• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN

BERBAGAI JENIS MOCAF TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK,

KIMIA,

DAN SENSORI

FLAT WAFER

SKRIPSI

Oleh:

SORAYA ALIKA PURNAMASARI 100305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN

BERBAGAI JENIS MOCAF TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK,

KIMIA,

DAN SENSORI

FLAT WAFER

SKRIPSI

Oleh:

SORAYA ALIKA PURNAMASARI 100305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ridwansyah STP.M.Si Ir. Terip Karo-Karo, MS Ketua Anggota

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer Nama : Soraya Alika Purnamasari

NIM : 100305021

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ridwansyah STP.M.Si Ir. Terip Karo-Karo, MS Ketua Anggota

Mengetahui :

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, M.P Ketua Program Studi

(4)

ABSTRAK

Soraya Alika Purnama Sari. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer, dibimbing oleh Ridwansyah dan Terip Karo-Karo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan 16 taraf dan 3 ulangan. Perlakuan berupa jenis mocaf (M1= Matahari; M2= ERK-Hybrid; M3= Kombinasi [ERK-hybrid dan tungku]; M4= Tungku), perbandingan tepung terigu dengan mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) dan penggunaan 100% terigu sebagai kontrol. Parameter yang dianalisa adalah tekstur, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, uji hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi tepung terigu yang digunakan maka sifat fisik, kimia, dan sensoris flat wafer semakin mendekati kontrol. Flat wafer yang terbaik dihasilkan dari mocaf dengan metode pengeringan matahari dengan perbandingan tepung terigu dan mocaf 50%:50% (M1P2).

Kata Kunci : Flat wafer, mocaf, terigu, metode pengeringan

ABSTRACT

SORAYA ALIKA PURNAMA SARI. The effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristic of flat wafer, supervised by Ridwansyah and Terip Karo-Karo.

This research was aimed to find out the effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristics of flat wafer. This research had been performed using the completely randomized design with 16 treatment and 3 repetition. The treatment were the various types of mocaf such as (M1= Sunlight; M2= [Greenhouse effect-hybrid] ; M3= Combination [Greenhouse effect-hybrid and stove] ; M4= Stove), and the ratio between the wheat flour and mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) and 100% of wheat flour as control. Parameters analyzed were texture, water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, carbohydrate content, hedonic test (colour, aroma, flavor, and texture).

The results showed that the more wheat flour used, so the physical, chemical, and sensory of the flat wafer getting much closer to the control. The best flat wafer had been produced by mocaf that using the sunlight drying method with ratio wheat flour and mocaf of 50%:50% (M1P2).

(5)

RIWAYAT HIDUP

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Flat Wafer”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ridwansyah, S.TP, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi dan kepada Ir. Terip Karo-Karo selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi atas bimbingan, motivasi, masukan dan saran yang sangat berarti yang telah diberikan kepada penulis.

2. Staf pengajar dan pegawai di program studi Ilmu dan teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis selama di bangku perkuliahan.

3. Keluarga tercinta : Kedua Orang Tua, Mas Bandi, Mbak Lia, Mas Wawan, Mas Yoyok dan Mas Apis atas cinta, semangat, kasih sayang dan kekuatan doa yang sudah diberikan.

4. Suami tercinta Andika Wardana, S.P atas dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

5. Sahabat tersayang Siti Nur Jannah Sihotang, S.TP, Khasya Rahmi Sitompul, S.TP, Riris Marito, S.TP dan teman-teman seperjuangan ITP 2010, abang kakak 2009, dan adik-adik 2011 hingga 2013 atas kebersamaannya.

6. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2015 Penulis

(7)

Hal

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan ... 18

BAHAN DAN METODA ... 20

Pelaksanaan Penelitian... 22

Persiapan tepung ... 22

Proses produksi wafer ... 22

Pengamatan dan Pengukuran Data... 25

Kadar air (AOAC, 1995) ... 25

Kadar abu (SNI-0103451-1994) ... 25

Kadar protein (Metode Kjeldahl) (AOAC, 1995) ... 26

Kadar lemak (AOAC, 1995) ... 27

Kadar serat kasar (AOAC, 1995) ... 27

Analisis tekstur (Texture Profile) ... 28

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Karakteristik Sensoris Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf yang Berbeda...

Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik aroma flat wafer ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 50

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan ... 7

2. Klasifikasi biskuit ... 15

3. Komposisi kimia biskuit per 100 g bahan ... 16

4. Komposisi bahan pembuatan wafer mocaf ... 23

5. Skala hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur ... 29

6. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik fisik flat wafer ... 30 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik fisik

flat wafer ... 30

8. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik kimia flat wafer ... 33

9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik kimia

flat wafer ... 33

10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

mocaf terhadap kadar air flat wafer ... 34

11. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf

terhadap kadar serat kasar flat wafer ... 38

12. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf

terhadap kadar karbohidrat flat wafer ... 39

13. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik sensoris flat wafer ... 40

14. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik sensoris

(10)

15. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer ... 41

16. Pengaruh interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer... 42

17. Hasil uji Dunnet flat wafer dari tepung komposit mocaf dengan jenis mocaf yang

berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu)... 46

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Pengering Hybrid ... 10 2. Pengering Tungku ... 10 3. Diagram alir pembuatan flat wafer kasava termodifikasi... 24 4. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap tekstur flat

wafer ... 31

5. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar air flat wafer ... ... 34

6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar protein

flat wafer ... ... 36 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar lemak flat

wafer ... 37

8. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer ... ... 38 9. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

(11)

10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer ...

... 41

11. Pengaruh interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer... ... 42

12. Pengaruh jenis mocaf terhadap nilai hedonik rasa flat wafer... 43

13. Pengaruh jenis mocaf terhadap nilai hedonik tekstur flat wafer ... 44

14. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap nilai hedonik tekstur flat wafer ... 45 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal 1. Format uji organoleptik ... 55

2. Tabel analisis ragam tekstur flat wafer ... 56

3. Tabel analisis ragam kadar air flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar air flat wafer ... ... 57

4. Tabel analisis ragam kadar abu flat wafer ... 58

5. Tabel analisis ragam kadar protein flat wafer ... 59

6. Tabel analisis ragam kadar lemak flat wafer ... 60

(12)

8. Tabel analisis ragam kadar karbohidrat flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap kadar karbohidrat flat wafer ... ... 62 9. Tabel analisis ragam nilai hedonik warna flat wafer dan uji LSR efek utama

pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik warna flat wafer... 63

10. Tabel analisis ragam nilai hedonik aroma flat wafer dan uji LSR efek utama pengaruh jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap nilai hedonik aroma flat wafer ... ... 64 11. Tabel analisis ragam nilai hedonik rasa flat wafer...

65

12. Tabel analisis sidik ragam nilai hedonik tekstur ... 66

13. Hasil uji Dunnet perbandingan kadar air flat wafer dari tepung komposit

mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 66

14.Hasil uji Dunnet perbandingan kadar serat kasar flat wafer dari tepung

komposit mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 67

15. Hasil uji Dunnet perbandingan kadar karbohidrat flat wafer dari tepung komposit

mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 68

16. Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik warna flat wafer dari tepung komposit

mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 68

17. Hasil uji Dunnet perbandingan nilai hedonik aroma flat wafer dari tepung komposit

mocaf dengan jenis mocaf yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (terigu) ... 69

(13)

ABSTRAK

Soraya Alika Purnama Sari. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer, dibimbing oleh Ridwansyah dan Terip Karo-Karo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktorial dengan 16 taraf dan 3 ulangan. Perlakuan berupa jenis mocaf (M1= Matahari; M2= ERK-Hybrid; M3= Kombinasi [ERK-hybrid dan tungku]; M4= Tungku), perbandingan tepung terigu dengan mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) dan penggunaan 100% terigu sebagai kontrol. Parameter yang dianalisa adalah tekstur, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, uji hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi tepung terigu yang digunakan maka sifat fisik, kimia, dan sensoris flat wafer semakin mendekati kontrol. Flat wafer yang terbaik dihasilkan dari mocaf dengan metode pengeringan matahari dengan perbandingan tepung terigu dan mocaf 50%:50% (M1P2).

Kata Kunci : Flat wafer, mocaf, terigu, metode pengeringan

ABSTRACT

SORAYA ALIKA PURNAMA SARI. The effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristic of flat wafer, supervised by Ridwansyah and Terip Karo-Karo.

This research was aimed to find out the effect of ratio wheat flour and various types of modified cassava flour on the physical, chemical and sensory characteristics of flat wafer. This research had been performed using the completely randomized design with 16 treatment and 3 repetition. The treatment were the various types of mocaf such as (M1= Sunlight; M2= [Greenhouse effect-hybrid] ; M3= Combination [Greenhouse effect-hybrid and stove] ; M4= Stove), and the ratio between the wheat flour and mocaf (P1= 75%:25% ; P2= 50%:50% ; P3= 25%:75% ; P4= 100% mocaf) and 100% of wheat flour as control. Parameters analyzed were texture, water content, ash content, protein content, fat content, crude fiber content, carbohydrate content, hedonic test (colour, aroma, flavor, and texture).

The results showed that the more wheat flour used, so the physical, chemical, and sensory of the flat wafer getting much closer to the control. The best flat wafer had been produced by mocaf that using the sunlight drying method with ratio wheat flour and mocaf of 50%:50% (M1P2).

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

di Indonesia adalah umbi-umbian seperti singkong atau ubi kayu. Sumatera Utara

merupakan salah satu penghasil ubi kayu yang potensial di Indonesia. Produksi ubi kayu

di Sumatera Utara adalah 1.192.124 ton pada tahun 2012 , Pada 2013 sebesar 1.518.221

dan 1.383.346 ton pada 2014 (Statistik Pertanian, 2015). Sentra ubi kayu di Sumatera Utara ada 6 kabupaten yaitu : Simalungun, Karo, Langkat, Deli Serdang, Serdang

Bergadai, dan Kota Binjai (BPS, 2012). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap

terigu, dan pengembangan pangan berbasis sumber daya lokalita, ubi kayu merupakan

alternatif diversifikasi pangan pada bahan pangan lokal. Ubi kayu merupakan salah satu

potensi lokal yang memiliki prospek yang cerah. Namun ubi kayu segar memiliki nilai

ekonomi yang sangat rendah pada saat panen raya, karena itu perlu suatu upaya

meningkatkan nilai tambah (added value) dari ubi kayu dengan mengolah menjadi

beranekaragam produk seperti tepung mocaf (Setiavani, 2013).

Tepung Mocaf dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu. Kata

mocaf sendiri merupakan singkatan dari “Modified Cassava Flour” yang berarti tepung

singkong yang dimodifikasi. Tepung mocaf adalah tepung singkong yang telah

dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi, sehingga dihasilkan tepung singkong dengan

karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau

campuran terigu 30 % – 100 % dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu

20-30%. Dibandingkan dengan tepung singkong biasa atau tepung gaplek, tepung mocaf

(15)

Kunci rahasia pembuatan tepung mocaf adalah terletak pada proses fermentasi yang

menyebabkan tepung mocaf memiliki tekstur yang berbeda dengan tepung singkong

biasa. (Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Timur, 2012).

Pengeringan merupakan proses yang umum dilakukan dalam pembuatan tepung

ubi kayu. Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan sampai

mencapai jumlah tertentu. Suhu merupakan faktor pengeringan utama yang memberikan

pengaruh terhadap kualitas tepung kasava. Pengaruh pengeringan terhadap mutu dan

sifat fisiko kimia tepung ubi kayu tergantung pada suhu dan metode pengeringan yang

dilakukan.

Penggunaan tepung kasava termodifikasi masih jarang dilakukan sebagai bahan

baku oleh para produsen makanan khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan suatu

gambaran bahwa proses pembuatan tepung kasava termodifikasi sebagai bahan baku

pengganti fungsi terigu perlu dilakukan. Dengan demikian ketergantungan terhadap

terigu dapat dikurangi dan penggunaan bahan pangan lokal seperti ubi kayu yang

menjadi bahan dasar pembuatan tepung kasava termodifikasi diharapkan memiliki nilai

yang tinggi dan dapat menambah pendapatan para petani.

Proses pembuatan tepung kasava termodifikasi oleh para petani lokal masih

menggunakan teknologi sederhana, seperti dalam proses pengeringan chips ubi kayu

masih mengandalkan sinar matahari langsung. Proses pengeringan ini sangat tergantung

akan keadaan cuaca dan cenderung mudah terkontaminasi oleh mikroba. Selain itu

pengontrolan terhadap proses pengeringan ini juga sulit dilakukan karena harus

dikontrol hampir setiap waktu agar proses pengeringannya sempuna. Banyaknya

kendala yang ditemui dalam proses pengeringan dengan sinar matahari membuat para

(16)

munculnya ide baru dalam proses pengeringan chips kasava seperti pemanfaatan panas

dari tungku penggorengan keripik yang biasa dilakukan oleh usaha kecil menengah

yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pengeringan dengan menggunakan sisa panas

dari tungku penggorengan keripik yang dilakukan dengan bahan bakar kayu. Pada

proses penggorengan keripik singkong, panas dari tungku setelah selesai penggorengan

biasanya dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Oleh karena itu panas yang

terbuang ini dapat digunakan sebagai sumber energi panas pada alat pengering untuk

dimanfaatkan dalam proses pengeringan dari chips kasava.

Perbedaan suhu pengeringan dan cara pengeringan akan memberikan pengaruh

yang berbeda-beda terhadap mutu dan sifat fisiko kimia tepung kasava yang dihasilkan.

Perbedaan suhu dapat terjadi dari metode pengeringan yang berbeda. Berlatar belakang

hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian pengaruh perbedaan metode pengeringan

terhadap mutu dan sifat fisiko kimia tepung kasava terfermentasi.

Dengan penerapan teknologi pangan secara tepat, singkong dapat diproses

menjadi produk - produk olahan dan awetan yang makin bervariasi, bernilai guna, dan

berdaya guna. Sifat tanaman singkong yang mudah tumbuh serta bukan merupakan

tanaman musiman, sangat mendukung penyediaan bahan.

Salah satu penerapan teknologi pangan yaitu mengembangkan tepung komposit

kasava termodifikasi yang diolah menjadi wafer. Wafer merupakan panganan yang

banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Wafer pada umumnya terbuat dari

bahan dasar tepung terigu dimana terigu merupakan produk import terbesar di

Indonesia. Untuk mengurangi kuota import terigu tersebut dilakukan pemanfaatan

bahan baku lokal sebagai bahan dasar dalam pembuatan wafer dengan menggunakan

(17)

termodifikasi diharapkan dapat menghasilkan produk yang inovatif, memiliki kualitas

yang tinggi dan dapat mengurangi penggunaan dari terigu sebagai bahan dasar tunggal

dalam pembuatan wafer.

Perumusan Masalah

Wafer merupakan salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat

Indonesia. Bahan dasar yang umumnya digunakan dalam proses pembuatannya adalah

tepung terigu. Hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan impor akan tepung

terigu. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan

tepung kasava termodifikasi sebagai bahan dasar dalam pembuatan wafer sehingga

dapat mengurangi konsumsi tepung terigu yang tinggi. Oleh karena alasan itu, maka

penulis membuat penelitian mengenai pengaruh perbandingan tepung terigu dan

berbagai jenis mocaf terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori flat wafer.

Pengeringan chips singkong dalam membuat tepung singkong ataupun kasava

termodifikasi sering kali menjadi kendala para petani kecil karena mengandalkan sinar

matahari. Sehingga produksi tepung akan terbatas jika musim hujan. Oleh karena itu

dilakukan cara pengeringan yang berbeda salah satunya dengan menggunakan sisa

panas tungku yang dihasikan saat penggorengan keripik, pengeringan matahari, hybrid,

dan kombinasi antara hybrid serta tungku penggorengan, untuk mengetahui perbedaan

sifat fisik dan kimia tepung kasava termodifikasi yang didapat dalam pembuatan flat

(18)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan tepung terigu

dan berbagai jenis mocaf serta interaksinya terhadap karakteristik fisik, kimia dan

sensori flat wafer.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pangan di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan, menjadi sumber informasi ilmiah dan rekomenda si

bagi pemerintah dan usaha kecil menengah untuk memanfaatkan tepung kasava

termodifikasi sebagai bahan pangan fungsional, sehingga dapat mendorong munculnya

produk-produk dari tepung kasava termodifikasi yang lebih bervariasi serta dapat

meningkatkan nilai jual masing-masing komoditas tersebut dan dapat meningkatkan

pendapatan para petaninya.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh perbandingan tepung terigu dan berbagai jenis mocaf serta

interaksi keduanya terhadap karakteristik fisik, kimia dan nilai sensoris flat wafer yang

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Mocaf

Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung

singkong yang dimodifikasi. Secara definitif, mocaf adalah produk tepung dari singkong

(Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel

singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi

selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim

pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong,

sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga

menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya

mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan

menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya

viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula,

cita rasa mocaf menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%

(Subagio, 2008).

Mocaf dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas. Mocaf tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Tepung mocaf telah dilakukan pengujian dengan uji coba substitusi tepung terigu dengan mocaf dengan skala pabrik. Hasilnya

menunjukkan bahwa hingga 15% mocaf dapat mensubstitusi terigu pada mie dengan

mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun

(20)

Komponen yang terdapat pada mocaf tidak sama persis dengan komponen yang

terkandung pada tepung terigu, antara lain kandungan gluten yang tidak dimiliki tepung

mocaf tetapi dimiliki oleh tepung terigu sebagai bahan yang menentukan kekenyalan

makanan. Mocaf mengandung sedikit protein karena berbahan baku singkong tetapi

tepung terigu yang berbahan baku gandum memiliki kadar protein yang tinggi. Tepung

mocaf mengandung karbohidrat yang tinggi dan gelasi yang lebih rendah dibandingkan

tepung terigu. Mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat), kemampuan

gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu

(Salim, 2011). Adapun nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut .

Tabel 1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan

Karakteristik Kimia Metode Pengeringan Tepung terigu

protein rendah Matahari Hybrid Tungku Kombinasi

Kadar air (%) 10,22 9,09 7,71 7,35 12

Kadar protein (%) 1,29 1,04 1,27 1,35 8,9

Kadar lemak (%) 0,78 0,54 0,72 0,88 1,3

Kadar abu (%) 0,58 0,6 0,57 0,7 0,6

Karbohidrat

Pati (%) 89,9 88,92 91,38 87,21 -

Serat (%) 2,75 2,95 2,97 2,75 2

Sumber : Ridwansyah dan Yusraini (2014)

Keberadaan tepung mocaf sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat

bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan karakteristik yang hampir sama

dengan terigu, namun dengan harga yang jauh lebih murah membuat tepung mocaf

menjadi pilihan yang sangat menarik. Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang

bisa digantikan oleh tepung mocaf (Mocaf-Indonesia, 2009).

Pengolahan tepung kasava termodifikasi secara teknis sangat sederhana, mirip

dengan cara pengolahan tepung ubi kayu konvensional, namun disertai dengan proses

(21)

kulit ubi kayu, pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap

fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan

ditepungkan sehingga dihasilkan produk tepung kasava termodifikasi (Subagio, 2006).

Metode Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering (Desrosier,1988).

Pengeringan secara alami dilakukan dengan mudah yaitu dengan menjemur

bahan yang akan dikeringkan di bawah sinar matahari. Panas yang dibutuhkan untuk

menguapkan air produk bersumber dari udara sekitar bahan dan matahari. Namun

menurut Nelwan (1997) di dalam Adawiyah (2007), terdapat beberapa kendala pada

proses pengeringan alamiah yaitu memerlukan tempat yang relatif luas, proses

pengeringan lambat karena sangat tergantung pada cuaca, tidak praktis dalam

meletakkan dan mengangkat bahan serta dapat terkontaminasi atau tercampur dengan

bahan asing atau kotor.

Pengering buatan dilakukan dengan menggunakan panas tambahan.

Keuntungannya antara lain yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat

dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, dan kondisi

pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004 di dalam Sulikah, 2007).

Adapun pengering buatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

(22)

Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan pangan atau hasil pertanian

dilakukan dengan tiga cara yaitu secara langsung, tidak langsung dan kombinasi antara

keduanya. Pada cara langsung, dimana bahan pertanian langsung menerima radiasi

matahari. Pada cara tidak langsung ialah panas dari radiasi matahari tidak langsung

memanaskan bahan, tetapi melalui permukaan fluida (udara atau air). Sedangkan

kombinasi antara keduanya merupakan bangunan tembus cahaya yang dilengkapi

dengan absorber (Witarsa, 2004).

Prinsip alat pengering surya tipe efek rumah kaca yaitu penggunaan bangunan

transparan yang berfungsi sebagai penyekat sehingga memungkinkan radiasi gelombang

pendek matahari untuk masuk dan menyekat keluar radiasi gelombang panjang. Iradiasi

surya yang terperangkap akan menaikkan suhu di dalam ruang pengering, dan panas

yang terjadi akibat gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari diserap oleh

produk, plat absorber dan komponen yang ada di dalam ruang pengering tersebut, yang

kemudian diubah menjadi gelombang panjang. Lapisan penutup transparan

memungkinkan gelombang panjang dari bahan untuk tertahan di dalam bangunan

transparan (Witarsa, 2004).

(23)

- Pengering Tungku

Pemanfaatan energi dari sisa panas tungku penggorengan dapat digunakan sebagai alternatif menggantikan energi yang berasal dari BBM dan bentuk diversifikasi energi dari UKM sehingga proses pengeringan tidak tergantung pada kondisi cuaca, cepat dan berkelanjutan. Selain itu metode pengeringan tungku ini memanfaatkan sisa panas dari tungku penggorengan, kadar air dan mutu tepung kasava yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang digunakan (Ridwansyah dan Yusraini, 2013).

Gambar 2. Pengering Tungku

Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini menunjukkan pengeringan chips

singkong pada pembuatan mocaf dengan pengeringan matahari, suhu udara rata-rata

adalah 36-46oC sedangkan suhu udara pada alat pengering buatan dengan sumber energi

panas dari tungku penggorengan ini dapat diatur agar selalu konstan yaitu 50-60oC.

Suhu diatur agar tidak terlalu tinggi, sehingga diperoleh gaplek singkong kering dengan

mutu yang baik. Pengeringan gaplek dengan alat ini setelah 4 jam menghasilkan gaplek

kering dengan kadar air 13,5% sedangkan penjemuran matahari dengan waktu 18 jam

menghasilkan kadar air 12,64%. Hasil pengamatan menunjukkan pemanfaatan energi

panas dari tungku penggorengan dengan cara menutup tungku justru dapat mengurangi

(24)

tungku penggorengan ini justru memberikan 2 manfaat yaitu sebagai sumber energi

untuk alat pengering serta mengurangi pemakaian kayu bakar (Julianti, dkk., 2011).

Penggunaan alat pengering buatan dengan memanfaatkan sisa panas tungku

penggorengan keripik sebagai sumber energi akan disempurnakan dengan perbaikan

proses meliputi pengontrolan suhu dengan menggunakan termokopel dan termostart,

sedangkan alat pengering hybrid yang digunakan mempunyai ukuran 10 x 8 m2 dengan

tinggi 2,4 m dan jumlah rak 60 ukuran 1 x 1 m. Suhu rata-rata dari pengeringan hybrid

ini berkisar 55-60oC (Riwansyah dan Yusraini, 2014).

Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2013) menunjukkan bahwa kadar air

dari proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari 10,22%, pengeringan

hybrid 9,09%, tungku 7,71% dan kombinasi hybrid dan tungku 7,35%. Derajat putih

tertinggi dihasilkan dari metode pengeringan tungku 94,45% BaSO4 dan yang terendah

pada metode pengeringan kombinasi 91,64% BaSO4. Baking expansion tertinggi

dihasilkan dari metode pengeringan hybrid 0,92 ml/g sedangkan yang terendah pada

metode tungku 0,74 ml/g. Kadar air tepung kasava yang paling rendah diperoleh dari

metode pengeringan kombinasi dan tungku, hal ini disebabkan pengeringan ini

menggunakan sisa panas dari penggorengan keripik sehingga suhu pengeringan konstan

dikisaran 45-600C. Daya serap air dan minyak untuk masing-masing metode

memberikan hasil berbeda tidak nyata. Daya serap air dan minyak untuk tepung kasava

termodifikasi juga tidak berbeda jauh dengan tepung ubi kayu tanpa fermentasi yang

menghasilkan daya serap air dan minyak masing-masing 1,20 (g/g) dan 1,26 (g/g).

Derajat putih tepung kasava termodifikasi juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata

antara metode pengeringan tungku terhadap metode pengeringan hybrid dan kombinasi.

(25)

terendah didapat pada metode pengeringan kombinasi. Nilai baking expansion berbeda

nyata pada metode pengeringan tungku terhadap ketiga metode pengeringan.

Tepung Terigu

Tepung terigu digunakan pada produk olahan pangan. Tepung terigu merupakan

tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan

gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari

tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.

Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 -

62 (Belitz danGrosch, 1987).

Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan roti dan mie.

Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah kemampuannya membentuk gluten

pada saat terigu dibasahi dengan air. Gluten digunakan sebagai bahan tambahan untuk

mempertinggi kandungan protein dalam roti. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki

adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 –

0,60% dan gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004).

Protein tepung gandum sangat unik, dimana bila tepung gandum dicampur

dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa

atau adonan koloidal yang plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan membentuk

suatu struktur spons bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan yang memuaskan.

Jenis tepung gandum yang berbeda memerlukan jumlah pencampuran (air) yang

(26)

Tepung Komposit

Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis

tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang hampir

mendekati sifat bahan dasar produk aslinya. Dalam hal ini upaya untuk menekan

ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,

konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan.

Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,

bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga memperbaiki

komposisi asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila

ditambahkan sampai sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat reologis

tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung

dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 2009).

Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini

dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi

produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam

tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan

mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi,

1989).

Wafer

Wafer merupakan salah satu jenis biskuit. Biskuit merupakan istilah yang

menunjukkan kepada sekelompok makanan ringan (snack food) berkadar air rendah

dengan tekstur renyah, terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, air,

(27)

semua produk biskuit mengandung air berkisar antara: 0,7% - 6,7%: lemak 1,9% -

30,7%; protein 5,0% - 45%; gula (sukrosa) 1,0% - 44,7%; abu 0,0% - 1,0%; garam

(NaCl) 0,2% - 3,1% (Paul dan Southgate, 1978).

Manley (1983) membagi biskuit berdasarkan pada perbandingan air dan lemak,

perbandingan antara jumlah bagian lemak terhadap tepung serta jumlah bagian gula

terhadap tepung. Perbandingan antara air dan lemak digunakan untuk mengklasifikasi

jenis adonan. Perbandingan antara jumlah bagian lemak dan gula terhadap jumlah

bagian tepung digunakan untuk mengklasifikasikan produk akhir (Tabel 2).

Wafer adalah sejenis biskuit yang tipis, dengan ketebalan antara 1 – 4 mm, yang

mempunyai struktur lembut dan renyah. Wafer tidak seperti jenis biskuit lainnya baik

dalam bentuk maupun pengolahannya. Wafer dibuat dengan proses pemanggangan yang

sangat cepat, campuran bahan-bahannya tidak disebut dough (adonan) melainkan batter

yang merupakan campuran likuid yang terdiri atas tepung, air, bahan pengembang dan

sejumlah kecil bahan lain.Wafer dipanggang diantara dua lempengan datar yang terbuat

dari besi atau baja dan lempeng chromium. Kedua lempeng tersebut disambungkan pada

satu sisi dan dikancingkan sehingga dapat tertutup dengan baik (Almond, dkk., 1991).

Tabel 2. Klasifikasi biskuit

Jenis Biskuit Deskripsi

Crackers Kandungan gula sedikit, kandungan lemak

bervariasi, tergantung tekstur yang diinginkan.

Semi sweet Kandungan gula sedang, kandungan lemak

rendah, tekstur keras, dan manis.

Short sweet Kandungan gula maupun lemak tinggi, jenis

produknya beragam.

Cookies/Rich short sweet Kandungan lemak maupun gula lebih tinggi daripada short sweet

Snaps & cruches Kandungan gula sangat tinggi, tekstur sangat keras

(28)

Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di pasaran biasanya dalam bentuk

lembaran datar yang besar yang dilapisi krim sebelum pemotongan dan mungkin juga

dilapisi lagi dengan cokelat. Bahan adonan wafer terdiri dari gula, tepung terigu, air,

garam, lemak, dan bahan lainnya. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer

adalah tepung terigu. Almond, dkk., (1991) menyatakan formula wafer terdiri atas

sekitar 40% tepung dan 60% air dengan sedikit minyak sayur, garam, lechitin, aerating

agent (soda bikarbonat) dan gula serta pewarna. Kandungan air yang tinggi

mengakibatkan komposisi lain tercampur hingga halus. Proses mixing harus dilakukan

dengan cepat pada suhu yang rendah untuk mencegah kemungkinan batter (adonan)

mengeras dan sebaiknya batter digunakan setelah 10 sampai 30 menit setelah mixing.

Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biskuit setiap 100 g dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia biskuit per 100 g bahan

(29)

Susu UHT (Ultra High Temperature), dibuat dari susu cair yang dipanaskan

dengan suhu ± 137°C. Praktis, karena awet dan tahan berbulan-bulan tanpa disimpan

dalam lemari es. Beberapa zat/substansi yang terkandung dalam susu mempunyai

pengaruh pada adonan adalah lemak menunjang elastisitas adonan. Mineral dan protein

membantu dalam penguatan gluten (Faridah, dkk., 2008).

Gula

Gula merupakan salah satu jenis pemanis yang banyak digunakan dalam setiap

pengolahan pangan. Gula mempunyai pengaruh penambah cita rasa yang nyata. Selain

sebagai penambah cita rasa, gula juga banyak digunakan dalam pengawetan

buah-buahan dan sayur-sayuran. Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi

karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa yang lebih manis.

Tapi gula lebih banyak dipakai untuk pembuatan kue dan biskuit dimana selain rasa

manis gula juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah

kue lebih lunak dan lebih basah, dan pada biskuit juga bersifat melunakkan (Buckle,

dkk., 2009).

Garam

Garam dalam pembuatan wafer berfungsi sebagai penambah rasa gurih,

pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, dan penambahan kekuatan gluten. Pengolahan

bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam dapat mencegah kerusakan

bahan pangan. Syarat garam yang baik dalam pembuatan wafer adalah harus 100% larut

dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto

(30)

Margarin

Margarin merupakan produk turunan dari lemak nabati yang merupakan emulsi

air dalam lemak yang mengandung minimal 80 % lemak. Adanya provitamin A

(beta-karoten) memberikan warna kuning pada margarin sehingga jika digunakan dalam

proses pengolahan dapat berkontribusi pada pembentukan warna kuning dari produk

yang dihasilkan. Margarin banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan.

Margarin digunakan dalam formulasi produk seperti roti, biskuit, kue kering, dimana

margarin berfungsi dalam pembentukan tekstur yang lembut dan beraroma (Kusnandar,

2010).

Telur

Dalam penggunaan telur di dalam formula wafer harus diperhitungkan kadar air

yang terkandung dalam telur itu. Kuning telur adalah bagian yang lebih padat yang

terkandung di dalamnya dan mengandung hampir semua fat dari telur itu. Kuning telur

mengandung lechitin, ini berfungsi sebagai emulsifier. Meskipun bentuknya padat,

kuning telur mengandung kadar air sebanyak 50%. Putih telur mengandung 86% air di

dalamnya. Biasanya putih telur yang lebih dekat ke kuning telur lebih kental sifatnya

daripada putih telur yang dekat dengan kulit telur (Sutrisno, 2009).

Baking powder

(31)

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan adalah pembuatan wafer dari ampok

jagung termodifikasi yang dilakukan oleh Dharma (2011). Penelitian ini bertujuan untuk

memanfaaatkan ampok termodifikasi menjadi produk pangan olahan (expanded food

product) dalam bentuk wafer dan mengetahui sifat fisik dan kimia wafer serta

penerimaan konsumen terhadap wafer. Wafer dibuat dengan campuran ampok

termodifikasi dengan tepung terigu dengan perbandingan 1 : 1 dan 1 : 3.

Hasil penelitian menunjukkan nilai kekerasan wafer tertinggi diperoleh dari

wafer dengan perlakuan A6C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 6 jam,

pragelatinisasi ω = 8 rpm ; 50% ampok) sebesar 1909,76 gf, sementara nilai kekerasan

terkecil diperoleh dari perlakuan A1C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 0 jam,

pragelatinisasi ω = 4 rpm ; 50% ampok) sebesar 980, 71 gf. Kekerasan ampok

dipengaruhi oleh jenis ampok. Nilai kerenyahan dan kekerasan wafer ampok lebih

tinggi daripada produk komersil. Kadar air wafer berada antara 3,68% - 7,34% (bk).

Kadar abu wafer relatif tinggi antara 2,56% - 3,29%(bk). Kadar protein berada antara

9,91% - 11,33% (bk). Kadar lemak wafer berada antara 19,63% (bk) - 21,86% (bk).

Kadar serat wafer ampok tergolong tinggi yakni 11,60% (bk) hingga 17,96% (bk).

Sementara kadar karbohidrat tergolong rendah yakni 44,51% (bk) hingga 51,37% (bk).

Uji organoleptik menunjukkan penerimaan panelis terhadap wafer ampok berada pada

kisaran netral. Wafer yang paling disukai berasal dari formula C1 (25% ampok),

sementara wafer formula C2 (50% ampok) kurang diminati. Kadar ampok yang

(32)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Oktober 2014 di Laboratorium

Analisa Kimia Bahan Pangan dan di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,

sedangkan pengujian analisis tekstur wafer yang dilakukan meliputi uji kekerasan

menggunakan alat Instron UTM 1140 dilakukan di CV Chemix Pratama, Yogyakarta.

Bahan Penelitian

Bahan untuk pembuatan wafer diantaranya adalah tepung kasava termodifikasi,

tepung terigu, telur, margarin, gula, garam, baking powder, dan susu cair. Bahan kimia

untuk analisis adalah H2SO4 0,325N, NaOH 1,25 N, kertas Whatman No. 41, heksan,

etanol, indikator phenolphthalein, dan akuades.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cone maker CH-1, oven

pengering, saringan 80 mesh, mixer, timbangan analitik, cawan aluminium, cawan

porselin, hot plate, erlenmeyer, alat-alat glass, Soxhlet, labu Kjeldahl, tanur, alat

sentrifuge, dan termometer.

Metode Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

dua faktor, yaitu :

(33)

M1 = Mocaf yang dikeringkan dengan matahari

M2 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengering hybrid

M3 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengeringan kombinasi antara hybrid dan

tungku

M4 = Mocaf yang dikeringkan dengan pengering tungku

Faktor II : Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Mocaf (P), yang terdiri dari 4 taraf

:

P1 = 75% : 25%

P2 = 50% : 50%

P3 = 25% : 75%

P4= 0 % : 100%

2. Dari hasil analisis yang didapat, perlakuan dengan hasil interaksi yang

berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Dunnet untuk melihat adanya

perbedaan dengan flat wafer yang dibuat menggunakan tepung terigu (kontrol).

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua

faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk= µ + αi + βj+ (αβ)ij+ εijk

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor M pada taraf ke-i

(34)

(αβ)ij : Efek interaksi faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji

dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan tepung

Persiapan tepung dilakukan dengan pengayakan tepung kasava menggunakan

ayakan 80 mesh.

Tepung kasava dari berbagai metode pengeringan tersebut dikombinasikan

dengan tepung terigu dicampur dengan komposisi sesuai dengan perlakuan

menggunakan mixer.

Proses produksi wafer

Pembuatan wafer dilakukan dengan menggunakan tepung kasava termodifikasi

dan tepung terigu sebagai perbandingan. Bahan tambahan yang digunakan meliputi

margarin, telur, gula, baking powder, garam, dan susu. Komposisi bahan seperti

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 4. Komposisi bahan pembuatan wafer mocaf

Komposisi Jumlah

(35)

Tepung kasava termodifikasi maupun tepung terigu ditambahkan baking powder

dan garam lalu diaduk hingga merata. Pada tempat terpisah diaduk margarin, gula, dan

telur yang sebelumnya telah dikocok. Kedua adonan ini dicampur hingga merata sambil

ditambahkan susu sedikit demi sedikit hingga kekentalan tertentu sehingga

memudahkan proses homogenisasi adonan. Adonan yang telah homogen didiamkan

selama 30 menit sebelum dicetak.

Pembuatan wafer dilakukan dengan menggunakan alat cetak cone baker tipe

CB-1H. Adonan sebanyak 20 g dituangkan ke permukaan alat dan diratakan sedemikian

dengan ketebalan yang relatif sama (± 3 mm) hingga menutupi permukaan alat cetak.

Waktu pemanggangan pada penelitian ini adalah selama 4 menit. Diagram alir

pembuatan wafer disajikan pada Gambar 3.

(36)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan flat wafer kasava termodifikasi

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada wafer

dilakukan pengujian fisik (tekstur), pengujian kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak,

kadar protein, kadar serat kasar), dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur).

Kadar air (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah

dikeringkan selama satu jam pada suhu 105oC dan telah diketahui beratnya. Sampel

tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam

desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan

berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar Air = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100 Berat sampel awal

Pencetakan dan pemanggangan selama 4 menit Pengamatan sifat kimia flat

(37)

Kadar abu (SNI-01-3451-1994)

Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah

diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam

desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas electric stove kira-kira 1 jam, mula-mula

api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi

perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya

580 - 620oC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven

pada suhu sekitar 100oC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan

dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya.

Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga diperoleh perbedaan berat antara dua

penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0.001 g. Kadar abu dihitung dengan formula

sebagai berikut.

Kadar abu =

(g) sampel bobot

(g) abu bobot

x 100 %

Kadar protein (Metode Kjeldahl) (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam

labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, satu g katalis

dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih.

Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%. kemudian dibilas dengan air suling. Labu

erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan

ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan

metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1. Ujung tabung kondensor

(38)

ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit

air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai

terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara

yang sama.

Kadar Protein = (A-B) X N X 0,014 X 6,25 x 100% Bobot Sampel

Keterangan:

A = ml NaOH untuk tittrasi blanko

B = ml NaOH untuk titrasi sampel

N = Normalitas NaOH

Kadar lemak (AOAC, 1995)

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g

dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat

kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan

dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai

pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu

lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil

ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat yang tetap,

kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar

(g) Sampel Bobot

(g) Lemak Bobot

Lemak  x 100 %

Kadar serat kasar (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian

ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan hot plate selama 30 menit pada

(39)

dihidrolisis selama 30 menit. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41

yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci

berturut-turut dengan air panas. Kertas saring dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 3 jam,

pengeringan dilanjutkan sampai bobot tetap. Kemudian dihitung dengan rumus :

Serat Kasar = ((A-B)/C) x 100%

Keterangan :

A = bobot kertas saring dan serat

B = bobot kertas saring

C = bobot sampel awal

Analisis tekstur (Texture Profile)

Alat yang digunakan adalah Instron UTM 1140 dengan dua jenis probe.

Pengukuran kekerasan diukur dengan probe jenis anvil compresion dengan load cell 50

kg. Grafik dihasilkan setelah contoh wafer ditekan masing-masing 2 kali. Penekanan

pertama dilakukan sampai wafer pecah, sedangkan penekanan pada contoh kedua hanya

sampai wafer akan pecah. Selama penekanan berlangsung beberapa detik akan

dihasilkan grafik dengan sumbu vertikal menunjukkan gaya (kg) dan sumbu horizontal

menunjukkan jarak (mm) yang bersesuaian dengan lama waktu penekanan (detik).

Pengukuran kekerasan berdasarkan kepada :

1 kg berat = 1 kg x grafitasi

1 kg berat = 1 kg massa x 9,8 m / det2

1 N = 1 kg massa x 1 m / det2

1 kg berat = 9,8 N

(40)

Uji organoleptik (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik dilakukan terhadap 20 orang panelis agak terlatih yang

merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Parameter yang diuji

meliputi rasa, aroma, tekstur, dan penerimaan umum. Masing-masing panelis diminta

untuk menilai setiap sampel berupa wafer yang telah disediakan. Skala hedonik untuk

parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skala hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur

Keterangan Skala hedonik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf yang Berbeda

Karakteristik fisik flat wafer yang diamati adalah tekstur. Pengukuran tekstur

dilakukan dengan menggunakan alat Instron UTM 1140 dengan dua jenis probe. Hasil

penelitian menunjukkan pengaruh jenis mocaf yang ditambahkan memberikan pengaruh

yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap terhadap nilai tekstur (Newton) wafer yang

dihasilkan (Tabel 6), sedangkan perbandingan terigu dan mocaf memberikan pengaruh

berbeda sangat nyata (P<0,01) (Tabel 7).

Tabel 6. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik fisik flat wafer

Jenis Mocaf Tekstur

M1 (Matahari) 9,81 ± 0,32aA

M2 (Hybrid) 9,89 ± 0,49aA

M3 (Kombinasi) 10,11 ± 0,80aA

M4 (Tungku) 9,98 ± 0,65aA

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan, tekstur terdiri dari 2 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) .

Tabel 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik fisik

flat wafer

Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf Tekstur

P1 = 75% : 25% 9,37 ± 0,04cC

P2 = 50% : 50% 9,75 ± 0,02bB

P3 = 25% : 75% 9,98 ± 0,06aA

P4 = 0% : 100% 10,69 ± 0,49aA

(42)

Tekstur

Jenis mocaf yang ditambahkan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata

(P>0,05) terhadap terhadap nilai tekstur (Newton) sedangkan perbandingan terigu dan

mocaf memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai tekstur wafer

yang dihasilkan (Lampiran 2). Gambar 4 menunjukkan bahwa secara umum wafer yang

dibuat dari mocaf mempunyai nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan wafer yang

dibuat dari terigu. Perlakuan P4 memberikan nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan

perlakuan lainnya. Nilai tekstur flat wafer yang tinggi menunjukkan flat wafer semakin

keras. Hal ini disebabkan tepung yang digunakan terdiri dari tepung yang bebas gluten

sedangkan terigu mengandung gluten, sehingga semakin banyak jumlah mocaf maka,

nilai tekstur flat wafer lebih tinggi (lebih keras) daripada flat wafer yang dibuat dengan

komposisi terigu yang lebih banyak.

Gambar 4. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap tekstur flat wafer

Mc Willliams (2001) menyatakan tepung terigu merupakan komponen utama

pada sebagian besar adonan biskuit, sereal, dan kue kering. Terigu memberikan tekstur

yang elastis karena kandungan glutennya dan menyediakan tekstur padat setelah

(43)

tepung lainnya. Air terikat oleh pati ketika terjadi gelatinisasi dan akan hilang pada

saat pemanggangan. Hal inilah yang menyebabkan adonan menjadi renyah pada produk

panggang.

Pada tepung terigu, kadar air yang dimiliki sekitar 11-14%, serealia dalam

keadaan cukup masak dan kering. Lebih tinggi dari itu akan mudah ditumbuhi

cendawan dan cepat rusak (Makfoeld 1982). Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini

(2013) menunjukkan kadar air mocaf dari empat metode pengeringan berkisar 7-10%.

Hal ini menunjukkan bahwa penyebab flat wafer dari tepung komposit kasava

termodifikasi memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi karena kadar air dalam produk

yang dihasilkan lebih rendah daripada kontrol.

Karakteristik Kimia Flat Wafer dari Tepung Komposit Mocaf dengan Jenis Mocaf

yang Berbeda

Hasil penelitian menunjukkan jenis mocaf memberikan pengaruh berbeda sangat

nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar lemak, dan kadar karbohidrat flat wafer dan

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar, kadar

abu, dan kadar protein. Perbandingan terigu dan mocaf yang ditambahkan memberikan

pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak,

kadar karbohidrat, kadar serat kasar flat wafer, dan memberikan pengaruh berbeda tidak

(44)

Tabel 8. Pengaruh jenis mocaf terhadap karakteristik kimia flat wafer

Parameter M Jenis Mocaf

1(Matahari

) M2(Hybrid)

M3(Kombinasi

) M4(Tungku)

Kadar air (%bk) 3,34±1,30aA 2,93±1,16aA 3,02±1,06bB 3,30±1,10bB

Kadar abu (%bk) 2,72±0,16aA 2,77±0,09aA 2,63±0,04aA 2,76±0,07aA

Kadar protein (%bk) 9,58±2,03aA 9,50±2,26aA 9,62±2,24aA 9,33±2,55aA

Kadar lemak (%bk) 8,67±1,24aA 8,64±1,26aA 8,61±1,20aA 8,58±1,28aA

Kadar serat kasar (%bk) 2,18±0,06aA 2,19±0,05aA 2,20±0,01aA 2,21±0,25aA Kadar karbohidrat

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Tabel 9. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap karakteristik kimia

flat wafer

Kadar abu (%bk) 2,60±0,01 2,66±0,00aA 2,67±0,11aA 2,77±0,08aA 2,78±0,14aA

Kadar protein (%bk) 13,18±0,40 12,15±0,05aA 10,47±0,32bB 8,34±0,26cC 7,07±0,56dD

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang kecil pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Kadar air

Hasil analisis ragam kadar air pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa interaksi

antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan pengaruh

yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air flat wafer yang dihasilkan.

Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf terhadap

(45)

bahwa peningkatan jumlah tepung kasava termodifikasi yang ditambahkan akan

menurunkan kadar air flat wafer. Hal ini dikarenakan kadar air dalam tepung kasava

termodifikasi memang lebih rendah dari terigu. Ini sesuai dengan hasil penelitian

Ridwansyah dan Yusraini (2014) yang menunjukkan bahwa kadar air tepung mocaf

yang dikeringkan dengan empat macam metode pengeringan mempunyai kadar air

antara 7,35%-10,22% sedangkan tepung terigu mempunyai kadar air sebesar 12%.

Kadar air merupakan faktor penting yang mempengaruhi daya simpan wafer. Menurut Muchtadi (1989) semakin tinggi kadar air pada suatu bahan pangan maka semakin mudah bahan pangan tersebut mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi karena mikroorganisme mendapatkan air yang cukup untuk bertahan hidup dan merusak pangan, sehingga terjadi pembusukan ataupun penjamuran. Salah satu cara pengawetan pangan yang tertua adalah mengurangi kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan baik secara modern maupun secara konvesional.

Tabel 10. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf

terhadap kadar air flat wafer

Jenis Mocaf

Kadar Air

Rataan (M) Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf

P1

(46)

Gambar 5. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

mocaf terhadap kadar air flat wafer

Kadar abu

Hasil analisis ragam kadar abu pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa jenis

mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf serta interaksinya memberikan

pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu flat wafer yang dihasilkan.

Kadar protein

Hasil analisis ragam kadar protein pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa jenis

mocaf memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein flat

wafer yang dihasilkan, sedangkan perbandingan tepung terigu dan mocaf memberikan

pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein flat wafer yang

dihasilkan.

Lampiran 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin banyak tepung terigu

dalam flat wafer yang digunakan maka kadar protein semakin tinggi. Hal ini sesuai

dengan penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2014) dimana hasil pengujian kadar

(47)

tepung mocaf dengan berbagai metode pengeringan (Tabel 1). Terigu mengandung

gluten yang mana menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten,

semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu,

yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis

gandumnya seperti untuk cake dan wafer menggunakan tepung terigu dengan kadar

protein 8-9%.

Gambar 6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar protein flat wafer

Kadar lemak

Hasil analisis ragam kadar lemak pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis

mocaf memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak flat

wafer yang dihasilkan, tetapi perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan

pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak flat wafer yang

dihasilkan.

Lampiran 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa secara umum kadar lemak flat

(48)

yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan tepung terigu mengandung lemak dengan jumlah

yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu. Berdasarkan Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan RI (2004) yang menyatakan bahwa tepung terigu mengandung

lemak sebesar 1,3 g sedangkan ubi kayu mengandung lemak sebesar 0,3 g. Hasil ini

juga sejalan dengan penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2014) yang menunjukkan

bahwa tepung terigu memiliki kadar lemak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

tepung mocaf dengan berbagai metode pengeringan (Tabel 1).

Gambar 7. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan mocaf terhadap kadar lemak flat wafer

Kadar serat kasar

Hasil analisis ragam kadar serat kasar pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa

interaksi antara jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf memberikan

yang pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar flat wafer

yang dihasilkan. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 8.

(49)

maka akan semakin tinggi kadar serat kasarnya. Ridwansyah dan Yusraini (2014)

menyatakan bahwa kadar serat kasar tepung mocaf dengan berbagai metode

pengeringan berkisar antara 2,75%-2,97% sedangkan kadar serat kasar tepung terigu

adalah sebesar 2% (Tabel 1).

Tabel 11 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa pada perbandingan tepung terigu

dan mocaf yang sama, jenis mocaf memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

terhadap kadar serat kasar flat wafer yang dihasilkan.

Tabel 11. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan mocaf

terhadap kadar serat kasar flat wafer

Jenis Mocaf

Kadar Serat Kasar

Rataan (M) Perbandingan Tepung Terigu : Mocaf

P1

2,20fgDE 2,20fgDE 2,28deD 2,19aA M3

(Kombinasi) 2,05

hE

2,27defDE 2,40efgDE 2,62 efgDE 2,20aA

M4 (Tungku) 1,74 kI

2,27cC 2,32bB 2,40aA 2,21aA

Rataan (P) 2,06dC 2,21cB 2,24bB 2,269aA

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR

Gambar 8. Pengaruh interaksi jenis mocaf dan perbandingan tepung terigu dengan

mocaf terhadap kadar serat kasar flat wafer

Gambar

Tabel 4. Komposisi bahan pembuatan wafer mocaf
Gambar 3. Diagram alir pembuatan  flat wafer kasava termodifikasi
Tabel 5. Skala hedonik untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur
Gambar 4. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan  mocaf  terhadap  tekstur  flat wafer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam skripsi ini objek yang dianalisis adalah Analisis Kebutuhan terhadap satu mata kuliah di jurusan Sastra Inggris di USU yaitu Metode Pengajaran Bahasa

Subjek menganggap bahwa invers dari elemen adalah kebalikannya, dari hasil wawancara peneliti kepada subjek.Setelah menunjukkan sifat tertutup, sifat

dukungan sosial yang diberikan keluarga kepada mantan pecandu narkoba dalam. mencegah

Skripsi Pengaruh Beberapa Harga pH dari Dapar fosfat terhadap stabilitas tetrasiklina ....

dapat diketahui bahwa responden menyatakan teknik konseling KB yang dilakukan petugas kesehatan secara lengkap sebanyak 25 orang (83.3%) dan 22 orang (73.3%) diantaranya memilih

pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai postes keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dan rata-rata

BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI KELAS VIII SMPN 2 SUMBERGEMPOL. TULUNGAGUNG TAHUN