot
(g) Lemak Bobot
Lemak x 100 %
Kadar serat kasar (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian
ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan hot plate selama 30 menit pada
dihidrolisis selama 30 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41
yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci
berturut-turut dengan air panas. Kertas saring dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 3 jam,
pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap. Kemudian dihitung dengan rumus :
Serat Kasar = ((A-B)/C) x 100%
Keterangan :
A = bobot kertas saring dan serat
B = bobot kertas saring
C = bobot sampel awal
Analisis tekstur (Texture Profile)
Alat yang digunakan adalah Instron UTM 1140 dengan dua jenis probe.
Pengukuran kekerasan diukur dengan probe jenis anvil compresion dengan load cell 50
kg. Grafik dihasilkan setelah contoh wafer ditekan masing-masing 2 kali. Penekanan
pertama dilakukan sampai wafer pecah, sedangkan penekanan pada contoh kedua hanya
sampai wafer akan pecah. Selama penekanan berlangsung beberapa detik akan
dihasilkan grafik dengan sumbu vertikal menunjukkan gaya (kg) dan sumbu horizontal
menunjukkan jarak (mm) yang bersesuaian dengan lama waktu penekanan (detik).
Pengukuran kekerasan berdasarkan kepada :
1 kg berat = 1 kg x grafitasi
1 kg berat = 1 kg massa x 9,8 m / det2
1 N = 1 kg massa x 1 m / det2
1 kg berat = 9,8 N
Uji organoleptik (Soekarto, 1985).
Uji organoleptik dilakukan terhadap 20 orang panelis agak terlatih yang
merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Parameter yang diuji
meliputi rasa, aroma, tekstur, dan penerimaan umum. Masing-masing panelis diminta
untuk menilai setiap sampel berupa wafer yang telah disediakan. Skala hedonik untuk
parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Skala hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur
Keterangan Skala hedonik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf yang Berbeda
Karakteristik fisik flat wafer yang diamati adalah tekstur. Pengukuran tekstur
dilakukan dengan menggunakan alat Instron UTM 1140 dengan dua jenis probe. Hasil
penelitian menunjukkan pengaruh jenis mocaf yang ditambahkan memberikan pengaruh
yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap terhadap nilai tekstur (Newton) wafer yang
dihasilkan (Tabel 6), sedangkan perbandingan terigu dan mocaf memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0,01) (Tabel 7).
Tabel 6. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik fisik flat wafer
Jenis Mocaf Tekstur
M1 (Matahari) 9,81 ± 0,32aA
M2 (Hybrid) 9,89 ± 0,49aA
M3 (Kombinasi) 10,11 ± 0,80aA
M4 (Tungku) 9,98 ± 0,65aA
Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan, tekstur terdiri dari 2 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) .
Tabel 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik fisik
flat wafer
Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf Tekstur
P1 = 75% : 25% 9,37 ± 0,04cC
P2 = 50% : 50% 9,75 ± 0,02bB
P3 = 25% : 75% 9,98 ± 0,06aA
P4 = 0% : 100% 10,69 ± 0,49aA
Tekstur
Jenis mocaf yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
(P>0,05) terhadap terhadap nilai tekstur (Newton) sedangkan perbandingan terigu dan
mocaf memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai tekstur wafer
yang dihasilkan (Lampiran 2). Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum wafer yang
dibuat dari mocaf mempunyai nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan wafer yang
dibuat dari terigu. Perlakuan P4 memberikan nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Nilai tekstur flat wafer yang tinggi menunjukkan flat wafer semakin
keras. Hal ini disebabkan tepung yang digunakan terdiri dari tepung yang bebas gluten
sedangkan terigu mengandung gluten, sehingga semakin banyak jumlah mocaf maka,
nilai tekstur flat wafer lebih tinggi (lebih keras) daripada flat wafer yang dibuat dengan
komposisi terigu yang lebih banyak.
Gambar 4. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap tekstur flat wafer
Mc Willliams (2001) menyatakan tepung terigu merupakan komponen utama
pada sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan kue kering. Terigu memberikan tekstur
yang elastis karena kandungan glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah
tepung lainnya. Air terikat oleh pati ketika terjadi gelatinisasi dan akan hilang pada
saat pemanggangan. Hal inilah yang menyebabkan adonan menjadi renyah pada produk
panggang.
Pada tepung terigu, kadar air yang dimiliki sekitar 11-14%, serealia dalam
keadaan cukup masak dan kering. Lebih tinggi dari itu akan mudah ditumbuhi
cendawan dan cepat rusak (Makfoeld 1982). Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini
(2013) menunjukkan kadar air mocaf dari empat metode pengeringan berkisar 7-10%.
Hal ini menunjukkan bahwa penyebab flat wafer dari tepung komposit kasava
termodifikasi memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi karena kadar air dalam produk
yang dihasilkan lebih rendah daripada kontrol.
Karakteristik Kimia Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf
yang Berbeda
Hasil penelitian menunjukkan jenis mocaf memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar lemak, dan kadar karbohidrat flat wafer dan
memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar, kadar
abu, dan kadar protein. Perbandingan terigu dan mocaf yang ditambahkan memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat, kadar serat kasar flat wafer, dan memberikan pengaruh berbeda tidak
Tabel 8. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik kimia flat wafer
Parameter M Jenis Mocaf
1(Matahari
) M2(Hybrid)
M3(Kombinasi
) M4(Tungku)
Kadar air (%bk) 3,34±1,30aA 2,93±1,16aA 3,02±1,06bB 3,30±1,10bB
Kadar abu (%bk) 2,72±0,16aA 2,77±0,09aA 2,63±0,04aA 2,76±0,07aA
Kadar protein (%bk) 9,58±2,03aA 9,50±2,26aA 9,62±2,24aA 9,33±2,55aA
Kadar lemak (%bk) 8,67±1,24aA 8,64±1,26aA 8,61±1,20aA 8,58±1,28aA
Kadar serat kasar (%bk) 2,18±0,06aA 2,19±0,05aA 2,20±0,01aA 2,21±0,25aA Kadar karbohidrat
Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR
Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik kimia
flat wafer
Kadar abu (%bk) 2,60±0,01 2,66±0,00aA 2,67±0,11aA 2,77±0,08aA 2,78±0,14aA
Kadar protein (%bk) 13,18±0,40 12,15±0,05aA 10,47±0,32bB 8,34±0,26cC 7,07±0,56dD
Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR
Kadar air
Hasil analisis ragam kadar air pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa interaksi
antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan pengaruh
yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air flat wafer yang dihasilkan.
Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap
bahwa peningkatan jumlah tepung kasava termodifikasi yang ditambahkan akan
menurunkan kadar air flat wafer. Hal ini dikarenakan kadar air dalam tepung kasava
termodifikasi memang lebih rendah dari terigu. Ini sesuai dengan hasil penelitian
Ridwansyah dan Yusraini (2014) yang menunjukkan bahwa kadar air tepung mocaf
yang dikeringkan dengan empat macam metode pengeringan mempunyai kadar air
antara 7,35%-10,22% sedangkan tepung terigu mempunyai kadar air sebesar 12%.
Kadar air merupakan faktor penting yang mempengaruhi daya simpan wafer. Menurut Muchtadi (1989) semakin tinggi kadar air pada suatu bahan pangan maka semakin mudah bahan pangan tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi karena mikroorganisme mendapatkan air yang cukup untuk bertahan hidup dan merusak pangan, sehingga terjadi pembusukan ataupun penjamuran. Salah satu cara pengawetan pangan yang tertua adalah mengurangi kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan baik secara modern maupun secara konvesional.
Tabel 10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf
terhadap kadar air flat wafer
Jenis Mocaf
Kadar Air
Rataan (M) Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf
P1
Gambar 5. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
mocaf terhadap kadar air flat wafer
Kadar abu
Hasil analisis ragam kadar abu pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa jenis
mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf serta interaksinya memberikan
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu flat wafer yang dihasilkan.
Kadar protein
Hasil analisis ragam kadar protein pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa jenis
mocaf memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein flat
wafer yang dihasilkan, sedangkan perbandingan tepung terigu dan mocaf memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein flat wafer yang
dihasilkan.
Lampiran 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin banyak tepung terigu
dalam flat wafer yang digunakan maka kadar protein semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2014) dimana hasil pengujian kadar
tepung mocaf dengan berbagai metode pengeringan (Tabel 1). Terigu mengandung
gluten yang mana menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten,
semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu,
yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis
gandumnya seperti untuk cake dan wafer menggunakan tepung terigu dengan kadar
protein 8-9%.
Gambar 6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar protein flat wafer
Kadar lemak
Hasil analisis ragam kadar lemak pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis
mocaf memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak flat
wafer yang dihasilkan, tetapi perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak flat wafer yang
dihasilkan.
Lampiran 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa secara umum kadar lemak flat
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan tepung terigu mengandung lemak dengan jumlah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu. Berdasarkan Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (2004) yang menyatakan bahwa tepung terigu mengandung
lemak sebesar 1,3 g sedangkan ubi kayu mengandung lemak sebesar 0,3 g. Hasil ini
juga sejalan dengan penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2014) yang menunjukkan
bahwa tepung terigu memiliki kadar lemak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tepung mocaf dengan berbagai metode pengeringan (Tabel 1).
Gambar 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar lemak flat wafer
Kadar serat kasar
Hasil analisis ragam kadar serat kasar pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa
interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan
yang pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar flat wafer
yang dihasilkan. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 8.
maka akan semakin tinggi kadar serat kasarnya. Ridwansyah dan Yusraini (2014)
menyatakan bahwa kadar serat kasar tepung mocaf dengan berbagai metode
pengeringan berkisar antara 2,75%-2,97% sedangkan kadar serat kasar tepung terigu
adalah sebesar 2% (Tabel 1).
Tabel 11 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa pada perbandingan tepung terigu
dan mocaf yang sama, jenis mocaf memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap kadar serat kasar flat wafer yang dihasilkan.
Tabel 11. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf
terhadap kadar serat kasar flat wafer
Jenis Mocaf
Kadar Serat Kasar
Rataan (M) Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf
P1
2,20fgDE 2,20fgDE 2,28deD 2,19aA M3
(Kombinasi) 2,05
hE
2,27defDE 2,40efgDE 2,62 efgDE 2,20aA
M4 (Tungku) 1,74 kI
2,27cC 2,32bB 2,40aA 2,21aA
Rataan (P) 2,06dC 2,21cB 2,24bB 2,269aA
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR
Gambar 8. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan
mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer