1
PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG SUKUN DENGAN JENIS PENSTABIL TERHADAP MUTU
COOKIES SUKUN
SKRIPSI
Oleh:
KURNIA ANGELINA KRISTIANI SITOHANG 100305049
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
2
PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG SUKUN DENGAN JENIS PENSTABIL TERHADAP MUTU
COOKIES SUKUN
SKRIPSI
Oleh:
KURNIA ANGELINA KRISTIANI SITOHANG 100305049
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
3
Judul Skripsi : Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil Terhadap Mutu Cookies Sukun Nama : Kurnia Angelina Kristiani Sitohang
NIM : 100305049
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc Linda Masniary Lubis, STP.MSi
Ketua Anggota
Mengetahui:
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi
i ABSTRAK
KURNIA A K SITOHANG: Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil terhadap Mutu Cookies Sukun, dibimbing oleh ZULKIFLI LUBIS dan LINDA MASNIARY LUBIS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap mutu cookies sukun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur cookies. Interaksi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur. Komposisi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun 75%:25% dengan penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) menghasikan cookies yang terbaik.
Kata kunci: Tepung terigu, tepung sukun, jenis penstabil, cookies.
ABSTRACT
KURNIA A K SITOHANG: The Effect of ratio of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer on the quality of breadfruit cookies, supervised by ZULKIFLI LUBIS and LINDA MASNIARY LUBIS.
The aim of this research was to find the effect of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer on the quality of breadfruit cookies. The research was using completely randomized design with two factors, i.e ratio of wheat starch and breadfruit flour (S): (75%:25%), (60:40%), (45%:55%), (30%:70%) and kinds of stabilizer (P) : no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analyzed were water content, ash content, fat content, protein content, fiber content, organoleptic value of flavor, taste, and texture.
The results showed that the ratio of wheat starch and breadfruit flours had highly significant effect on the water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, organoleptic value of flavor, taste, and texture. Kinds of stabilisizer gave highly significant effect on the water content, organoleptic value of flavor, taste, and texture. The interaction of ratio of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer gave significant effect on the organoleptic value of texture. The ratio of wheat starch and breadfruit powder of 75%:25% and stabilisizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of breadfruit cookies.
ii
RIWAYAT HIDUP
KURNIA ANGELINA KRISTIANI SITOHANG, lahir di Doloksanggul 23 Mei 1992. Anak pertama dari delapan bersaudara dari bapak Marudut Sitohang dan ibu Miglen Silaban, beragama Kristen Protestan.
Penulis menempuh pendidikannya di SD Santa Maria Doloksanggul, SMP Negeri 1 Doloksanggul, dan lulus dari SMA Negeri 1 Doloksanggul pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis memasuki Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknologi Pangan. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan Juli-Agustus 2013 di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil Terhadap Mutu Cookies Sukun”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua (ayahanda Marudut Sitohang dan ibunda Miglen Silaban) dan seluruh keluarga besar yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu mendoakan yang tiada hentinya kepada penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Linda Masniary Lubis, STP.MSi., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, penyusunan skripsi, sampai pada ujian akhir.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, keluarga terutama Ronika Sitohang, SE, Tio Maria Situmorang, S.TP, teman-teman ITP 2010, adik-adik ITP 2011 hingga 2013, Paduan Suara Transeamus FP USU, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini atas bantuan serta dukungan semangatnya membantu penulis saat penelitian hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Februari 2015
v
Kadar serat kasar ... 30
Kadar protein ... 30
Uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Sukun terhadap Parameter yang Diamati ... 35
Pengaruh Jenis Penstabil terhadap Parameter yang Diamati ... 36
Kadar Air Cookies ... 37
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar air cookies ... 37
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air cookies ... 39
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar air cookies ... 41
Kadar Abu Cookies ... 41
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar abu cookies ... 41
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu cookies ... 43
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar abu cookies ... 43
Kadar Lemak Cookies ... 40
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar lemak cookies ... 44
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar lemak cookies ... 46
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar lemak cookies ... 46
Kadar Protein Cookies... 46
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar Protein cookies ... 46
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar protein cookies ... 48
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar protein cookies ... 48
Kadar Serat Kasar Cookies... 48
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar serat kasar cookies... 48
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar serat kasar cookies ... 50
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar serat kasar cookies ... Nilai Organoleptik Aroma Cookies ... 51
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap nilai organoleptik aroma cookies ... 51
vi
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap nilai organoleptik
aroma cookies ... 55
Nilai Organoleptik Rasa Cookies ... 55
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap nilai organoleptik rasa cookies ... 55
Pengaruh jenis penstabil terhadap nilai organoleptik rasa cookies ... 58
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap nilai organoleptik rasa cookies ... 59
Nilai Organoleptik Tekstur Cookies... 60
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap nilai organoleptik tekstur cookies ... 60
Pengaruh jenis penstabil terhadap nilai organoleptik tekstur cookies ... 62
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap nilai organoleptik tekstur cookies ... 64
KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
Kesimpulan ... 66
Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
vii
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Komposisi kandungan gizi buah sukun per 100 gr buah ... 9
2. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan ... 14
3. Syarat mutu cookies berdasarkan Standar Nasional Indonesia ... 16
4. Skala uji Hedonik aroma dan rasa ... 32
5. Skala uji Skor tekstur ... 32
6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap mutu cookies ... 35
7. Pengaruh jenis penstabil terhadap mutu cookies ... 36
8. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar air cookies ... 38
9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air cookies ... 40
10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar abu cookies ... 42
11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar lemak cookies. ... 44
12. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar protein cookies ... 46
13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar serat kasar cookies ... 49
14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap uji organoleptik aroma cookies ... 51
15. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap uji organoleptik aroma cookies ... 53
viii
17. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap uji
organoleptik rasa cookies... 58 18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan
tepung sukun terhadap uji organoleptik tekstur cookies ... 60 19. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap uji
organoleptik tekstur cookies ... 62 20. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi perbandingan tepung terigu
dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap uji organoleptik
ix
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Struktur kimia gum arab ... 17
2. Struktur kimia CMC ... 19
3. Struktur kimia Tween 20 ... 20
4. Skema pembuatan tepung sukun ... 33
5. Skema pembuatan cookies sukun ... 34
6. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar air cookies ... 38
7. Hubungan jenis penstabil dengan kadar air cookies ... 40
8. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar abu cookies ... 42
9. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar lemak cookies ... 45
10.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar protein cookies ... 47
11.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar serat kasar cookies ... 49
12.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan nilai organoleptik aroma cookies ... 52
13.Hubungan jenis penstabil dengan nilai organoleptik aroma cookies ... 54
14.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan nilai organoleptik rasa cookies ... 56
15.Hubungan jenis penstabil dengan nilai organoleptik rasa cookies ... 59
16.Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan nilai organoleptik tekstur cookies ... 61
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Daftar pengamatan kadar air (%) ... 72
2. Daftar pengamatan kadar abu (%)... 73
3. Daftar pengamatan kadar lemak (%)... 74
4. Daftar pengamatan kadar protein (%) ... 75
5. Daftar pengamatan kadar serat kasar (%) ... 76
6. Daftar pengamatan uji organoleptik aroma ... 77
7. Daftar pengamatan uji organoleptik rasa ... 78
8. Daftar pengamatan uji organoleptik tekstur ... 79
9. Gambar produk cookies sukun ... 80
i ABSTRAK
KURNIA A K SITOHANG: Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil terhadap Mutu Cookies Sukun, dibimbing oleh ZULKIFLI LUBIS dan LINDA MASNIARY LUBIS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap mutu cookies sukun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur cookies. Interaksi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh nyata terhadap uji organoleptik tekstur. Komposisi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun 75%:25% dengan penstabil CMC (carboxy methyl cellulose) menghasikan cookies yang terbaik.
Kata kunci: Tepung terigu, tepung sukun, jenis penstabil, cookies.
ABSTRACT
KURNIA A K SITOHANG: The Effect of ratio of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer on the quality of breadfruit cookies, supervised by ZULKIFLI LUBIS and LINDA MASNIARY LUBIS.
The aim of this research was to find the effect of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer on the quality of breadfruit cookies. The research was using completely randomized design with two factors, i.e ratio of wheat starch and breadfruit flour (S): (75%:25%), (60:40%), (45%:55%), (30%:70%) and kinds of stabilizer (P) : no stabilizer, gum arab, CMC and tween 20. Parameters analyzed were water content, ash content, fat content, protein content, fiber content, organoleptic value of flavor, taste, and texture.
The results showed that the ratio of wheat starch and breadfruit flours had highly significant effect on the water content, ash content, protein content, fat content, fiber content, organoleptic value of flavor, taste, and texture. Kinds of stabilisizer gave highly significant effect on the water content, organoleptic value of flavor, taste, and texture. The interaction of ratio of wheat starch and breadfruit flours with kinds of stabilizer gave significant effect on the organoleptic value of texture. The ratio of wheat starch and breadfruit powder of 75%:25% and stabilisizer CMC (carboxy methyl cellulose) gave the best quality of breadfruit cookies.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang banyak melakukan impor tepung terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor gandum di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 6,3 juta ton dengan nilai 2,3 miliar dolar AS. Jumlah tersebut meningkat pada kuartal I tahun 2013 dimana angka impor gandum tercatat 1,3 juta ton atau senilai 501 juta dolar AS (Badan Pusat Statistik 2013). Harga tepung terigu yang berada di pasaran merupakan harga subsidi yang selebihnya harus ditanggung pemerintah Indonesia jika tidak, harga tepung terigu sangat tinggi di atas harga pasaran. Untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu dan mengurangi ketergantungan akan impor, pemerintah dan masyarakat berupaya mencari alternatif bahan pangan lokal yang dapat dijadikan tepung dengan tujuan diversifikasi pangan Indonesia.
Pengolahan yang kurang berkembang pada sukun khususnya ketika pemanenan, banyak sukun yang terbuang karena tidak diolah dan cara memanen masyarakat yang kurang baik juga mempengaruhi rasa sukun seperti sukun yang terjatuh akan memar, daging buah berwarna kecoklatan dan memicu rasa pahit. Hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan gizi sukun. Padahal potensinya cukup tinggi untuk digunakan sebagai bahan pangan dengan komposisi gizi yang tidak kalah dengan bahan pangan lainnya.
2
penghasil sukun tersebut adalah Pekalongan, Semarang, Pati, Banyumas, Kedu dan Surakarta, sedangkan di daerah Sumatera, menghasilkan sukun sebanyak 16.130 ton yang berasal dari Sumatera Utara sebanyak 6.428 ton, Palembang sebanyak 4.869 ton, Lampung sebanyak 4.930 ton dan daerah lainnya sebanyak 903 ton. Provinsi Kalimantan sebanyak 7.542 ton, Sulawesi 7.221 ton, Maluku sebanyak 1.629 ton dan daerah lainnya sebanyak 35.100 ton (Badan Pusat Statistik, 2010).
Sukun biasa digunakan untuk bahan pangan terutama untuk makanan ringan seperti direbus, digoreng, dibuat keripik, tape, wajik, klepon, donat, kolak, sayur asam, sayur lodeh, dan produk lainnya. Selain itu, ada juga yang memanfaatkan buah sukun sebagai bahan baku pembuatan tepung dan mie, gaplek, tapai sukun. Tepung sukun mempunyai prospek yang sangat baik sebagai pengganti bahan lain, seperti beras dan bahan pangan lainnya. Hal ini disebabkan karena sukun mengandung mineral dan vitamin yang lengkap namun nilai kalorinya rendah sehingga cocok untuk makanan diet rendah kalori. Selain itu, sukun mempunyai indeks glikemik atau angka yang menunjukkan potensi peningkatan glukosa darah dari karbohidrat yang rendah sehingga dapat berperan mengendalikan kadar gula darah.
3
pengeringan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan tepung sukun yang berkualitas tanpa berwarna gelap atau kehitaman.
Cookies merupakan kue kering, bentuk kecil memiliki rasa manis, tekstur yang kurang padat dan renyah. Cookies biasanya terbuat dari tepung terigu, gula dan telur. Untuk mengurangi jumlah pemakaian tepung terigu, maka perlu dilakukan substitusi misalnya dengan tepung sukun. Keunggulan dari tepung sukun yaitu berbeda dengan tepung terigu, tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga akan membantu penderita autis dan penyakit seliak (celiac disease). Penderita penyakit seliak adalah orang yang sepanjang hidupnya tidak toleran terhadap kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye (secalin) dan barley (hordein). Oleh karena itu, untuk penderita autis dan penyakit seliak dibutuhkan produk pangan yang tidak mengandung gluten, seperti tepung sukun. Dengan pencampuran tepung sukun dan tepung terigu mampu mengurangi gluten pada tepung terigu. Selain untuk pemanfaatan kandungan gizinya, diversifikasi tepung sukun juga berfungsi untuk meningkatkan hasil guna dan nilai guna sukun ketika panen besar-besaran, memperpanjang masa simpan, mengurangi impor tepung terigu pemerintah dari negara lain, dan juga meningkatkan devisa negara.
4
tidak dapat menghasilkan adonan yang elastis sehingga diperoleh produk dengan tekstur yang mudah patah dan kurang renyah. Penstabil merupakan bahan yang sudah lazim digunakan untuk keperluan industri makanan atau bukan makanan. Pemakaian penstabil dalam pembuatan cookies bertujuan untuk memperbaiki tekstur, sebagai pengental, penstabil emulsi atau bahan pengikat molekul lemak, air, dan udara. Dengan demikian air tidak akan mengkristal dan memperbaiki struktur adonan sehingga mutu produk akan terjaga dan produk mampu bertahan lebih lama.
Jenis penstabil yang digunakan dalam pengolahan bahan pangan, khususnya produk roti kering atau cookies cukup banyak. Diantaranya adalah gum arab, CMC dan tween 20. Sama seperti fungsi umum dari penstabil lainnya, bahan penstabil ini berfungsi meningkatkan dan memperbaiki tekstur sehingga mutu produk tetap terjaga.
Berdasarkan hal tersebutlah penulis melakukan penelitian tentang “Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis
Penstabil terhadap Mutu Cookies Sukun” Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses
pembuatan cookies dengan menggunakan campuran antara tepung terigu dan tepung sukun serta mengetahui jenis penstabil yang tepat dalam pembuatan
cookies.
Kegunaan Penelitian
5
pertanian di Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan juga sebagai sumber informasi untuk mengetahui proses pembuatan tepung sukun yang diolah menjadi cookies serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh perbandingan jumlah tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil serta interaksi kedua faktor terhadap mutu cookies
6
TINJAUAN PUSTAKA
Sukun
Sukun (Artocarpus altilis) adalah kultivar yang terseleksi yang tidak
berbiji. Kata “sukun” dalam bahasa jawa berarti tanpa biji atau sering disebut
breadnut (buah roti). Sukun tumbuh baik didaerah basah, tetapi juga juga dapat tumbuh didaerah sangat kering asalkan ada air tanah yang cukup. Berdasarkan taksonominya, tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Spermatophyta Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Magnoliophyta
Bangsa : Urticales
Famili : Rosales
Genus : Moraceae
Spesies : Artocarpus altilis
(Shabella, 2012).
Menurut (Suprapti, 2002) sukun di Indonesia memiliki banyak nama daerah, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sumatra : Sukun (Aceh), Hotpul (Batak), Suku (Nias) b. Jawa/Madura : Sukun ( Sunda dan Jawa), Sokon (Madura)
c. Nusa Tenggara : Sukun (Bali), Pulur (Sasak), Karara (Bima, Sawu, Sumba) d. Sulawesi : Kuhuku, Namu, Sukun, Kulur ( Minahasa), Gorontalo
7
Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji, sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal biji terus membesar dan akan membentuk kulit yang kasar (spina), selanjutnya kulit seolah tertarik dan terbentang. Warna kulit buah hijau muda sampai kekuning-kuningan. Ketebalan kulitnya berkisar antara 1-2 mm, sedangkan daging buahnya berwarna putih agak krem dengan ketebalan sekitar 7 cm. Teksturnya kompak dan agak berserat, mempunyai rasa manis, dan memiliki aroma yang spesifik. Diameter kurang lebih 26 cm, beratnya dapat mencapai 4 kg (Pitojo, 1992).
Buah sukun yang siap panen memiliki tanda-tanda antara lain kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi agak halus, warna kulit buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam, tanda lain yaitu tampak bekas getah yang mengering. Tekstur buah saat mentah keras menjadi lunak setelah matang. Daging buah berwarna putih saat mentah, dan berubah menjadi putih kekuningan setelah buah matang (Widowati, dkk., 2009).
Pemanfaatan buah sukun sebagai bahan pangan makin penting untuk
menunjang diversifikasi pangan. Indonesia memiliki beberapa varietas sukun
lokal dengan ciri fisik maupun cita rasa buah yang bervariasi. Buah sukun yang
melimpah saat panen raya harus bisa diawetkan, seperti dibuat gaplek atau
tepung. Bila sudah menjadi tepung, akan sangat mudah mengolahnya. Buah
yang masih mentah dapat diolah menjadi berbagai kue basah, bubur, kue yang
digoreng, dan makanan camilan kering seperti stik sukun keju dan kue gabus
sukun. Juga dapat dibuat roti dan mi basah dengan dicampur terigu berprotein
sedang-tinggi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian,
8 Komposisi Kimia Sukun
Tepung sukun mengandung 84,03% karbohidrat sedangkan tepung tapioka dan terigu mengandung karbohidrat masing-masing sebesar 87,7% dan 77,3%. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubstitusi penggunaan terigu dari 10 sampai 50% tergantung jenis produknya. Tepung buah sukun telah dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai jenis makanan seperti cake sukun, bubur sumsum, pastel, frest role cake, nastart, roti, mie dan lain-lain (Widowati, 2001).
Komposisi kimia pada buah sukun bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti tingkat kematangan buah, varietas dari buah sukun, dan juga umur panen buah sukun. Buah sukun mengandung gizi yang tinggi, seperti kandungan asam amino esensial (isoleusin, methionin, lysine, histidine, tryptophan, dan valin). Kandungan mineral pada buah sukun dapat digunakan untuk sistem pencernaan, memperkuat gigi dan tulang, penyakit ginjal dan diabetes. Dengan kandungan serat yang ada pada buah sukun dapat membantu alat pencernaan dalam tubuh terutama pada proses pencernaan (Shabella, 2012).
9
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh (Fatmawati, 2012). Komposisi kandungan gizi pada buah sukun per 100 g buah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kandungan gizi pada buah sukun per 100 g buah
Zat gizi per Buah sukun muda Buah sukun tua 100 g
Energi (kalori) 46 108 Air (g) 87,1 69,3 Protein (g) 2,0 1,3 Lemak (g) 0,7 0,3 Karbohidrat (g) 9,2 28,2 Serat (g) 2,2 - Abu (g) 1,0 0,9 Kalsium (mg) 59 21 Fosfor (mg) 46 59 Besi (mg) - 0,4 Vitamin B1(mg) 0,12 0,1 Vitamin B2 (mg) 0,06 0,06 Vitamin C (mg) 21 17 Sumber : Triyono dalam Shabella, 2002
10 Tepung Sukun
Tepung sukun merupakan produk awetan buah sukun yang pada dasarnya diperoleh dengan jalan mengurangi kadar air. Mengurangi kadar air dalam sukun dapat dilakukan dengan pengeringan dan menghaluskannya menjadi bentuk butir-butir. Kelebihan tepung sukun dibanding tepung lainnya adalah :
1. Lebih tahan lama disimpan (selama 6-9 bulan) 2. Lebih praktis, ringan dan mudah didistribusikan 3. Dapat menggantikan fungsi terigu hingga 100 %
4. Dalam bentuk tepung, lebih mudah dicampurkan dengan bahan lain
5. Dapat diolah menjadi berbagai macam produk, termasuk roti dan kue-kue modern (Suprapti, 2002).
Tingkat ketuaan buah menentukan rendemen tepung, makin tua buah
makin tinggi kandungan tepung. Derajat putih tepung sukun berkisar antara
50-70%. Buah dengan tingkat ketuaan optimal tua menghasilkan tepung paling
putih. Jika buah kurang tua, tepung yang dihasilkan berwarna kecoklatan
karena sukun muda banyak mengandung getah dan senyawa polifenol. Tepung
sukun pada 100 g mengandung kadar air antara 2-6%, protein 3,6 g, lemak 0,8
g, dan karbohidrat 78,9 g, vitamin B2 0,17 mg, vitamin B1 0,34 mg, vitamin C
47,6 mg, kalsium 58,8 mg, fosfor 165,2 mg dan zat besi 1,1 mg (Shabella,
2012).
11
tepung sukun, dapat disebabkan oleh pemakaian air dalam proses pembuatan yang tidak memenuhi persyaratan kualitas atau karena tepung sudah ditumbuhi jamur. Proses pembuatan tepung sukun yang tidak benar akan menghasilkan tepung sukun yang berwarna gelap (kecoklatan atau kehitaman) (Suprapti, 2002).
Tepung sukun dapat dicampur dengan tepung lain seperti terigu, tepung
beras, maizena atau tepung ketan, dengan tingkat substitusi tepung sukun
25-75%, bergantung jenis kue yang akan diolah. Tepung sukun dapat
dimanfaatkan untuk membuat berbagai kue kering, kue basah, cake, roti, dan
produk-produk lainnya (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca
Panen Pertanian, 2009).
Pembuatan Tepung Sukun
Dipilih buah sukun yang baik dari hasil panen. Buah sukun dikupas dan dipotong sesuai ukuran kebutuhan. Saat pengupasan dilakukan pembersihan pada bagian-bagian yang memar (umumnya berasa pahit) bagian yang rusak karena hama, tangkai buah dan bonggol buah serta serat-serat disekelilingnya. Kemudian sukun dipotong bentuk juring menjadi 6-8 bagian (Widowati, dkk., 2009).
12
pangan. Penggunaan maksimun natrium metabisulfit adalah 2000 ppm (Warintek, 2010).
Pengeringan merupakan metoda untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, sehingga biaya produksinya lebih rendah (Winarno, dkk. 1984).
Setelah proses pengeringan, dilakukan proses penggilingan. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran bahan padat dengan gaya mekanis menjadi fraksi yang lebih kecil dan ukurannya lebih seragam. Proses pengeringan juga disebut proses penepungan yang dilakukan dengan menggunakan waring blender (Indrasti, 2004).
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran tertentu agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk komersil yang diinginkan (Bernasconi, dkk., 1995). Dalam tepung sukun tingkat kehalusan yang dicapai adalah 80 mesh dimana unsur gizinya masih cukup tinggi (Suprapti, 2002).
13
memberikan identifikasi dan informasi mengenai isi produk yang dikemas kepada konsumen (Robertson, 2010).
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan
gandum (Triticumsativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 %
protein, dan 1-3 % lemak (Riganakos and Kontominas, 1995). Secara garis
besar ada dua jenis tepung gandum yaitu tepung gandum keras (strong flour)
dan tepung gandum lunak (soft flour). Tepung keras digunakan untuk membuat
roti dan produk-produk yang dibuat dengan melibatkan proses fermentasi serta
pulff pastry, sedangkan tepung terigu lunak digunakan untuk membuat kue dan
biskuit (Apriyantono, 2006).
Tepung berbentuk butiran-butiran kecil mengandung amilosa dan amilopektin. Besarnya butiran untuk setiap jenis tepung berbeda-beda. Tepung mempunyai kemampuan menyerap air sehingga butiran-butiran tepung menjadi lebih besar. Apabila dipanaskan, granula akan pecah dan hal tersebut dinamakan gelatinisasi (Moehyl, 1992).
Menurut Astawan (2004), berdasarkan kandungan gluten protein pada tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
14
- Medium hardflour, tepung jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue serta biskuit.
- Soft flour, tepung ini mengandung protein sebesar 7-9%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit.
Komposisi Kimia Tepung Terigu
Gluten adalah protein yang mengumpal, bersifat elastis dan akan menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau kerangka baik atau tidaknya produk. Baik atau tidaknya produk akan ditentukan oleh baik atau tidaknya jaringan, baik atau tidaknya jaringan ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi oleh baik tidaknya protein, banyak sedikitnya ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007).
Untuk cookies bisa dipakai terigu berprotein rendah 8%-9%. Tepung
jenis ini disebut juga terigu serbaguna karena sering dipakai. Syarat mutu
15
Tabel 2. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan
Jenis Uji Satuan Persyaratan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)
sulfydryl-16
disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer-polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide cross-linking untuk membentuk seperti lembaran film
(sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 - 62 (Fennema, 1996).
Cookies
Cookies merupakan produk patiseri yang terbuat dari bahan tepung terigu, gula pasir, lemak, dan telur. Produk cookies bertekstur renyah, lembut, rasanya manis. Kelebihan dari produk cookies adalah disukai banyak orang dari semua kalangan mulai dari anak – anak sampai orang tua, cookies dapat bertahan lama karena bahan yang digunakan banyak menggunakan bahan kering sehingga bisa bertahan 1-6 bulan. Dalam pengolahan cookies juga tidak boleh menggunakan banyak tangan dalam mengaduk adonan tujuannya agar gluten tidak terlalu mengembang sehingga kerapuhannya terjaga (Fatmawati, 2012).
Kerenyahan cookies dapat diukur dengan cara mudah atau tidaknya
17
Setelah adonan cookies jadi harus cepat – cepat dicetak dan dioven, bila terlalu lama di luar akan menyebabkan pengerasan pada cookies. Penyebab terjadinya peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan (cookies dan kue kering lainnya) ditentukan oleh besarnya protein dan lemak dalam produk tersebut. Kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa (Fatmawati, 2012). Syarat mutu
cookies berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Syarat mutu cookies berdasarkan Standar Nasional Indonesia :
Kriteria uji Persyaratan Keadaan (bau, rasa, warna, tekstur) Normal
Air (% b/b) Maksimun 5
Angka lempeng total (koloni/g) Maksimum 1 x 106
Koliform Maksimum 20
E. coli Kurang dari 3
Kapang (koloni/g) Maksimum 10
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1992)
Gum Arab
18
digunakan sebagai pengikat aroma, penstabil dan pengemulsi es krim (Tranggano, 1991).
Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D- galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat. Adapun struktur kimia dari
gum arab (Aspinal, 1970) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia gum arab
Gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti. Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya rendah sehingga gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, karena gum arab dapat terdegadasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas (Hui,1992).
Gum arab memiliki ciri-ciri yaitu :
1. Kadar air, gum komersil memiliki kadar air antara 12-15%.
19
tidak larut kecuali oleh gliserol dan etilen gliserol dimana gum yang larut dalam jumlah yang sedikit. Untuk membuat larutan gum yang kuat, air panas harus digunakan dengan pengadukan hati-hati.
3. Viskositas, kelarutan yang tinggi dari gum menghasilkan larutan yang memiliki viskositas yang tinggi. Nilai dalam mempertahankan kestabilan emulsi dan menjaga kesatuan padatan dalam bentuk pasta, dan ini digunakan dalam konfeksioneri pada pembuatan tablet dan untuk alasan yang sama dapat digunakan sebagai pelapis. Viskositas gum dapat terjaga pada rentang pH dari larutan 40-50% tetapi viskositas maksimum diperoleh jika pH dikondisikan 6,0-7,0 (Minifie, 2003).
Secara kimia gum arab bersifat netral, agak asam dalam bentuk garam polisakarida dan kalsium, magnesium dan kalium. Kekentalan gum arab paling rendah dibandingkan dengan gum lainnya, namun kelarutannya paling tinggi. Gum arab mampu mempertahankan flavor pada saat dilakukan pengeringan. Hal ini disebabkan gum arab mampu melapisi partikel flavor, sehingga melindunginya dari oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari udara (Amos dan Purwanto, 2002).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
20
Karboksimetil selulosa merupakan merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6,5 sampai 8,0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Deviwings, 2008). Adapun rumus struktur dari karboksimetil selulosa (Laskowski, 2001) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia CMC
21 Tween 20
Tween 20 atau nama lainnya disebut polioksietilena sorbitan monolaurat merupakan kelompok hidroksil sorbitol dan sorbitol anhidrat.
Tween 20 dengan rumus C58H114O26. Tween 20 banyak digunakan sebagai emulsifier, pelarut bahan makanan, pengolahan roti, campuran kue, salad dressing, shortening dan pengolahan cokelat (Food Safety Commission., 2007). Adapun struktur dari tween 20 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia Tween 20
Tween 20, 60, dan 80 merupakan surfaktan nonionik dan emulsifier
yang berasal dari sorbitol yang diperoleh dari berbagai jenis buah. Semua larut dalam air, etanol, metanol atau etil asetat, tetapi hanya sedikit dalam minyak mineral. Sebagai bahan yang tidak menimbulkan iritasi, polisorbat adalah ambar cair agak kekuningan, yang sedikit pahit dan masam dan dengan rasa hangat. Polisorbat banyak digunakan sebagai emulsifier, penstabil, solubilizer
22
sebagai zat pembasah, emulgator, peningkat kelarutan dan juga berfungsi sebagai peningkat penetrasi (Rowe, dkk., 2009).
Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Cookies Gula
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi, mempunyai kemampuan menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air (Hidayat dan Ikariztiana, 2004).
Gula tidak hanya digunakan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil reaksi yang terjadi selama pemanasan, berupa karamel dan produk maillard. Karamel yang dihasilkan berwarna cokelat hingga hitam dan memiliki rasa yang lezat. Produk maillard dihasilkan dari pemanasan gula dan adanya protein (Widyani dan Suciaty, 2008).
Gula yang digunakan berfungsi memberikan rasa manis, membuat susunan dan butiran menjadi halus dan lembut, membuat kerak cookies
berwarna cokelat tua. Jumlah gula yang harus ditambahkan harus tepat, bila terlalu banyak gula adonan menjadi lengket dan menempel pada cetakan,
cookies menjadi keras, rasa yang terlalu manis (Matz dan Matz, 1978).
23
sangat halus menyerupai tepung. Gula jenis ini seringkali dicampur dengan pati jagung agar tidak menggumpal sehingga gula tepung tidak cocok untuk membuat minuman (Hastuti, 2012).
Garam
Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin. Natrium klorida dapat membantu tekanan osmotik disamping juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi asam (Winarno, 2004)
Garam dengan konsentrasi rendah berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, dalam konsentrasi cukup tinggi berperan sebagai pengawet. Garam akan terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut hidrasi. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion hidrat dan molekul air terjerat, menyebabkan aw bahan pangan menurun (Widyani dan Suciaty, 2008).
Garam akan menyeimbangkan rasa manis dalam pembuatan cookies dan berperan dalam memperpanjang daya simpan. Dalam pembuatan cookies
sebaiknya digunakan garam halus agar mudah larut bersama adonan lainnya. Garam digunakan sebagai bahan pelapis adonan cookies sehingga produk
cookies yang dihasilkan renyah (Habsari, 2010).
Telur
24
dicerna sempurna, sehingga para ahli menyatakan telur merupakan makanan yang sempurna (Lingga, 2012).
Pada umumnya, beberapa jenis telur yang dijumpai dipasaran digunakan dalam produksi kue. Penggunaanya tidak seperti bahan lainnya, baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam telur yang utuh terdapat kombinasi keduanya. Kadang-kadang, hal ini menimbulkan masalah untuk menentukan apakah menggunakan bagian yang mengempukkan, bagian yang mengeraskan, atau merupakan kombinasi dari keduanya (Desroiser, 2008).
Telur dapat melembutkan tekstur cookies dengan kemampuan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari kuning telur. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur pada proses pengadonan cookies akan menghasilkan cita rasa lebih sempurna, tetapi tekstur cookies tidak sebaik pada penggunaan telur secara keseluruhan (Matz dan Matz, 1978).
Penggunaan kuning telur menghasilkan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Telur berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur
25 Margarin
Salah satu contoh komponen dari lemak adalah margarin. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsisten rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi air dalam minyak yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang biasanya digunakan adalah lemak yang berasal dari lemak babi, lemak sapi, sedangkan minyak nabati yang sering digunakan adalah minyak yang berasal dari minyak kelapa, minyak inti kelapa sawit, minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak wijen, minyak kapok, minyak jagung, dan minyak gandum (Winarno, 1995).
Margarin merupakan bahan yang sangat penting dalam pembuatan
cookies. Lemak adalah pengemulsi pada adonan cookies menjadi lembut, renyah, dan kaya rasa. Kombinasi margarin untuk membuat adonan cookies
adalah 65-75% dari terigu. Terlalu banyak menggunakan margarin membuat adonan meluber saat dipanggang dan cookies menjadi terlalu rapuh (Hastuti, 2012).
26
27
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2014 di Laboratorium Teknologi Pangan Progam Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah buah sukun yang diperoleh dari petani Sunggal Medan, tepung terigu kunci biru, gula, garam, margarin, dan telur.
Reagensia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 0,255 N, etanol 96%, akuades, H2SO4, NaOH 0,313 N (Merck), NaOH 0,02 N,(Merck) K2SO4 10% (Merck), NaOH 40%, H2SO4 0,02 N (Merck).
Alat Penelitian
28 Metode Penelitian (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I : Perbandingan tepung terigu dan dan tepung sukun (S) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
S1 = 75% :25% S2 = 60% :40% S3 = 45% :55% S4 = 30% :70%
Faktor II : Jenis penstabil (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : P1 = Tanpa Penstabil
P2 = Gum Arab P3 = CMC P4 = Tween 20
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4x4 = 16, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :
Tc (n – 1) ≥ 15 16(n – 1) ≥ 15 16 n - 16 ≥ 15 + 16 15 n ≥ 31
n ≥ 1,9375 ... dibulatkan menjadi 2
Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali. ...
29
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :
Ŷijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij + εijk
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari faktor S pada taraf ke-i
βj : Efek dari faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
εijk : Efek galat dari faktor S pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tepung Sukun
30 Pembuatan Cookies Sukun (Mega, 2014)
Ditimbang bahan yaitu tepung gula 40 g, garam 0,2 g, kuning telur 30 g dan margarin 30 g dan di mixer hingga mengembang. Ditambahkan tepung sukun dan tepung terigu (jumlah keseluruhan 100 g) dengan perbandingan 75:25, 60:40, 45:55 dan 30:70. Ditambahkan penstabil sesuai perlakuan yaitu tanpa penstabil, gum arab, CMC, dan Tween 20 masing-masing sebanyak 0,2 %. Diadon dengan tangan hingga kalis, kemudian dicetak dan dipanggang dalam oven pada suhu 150oC selama 30 menit. Cookies yang telah masak diangkat dari oven dan didinginkan dan dikemas dalam plastik. Cookies yang sudah dikemas disimpan selama 3 hari dalam suhu ruang, kemudian dilakukan analisa.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut :
1. Kadar air (%) 2. Kadar abu (%) 3. Kadar lemak (%) 4. Kadar serat kasar (%) 5. Kadar protein (%)
6. Uji organoleptik (aroma, rasa, dan tekstur)
Kadar air (AOAC, 1995)
31
kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.
Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur. Bahan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama 5 jam dengan suhu 105oC selama 1 jam, setelah itu suhu dinaikkan menjadi 300oC selama 2 jam. Setelah 2 jam, suhu kembali dinaikkan menjadi 600oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar abu (%) =
32
yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.
Kadar serat kasar (Apriantono, dkk., 1989)
Sampel sebanyak 2 g bahan kering dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 ml. Tambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,255 N mendidih dan ditutup dengan pendingin balik, dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyangkan. Suspensi disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. Dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan dengan pendingin balik sambil digoyang-goyangkan selama 30 menit. Disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya, sampel dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Dicuci lagi residu dengan akuades mendidih dan kemudian dengan ± 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 110oC selama 1-2 jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan. Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
33
Kadar protein (Metode KjeIdahl, AOAC,1995)
Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis, dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi H2SO4 0,02N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.
Kadar
A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH
Uji organoleptik aroma, rasa, dan tekstur (Soekarto, 1982)
34
aroma, rasa, dan tekstur dari cookies yang dihasilkan dengan skala hedonik dan numerik seperti yang disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Skala uji hedonik terhadap aroma dan rasa
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka Sangat tidak suka
2 1
Tabel 5. Skala uji skor terhadap tekstur
Skala skor Skala numerik
Sangat renyah 5
Renyah 4
Agak renyah 3
Tidak renyah Sangat tidak renyah
35
Gambar 4. Skema pembuatan tepung sukun Diblender sampai halus
Ditiriskan dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 12 jam
Diayak dengan ayakan 80 mesh Dikupas dan dicuci
Dipotong vertikal menjadi 6-8 bagian, bijinya pada bagian tengah dibuang Diiris tipis-tipis dengan ukuran 0,2-0,3 cm
Direndam dengan menggunakan larutan metabisulfit 2000 ppm selama 20 menit Buah sukun
36
Gambar 5. Skema pembuatan cookies sukun Ditambahkan tepung terigu dan tepung
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Tepung Sukun terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, uji organoleptik rasa, aroma dan tekstur yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap mutu
cookies
Parameter
38
7,332%. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (75:25%) yaitu sebesar 2,841% dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (30:70%) yaitu sebesar 2,334%. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (75:25%) yaitu sebesar 3,350 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (30:70%) yaitu sebesar 2,891. Uji organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (75:25%) yaitu sebesar 3,600 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (30:70%) yaitu sebesar 2,675. Uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (75:25%) yaitu sebesar 3,558 dan terendah terdapat pada perlakuan S4 (30:70%) yaitu sebesar 2,675.
Pengaruh Jenis Penstabil terhadap Parameter yang Diamati
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa jenis penstabil yang digunakan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein , uji organoleptik rasa, aroma dan tekstur seperti pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Pengaruh jenis penstabil terhadap mutu cookies
Parameter Jenis Penstabil (P)
P1 P2 P3 P4
Kadar air (%) 5,176 4,898 4,592 4,531
Kadar abu (%) 1,152 1,130 1,246 1,237
Kadar lemak (%) 19,024 18,736 18,760 18,683
Kadar protein (%) 7,795 7,766 7,562 7,624
Kadar serat kasar (%) 3,131 3,134 3,079 2,156 Nilai hedonik aroma 3,042 3,200 3,150 3,133 Nilai hedonik rasa 3,058 3,167 3,150 2,033 Nilai skor tekstur 2,917 3,108 3,242 3,100
39
P4 (tween 20) yaitu sebesar 4,531%. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (CMC) yaitu sebesar 1,246% dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 1,152%. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 19,024% dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (Tween 20) yaitu sebesar 18,683%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 7,795% dan terendah terdapat pada perlakuan P3 (CMC) yaitu sebesar 7,562%. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (gum arab) yaitu sebesar 3,134% dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (Tween 20) yaitu sebesar 2,156%. Uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (gum arab) yaitu sebesar 3,200 dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 3,042. Uji organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (gum arab) yaitu sebesar 3,167 dan terendah terdapat pada perlakuan P4 (Tween 20) yaitu sebesar 2,033. Uji organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (CMC) yaitu sebesar 3,242 dan terendah terdapat pada perlakuan P1 (tanpa penstabil) yaitu sebesar 2,917.
Kadar Air Cookies
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar air cookies
40
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar air cookies
Jarak LSR Tepung terigu Rataan
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%
(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada huruf 1% (huruf besar)
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan S2 dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S3 dan S4. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S3 dan S4. Perlakuan S3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S4. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 yaitu 5,126% dan terendah pada perlakuan S4 yaitu 4,078%. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan
41
Dari Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan tepung sukun yang digunakan maka kadar air cookies akan semakin menurun, hal ini disebabkan jumlah kadar air pada tepung sukun lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Kadar air pada tepung sukun (lampiran 10) adalah sebesar 5,62% sedangkan kadar air tepung kunci biru adalah sebesar 14,3% sehingga jumlah air yang dapat diserap oleh tepung sukun lebih besar daripada tepung terigu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutardi dan Supriyanto (1996), yang menyatakan bahwa beberapa sifat tepung sukun yang penting adalah kapasitas hidrasi tepung sukun sekitar 290%, lebih besar dibandingkan dengan kapasitas hidrasi tepung terigu yaitu 191,55%.
Tepung sukun memiliki kadar air yang rendah juga dipengaruhi oleh perendaman dengan natrium metabisulfit. Kadar air tepung sukun yang lebih rendah inilah mempengaruhi kadar air cookies tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hildayati (2005), yang menyatakan bahwa perendaman dan pengeringan tepung sukun dengan natrium metabisulfit akan menyebabkan penurunan rendemen dan kadar air. Dimana sifat sulfit yang mengikat air dan membentuk ikatan natrium bisulfit dan dilanjutkan dengan pengeringan menyebabkan terjadinya penguapan sehingga semakin banyak air yang akan menguap sehingga kadar air tepung semakin rendah.
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air cookies
42
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) penstabil dengan kadar air cookies dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan jenis penstabil dengan kadar air cookies
43
mengikat air lebih besar dibanding CMC dan gum arab. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Medical Biocare (2002) yang menyatakan bahwa tween 20
memiliki sifat sensitif terkena cahaya, pada peningkatan suhu yang tinggi sehingga mengikat air yang besar. Tween 20 digunakan sebagai agen pengemulsi untuk persiapan emulsi minyak dalam air yang stabil 0,005-0,5%. Menurut (Rowe, 2009) tween 20 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusbiantoro (2005) yang menyatakan bahwa diantara bahan penstabil yang umum digunakan, yaitu gelatin, CMC, gum arab, karagenan, natrium alginat, dan pektin, CMC memiliki beberapa kelebihan, diantaranya kapasitas mengikat air yang lebih besar.
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar air cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Abu Cookies
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar abu cookies
44
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar abu cookies
Jarak LSR Tepung terigu Rataan
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf sebesar 0,992%. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.
45
Gambar 8 menunjukkan semakin tinggi penggunaan tepung sukun maka kadar abu akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh tepung sukun mengandung sejumlah mineral dalam konsentrasi tertentu. Penentuan kadar abu untuk mengontrol konsentrasi garam anorganik seperti natrium, kalium, karbonat, dan fosfat. Apabila kadar abunya tinggi, maka kandungan mineralnya juga tinggi. Pada tepung sukun terdapat mineral seperti kalsium (58,8mg/100g), fosfor 165,2 (mg/100g), besi (1,1mg/100g), Shabella (2012). Menurut FAO (1972) menyatakan bahwa kadar abu pada tepung sukun yaitu 2,0 g. Kadar abu pada tepung sukun (lampiran 10) adalah sebesar 1,58% sedangkan kadar abu pada tepung kunci adalah sebesar 0,64%. Pada terigu, terdapat kandungan mineral berupa fosfor (2370 ± 333 mg/kg); natrium (102 ± 52 mg/kg); kalium (4363 ± 386mg/kg); kalsium (351 ±62 mg/kg); magnesium (1163 ±155 mg/kg); besi (40,0 ±5,5 mg/kg); tembaga (2,68 ± 0,93 mg/kg) (Rodriguez, dkk., 2011).
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar abu cookies
46 Kadar Lemak Cookies
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap lemak cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar lemak tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar lemak cookies
Jarak LSR Tepung terigu Rataan
%
Notasi
0,05 0,01 dan tepung sukun 0,05 0,01
- - - S1 = 75% : 25% 19,863 a A
2 0,503 0,692 S2 = 60% : 40% 18,819 b B
3 0,528 0,727 S3 = 45% : 55% 18,507 b B
4 0,541 0,746 S4 = 30% : 70% 18,013 c C
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)
47
Gambar 9. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar lemak cookies
48
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar lemak cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan. Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar lemak cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak
cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan. Kadar Protein Cookies
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar protein cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung sukun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar protein tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar protein cookies
Jarak LSR Tepung terigu Rataan
49
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan S2, S3, dan S4. Perlakuan S2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan S3 dan berbeda nyata terhadap perlakuan S4. Perlakuan S3 berbeda nyata terhadap perlakuan S4. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 yaitu 8,253% dan terendah pada perlakuan S4 yaitu 7,322%. Hubungan antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar protein dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hubungan perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan kadar protein cookies
Dari Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan tepung sukun maka kadar protein semakin menurun. Hal ini disebabkan tepung sukun mempunyai kadar protein yang lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Hal ini sesuai dengan pernyataan FAO (1972) dalam Shabella (2012) yang menyatakan bahwa tepung sukun mengandung protein yang rendah yaitu sebesar 3,6g/100g bahan. Sedangkan dalam uji bahan baku tepung sukun (Lampiran 10) mengandung protein sebesar 2,34%. Kadar protein pada cookies
dipengaruhi oleh pemakaian tepung terigu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astawan (2004) yang menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan dalam
50
pembuatan terigu termasuk ke dalam terigu berprotein rendah dengan kandungan protein 7-9%. Cookies yang dibuat dengan adonan yang rendah protein menghasilkan cookies dengan tekstur mudah patah dan remah karena tidak terbentuk gluten selama pembentukan adonan.
Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar protein cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil terhadap kadar protein cookies
Dari daftar sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi perbandingan tepung terigu dan tepung sukun dengan jenis penstabil memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Serat Kasar Cookies
Pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar serat kasar cookies
51
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung terigu dan tepung sukun terhadap kadar serat kasar cookies
Jarak LSR Tepung terigu Rataan
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)