• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Kebisingan pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tingkat Kebisingan pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum didirikan dengan maksud sebagai sarana dan media mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembangunan nasional. Perpustakaan umum merupakan pusat informasi bagi masyarakat. Melalui perpustakaan umum masyarakat akan dapat dengan mudah mendapatkan informasi.

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum adalah termasuk salah satu lembaga yang demokratis dan salah satu komponen infrastruktur daerah yang berpotensi untuk memperdayakan sumber daya manusia dan masyarakat yang dilayaninya. Menurut Sulistyo-Basuki (1993: 46) “Perpustakaan Umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum”.

Menurut Reitz yang dikutip oleh Hasugian (2011:77) “A library or library system that provides unrestricted access to library resources and services free of

charge to all the resident of a given community, district, or geographic region,

supported wholly or in part by publics funds”. Dalam defenisi yang sederhana dinyatakan bahwa perpustakaan umum adalah sebuah perpustakaan atau sistem perpustakaan yang menyediakan akses yang tidak terbatas kepada sumberdaya perpustakaan dan layanan gratis kepada warga masyarakat di daerah atau wilayah tertentu, yang didukung penuh atau sebahagian dari dana masyarakat.

Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2000: 4) dinyatakan bahwa “ Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan di pemukiman penduduk diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan.

(2)

bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang, status sosial, usia, dan pendidikan.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Umum 2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Umum

Menurut Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO pada tahun 1972 yang dikutip oleh Sulistyo-Basuki (1993: 46) menyatakan bahwa perpustakaan umum mempunyai 4 tujuan utama yaitu

1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik.

2. Menyediakan sumber informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi mereka dan yang sedang hangat dalam kalangan masyarakat.

3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka.

4. Bertindak selaku agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya.

Sedangkan Hermawan dan Zen (2006: 31) menyatakan bahwa tujuan perpustakaan umum adalah:

1. Memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk menggunakan bahan pustaka dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan.

2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang berguna bagi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari.

3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas melalui penyediaan bahan pustaka dan informasi.

4. Bertindak sebagai agen kultural sehingga menjadi pustaka utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitar.

(3)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengembangkan minat baca dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menemukan informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Umum

Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perpustakaan harus mampu melaksanakan fungsinya dengan baik.

Menurut Siregar (2011: 42) “Fungsi perpustakaan umum adalah membantu orang, terutama orang-orang muda dan anak-anak memiliki literasi informasi. Dalam hal ini termasuk memberitahu mereka bagaimana menemukan informasi, juga untuk mengembangkan kebiasaan mereka bagaimana menemukan informasi, dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca. Perpustakaan umum membantu orang dewasa untuk belajar sepanjang hayat dan belajar kembali untuk perubahan karir. Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan mempromosikan kebudayaan”.

Sedangkan menurut Yusuf ( 1996: 21) Fungsi perpustakaan umum adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Edukatif

Perpustakaan umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan menambah pengetahuan secara mandiri.

2. Fungsi Informatif

Perpustakaan umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya, yaitu menyediakan buku-buku referensi, bacaan ilmiah populer berupa buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang diperlukan pembaca.

3. Fungsi Kultural

(4)

4. Fungsi Rekreasi

Perpustakaan umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah, tetapi juga menghimpun bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum berfungsi sebagai tempat mengumpulkan, mengolah, menyimpan, memelihara dan melestarikan koleksi bahan perpustakaan baik cetak maupun non cetak yang dimanfaatkan oleh pengguna dalam mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Umum

Setiap perpustakaan memiliki tugas sesuai dengan jenis perpustakaan. Begitu juga dengan perpustakaan umum. Menurut Sutarno (2006: 13) “Tugas perpustakaan umum adalah memberikan layanan kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai pusat informasi, pusat sumber belajar, tempat rekreasi, penelitian, dan pelestarian koleksi bahan pustaka yang dimiliki.”

Beberapa tugas pokok perpustakaan umum adalah:

1. Perpustakaan umum disediakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk melayani kebutuhan bahan pustaka untuk masyarakat.

2. Perpustakaan umum menyediakan bahan pustaka yang dapat menumbuhkan kegairahan masyarakat untuk belajar dan membaca sedini mungkin.

3. Mendorong masyarakat untuk terampil memilih bacaan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam meningkatkan pengetahuan untuk menunjang pendidikan formal, nonformal dan informal.

4. Menyediakan aneka ragam bahan pustaka yang bermanfaat untuk dibaca agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang layak sehingga dapat berpartisipasi dalam pengembangan nasional.

(5)

2.2 Gedung Perpustakaan

Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus memiliki sarana kerja yang cukup dan permanen untuk menampung semua koleksi, fasilitas, staf dan kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang dimaksud adalah saran fisik dalam bentuk ruangan/gedung. Gedung atau ruangan untuk suatu perpustakaan secara mutlak perlu ada. Sebab perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan.

2.2.1 Perencanaan Gedung Perpustakaan

Untuk menghasilkan gedung yang baik, perencana perlu memahami keperluan pengguna dan fungsi perpustakaan. Menurut Siregar (2008: 2) “Untuk menghasilkan gedung perpustakaan yang dapat menjadi tempat kerja yang efisien, nyaman dan menyenangkan bagi staf perpustakaan dan pengunjung, maka gedung/ruangan perpustakaan haruslah direncanakan secara baik agar dapat menampung segala jenis kegiatan dalam pelaksanaan fungsi perpustakaan.

Menurut Trimo yang dikutip oleh Siregar (2008: 2), perencana juga harus memahami organisasi perpustakaan dan sistem yang digunakan karena kesalahan dalam perencanaan akan mengakibatkan kerugian besar dan tidak mudah untuk memperbaikinya. Beberapa masalah yang akan dihadapi adalah:

1. Kurang terciptanya rasa kesenangan maupun betah dari pembaca atau staf perpustakaan sebagai akibat dari tidak baiknya pengaturan cahaya, udara, suara, ataupun tata ruang di perpustakaan.

2. Terjadinya tata ruang yang tidak menguntungkan usaha peningkatan efektifitas dan efesiensi kerja, baik bagi para petugas perpustakaan maupun bagi para pengunjung.

3. Pada saat perpustakaan berkembang, gedung/ruang tidak memungkinkan dilakukan perluasan yang semestinya baik secara horizontal maupun vertikal.

(6)

5. Timbulnya kadar lembab yang tinggi di dalam gedung/ruang perpustakaan sehingga mempercepat proses kerusakan bahan-bahan pustaka maupun menurunnya kesehatan para petugas perpustakaan. Untuk menghindari kesalahan dalam pembangunan gedung perpustakaan, agar gedung tersebut dapat menampung seluruh kegiatan, serta fungsi dan tugas perpustakaan dapat terlaksana.

Ada beberapa alasan utama, baik secara teoritis maupun dari segi praktis, yang mengharuskan pembangunan gedung perpustakaan direncanakan secara baik dan cermat, antara lain:

1. Pada umumnya dana/anggaran yang disediakan untuk pembangunan gedung/ruang perpustakaan terbatas. Untuk itu pemanfaatan dana/anggaran biaya yang tersedia dapat dilakukan dengan membuat perencanaan yang baik dan cermat.

2. Untuk dapat mengikuti perkembangan perpustakaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan pengguna dituntut pemikiran/perhitungan yang cermat dari perencana atau pustakawan atas daya tampung gedung/ruang perpustakaan serta kemungkinan pengembangan dimasa mendatang.

3. Ada beberapa ciri khas perpustakaan baik dari segi kegiatan, aktifitas yang dilakukan perpustakaan serta teknologi yang digunakan menuntut para perencana mempunyai pengetahuan yang baik tentang kekhususan aktifitas tersebut.

4. Pembangunan gedung perpustakaan menuntut persyaratan-persyaratan khusus berkaitan dengaan ciri khas masyarakat pengguna perpustakaan, serta hubungannya dengan semua unit yang ada pada institusi yang menyelenggarakan.

Pada tahapan perencanaan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Menurut Sulistyo-Basuki (1993:305) yang dikutip oleh Harfano ( 2005: 19), perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain:

1. Deskripsi badan induk dengan penekanan pada objek serta fungsinya. 2. Peranan perpustakaan dalam pemberian jasa melayani badan induk

(7)

3. Deskripsi jasa perpustakaan yang direncanakan. 4. Penyediaan ruangan untuk hal berikut:

a. Koleksi perpustakaan b. Staf perpustakaan

c. Ruang lain yang diperlukan sebagai sarana penunjang perpustakaan seperti ruang pameran, laboratorium, dan ruang konferensi.

5. Bagan organisasi yang menunjukkan bagaimana perpustakaan menyusun sumber, jasa, dan personalia untuk melaksanakan berbagai fungsi perpustakaan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa gedung atau ruang perpustakaan mutlak harus ada. Gedung atau ruang perpustakaan harus berada di tempat yang strategis dan bisa dengan mudah dijangkau oleh pengguna.

2.2.2 Ruang Perpustakaan

Kata ruangan dan ruang dalam pemakaian sehari-hari sering dipakai secara bergantian untuk pengertian yang sama dalam konteks yang sama pula atau berbeda. Menurut Siregar (2008: 12) “Ruangan perpustakaan adalah tempat atau bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan suatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatasi oleh pemisah atau penyekat.

2.2.2.1 Persyaratan Ruang

Keadaan ruangan perpustakaan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu perpustakaan. Hal ini menyangkut hal bagaimana pembagian ruang, perbandingan luas satu dengan lainnya, letaknya, kondisinya dan sebagainya. Di dalam membagi ruangan, yang perlu diperhatikan adalah supaya ruang-ruangan yang tersedia dapat menyimpan koleksi bahan pustaka dan menampung aktifitas atau kegiatan yang diselenggarakan perpustakaan.

(8)

sehingga komposisi antara ruang koleksi, ruang baca, ruang pelayanan dan ruang kerja dapat serasi dan nyaman. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah:

1. Aktifitas layanan perpustakaan dapat berlangsung dengan lancar 2. Para pengunjung tidak saling mengganggu waktu bergerak dan belajar 3. Memungkinkan sirkulasi udara dan masuknya sinar matahari dalam

ruangan

4. Pengguna perpustakaan merasa betah dan nyaman serta mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Pengawasan dan pengamanan bahan pustaka dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam merencanakan letak ruangan-ruangan perpustakaan, perlu diperhatikan hubungan suatu ruangan dengan yang lain. Pengadaan harus ada hubungan langsung dengan katalog untuk mengetahui sudah atau belum adanya buku yang diminta di koleksi perpustakaan, sedangkan bagian pengolahan maupun peminjaman harus ada hubungan langsung dengan katalog maupun koleksi.

Tempat yang disediakan untuk ruang perpustakaan harus terpisah-pisah dari aktifitas lain, seperti penempatan ruang kepala, ruang rapat dan sebagainya. Harus mudah dicapai secara langsung dan tidak melalui ruang kerja orang lain. Betapa pun kecilnya ruangan yang tersedia di perpustakaan namun kenyamanan perlu dijaga, sehingga pengunjung dan pengguna perpustakaan merasa betah berada di dalam perpustakaan.

Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Umum (1992:5) yang dikutip oleh Saria (2005: 6) “Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, tempat melaksanakan kegiatan layanan perpustakaan dan tempat bekerja petugas perpustakaan”. Suatu ruang perpustakaan sebaiknya dirancang dan dibangun sesuai dengan fungsi perpustakaan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan ruangan perpustakaan adalah:

1. Jumlah koleksi dan perkembangannya dimasa yang akan datang. 2. Jumlah pemakai atau masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan. 3. Jumlah bentuk layanan perpustakaan yang disajikan

(9)

Sehubungan dengan kebutuhan ruangan tersebut Soetminah (1992:19) menyatakan bahwa ada tiga komponen yang memerlukan ruangan yaitu:

1. Koleksi

Penempatan koleksi pada perpustakaan dengan sistem terbuka berbeda dari sistem tertutup, luas ruangan yang dibutuhkan juga berbeda. Untuk sistem tertutup satu meter bujur sangkar dapat menampung 180-220 pustaka, pada sistem terbuka hanya 130-170 pustaka.

2. Pembaca

Setiap pembaca memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar dan perlu ketenangan untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu ruangan harus bersih, terang, tenang, longgar, sejuk, ventilasi cukup dan sebagainya. 3. Petugas perpustakaan

Setiap petugas, baik untuk pekerja, pengolahan maupun pelayanan memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar.

Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 (Badan Standarisasi Nasional 2009, 6) tentang perpustakaan umum kabupaten/kota, menyatakan bahwa:

Perpustakaan menempati gedung sendiri dan menyediakan ruang untuk koleksi, staf dan penggunanya dengan luas sekurang-kurangnya 600 m2 (ruang koleksi dan baca anak-anak, remaja, dewasa, ruang kepala, ruang administrasi, ruang pengolahan, ruang serba guna, ruang teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang perpustakaan keliling). Lokasi gedung berada di pusat kegiatan masyarakat, dan mudah dijangkau. Perpustakaan memperhatikan aspek kenyamanan, keindahan, pencahayaan, ketenangan, keamanan, sirkulasi udara.

(10)

2.2.3 Tata Ruang Dalam Perpustakaan

Penataan ruang perpustakaan erat hubungannya dengan cara bagaimana pelayanan diatur dalam perpustakaan. Biasanya pengunjung tertarik masuk ke gedung perpustakaan atau ruangan yang suasananya menyenangkan, maka ruang perpustakaan perlu diatur agar bersih, sejuk tentram dan aman. Pengaturan mebel yang kurang baik kadang-kadang memberi kesan yang kurang menyenangkan sehingga pengunjung tidak kerasan tinggal di ruang perpustakaan.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa ruang perpustakaan harus ditata agar bersih, sejuk, tentram dan aman, karena apabila ruang perpustakaan tidak ditata, pengguna perpustakaan tidak merasa nyaman dan mereka tidak betah berlama-lama di perpustakaan.

Untuk kenyamanan pengguna, pihak perpustakaan perlu memperhatikan penataan ruang koleksinya. Menurut Lasa (1996: 27), ada tiga sistem tata ruang perpustakaan yaitu:

1. Tata sekat

Yakni suatu cara penempatan koleksi yang terpisah dengan meja baca pengunjung. Hanya petugas yang boleh masuk ke ruang itu jadi antara koleksi dan pembaca terdapat sekat/batas. Sistem ini cocok untuk perpustakaan yang menganut sistempinjam tertutup/closed acces. 2. Tata parak

Sistem ini hampir sama dengan sistem tata sekat antara koleksi dan meja baca tidak dicampur. Dalam sistem ini pembaca dimungkinkan mengambil sendiri koleksi yang terletak di ruangan lain kemudian dibon pinjam untuk dibaca di ruangan yang disediakan.

3. Tata baur

Cara penempatan koleksi yang ditata baur yakni antara ruangan/ meja baca dan koleksi dicampur, dengan demikian pembaca lebih mudah mengambil koleksi sendiri. Cara ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menganut sistem terbuka/ open access.

(11)

2.2.3.1 Jenis-jenis Ruangan

Ruangan perpustakaan adalah tempat dalam satu perpustakaan yang digunakan sekat. Ruangan yang ada di perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, pelaksanaan pelayanan, dan tempat petugas perpustakaan bekerja.

Jumlah ruangan yang ada di perpustakaan tergantung kepada banyaknya aktifitas/layanan yang dilaksanakan oleh perpustakaan tersebut. Menururt Siregar (2008: 12-13) faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan ruangan di perpustakaan antara lain:

1. Kegiatan yang dilakukan didalam ruangan tersebut. Identifikasi secara rinci kegiatan/pekerjaan serta tahapan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Rincian pekerjaan, dan rangkaian pelaksanaan pekerjaan harus jelas, sehingga dapat diketahui perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan setiap tahap pelaksanaannya.

2. Kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan luas ruangan yang dibutuhkan, kondisi dan daya tampung ruangan tersebut serta hubungannya dengan ruangan lain, karena hal ini akan menentukan perlengkapan yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui apakah suatu ruangan dapat digunakan untuk kegiatan dimaksud.

3. Perlu dipertimbangkan koleksi yang dimiliki dan yang direncanakan pada masa 10 tahun kemudian. Disamping itu jangkauan pelayanan yang akan diselenggarakan, petugas yang dibutuhkan pada setiap pelayanan, serta rencana pengembangannya untuk 10 tahun mendatang. Penentuan ruangan ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan bidang administrasi dan pengembangannya.

4. Pertimbangan khusus sesuai dengan penggunaan ruangan tersebut, seperti ruangan khusus untuk petugas perpustakaan dimana pengunjung tidak diperkenankan masuk, dan ruangan dimana pengguna dapat masuk.

(12)

ruangan untuk setiap perpustakaan berbeda sesuai dengan kondisi perpustakaan itu sendiri. Namun demikian setiap perpustakaan harus memiliki minimal beberapa ruangan antara lain:

1. Ruang koleksi 2. Ruang baca

3. Ruang operasional perpustakaan 4. Ruang khusus

2.2.3.1.1 Ruang Koleksi

Ruang koleksi adalah ruangan yang berfungsi untuk penempatan koleksi bahan pustaka baik berupa bahan tercetak yaitu: buku, majalah, surat kabar, kliping, brosur dan lain-lain, maupun bahan terekam seperti kaset, film, mikrofish, slide, piringan hitam dan lain-lain. Ruangan koleksi ini juga harus dapat

menampung pengunjung yang akan mencari bahan pustaka/informasi. Selain itu ada juga ruang referensi yang dibuat tersendiri.

Untuk mengetahui luas ruangan koleksi, dapat ditentukan dengan mengetahui banyaknya koleksi yang dimiliki. Perhitungan jumlah koleksi perpustakaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah/populasi pengguna. Untuk memprediksi luas ruangan yang diperlukan pada masa akan datang, dapat dilakukan dengan menghitung pertambahan koleksi per tahunnya. Untuk dapat mengetahui besar pertambahan koleksi pertahun, dapat digunakan perhitungan pertambahan perkapita sederhana.

2.2.3.1.2 Ruang Baca

(13)

Sebagai pertimbangan lain dalam memperkirakan luas ruangan adalah perabot yang digunakan. Sebagai acuan menurut Poole (1981: 53), “ukuran meja belajar (meja perak), yaitu “meja perak tunggal yang cukup luas untuk latar kerja 0,55 m2, berukuran 910 mm x 610 mm. Jadi meja untuk empat orang dengan luas 0,55 m2 per orang mempunyai ukuran 1.821 mm x 1.220 mm”.

2.2.3.1.3 Ruang Operasional Perpustakaan

Ruangan operasional perpustakaan dipergunakan untuk ruang kerja pustakawan atau staf perpustakaan dan kepala perpustakaan.

Keberadaan kepala dan staf perpustakaan memerlukan alokasi ruangan yang dapat ditentukan dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh negara lain. Tetapi menggunakan standar dari negara maju tidak selamanya cocok dengan kondisi Indonesia terutama masalah keterbatasan dana. (Harfano, 2005: 27)

2.2.3.1.4 Ruang Khusus

Selain ruang koleksi, ruang baca dan ruang operasional, hendaknya sebuah perpustakaan mamiliki ruang khusus yang dipergunakan untuk ruang tertentu untuk menunjang aktifitas perpustakaan.

Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 ( Badan Standarisasi Nasional 2009, 6), dinyatakan bahwa, “ruang khusus seluas 30% yang terdiri dari ruang teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang manajemen perpustakaan keliling, dan ruang serba guna”.

Berdasarkan pernyataan tersebut, ruang khusus perpustakaan umum terdiri dari ruang administrasi dan ruang sirkulasi serta ruang khusus lainnya dengan luas 30% dari luas ruangan perpustakaan tersebut.

2.3 Kebisingan

2.3.1 Pengertian Kebisingan

Bunyi merupakan gelombang zat yang sampai ke telinga manusia. Bising merupakan bunyi yang dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan manusia.

(14)

KEP-atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan aau alat-alat-alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Roestam yang dikutip oleh Tandauly (2014), kebisingan dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1. Kebisingan Tetap

Kebisingan tetap dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya.

b. Broad Band Noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya dengan broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

2. Kebisingan Tidak Tetap

Kebisingan tidak tetap dapat menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

(15)

b. Intermitten Noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

c. Impulsive Noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara senjata dan alat-alat sejenis lainnya.

2.3.3 Sumber Kebisingan

Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran baik sementara ataupun permanen. Menurut Jatiningrum (2010), sumber kebisingan yang utama adalah sebagai berikut:

1. Jalan Raya

Sumber utama: motor, sistem exhaust mobil, smaller trucs dan bis. Kebisingan ini dapat diperbesar oleh jalanan yang sempit dan gedung yang tinggi dimana dapat menghasilkan suara bergema.

2. Pesawat terbang 3. Rel kereta api

Sumber dari mesin lokomotif, klakson dan peluit. 4. Konstruksi

Sumber utama: pneumatic hammer, air compressor, bull dozer, loader dump truck dan parement breakers.

5. Industri

(16)

6. Gedung-gedung

Kebisingan di dalam gedung berasal dari plumbing, boilers, generator, air conditioners dan fans. Kebisingandi luar gedung

berasal dari emergency vechicles, traffic dan refuse collection. 7. Produk-produk konsumen

Kebisingan dapat bersumber dari peralatan rumah tangga seperti vacuum cleaner dan peralatan halaman seperti mesin pemotong

rumput dan penyapu salju.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan oleh para pendengar. Menurut WHO yang dikutip oleh Tandauly (2014), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain:

1. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran yang rentang yang dapat didengar.

2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000 Hertz.

3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.

(17)

2.3.5 Prosedur Pengukuran Tingkat Kebisingan

Menurut Public Health Home (2013), ada beberapa prosedur pengukuran tingkat kebisingan yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Contimuous Noise Level) adalah tingkat kebisingan terus menerus dalam ukuran dBA,

berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

3. Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan.

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel(dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kebisingan yang cukup besar.

Kebisingan bisa mengganggu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)

2. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.(Public Health Home, 2013)

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer,

(18)

1. Sound Level Meter (SLM)

Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

2. Octave Band Analyzer (OBA)

Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz. (Public Health Home, 2013)

2.3.6 Standar Kebisingan

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak yaitu:

1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan.

(19)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

NAB untuk kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 dikenal sebagai hukum 3 dB.

Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Waktu Pemaparan Sehari Waktu Intensitas kebisingan (NAB)

1 Jam 3

8 Jam 85

4 Jam 88

2 Jam 91

1 Menit 94

30 Menit 97

1.5 Menit 100

7.5 Menit 103

3.75 Menit 106

1.88 Menit 109

0.94 Menit 112

28,12 Detik 115

14,06 Detik 118

7,03 Detik 121

3,52 Detik 124

1,75 Detik 127

0,88 Detik 13

0,44 Detik 133

0,22 Detik 136

0,11 Detik 139

(20)

Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan No Zona Maksimum dianjurkan (dBA) Maksimum diperbolehkan (dBA)

1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Keterangan:

Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb; Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;

Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya; Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

Sedangkan Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH yang dikutip oleh Public Health Home. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.

2.3.7 Metode Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk memperkecil pengaruhnya pada kesehatan kita. Usaha pengendalian kebisingan harus dimulai dengan melihat komponen kebisingan, yaitu Sumber radiasi, jalur tempuh radiasi, serta penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.

Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).

(21)

melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):

• Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah

• Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sebagai penggantian proses riveting.

• Modifikasi tempat mesin, seperti pemberian dudukan mesin dengan material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi.

• Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja. Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan.

Jika kita berada pada lingkungan kerja dengan kebisingan > 100 dB A, maka usaha kontrol pada sumber kebisingan harus dilakukan. Menurut Standard Basic Requirement OSHA yang dikutip oleh Public Health Home, rekayasa mesin

harus dilakukan pada kondisi ini, dengan beberapa teknik berikut :

Cladding, adalah teknik untuk mengurangi pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi.

Silencer, Attenuator, Muffler. digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida. (Public Health Home, 2013)

(22)

Metode lain untuk meredam bising seperti penggunaan alat peredam bising “silencer” yang diletakkan pada vent gas. Silencer dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi, kompresor, blower, dan pompa vakum. Alat ini didesain sedemikian rupa sehingga aliran udara melewati tabung akustik berlubang yang dikelilingi oleh lapisan tebal dari material penyerap suara yang akan menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan penurunan tekanan minimum. (Public Health Home, 2005)

Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi

dengan baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass. (Public Health Home, 2005)

Selain pengendalian dengan melakukan kontrol pada sumber bising, pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan pengendalian pada medium perambatan. Usaha ini bertujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar (resonansi) saat tertimpa gelombang yang merambat, hal ini sangat tergantung pada bahan dimensi. (Public Health Home, 2005)

Pengendalian kebisingan pada medium propagasi (medium rambat) sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usaha untuk melakukan pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik; Penggunaan material yang memiliki daya serap suara; Pembuatan barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan bising dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima. Usaha lain dapat dilakukan misal dengan memasang panel dan penghalang, serta memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.

(23)

Usaha terakhir untuk mengendalikan kebisingan dengan melakukan usaha proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun juga harus diingat bahwa proteksi yang berlebihan sangat dimungkinkan dapat mengurangi efektifitas proses.

2.3.8 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada intensitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu. Intesitas bising yang tinggi lebih menggangu dibanding intesitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih menggangu dari bising kontinyu. Diantara bising hilang timbul, maka bising pesawat udara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta api.

Dampak negatif utama yang timbul sebagai akibat dari kebisingan terutama pada aspek kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen.

(24)

tekanan darah. Apakah kebisingan dapat menyebabkan perubahan yang menetap seperti penyakit tekanan darah tinggi.

Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising.

Menurut Tandauly (2014), lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

(25)

pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.(dikutip oleh Tandauly, 2014)

Menurut Fauzi (2011), macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :

1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.

2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)

Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

 Tingginya level suara  Lama paparan

(26)

 Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka

kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar  Kepekaan individu

 Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat

memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya

 Keadaan Kesehatan

3. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

4. Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.

5. Tinitus

Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan

(27)

2.3.9 Tingkat Kebisingan Pada Perpustakaan

Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap ruangan di dalam perpustakaan berbeda-beda. Karena itu perlu diperhatikan penempatan ruangan agar ruangan yang tingkat kebisingannya tinggi tidak berdekatan atau menyatu dengan ruangan yang tingkat kebisingannya rendah. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena pada beberapa ruangan di dalam perpustakaan memerlukan ketenangan terutama di ruang baca. Godfrey Thompson dalam bukunya Planning and Design of Library Buildings (1974: 152-154) yang dikutip oleh Harfano

(2005: 34). Membagi sumber kebisingan di dalam perpustakaan menjadi dua bagian:

1. External noise

Yang berasal dari luar perpustakaan seperti suara yang berasal dari koridor disekitar perpustakaan dan suara mesin yang berasal dari sepeda motor dan mobil.

2. Internal noise

Yang berasal dari dalam perpustakaan seperti suara percakapan baik oleh pemakai maupun staf perpustakaan, suara kursi yang digeser, dan suara yang berasal dari peralatan yang digunakan di dalam perpustakaan seperti trolley, mesin fotokopi, printer, ataupun suara mesin ketik.

Jika ada sumber kebisingan yang berasal dari luar dan dalam perpustakaan, maka perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi tingkat kebisingan pada saat pembangunan perpustakaan. Berdasarkan buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:133), “Hal yang perlu diperhatikan dalam aspek akustik perancangan bangunan perpustakaan adalah sebagai berikut:

1. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise criteria) yang memadai pada setiap fungsi ruang berikut:

Ruang baca NC 3035

Ruang buku NC 3035

Ruang kerja umum NC 3035

(28)

2. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan menerapkan sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan. 3. Menerapkan sistem kompartemenisasi sumber suara, yaitu dengan

pendaerahan ruang-ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi/ daerah yang terisolasi; dan

4. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara untuk lantai/ langit-langit/ dinding pada ruang-ruang yang dianggap dapat menjadi sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang rendah.

Gambar

Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut
Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan dibuatnya aplikasi ini diharapkan dapat membantu pemakai (user) dalam pencatatan pendaftaran peserta dan dapat membantu proses penyimpanan data siswa sehingga tidak

[r]

PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UTK MEMPEROLEH PENGHASILAN.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sidoarjo serta

[r]

[r]

Block cipher dengan pola ikan berenang merupakan algoritma yang dikembangkan berdasarkan prinsip block cipher dengan ukuran blok sebanyak 64 bit. Penelitian ini membuat