• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legalitas Jual Beli Tanah Pertanian Berdasarkan Hukum Adat : Studi Pada Masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Legalitas Jual Beli Tanah Pertanian Berdasarkan Hukum Adat : Studi Pada Masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

RINTHUS MANURUNG

117011043/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINTHUS MANURUNG

117011043/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 117011043

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RINTHUS MANURUNG

Nim : 117011043

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : LEGALITAS JUAL BELI TANAH PERTANIAN

BERDASARKAN HUKUM ADAT : STUDI PADA

MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :RINTHUS MANURUNG

(6)

i

Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam hukum tanah telah tercipta kesatuan hukum (unifikasi) dibidang pertanahan yaitu keseragaman hak karena tidak dibedakan lagi tanah dengan hak barat atau dengan hak adat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelaksanaan jual beli tanah pertanian masih dilakukan berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?, Bagaimana pelaksanaan jual beli tanah pertanian di kalangan masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?, dan Bagaimana legalitas jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut metode pendekatan yang dipakai adalah metode pendekatanyuridis empirisyaitu penelitian terhadap efektivitas hukum dengan mempelajari peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan (field research) yaitu masyarakat di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir yang melakukan jual beli tanah pertanian. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai maka penelitian ini bersifatdeskriptif Analitisyaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik, atau faktor-faktor tertentu.

(7)

ii

dan Pembuat UU) agar melaksanakan PRONA dan melakukan penyuluhan hukum ke lokasi penelitian tentang setiap peralihan tanah harus dibuat di hadapan PPAT.

(8)

iii

Agraria, the unification of law in the field of land in the form of the uniform of right has been created that there is no more difference between the land with western rights and the land with customary rights.

Based on the background above, the problems solved in this study were what factors did cause the agricultural land trading business implemented based on adat law in the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District? How did the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District implement the agricultural land trading business among them?, and how legal was the agricultural land trading business activity based on Adat Law for the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District?

To answer these questions, this study employed the empirical juridical approach to research the effectiveness of law by studying the regulations related to the data and behavior existing and developing in the community members. The data for this study were obtained directly from the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District doing the agricultural land trading business . through field research. The purpose of this descriptive analytical study was to systematically, factually and accurately describe the nature, characteristic or certain factors belong to the certain population or certain area.

(9)

iv

(10)

v

penelitian dan penulisan tesis ini dengan baik. Karena banyak hal yang dilalui saat penyelesaian tesis ini.

Adapun judul tesis ini adalah :LEGALITAS JUAL BELI TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT : STUDI PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR, dengan tujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat masukan yang membangun demi melengkapi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih dengan hati yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian tesis ini yaitu kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku Rektor atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini; 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

(11)

vi

Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Penguji yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran, arahan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, Mkn, selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran, arahan dan saran dalam penyelesaian tesis ini;

7. Bapak Rajinus Sirait, SH, selaku Sekcam Kecamatan Uluan, Bapak Wilmar Sirait selaku Kepala Desa Marom, Bapak Laurensius Manurung selaku Kepala Desa Sibuntuon, Bapak Maruli Manurung selaku Kepala Desa Partoruan Janji Matogu, Bapak Binsar Manurung selaku Kepala Desa Dolok Nagodang, Bapak Maraden Sitorus selaku Kepala Desa Lumban Holbung, Bapak Pdt.W.J. Sirait selaku Pengetua Adat Desa Marom, Op. Lentina Manurung selaku Pengetua Adat Desa Sibuntuon, Bapak Eduard Hutabarat SH, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir, Bapak Riduan Pieter Siahaan, A.Ptnh, selaku Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kabupaten Toba Samosir, Bapak Muara Pakpahan, B.A., selaku mantan Camat Uluan (2006 s/d 2010), Bapak Porman Manurung selaku Sekdes Desa Sibuntuon, Bapak Benson Sirait selaku Sekdes Marom, dan seluruh warga masyarakat sebagai responden yang telah memberikan masukan, data-data dan informasi-informasi sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan.

8. Para Guru Besar serta seluruh Dosen Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan.

(12)

vii

Ibunda S. Situmorang, yang telah memberikan Doa, dukungan, pengorbanan dan kesabaran dalam memberikan motivasi baik secara lahiriah maupun bathiniah serta didikan yang amat sangat berguna sehingga dapat menyelesaikan program studi ini dengan baik.

11. Kepada Abang, Kakak dan Adek-adekku tersayang, Kakak Ipar, Abang Ipar dan Adek Ipar, yang telah memberikan Doa, dukungan dan motivasi moral, serta kesabaran terhadap penulis.

12. Para sahabat dan teman-teman mahasiswa pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memberikan motivasi dan dukungan baik secara moril maupun spritual dalam menyelesaikan perkuliahan khususnya ka Clara Helmi Sihite, SH, MKn dan ka Diana Hasibuan SH.

13. Semua pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung membantu dalam menyelesaikan penulisan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga perhatian dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis juga menyadari tesis ini jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis berhap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2013 Penulis,

(13)

viii

1. Nama : Rinthus Manurung

2. Tempat/Tanggal Lahir : Sibuntuon, 12 Desember 1981

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Kristen Protestan

5. Alamat : Jl. Bahagia Gg. Angkir No. 100, Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru, Kota Medan

6. Anak ke : 3 dari 7 bersaudara

7. Nama Ayah : B. Manurung, Amd

8. Nama Ibu : S. Situmorang

9. Alamat Orangtua : Desa Sibuntuon, Kec. Uluan, Kab. Tobasa 10. Pekerjaan Orangtua : Pensiunan (PNS)

B. KETERANGAN PENDIDIKAN

1. Tahun 1988-1994 : SD Negeri No. 173685 Marom Tapanuli Utara 2. Tahun 1994-1997 : SMP Negeri 3 Lumban Julu Tapanuli Utara 3. Tahun 1997-2000 : SMU Swasta Katolik Trisakti Medan 4. Tahun 2000-2004 : S-1 Fakultas Hukum Universitas Katolik

St.Thomas Sumatera Utara

(14)

ix

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR ISTILAH ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

1. Kerangka Teori ... 9

2. Konsepsi ... 18

G. Metode Penelitian ... 19

1. Sifat Penelitian ... 19

2. Metode Pendekatan ... 20

3. Lokasi Penelitian ... 20

4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Alat Pengumpulan Data ... 23

(15)

x

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 26

1. Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir ... 26

2. Keterangan Singkat Lokasi Penelitian ... 31

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Jual Beli Tanah Pertanian Masih Dilaksanakan Berdasarkan Hukum Adat pada Masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir... 40

1. Faktor Kebiasaan (tradisi) ... 41

2. Faktor Tidak Adanya PPAT/PPAT Sementara di Kecamatan Uluan ... 42

3. Faktor Tidak Adanya Penyuluhan Hukum ... 44

4. Faktor Kepercayaan ... 46

5. Faktor Kepemilikan Sertifikat ... 48

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH PERTANIAN DI KALANGAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA DI KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR 51 A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah Pada Umumnya 51 1. Pengertian Jual Beli Tanah Menurut UUPA ... 51

2. Prosedur Pelaksanaan Jual Beli Tanah menurut UUPA 53 3. Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat ... 58

B. Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Kalangan Masyarakat Adat Batak Toba Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir ... 64

BAB IV LEGALITAS JUAL BELI TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR ... 82

(16)

xi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 110

(17)

xii

BPN : Badan Pertanahan Nasional

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

BW :Burgerlijk Wetboek

DATI II : Daerah Tingkat dua

dll. : Dan lain-lain

DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Drs. : Doktorandus

Jo. :Juncto(tunggal)

Km : Kilo meter

KTP : Kartu Tanda Penduduk

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Ha :Hekto Are(Hektare)

M : Meter

MARI : Mahkamah Agung Republik Indonesia

Menhut : Menteri Kehutanan

MK : Mahkamah Konstitusi

Permen : Peraturan Menteri

Permenag : Peraturan Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Perpu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PNS : Pegawai Negeri Sipil

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPATS : Pejabat Pembuat Akta Tanah Semetara

PPh : Pajak Penghasilan

PP : Peraturan Pemerintah

PRONA : Proyek Operasi Nasional Agraria

Sekcam : Sekretaris Camat

Sekdes : Sekretaris Desa

SK : Surat Keputusan

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

SMU : Sekolah Menengah Umum

SPPT : Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

Stbld. :Staatsblad(lembaran negara)

STM : Sekolah Teknik Mesin

UUD : Undang-Undang Dasar

(18)

xiii

berwarna merah hati

Batage : Tumpukan tanah sebagai pembatas

Beslissingenleer : Keputusan

Vervalclausule : Klausula yang menggugurkan

Dalihan natolu : Tiga tungku berkaki tiga

Definitif : Dianggap pasti

Dolok : Gunung

Dondon Tua : Pemberian berupa sebidang tanah kepada

cucu pertama dari anak pertama, setelah dia meninggal dunia.

Genealogis : Kelompok yang terbentuk berdasarkan

hubungan darah

Hariara : Pemberian sawah kepada cucu yang baru

lahir

Huta : Tempat tinggal berdasarkan keturunan

Indahan arian : Pemberian berupa sebidang tanah kepada

cucu pertama pada

saat pertama kali dibawa ke tempat kediamannya

Invloed : Pengaruh

Konstitusionalitas : bersifat dasar atau pokok

Mamola Pinang : Membelah buah pinang

Mamatehon : Mengalihkan untuk selamanya

Manggadis Pate : Menjual tanpa hak menebus kembali

Manggadehon : Menggadaikan

Legal cultur : pemeliharaan sesuai hukum

library research : Penelitian Kepustakaan

Mandegeon : Menginjakkan kaki

Marbona pasogit : Berkampung halaman

Mengimplikasikan : Memperlihatkan

Pago-pago : Uang imbalan

Pago : Tiang perbatasan

Pate : Selesai, berakhir tuntas, tidak dapat diubah

lagi.

Pomparan : Keturunan

Patrilineal : Mengenai hubungan keturunan melalui

kerabat pria saja

(19)

xiv

To be sapiens is to be a comparatist : Secara sederhana, dalam berbagai tingkatannya, memperbandingkan satu

dengan yang lainnya

merupakan hal yang pasti terjadi hampir di dalam seluruh bidang kehidupan manusia

(20)

xv

desa/kelurahan tahun 2012 (ha) ... 34

Tabel II : Pengetahuan warga masyarakat terhadap keberadaan

PPAT ... 45

Tabel III : Data warga masyarakat Desa Marom sebagai responden ... 71

Tabel IV : Data warga masyarakat Desa Sibuntuon sebagai responden 72

Tabel V : Data warga masyarakat Desa Partoruan Janji Matogu

sebagai responden ... 73

Tabel VI : Data warga masyarakat Desa Dolok Nagodang sebagai

responden . ... 75

Tabel VII : Data warga masyarakat Desa Lumban Holbung sebagai

(21)

i

Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam hukum tanah telah tercipta kesatuan hukum (unifikasi) dibidang pertanahan yaitu keseragaman hak karena tidak dibedakan lagi tanah dengan hak barat atau dengan hak adat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelaksanaan jual beli tanah pertanian masih dilakukan berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?, Bagaimana pelaksanaan jual beli tanah pertanian di kalangan masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?, dan Bagaimana legalitas jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut metode pendekatan yang dipakai adalah metode pendekatanyuridis empirisyaitu penelitian terhadap efektivitas hukum dengan mempelajari peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan (field research) yaitu masyarakat di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir yang melakukan jual beli tanah pertanian. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai maka penelitian ini bersifatdeskriptif Analitisyaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik, atau faktor-faktor tertentu.

(22)

ii

dan Pembuat UU) agar melaksanakan PRONA dan melakukan penyuluhan hukum ke lokasi penelitian tentang setiap peralihan tanah harus dibuat di hadapan PPAT.

(23)

iii

Agraria, the unification of law in the field of land in the form of the uniform of right has been created that there is no more difference between the land with western rights and the land with customary rights.

Based on the background above, the problems solved in this study were what factors did cause the agricultural land trading business implemented based on adat law in the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District? How did the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District implement the agricultural land trading business among them?, and how legal was the agricultural land trading business activity based on Adat Law for the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District?

To answer these questions, this study employed the empirical juridical approach to research the effectiveness of law by studying the regulations related to the data and behavior existing and developing in the community members. The data for this study were obtained directly from the community of Uluan Subdistrict, Toba Samosir District doing the agricultural land trading business . through field research. The purpose of this descriptive analytical study was to systematically, factually and accurately describe the nature, characteristic or certain factors belong to the certain population or certain area.

(24)

iv

(25)

1

Dalam kehidupan manusia, keberadaan tanah tidak terlepas dari segala tindak

tanduk manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk

menjalani dan melanjutkan kehidupannya.1 Kebutuhan akan tanah dewasa ini

semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan

usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak

saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dipakai sebagai

jaminan mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual beli dan sewa menyewa.2

Dalam hukum adat jual beli tanah dikenal dengan istilah dalam bentuk jual

lepas yaitu suatu penyerahan tanah kepada pihak lain (pembeli), dengan pembayaran

harga tanah secara tunai, dimana hak milik atas tanah itu berpindah ke tangan

pembeli untuk seterusnya.3 Lazim terdapat kebiasaan untuk melakukannya secara

tertulis, yang ditandatangani sendiri oleh penjual, diketahui oleh kepala persekutuan

serta turut ditandatangani oleh saksi-saksi yang diperlukan.4 Sedangkan syarat untuk

sahnya jual beli tanah menurut hukum adat adalah terpenuhinya tiga unsur yaitu

tunai, riil dan terang.5

1Adrian Sutedi, 2009,Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,

Halaman 31.

2Florianus SP Sangsun, 2008, Tata Cara Mengurus Sertipikat Tanah, Visimedia, Jakarta,

Halaman 1.

3Ahmad Fauzie Ridwan, 1982, Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, Halaman 38. 4Ibid.

5Maria S. W. Sumarjono, 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi,

(26)

Maria S.W. Sumardjono mengatakan :

Tunai adalah bahwa penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Sifat Riilberarti bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata misalnya telah diterimanya uang oleh penjual dan dibuatnya perjanjian di hadapan Kepala Desa. Perbuatan hukum jual beli tanah disebut Terang berarti dilakukan di hadapan Kepala Desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melaggar ketentuan hukum yang berlaku.6

Dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

tertanggal 27 Mei 1975 Nomor : 952/K/Sip/1974 yang menyatakan : “Jual beli adalah

sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam KUHPerdata dan Hukum Adat, jual

beli menurut hukum adat secara riil, dan tunai serta diketahui Kepala Desa”.7 Selain

itu dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 30 Juni 1989

Nomor : 3339/Pdt/Sip/1987, yang menyatakan : “Sahnya jual beli menurut hukum

adat haruslah dipenuhi dua syarat yaitu tunai dan terang”.8

Dalam hukum adat Batak Toba, pada saat sekarang istilah jual lepas dikenal

dengan istilah manggadis pate yang bermakna melepaskan hak atas tanah dengan

mendapat sejumlah uang, tanpa hak untuk menebusnya kembali. Sedangkan

mamatehon artinya mengalihkan sebidang tanah kepada orang lain mengacu pada

pembalikan suatu hubungan gadai menjadi suatu pengalihan untuk selama-lamanya.9

Ketika pengalihan tanah itu dilangsungkan, peristiwa itu sebenarnya harus dihadiri

6Ibid.

7Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 952/K/Sip/1974 tanggal 27 Mei

1975.

8Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 3339/Pdt/Sip/1987 tanggal 30 Juni

1989.

9 J.C.Vergouwen, 2004, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, LKiS, Yogjakarta,

(27)

oleh pembeli dan penjual, keduanya harus sama-sama menginjakkan kaki di atas

tanah (mandegehon) untuk menunjukkan batas-batas tanah dan untuk

memperkenalkan pemilik baru kepada pemilik tanah yang berbatasan.10

Berdasarkan hasil pra penelitian pada tanggal 10 Mei 2013 yang dilakukan di

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dengan wawancara kepada bapak

Wilmar Sirait Kepala Desa Marom, bapak Laurensius Manurung Kepala Desa

Sibuntuon, bapak Binsar Manurung Kepala Desa Dolok Nagodang, bapak Maraden

Sitorus Kepala Desa Lumban Holbung, dan bapak Maruli Manurung Kepala Desa

Partoruan Janjimatogu, bahwa warga masyarakat melakukan jual beli tanah pertanian

masih secara hukum adat yaitu antara penjual dan pembeli melakukan jual beli tanah

pertanian yang dibuat dalam surat segel yaitu surat perjanjian jual beli yang

ditandatangani penjual dan pembeli dengan disaksikan oleh beberapa orang warga

masyarakat yang hadir dan menurut kebiasaan sekarang jual beli ini dilakukan tanpa

diketahui oleh Kepala Desa ataupun Camat. Selain itu menurut keterangan mereka

bahwa warga masyarakat yang memiliki hak atas tanah pertanian tidak ada yang

memiliki sertipikat sebagai bukti kepemilikan tanah tersebut.

Namun, semenjak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya

disebut UUPA) pada tanggal 24 September 1960 dimuat dalam Lembaran Negara No.

104, yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria dalam hukum tanah telah tercipta kesatuan hukum (unifikasi) dibidang

pertanahan yaitu keseragaman hak karena tidak dibedakan lagi tanah dengan hak

(28)

barat atau dengan hak adat. Dengan demikian ketentuan yang diatur dalam seluruh

Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut KUHPerdata)

tentang kebendaan telah dicabut dan tidak berlaku lagi, maka pengertian jual-beli

tanah bukan lagi suatu perjanjian sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1457

KUHPerdata jo. Pasal 1458 KUHPerdata, melainkan perbuatan hukum pemindahan

hak untuk selama-lamanya yang bersifat tunai. Adapun Pasal 1457 KUHPerdata

berbunyi : “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan”. Demikian Pasal 1458 KUHPerdata berbunyi:

“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya

orang-orang ini mencapai sepakat tentang keadaan tersebut dan harganya, meskipun

kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.

Saat ini, untuk memperoleh tanah dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu

dengan permohonan hak, pemindahan hak. Selanjutnya John Salindeho mengatakan :

Dalam masyarakat kita, perolehan hak atas tanah lebih sering dilakukan dengan

pemindahan hak, yaitu dengan melalui jual beli. Pemindahan hak dan Peralihan hak

adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak, antara lain: jual

beli, hibah, tukar menukar, pemisahan dan pembagian harta bersama dan pemasukan

dalam perusahaan atau inbreng.11

11John Salindeho, 1987, Masalah Tanah Dalam Pembanguna,Sinar Grafika, Jakarta,

(29)

Selanjutnya dalam UUPA menentukan bahwa setiap peralihan, hapusnya dan

pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan pasal 19

ayat (1) UUPA yang merupakan pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik

serta sahnya peralihan dan pembebanan hak konsumen dari masyarakat.12 Dalam

Pasal 20 ayat (1) menyebutkan : “Hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6”.

Demikian Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis mengatakan:

Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah milik, maka didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Bila pengalihan tersebut dipaksakan oleh kewenangan dan kekuasaan negara maka disebut dicabut atau mungkin dinasionalisasikan. Dan ini pun harus dengan menempuh persyaratan, sebab terjadi pemutusan hubungan hukum kepemilikan di dalamnya.13

Untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak

atas tanah, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan setiap perjanjian yang

bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang

dibuat oleh PPAT.14 Untuk dibuat akta peralihan hak tersebut, pihak yang

memindahkan hak dan pihak yang menerima hak harus menghadap Pejabat Pembuat

Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT). Masing-masing pihak dapat diwakili oleh

seorang kuasa berdasarkan Surat Kuasa yang sah untuk melakukan perbuatan hukum

12Budi Harsono, 1982, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Isi Dan

Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, Halaman 117.

13Mhd.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2010,Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,

Bandung, Halaman 276.

14Bactiar Effendi, 1993, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung,

(30)

tersebut.15 Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah

No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: ”Peralihan hak atas

tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah,

pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali

pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta

yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.16 Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 37

Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pasal 2 ayat (1)

yang berbunyi :

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.17

Di dalam tata cara jual beli tanah sebagai salah satu bentuk peralihan hak atas

tanah, haruslah dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT atau PPAT Sementara,

dengan suatu akta otentik berupa akta jual beli tanah, sebagaimana dalam Pasal 1868

KUH Perdata menyebutkan : “Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam

bentuk Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa

untuk itu dan di tempat di mana akta itu dibuatnya”. Untuk mendapatkan bukti yang

kuat dan lebih luas daya pembuktiaannya, Akta jual beli yang telah dilakukan

dihadapan PPAT dalam proses balik nama haruslah didaftarkan pada kantor

15Efendi Perangin, 1994,Praktek Jual Beli, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Halaman 12. 16Boedi Harsono, 2002,Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum

Tanah), Djambatan, Jakarta, Halaman 538-539.

(31)

pertanahan. PPAT Sementara (selanjutnya disebut PPATS) sebagaimana diuraikan di

atas apabila dalam suatu daerah tidak terdapat PPAT, sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 5 ayat (3) huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berbunyi : Camat atau Kepala Desa untuk

melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai

PPATS”.

Dari permasalahan yang ada, maka dilakukan penelitian terhadap legalitas jual

beli tanah pertanian pada masyarakat di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir,

yang tidak dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, yang dapat menimbulkan perkara

atau sengketa pada masyarakat dikemudian hari.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahannya dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelaksanaan jual beli tanah pertanian

masih dilakukan berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan Uluan

Kabupaten Toba Samosir?

2. Bagaimana pelaksanaan jual beli tanah pertanian di kalangan masyarakat

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?

3. Bagaimana legalitas jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat pada

masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada topik penelitian dan permasalahan yang diajukan di atas, maka

(32)

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelaksanaan jual beli tanah

pertanian masih dilakukan berdasarkan hukum adat pada masyarakat Kecamatan

Uluan Kabupaten Toba Samosir.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan jual beli tanah pertanian di kalangan Masyarakat

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir.

3. Untuk mengetahui legalitas jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat

pada masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis antara lain :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

perkembangan ilmu hukum dan memberi sumbangan pemikiran dalam

memperbanyak referensi ilmu hukum, khususnya bidang hukum Agraria yang

berkaitan dengan jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat.

2. Secara Praktis

Dapat memberikan suatu pemahaman yang mendalam serta bahan pegangan

bagi masyarakat khususnya masyarakat di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba

Samosir tentang pentingnya suatu bukti kepemilikan tanah dalam upaya mendapatkan

perlindungan dan jaminan kepastian hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan dari hasil penelusuran kepustakaaan yang ada dilingkungan

Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Kenotariatan

(33)

Jual Beli Tanah Pertanian Berdasarkan Hukum Adat : Studi Pada Masyarakat Di

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir”, belum pernah dilakukan sebelumnya.

Namun hasil cek bersih dari Tata Usaha Pascasarjana Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara penelitian tentang jual beli tanah pernah dilakukan oleh :

1. Nursuhadi, Nim : 002111035 dengan judul : Penyimpangan Mengenai Peralihan

Hak Atas Tanah (Studi Mengenai Penyimpangan Jual Beli Tanah Bersertifikat

Hak Milik Di Kecamatan kota Kisaran Barat, Kabupaten Asahan.

2. Wuryandari Dwi Astuti, Nim : 017011066 : Keabsahan Jual Beli Tanah Hak

Tanpa melalui PPAT (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan).

3. Febrina Lorence Sitepu, Nim : 097005022 dengan judul : Analisis Mengenai

Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Berikut Bagunan

Diatasnya.

Dengan demikian, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung

jawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problema) yang menjadi bahan

perbandingan, pegangan teoritis bagi peneliti yuridis empiris tentang legalitas jual

(34)

Kabupaten Toba Samosir, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.18

Kerangka Teori merupakan susunan dari beberapa anggapan anggapan, pendapat,

cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan,

acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan,19 sedangkan teori itu sendiri adalah

penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik, tetapi merupakan suatu

abstraksi intektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan

pengalaman empiris.20

Gorys Keraf21mendefinisikan teori sebagai asas-asas umum dan abstrak yang

diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan

fenomena-fenomena yang ada.

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Konstinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodelogi

aktivitas penelitian dan imajinitas sosial sangat ditentukan oleh teori.22Kerangka teori

diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk

memahami legalitas dan akibat hukum jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum

adat pada masyarakat Kecamatan uluan Kabupaten Toba Samosir sebagai kaidah

18M.Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu Dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, Halaman 80. 19Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, Halaman 73.

20Op. Cit.,Halaman 27.

21Gorys Keraf, 2001,Argumentasi Dan Narasi,Gramedia, Jakarta, Halaman 47.

(35)

hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan.

Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme

yang lebih melihat hukum itu sebagai sesuatu otonom atau hukum dalam bentuk

peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk

kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang.

Jadi Kerangka Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

kepastian hukum yaitu sebagaimana diuraikan olehH. Affan Mukti,:

Keanekaan suku dan adat istiadat yang sejak dulunya sudah ada di Indonesia maka tanpa disadari pelaksanaan kegiatan jual beli mengenai pertanahan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat tidak akan memberikan adanya kepastian hukum serta akan menimbulkan kesengsaraan bagi pemilik tanah namun dengan UUPA dapat memberikan menjamin akan kepastian hak serta menentukan apa yang menjadi hak dan kewajiban bagi pihak yang melakukan perjanjian tersebut.23

Kepastian hukum merupakan syarat untuk melahirkan ketertiban. Untuk

mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keteraturan dalam masyarakat. Hukum

diartikan sebagai tata hukum atas hukum positif tertulis.24 Keberlakuan hukum

ditengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus

memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan dapat menjadi pedoman, baik

bagi masyarakat maupun bagi aparatur hukum dalam mengambil keputusan.25

23H. Affan Mukti, 2010,Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun1960,

USU Press, Medan, Halaman 20.

24Suhaidi, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

USU, Halaman 8.

25Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu

(36)

Usaha menuju kepastian hukum atas tanah tercantum dalam

ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19

UUPA disebutkan, untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA

mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Republik Indonesia yang bersifat Recht Kadaster artinya yang bertujuan menjamin

kepastian hukum, dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak

yang bersangkutan dengan mudah dapt mengetahui status hukum dari tanah tertentu

yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan

beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.26

Menurut Van Kant tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia

agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.27

Hukum setidaknya mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam masyarakat

antara lain :

a. Sebagai sarana pengendali sosial.

b. Sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial

c. Sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu.28

Kerangka teori bertujuan untuk mencari kepastian hukum dari perbandingan

dua sistem hukum yang dilakukan yaitu kepastian hukum jual beli di bidang Hukum

Agraria (pertanahan) dalam pemberlakuan jual beli tanah pertanian menurut hukum

26Adrian Sutedi,Op. Cit., Halaman 132.

27Jonathan Sarwono, 2006,Metode Penelitian Hukum Kuantitatif Dan Kualitatif,Graha Ilmu,

Yogyakarta, Halaman 74.

28 Budiono Kusumohamidjojo, 1999, Ketertiban Yang Adil (Problematik Filsafat Hukum),

(37)

adat ke dalam hukum Nasional (UUPA). Kepastian hukum tidak hanya mencakup

hukum in concreto (pada saat penegakan dan penerapan). Kepastian Hukum

ditemukan juga oleh tatanan hukumin concreto. Begitu pula proses peradilan apalagi

proses peradilan bukanlah satu-satunya tempat final menemukan kepastian hukum.

Paling kurang, ada lima komponen yang mempengaruhi kepastian hukum yaitu

peraturan perundang-undangan, pelayanan birokrasi, proses peradilan, kegaduhan

politik dan kegaduhan sosial.29

Dengan demikian dalam kerangka teori ini memakai teori kepastian hukum

dan perbandingan hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hall menegaskan :

to be sapiens is to be a comparatist”. 30 Melalui sejarah yang panjang, teknik perbandingan ternyata telah memberikan kontribusi yang teramat penting dan

berpengaruh diseluruh bidang ilmu alam dan ilmu sosial. Dalam hal ini, perbandingan

hukum mempunyai signifikansi terhadap bidang hukum. Artinya, perbandingan

hukum mencoba untuk mempelajari dan meneliti hukum dengan menggunakan

perbandingan yang sistematik dari dua atau lebih sistem hukum, bagian hukum,

cabang hukum, serta aspek-aspek yang terkait dengan ilmu hukum.

Sistem hukum yang dimaksud dalam penelitian ini berangkat dari konsep

Lawrence Meir Friedman yaitu : 1. structure (struktur) adalah kerangka atau

kerangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan

29 Sulaikin Lubis, Wismar’Ain Marzuki dan Gemala Dewi, 2008, Hukum Acara Perdata

Peradilan Agama Di Indonesia,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Halaman 72.

30Hall, 1963,Comparative Law And Soscial Theory,Baton Rouge, Halaman 9. Sebagaimana

(38)

batasan terhadap keseluruhan, 2. substance (substansi) adalah aturan, norma dan

perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk

yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mancakup

keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun, dan 3.legal cultur

(kultur hukum) adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum

kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Dengan kata lain kultur hukum

adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menetukan bagaimana

hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan.31

Demikian teori kepastian hukum yang digunakan dalam penelitian ini dengan

mempertimbangkan teori yang dikemukakan oleh Ter Haar yaitu teori

Beslissingenleer (teori keputusan) bahwa hukum adat adalah seluruh

peraturan-peraturan yang menjelma pada keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam

arti luas) yang mempunyai wibawa (macht) serta pengaruh (invloed) dan yang dalam

pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.32

Para fungsionaris hukum tersebut terdiri dari kepala adat, rapat desa, wali tanah,

petugas-petugas di lapangan agama, petugas-petugas desa lainnya.33 Keputusan itu

bukan saja hanya mengenai suatu sengketa yang resmi, tetapi juga di luar itu,

berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup

31Achmad Ali, 2005,Keterpurukan Hukum Di Indonesia (Penyebab Dan Solusinya),Ghalia

Indonsia Anggota IKAPI, Makassar, Hal. 1-2.

32Ojak Nainggolan, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Indonesia Media & Law Policy Centre

(IMPLC), Medan, Halaman 109.

(39)

kemasyarakatan angota-anggota persekutuan itu.34 Artinya ”Keputusan tersebut

dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan

dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat

dapat timbul dari keputusan warga masyarakat”.35

Untuk mendapatkan kepastian hukum atas sebidang tanah, memerlukan

perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten

sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut tercapai

melalui pendaftaran tanah. 36 Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur,

meliputi pengumpulan, pengolahan pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan

data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat

tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik

atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.37 Demikian

pengertian pendaftaran tanah dalam ketentuan umum Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997.

Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktiannya yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis, sesuai dengan data

yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan, artinya hukum

34Bushar Muhammad, 1975,Asas-Asas Hukum Adat, Pradnya Pramita, Jakarta, Halaman 9. 35http://pengertianpendidikan.com/pengertian-hukum-adat, Rabu, tanggal 8 Mei 2013. 36Florianus SP Sangsun,Loc. Cit.

37Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesi (Sejarah Pembentukan Undang-Undang

(40)

hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan tersebut kepada seseorang,

dan bukti ini tidak satu-satunya sebagai bukti, hanya alat bukti yang kuat saja.38

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang sudah diubah dengan

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah diperkaya

dengan ketentuan Pasal 19 UUPA yaitu:39

a. Bahwa diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

b. Di zaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai Kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk sesuatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan Negara dan juga bagi masyarakat sendiri informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan terkait tanah. Informasi tersebut terbuka untuk umum, artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanah/bangunan yang ada. c. Untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan suatu hal yang

wajar.40

Demikian juga pendapat Maria Sumarjono :

Bahwa UUPA menganut sistemregistration of title(pendaftaran hak). Dalam hal jual beli hak milik atas tanah didasarkan pada hukum adat, dimana jual beli bersifat tunai, maka saat beralihnya hak kepada sipembeli adalah saat jual beli dilakukan dihadapan PPAT. Namun demikian untuk mengikat pihak ketiga termasuk pemerintah, setelah dilakukan jual beli dihadapan PPAT, harus dilakukan pendaftaran terlebih dahulu.41

Pasal 5 UUPA yang berbunnyi sebagai berikut :

Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan

38Mhd. Yamin Lubis Dan Abd. Rahim Lubis,Op. Cit., Halaman 112. 39Adrian Sutedi,Op. Cit., Halaman 116.

40 A.P. Parlidungan, 1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 24 Tahun 1997), Mandar Maju, Bandung, Halaman 2.

(41)

peraturan perundangan lainnya, segala sesuatunya dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama.

Dari ketentuan Pasal 5 dapat disimpulkan bahwa hukum adat yang merupakan

dasar hukum agraria itu haruslah hukum adat yang :

1. tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan

atas persatuan bangsa;

2. tidak bertentangan dengan sosialisme Indonesia;

3. tidak bertentangan dengan UUPA dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dengan demikian akibatnya dalam peralihan hak atas tanah khususnya jual

beli tanah, sebelum berlakunya UUPA juga dikenal dua lembaga hukum jual beli

tanah, yaitu yang diatur oleh KUHPerdata dan yang diatur oleh hukum adat.

Dalam hukum adat, pada dasarnya setiap perbuatan hukum yang

mengakibatkan terjadinya pemindahan suatu hak atas tanah seperti jual beli tanah

akan mendapat perlindungan hukum jika perbuatan hukum itu dilakukan secara sah.

Untuk menjamin bahwa suatu jual beli itu sah, maka harus dilakukan secara

terang, suatu perbuatan hukum jual beli dilakukan secara terang, jika dilaksanakan

dengan sepengetahuan pimpinan persekutuan atau kepala desa yang sekaligus

bertindak sebagai saksi dan menjamin sahnya perbuatan hukum jual beli tersebut.

Menurut Hilman Hadikusuma :

(42)

itu dibuat dihadapan Kepala Kampung jika masyarakat mempersoalkan, menganggap hal itu tidak baik, maka perjanjian itu sebenarnya tidak sah.42

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa latin conceptus yang memiliki arti sebagai

kegiatan atau proses berpikir, daya berpikir khususnya penalaran dan pertimbangan.

Konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai

usah membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan

operation definition.43 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari suatu istilah yang

dipakai.44

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahaan dalam penelitian ini harus

didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil

penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu :

a. Legalitas adalah sah sesuai dengan aturan atau perundang-undangan.

b. Jual beli adalah peralihan hak atas tanah yang dilakukan di bawah tangan antara

penjual dan pembeli. Di bawah tangan maksudnya perbuatan hukum mengenai

peralihan sebidang tanah atas kesepakatan para pihak yang tidak dibuat oleh

pejabat yang berwenang.

c. Tanah pertanian adalah meliputi tanah darat maupun tanah sawah.

42Hilman Hadikusumah, 1982,Hukum Perjanjian Adat, Alumni, Bandung, Halaman 129. 43Sutan Remi Sjahdeini, 1993,Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut banker Indonesia, Bandung, Halaman 10.

44Tan Kamelo, 2002, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan

(43)

d. Hukum adat adalah hukum adat Batak Toba.

e. Masyarakat adalah masyarakat adat Batak Toba di Kecamatan Uluan Kabupaten

Toba Samosir.

f. Jual lepas adalah peralihan tanah kepada orang lain untuk selama-lamanya

dengan menerima harga pembayaran secara tunai.

g. Kertas Segel : adalah Kertas resmi dari negara untuk menuangkan tulisan

perjanjian dua orang atau lebih dan tidak perlu lagi menggunakan benda meterai.

G. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengatakan :

Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.45

1. Sifat Penelitian

Sesuai dengan karekteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk

menganalisis bagaimana legalitas jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat

pada masyarakat di Kecamatan Uluan, maka penelitian ini bersifatdeskriptif Analitis

yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis,

45Soerjono Soekanto, 1986,Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press,

(44)

faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat,

karakteristik, atau faktor-faktor tertentu.46

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

empirisyaitu penelitian dimana dilakukan pendekatan terhadap permasalahan47 yaitu

penelitian terhadap efektivitas hukum dengan mempelajari peraturan-peraturan

hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku yang hidup dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat. Data atau materi pokok dalam penelitian

ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan (field

research) yaitu masyarakat di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir yang

melakukan jual beli tanah pertanian.

3. Lokasi Penelitian

Dalam rangka mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat terhadap

jawaban permasalahan dalam penelitian tesis ini, maka penelitian ini dilaksanakan di

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Namun

mengingat luasnya wilayah Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir yang terdiri

dari 17 Desa, maka diambil 5 Desa sebagai sampel yaitu :

a. Desa Marom;

b. Desa Sibuntuon;

c. Desa Partoruan Janjimatogu.

46Ibid.

47Bambang Sunggono, 1997,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

(45)

d. Desa Dolok Nagodang;

e. Desa Lumban Holbung;

Dipilih karena luas tanah pertanian (persawahan) yang lebih tinggi dan

banyaknya dilakukan jual beli tanah pertanian.

4. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi dalam melakukan penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat

Batak Toba yang pernah melakukan jual beli tanah pertanian berdasarkan

hukum adat dilokasi penelitian. Jual beli tersebut terhitung sejak tahun

keluarnya UUPA atau lahirnya peraturan pelaksananya yaitu tahun 1961

hingga sekarang tahun 2013 dengan berlakunya Peraturan Pemerintah No. 24

Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah.

b. Sampel Penelitian adalah diambil 20 orang warga masyarakat, masing-masing

4 orang dari setiap desa yaitu Desa Marom, Desa Lumban Holbung, Desa

Sibuntuon, Desa Dolok Nagodang dan Desa Partoruan Janjimatogu

Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir. Dengan syarat warga masyarakat

yang dipilih sebagai sampel penelitian adalah warga masyarakat yang pernah

melakukan jual beli tanah pertanian berdasarkan hukum adat setempat.

Untuk melengkapi data dalam penelitian ini, maka dilakukan juga wawancara

dengan nara sumber/informan lainnya sebagai tambahan data yaitu :

a. Kepala Desa yang terdiri dari : Kepala Desa Marom, Kepala Desa Lumban

Holbung, Kepala Desa Sibuntuon, Kepala Desa Dolok Nagodang dan Kepala

(46)

b. Pengetua Adat;

c. Camat Kecamatan Uluan;

d. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

2 cara yaitu :

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dilakukan untuk menghimpun

data sekunder yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara yuridis, yaitu :

a) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

b) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

c) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah;

d) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

e) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

No. 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta

(47)

f) Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait.

2) Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, yaitu :

a) Kepustakaan yang berkaitan dengan Hukum Agraria;

b) Kepustakaan yang berkaitan dengan PPAT.

c) Bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan perjanjian jual-beli

tanah.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

b. Penelitian lapangan (field research) yaitu dilakukan untuk menghimpun data

primer dengan wawancara dilakukan secara langsung kepada warga masyarakat,

Kepala Desa, Pengetua Adat, Camat dan Kepala Badan Pertanahan Nasional

yang ada di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera

Utara.

6. Alat Pengumpulan Data

Agar dapat diperoleh hasil yang baik yang bersifat objektif ilmiah maka

dibutuhkan data-data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran akan

hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat

pengumpulan data, yaitu :

a. Studi Dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder yang meliputi

(48)

membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasikan dan menganalisis data

sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu jual beli tanah pertanian.

b. Wawancara, dilakukan baik terhadap responden maupun informan yang telah

ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung, yang terlebih dahulu

dibuat pedoman wawancara dengan sistematis, tujuannya agar mendapatkan data

yang mendalam dan lengkap serta mempunyai kebenaran yang konkrit baik

secara hukum maupun kenyataan yang ada di lapangan.

7. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data ke dalam

pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.48 Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu “upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa dipelajari, dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada orang lain”.49

Data yang diperoleh disusun secara sistematis, kemudian dianalisa secara

kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis

datakualitatifadalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptifanalisis

48Lexy, J. Moleong, 1994,Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

Halaman 280.

(49)

yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga

perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.

Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan

penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara

berpikir induktif-deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan

penelitian ilmiah. Setelah dianalisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan

permasalahan yang diteliti.50

Dalam menganalisis data yang diperoleh akan digunakan cara berfikir yang

bersifat induktif yaitu data hasil penelitian dari hal yang bersifat khusus kepada yang

bersifat umum. Dengan metode induktif diharapkan akan diperoleh jawaban

permasalahan.

50 H.B Sutopo, 1998, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, UNS Press, Surakarta,

(50)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB JUAL BELI TANAH PERTANIAN MASIH DILAKSANAKAN BERDASARKAN HUKUM ADAT PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir51

Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Daerah Tingkat

II Tapanuli Utara setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai

proses, pada akhirnya terwujud menjadi kabupaten baru dengan Undang- undang No.

12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten DATI II Toba Samosir dan

Kabupaten DATI II Mandailing Natal di Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Kabupaten Toba Samosir diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 bertempat di

Kantor Gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid atas

nama Presiden Republik Indonesia sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon

selaku Penjabat Bupati Toba Samosir. Pada saat itu, sebagai Sekretaris Daerah

Kabupaten adalah Drs. Parlindungan Simbolon.

Pada awal pembentukannya, kabupaten ini terdiri atas 13 (tiga

belas) kecamatan, 5 (lima) kecamatan pembantu, 281 desa dan 19 kelurahan, dengan

batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun;

- Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu;

51http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Toba_Samosir#Sejarah_Singkat_Kabupaten_Toba_

Samosir, diakses pada tanggal 1 Agustus 2013.

(51)

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara;

- Sebelah Barat : Kabupaten Dairi;

Seiring dengan perjalanan pemerintahan jumlah kecamatan di Kabupaten

Toba Samosir ini mengalami perubahan secara bertahap. Pada awal tahun

2002 dibentuk 5 kecamatan baru yakni pendefinitifan 4 (empat) kecamatan pembantu

menjadi 4 (empat) kecamatan defenitif dan pembentukan 1 (satu) kecamatan baru.

Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ajibata, Kecamatan Pintu Pohan

Meranti, Kecamatan Uluan, Kecamatan Ronggur Ni Huta dan Pembentukan

Kecamatan Borbor yang dimekarkan dari Kecamatan Habinsaran.

Kondisi pemekaran kecamatan berlanjut hingga pada akhir tahun2002,

dimana adanya aspirasi masyarakat yang cukup kuat dalam menyuarakan pemekaran

Kecamatan Harian menjadi 2 (dua) kecamatan yakni Kecamatan Harian dan

Kecamatan Sitiotio sebagai kecamatan pemekaran baru. Kuatnya aspirasi

pembentukan kecamatan ini disikapi dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Toba

Samosir karena didukung fakta-fakta permasalahan di masyarakat baik kondisi

geografis wilayah dan lain sebagainya, hingga akhirnya Pemerintah Kabupaten Toba

Samosir menetapkan Keputusan Bupati Toba Samosir tentang Pembentukan

Kecamatan Sitiotio mendahului Peraturan Daerah, setelah mendapatkan izin prinsip

dari DPRD Kabupaten Toba Samosir pada tahun2002.

Keputusan Bupati ini dikuatkan dengan penetapan Peraturan Daerah No.

13 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio di Kabupaten Toba

(52)

perubahan-perubahan lain semakin banyak terjadi seperti issu pemekaran kembali

Kabupaten Toba Samosir menjadi 2 (dua) kabupaten. Issu ini berkembang seiring

dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang pada saat

itu.

Perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik dimasyarakat

menginginkan Kabupaten Toba Samosir dimekarkan kembali menjadi Kabupaten

Toba Samosir dan Kabupaten Samosir (meliputi seluruh kecamatan yang ada di Pulau

Samosir dan sebagian pinggiran Danau Toba di Daratan Pulau Sumatera) dengan

tujuan untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah

lain. Aspirasi yang berkembang di masyarakat ini tidak menunggu waktu yang begitu

lama, hingga pada tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan menjadi

Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir yang ditetapkan dengan

Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten

Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara dan diresmikan pada tanggal 7

Januari 2004. Sejak peresmian ini, wilayah Kabupaten Toba Samosir berkurang

karena seluruh wilayah kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sekitarnya

sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tersebut masuk

menjadi Kabupaten Samosir.

Sejak tanggal 7 Janurai 2004, Kabupaten Toba Samosir dari 20 kecamatan,

281 desa dan 19 kelurahan mengalami perubahan baik jumlah kecamatan, desa dan

(53)

yakni menjadi 11 kecamatan 179 desa dan 13 kelurahan. Sedangkan Kabupaten

Samosir terdiri dari 9 kecamatan, 102 desa dan 6 kelurahan.

Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada Kecamatan Silaen dengan

melahirkan Kecamatan Sigumpar sesuai Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004. Banyak

alasan yang mempengaruhi terjadinya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten

Toba Samosir, antara lain : kondisi luas wilayah, jarak ke ibukota kabupaten, letak

geografis, dikaitkan juga dengan kondisi ketertinggalan dan dorongan keinginan serta

tuntutan masyarakat itu sendiri. Ada beberapa hal yang memperlihatkan kuatnya

keinginan dan aspirasi masyarakat untuk maju, antara lain terlihat pada masyarakat

Kecamatan Borbor dimana permintaan pemekaran diikuti dengan penyerahan lahan

lokasi perkantoran dan penyediaan sarana gedung kantor kecamatan baru secara

swadaya oleh masyarakat. Kondisi ini dinilai pemerintah sebagai bukti kesungguhan

masyarakat yang mendambakan wilayahnya dimekarkan menjadi kecamatan baru.

Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melaksanakan

pemekaran kecamatan. Dari 11 kecamatan, dimekarkan kecamatan baru yakni

Kecamatan Tampahan pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Siantar

Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea, dan Kecamatan Nassau pemekaran

dari Kecamatan Habinsaran. Pemekaran ketiga kecamatan baru tersebut ditetapkan

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir No. 17 Tahun 2006 tentang

Pembentukan Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Nassau, Kecamatan

(54)

Pada tahun 2008 juga terjadi pemekaran kecamatan karena tingginya aspirasi

masyarakat dalam pemerataan pembangunan. Adapun kecamatan yang dimekarkan

adalah Kecamatan Parmaksian pemekaran dari Kecamatan Porsea dan Kecamatan

Bonatua Lunasi pemekaran dari Kecamatan Lumbanjulu yang ditetapkan dengan

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Parmaksian

dan Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Pada tahun 2008 juga

telah dilakukan pemekaran desa sebanyak 24 (dua puluh empat) desa.

Pada tahun 2009 telah ditetapkan pembentukan 28 (dua puluh delapan) desa,

sehingga pada saat ini wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Toba Samosir

terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan, 13 (tiga belas) kelurahan dan 231 (dua ratus

tiga puluh satu) desa.

Sehingga batas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir mengalami

perubahan menjadi yaitu sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun;

- Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu;

- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang

Hasundutan;

- Sebelah Barat : Kabupaten Samosir dan Danau Toba.

Penduduk asli Kabupaten Toba Samosir adalah suku Batak Toba. Batak Toba

merupakan sub suku Bangsa batak. Suku Batak Toba mendiami ke 16 kecamatan di

(55)

Nassau, Pintu Pohan Meranti, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen,

Tampahan, Uluan, Parmaksian dan Bonatua Lunasi.52

Budaya masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilineal (sistem

kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki53). Sistem

ini dibangun berdasarkan silsilah atau keturunan marga yang menghubungkan

kekerabatan dalam garis laki-laki. Sistem marga mengimplikasikan bahwa setiap

kelompok orang yang memiliki asalgeonologisyang sama seperti tempat tinggal atau

pemukiman yang sama. Marga pada suku bangsa Batak Toba ialah marga-marga

pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah

Toba.54

2. Keterangan Singkat Lokasi Penelitian

Kecamatan Uluan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir.

Uluan dalam bahasa batak disebut pemimpin.55 Kantor Kecamatan Uluan ini

berkedudukan di Sihubak-hubak Desa Lumban Binanga, dengan batas-batas daerah56

sebelah utara Bonatua Lonasi, sebelah selatan Danau Toba, sebelah barat Danau Toba

dan sebelah timur Kecamatan Porsea. Sedangkan jarak Kantor Camat Kecamatan

Uluan ke Kantor Bupati di Ibukota Kabupaten Toba Samosir adalah ± 31 Km.

52Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir, 2010, Buku Putih Sanitasi Kabupaten Toba

Samosir, Halaman 118.

53Eman Suparman, 2011, Hukum Waris Indonesia dalam Perpektif Islam, Adat, dan BW,

Refika Aditama, Halaman 41.

54Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir,Op.Cit,.

55http://tanobatak.wordpress.com/2009/01/04/siregar-potensi-wisata-yang-terpendam, tulisan

Monang Naipospos, dikutip Rabu, 17 Juli 2013.

56 http://tobasamosirkab.bps.go.id/digilib/pub/y13/kcda081/Kecamatan Uluan dalam Angka

Gambar

Tabel I:
Tabel I : Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Menurut
Tabel II : Pengetahuan Warga Masyarakat terhadap Keberadaan PPAT
Tabel III. Data warga masyarakat Desa Marom sebagai responden.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu perlindungan lain adalah dengan perjanjian pemberian kuasa oleh pihak penjual kepada pihak pembeli yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan

Tetapi pada kenyataannya adalah akad sewa-menyewa ( Ijarah ). Dimana pihak penjual menyewakan sebidang tanah sawahnya kepada pembeli dalam batas atau waktu tertentu. dapat

Selain itu, karena barang tersebut dijual hanya berdasarkan sampel yang dibawa si penjual, hasil penelitian menunjukkan bahwa kelapa yang diterima si pembeli tidak sesuai dengan

Tinjauan hukum Islam terhadap jual beli makanan dengan tambahan pajak retoran yang harus dipungut oleh penjual kepada pembeli adalah tidak sah hal ini

Oleh karena pelaksanaan Jual-beli tanah pada hakekatnya merupakan salah satu pengalihan hak atas tanah kepada pihak lain,yaitu dari penjual kepada pembeli tanah.Di

Selain itu, karena barang tersebut dijual hanya berdasarkan sampel yang dibawa si penjual, hasil penelitian menunjukkan bahwa kelapa yang diterima si pembeli tidak sesuai dengan

Kalau sudah kering maka dilakukan transaksi dengan cara si penjual (juru kunci) menyiapkan barang tersebut dan si pembeli (pengepul) menyediakan uang dengan membeli barang

barang yang dijadikan sebagai objek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pembeli.125 Dalam praktik jual beli material tanah