III-1 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan kendaraan yaitu menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dimasukkan ke dalam persamaan untuk mendapatkan konsentrasi CO dari kendaraan bermotor. Kemudian dalam waktu yang bersamaan dengan pengamatan kendaraan akan dilakukan sampling konsentrasi CO di lapangan dimana hasil sampling (CO terukur) tersebut akan dibandingkan dengan hasil pemodelan (CO hitung) serta dilakukan juga pengambilan data meteorologi lapangan seperti suhu, intensitas matahari, arah dan kecepatan angin.
III-3 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruas Jalan MT. Haryono Kota Medan. Lokasi ini dipilih atas dasar beberapa pertimbangan tertentu, yaitu :
a. Merupakan ruas jalan di Kota Medan yang didominasi kawasan perdagangan, terdapat gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat ibadah, sekolah, dan toko-toko.
b. Sering terjadi kemacetan pada hari dan jam sibuk dengan rasio V/C sebesar 1,08 (DISHUB, 2016). Nilai V/C sama dengan 1 berarti bahwa ruas jalan tersebut macet atau kapasitas jalan sama dengan jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut, sehingga sesuai dipilih sebagai lokasi penelitian.
c. Lalu lintas di ruas jalan ini merupakan heterogen. Lalu lintas heterogen adalah lalu lintas yang memiliki komposisi pengguna jalan raya yang terdiri dari kendaraan bermotor, non-kendaraan bermotor, dan pejalan kaki (Mardiati, 2015).
Lokasi penelitian untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.
III-4 3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) hari pada bulan Desember 2016. Pengambilan sampel yang meliputi jumlah dan jenis kendaraan bermotor, konsentrasi CO dengan aktif sampling, serta data meteorologi dilakukan dalam 3 (tiga) hari yaitu Senin, Rabu dan Jumat. Titik sampling dipilih pada 2 (dua) titik persimpangan menggunakan purposive sampling. Titik ini dinilai dapat mewakili keseluruhan Jalan MT. Haryono yang memiliki panjang 1,16 km dan lebar jalan 0,14 km dalam perhitungan model DFLS. Pemilihan titik sampling ini juga berdasarkan bahwa kendaraan tidak hanya melewati sepanjang Jalan MT. Haryono, melainkan dapat keluar dan masuk dari persimpangan-persimpangan tersebut.
Menurut Lampiran VI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMENLH) No. 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pemantauan Kualitas Udara Ambien pada bagian III Metode Pemantauan Secara Manual, idealnya untuk mendapatkan data atau nilai satu jam, pengukuran dapat dilakukan pada salah satu interval waktu seperti dibawah ini. Durasi pengukuran di setiap interval adalah satu jam.
1. Interval waktu 06.00–09.00 (pagi) 2. Interval waktu 12.00–14.00 (siang)
III-5 Tabel 3.1 Pemilihan Waktu Pengambilan Sampel
Lokasi Hari Waktu Variabel yang di ukur
Jalan MT. Haryono
07.00-08.00 WIB - Konsentrasi CO
- Data meteorologi : suhu, intensitas radiasi matahari, arah dan kecepatan angin - Jumlah dan jenis kendaraan 12.00-13.00 WIB
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah :
1. Jumlah dan jenis kendaraan : seluruh kendaraan yang melewati Jalan MT. Haryono dengan berbagai jenis kendaraan seperti sepeda motor, mobil penumpang, bus dan truk.
2. Konsentrasi parameter CO terukur
3. Data meteorologi : suhu, intensitas radiasi matahari, arah dan kecepatan angin. 3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan yaitu :
1. Jumlah dan jenis kendaraan
III-6 jenis truk). Penentuan jenis kendaraan ini mengacu pada Faktor Emisi Indonesia (KLH, 2013). Perhitungan jenis dan jumlah kendaraan dilakukan secara manual, dilakukan oleh 4 (empat) orang surveyor untuk menghitung masing-masing jenis kendaraan.
2. Konsentrasi parameter CO terukur
Pemantauan konsentrasi CO terukur dilakukan pada dua titik saat jam sibuk (peak hour). Waktu pemantauan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Pengukuran konsentrasi parameter CO merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010. Pengukuran dilakukan secara manual untuk mendapatkan data atau nilai harian. Pengukuran konsentrasi CO menggunakan alat portable CO Monitor.
Pengambilan sampel bekerja sama dengan pihak Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan.
Prinsip kerja alat dengan metode NDIRAnalyzer, yaitu berdasarkan kemampuan gas CO menyerap sinar infra merah pada panjang 4,6 µm. Banyaknya intensitas sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi CO di udara. Analyzer ini terdiri dari sumber cahaya infra merah, tabung sampel, tabung reference, detektor, dan rekorder. Dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.
Gambar 3.3 Skema NDIR-COAnalyzer
III-7 Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Merk :Quest technologies Type AQ50000 Pro
b. Prinsip langsung : Secara kimia c. Prinsip deteksi : Sensoring d. Metode deteksi : Elektrokimia
e. Aplikasi : Analisa gas
f. Dimensi : 15 x 10,5 x 6 in (38 x26,7 x 15 cm)
g. Berat : 9 kg
h. Peratalatan daya : Baterai NiMHrechargeable, AA alkaline, dan AC adapter
i. Kondisi Operasi : 0 sampai 50oC (32 sampai 122oF) j. Jadwal kalibrasi : Tahunan
Alat portable CO Monitor yang digunakan saat sampling seperti terlihat pada Gambar 3.4 berikut ini.
Gambar 3.4 Alatportable CO Monitor
Penentuan titik sampling dan penempatan alat saat sampling kualitas udara roadside
III-8 Konsentrasi CO yang dikeluarkan oleh alat portable CO Monitor dalam satuan ppm, kemudian akan dikonversi ke dalam satuan µg/m3. Rumus untuk mengkonversi satuan tersebut berdasarkan SNI 7119.10:2011 tentang Cara Uji Kadar Karbon Monoksida (CO) Menggunakan MetodeNon Dispersive Infra Red(NDIR) sebagai berikut (BSN, 2011).
C = C x
, x 1000 (3.1)
Keterangan : C2 = Konsentrasi CO dalam udara ambien (µg/m3)
C1 = Konsentrasi CO dalam udara ambien (ppm)
28 = Berat molekul CO
24,45 = Volume gas pada kondisi normal 25oC, 760 mmHg (L) 3. Data meteorologi
Data meteorologi yang dibutuhkan yaitu suhu udara, arah dan kecepatan angin. Pengambilan data meteorologi dilakukan bersamaan dengan dilakukannya pemantauan CO terukur serta pengamatan jumlah dan jenis kendaraan. Pengukuran suhu udara serta kecepatan angin menggunakan anemometer, dan arah angin menggunakan kompas. Alat yang digunakan saat sampling dapat dilihat pada Lampiran VIII.
4. Koordinat lokasi pemantauan
Koordinat lokasi pemantauan diambil menggunakan alat Global Positioning System
(GPS)HandheldGarmin dengan jenisGPSmap 78CS.Alat yang digunakan saat sampling dapat dilihat pada Lampiran VIII.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder berupa data yang mendukung penelitian. Data yang diperlukan yaitu : 1. Data mengenai jumlah penduduk Kota Medan, luas wilayah Kota Medan, dan jumlah
kendaraan bermotor di Kota Medan didapatkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015.
III-9 3. Data meteorologi seperti arah dan kecepatan angin yang dikumpulkan merupakan data lima tahun terakhir yaitu tahun 2011-2015. Data ini didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Medan.
4. Data meteorologi lainnya yang digunakan dalam pemodelan yaitu intensitas radiasi matahari merupakan data saat hari pemantauan CO terukur. Data ini didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sampali.
3.5 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. 1. Arah angin dominan
Data arah dan kecepatan angin lima tahun terakhir diolah dengan aplikasi WRPlotyang menghasilkan diagram windrose. Diagramwindrose digunakan untuk mengetahui arah dan kecepatan angin dominan Kota Medan (Lampiran VI). Data arah dan kecepatan angin tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Lampiran VII.
2. Perhitungan laju emisi
Perhitungan laju emisi transportasi berdasarkan jumlah kendaraan dan faktor emisi menggunakan persamaan (2.4). Dalam persamaan (2.4) terdapat faktor emisi untuk menghitung laju emisi, sehingga digunakan Faktor Emisi Indonesia yang mengacu pada KLH Tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara di Perkotaan. Faktor emisi dapat dilihat pada Tabel 2.6.
3. Perhitungan konsentrasi CO dengan pemodelan DFLS
Dari hasil perhitungan di atas dilanjutkan dengan menghitung konsentrasi pencemar di jalan raya dengan pemodelan DFLS. Perhitungan model DFLS dapat dilihat pada persamaan (2.3).
Persamaan (2.3) di atas merupakan modifikasi dari persamaan Gaussian untuk menghitung konsentrasi udara ambien. Dalam persamaan (2.3) diatas terdapat ūe,σz, dan
III-10 persamaan (2.8). Untuk lebih jelasnya mengenai pengolahan perhitungan DFLS dapat di lihat pada Lampiran II.
4. Uji validasi
Pada uji validasi ini dilakukan dengan perbandingan hasil dari konsentrasi CO terukur di lapangan (data observasi/O) dengan konsentrasi CO hitung dengan model DFLS (data prediksi/P). Kemudian kedua data (O dan P) divalidasi menggunakan persamaan IOA (Index of Agreement). Rumus untuk menghitung validasi data menggunakan persamaan IOA dapat menggunakan persamaan (2.9).
IV-1 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah dan jenis Kendaraan Bermotor di Jalan MT. Haryono
Pengamatan jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan dilakukan di Jalan MT. Haryono pada 2 (dua) titik. Pengamatan dilakukan pada masing-masing titik selama 3 (tiga) hari, yaitu pada hari Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pembagian waktu pagi dan siang dengan interval waktu 1 (satu) jam (Lampiran X). Pengamatan dilakukan pada koordinat garis Lintang Utara 03o34’ 00,9” dan garis Bujur Timur 98o40’ 58,5” untuk titik 1 (satu) dan garis Lintang Utara 03o35’ 19,8” dan garis Bujur Timur 98o41’ 24,4” untuk titik 2 (dua).
4.1.1 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Jenis Kendaraan dan Titik Lokasi Pengamatan
Jumlah kendaraan dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang melintasi suatu jalan. Umumnya, jenis kendaraan yang melintas di Jalan MT. Haryono yaitu sepeda motor, mobil penumpang, bus, dan truk. Hasil pengamatan jumlah kendaraan di kedua lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1a, Gambar 4.1b, dan Gambar 4.1c.
Gambar 4.1a. Jumlah Kendaraan pada hari Rabu di Jalan MT. Haryono
Sepeda motor Mobil penumpang Bus Truk
Titik 1 Pagi 2.207 1.346 4 105
Titik 2 Pagi 1.572 969 2 159
Titik 1 Siang 1.645 1.184 6 116
Titik 2 Siang 1.546 922 0 96
IV-2 Gambar 4.1b. Jumlah Kendaraan pada hari Kamis di Jalan MT. Haryono
Gambar 4.1c. Jumlah Kendaraan pada hari Jumat di Jalan MT. Haryono
Berdasarkan Gambar 4.1a sampai 4.1c, jumlah kendaraan terbanyak saat sampling hari Rabu (7 Desember 2016) s/d hari Jumat (9 Desember 2016) yaitu di titik 1 (satu) masing-masing sebesar 55,67 %, 57,31 %, dan 56,67 %. Hal ini terjadi karena di sekitar titik 1 (satu) merupakan kawasan pertokoan, perkantoran, dan perdagangan. Selain itu, Jalan MT. Haryono merupakan jalur satu arah (oneway) sehingga titik 1 (satu) merupakan akses masuknya kendaraan dari Jalan Irian Barat, Jalan Stasiun Kereta Api, Jalan Palang Merah dan Jalan Pegadaian yang akan melewati Jalan MT. Haryono.
Sepeda motor Mobil penumpang Bus Truk
Titik 1 Pagi 2.293 1.378 5 107
Titik 2 Pagi 1.770 1.066 1 173
Titik 1 Siang 1.793 1.353 4 138
Titik 2 Siang 1.315 861 1 80
0
Sepeda motor Mobil penumpang Bus Truk
Titik 1 Pagi 2.142 1.293 4 94
Titik 2 Pagi 1.653 972 1 145
Titik 1 Siang 2.048 1.326 5 106
Titik 2 Siang 1.473 1.061 2 81
IV-3 Jenis kendaraan yang paling dominan saat sampling dari hari Rabu (7 Desember 2016) s/d Jumat (9 Desember 2016) adalah sepeda motor masing-masing sebesar 58,67 %, 58,12 %, dan 58,97 %. Banyaknya jumlah sepeda motor disebabkan karena sepeda motor menjadi andalan utama dan paling terjangkau bagi mayoritas masyarakat. Sifatnya yang praktis dan efisien, sehingga banyak masyarakat khususnya para pekerja dan pedagang memilih sepeda motor. Selain itu, penggunaan sepeda motor untuk kebutuhan mobilitas harian sangat efektif dibandingkan penggunaan mobil (Azhari, 2014).
Jalan MT. Haryono didominasi oleh gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar, sekolah, dan tempat peribadatan. Oleh sebab itu, banyaknya jumlah sepeda motor dan mobil penumpang yang melintasi jalan ini dikarenakan adanya aktivitas masyarakat untuk menuju kantor, pasar, pusat perbelanjaan, sekolah, dll. Adanya truk yang melintasi jalan ini karena fungsi truk sebagai alat pengangkut barang dari kegiatan kantor, pasar, pusat perbelanjaan, dll. Bus yang melewati jalan ini adalah bus antar kota (Bus Mebidang) dan bus sekolah.
Pagi hari merupakan aktivitas kendaraan yang paling dominan dibandingkan siang hari. Hal ini disebabkan karena aktivitas sekolah, kantor, dan perdagangan lebih banyak dilakukan pada pagi hari. Umumnya, saat siang hari masyarakat lebih menggunakan waktu luang untuk makan siang, sholat, dan istirahat. Aktivitas lainnya seperti pulang kantor, pulang sekolah, dan penutupan pasar/ruko/mall lebih banyak dilakukan saat sore hari.
4.1.2 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Waktu Pengamatan
IV-4 Gambar 4.2 Jumlah Kendaraan Berdasarkan Waktu
Berdasarkan Gambar 4.2, total jumlah kendaraan yang paling banyak saat pengamatan yaitu hari Jumat sebanyak 33,9 %, kemudian diikuti hari Kamis sebanyak 33,7 %, dan hari Rabu yang paling kecil sebanyak 32,4 %. Hal ini disebabkan karena hari Jumat adalah akhir hari kerja menuju hari libur (Sabtu dan Minggu), sehingga aktivitas masyarakat lebih padat pada hari Jumat. Untuk memperkuat asumsi, dilakukan traffic countingpada tanggal 3 dan 10 Februari 2017. Berdasarkantraffic counting,total jumlah kendaraan hari Jumat sebanyak 12.446 kendaraan dan 12.462 kendaraan (Lampiran X). 4.2 Laju Emisi CO
Beberapa hal yang perlu diketahui untuk mendapatkan data perhitungan laju emisi CO adalah sebagai berikut :
1. Perhitungan laju emisi CO didapatkan dengan menggunakan persamaan (2.4).
2. Faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan berdasarkan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2013 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara di Perkotaan.
3. Pengamatan jumlah dan jenis kendaraan dilakukan dengan interval waktu satu jam sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010.
IV-5 Perhitungan laju emisi CO dari kendaraan di Jalan MT. Haryono dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini
Tabel 4.1 Data Jumlah Kendaraan dan Faktor Emisi di Jalan MT. Haryono
Hari /
1 Pagi 2.207 1.346 4 105 3.662
2 Pagi 1.572 969 2 159 2.702
1 Siang 1.645 1.184 6 116 2.951
2 Siang 1.546 922 0 96 2.564
Kamis-08/12/2016
1 Pagi 2.293 1.378 5 107 3.783
2 Pagi 1.770 1.066 1 173 3.010
1 Siang 1.793 1.353 4 138 3.288
2 Siang 1.315 861 1 80 2.257
Jumat-09/12/2016
1 Pagi 2.142 1.293 4 94 3.533
2 Pagi 1.653 972 1 145 2.771
1 Siang 2.048 1.326 5 106 3.485
2 Siang 1.473 1.061 2 81 2.617
Faktor Emisi (g/km)b 14 32,4 11 8,4
Sumber : aSurvey 2016 dan bKLH, 2013.
Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (2.1), sehingga didapatkan laju emisi. Contoh perhitungan untuk pengamatan Rabu pagi di titik 1 (satu) adalah sebagai berikut.
=0,020954 g/m.detik = 0,021 g/m.detik
IV-6 Tabel 4.2 Laju Emisi CO di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal Titik Laju Emisi CO
(g/m.detik)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju emisi CO rata-rata pada pagi hari adalah 0,018 g/m.detik dan pada siang hari adalah 0,017 g/m.detik. Jumlah laju emisi tersebut merupakan rata-rata total seluruh emisi yang bersumber dari kendaraan yang melintasi Jalan MT. Haryono. Persentase emisi yang disumbangkan berdasarkan jenis kendaraan di Jalan MT. Haryono dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini. Contoh perhitungan untuk menghitung persentase emisi Rabu pagi di titik 1 (satu) yang disumbangkan oleh sepeda motor adalah sebagai berikut.
% Emisi = Laju emisi masing masing kendaraan
Total laju emisi kendaraan 100 %
% Emisi = (2207 x 14) + (1346 x 32,4) + (4 x 11) + (105 x 8,4)2207 x 14 100 %
% Emisi = 41 %
IV-7 Tabel 4.3 Persentase Sumbangan Emisi dari Kendaraan di Jalan MT. Haryono
Hari Titik Sepeda
Sumber : Survey dan Perhitungan, 2016. Keterangan : % Emisi = Persentase Emisi
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jenis kendaraan yang paling banyak menyumbang emisi CO adalah mobil penumpang berkisar dari 57 % - 62 %. Penyumbang kedua emisi terbanyak adalah sepeda motor berkisar 36 % - 41 %. Penyumbang ketiga emisi terbanyak adalah truk berkisar 1,09 % - 2,44 %. Bus merupakan kendaraan yang paling sedikit menyumbang emisi yaitu berkisar 0 % - 0,11 %.
Emisi yang dikeluarkan kendaraan dipengaruhi oleh jumlah kendaraan dan nilai faktor emisi. Berdasarkan KLH (2013), nilai faktor emisi CO dari mobil penumpang lebih besar daripada sepeda motor. Hal ini menyebabkan laju emisi dari mobil penumpang lebih besar dibandingkan sepeda motor, walaupun jumlah sepeda motor lebih banyak dibandingkan mobil penumpang. Nilai faktor emisi CO untuk mobil penumpang lebih besar dibandingkan sepeda motor dipengaruhi oleh kapasitas mesin kendaraan. Perbedaan kapasitas mesin kendaraan mempengaruhi konsentrasi emisi gas buangnya. Mesin kendaraan dengan kapasitas silinder lebih besar akan mengeluarkan zat pencemar yang lebih besar (Muziansyah, 2015).
4.3 Faktor Meteorologi
IV-8 yang didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sampali (Lampiran IV). Hal ini terjadi karena keterbatasan alat dalam penelitian ini. Data meteorologi yang digunakan dalam perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Data Meteorologi di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal Titik
2 Pagi 107,5 1,59 305 160
1 Siang 148,75 1,34 306,9 555
2 Siang 180 2,04 306,4 510
Kamis-08/12/2016
1 Pagi 346,67 1,44 303,1 80
2 Pagi 126,67 1,46 304,6 180
1 Siang 255 1,32 306,7 245
2 Siang 152,5 2,28 305,9 305
Jumat-09/12/2016
1 Pagi 75 1,07 301,6 0
2 Pagi 80 0,97 303,5 50
1 Siang 126,43 1,01 306,8 555
2 Siang 180 1,07 306,6 350
Sumber :aSurvey danbBMKG, 2016.
IV-9 Tabel 4.5 Kelas Stabilitas Atmosfer pada Setiap Titik di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal Titik
Rabu-07/12/2016 1 Pagi 1,87 0 B Tidak Stabil
2 Pagi 1,59 160 B Tidak Stabil
1 Siang 1,34 555 A-B Tidak Stabil
2 Siang 2,04 510 B Tidak Stabil
Kamis-08/12/2016 1 Pagi 1,44 80 B Tidak Stabil
2 Pagi 1,46 180 B Tidak Stabil
1 Siang 1,32 245 B Tidak Stabil
2 Siang 2,28 305 B Tidak Stabil
Jumat-09/12/2016 1 Pagi 1,07 0 B Tidak Stabil
2 Pagi 0,97 50 B Tidak Stabil
1 Siang 1,01 555 A-B Tidak Stabil
2 Siang 1,07 350 A-B Tidak Stabil
Sumber : Survey dan Perhitungan, 2016.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa rata-rata kelas stabilitas atmosfer Pasquill-Gifford pada penelitian ini adalah B (tidak stabil). Selanjutnya dapat ditentukan nilai parameter a, b, c, α, U1, dan U0yang akan digunakan dalam pemodelan, nilai tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3.6.
4.4 Konsentrasi CO Terukur di Sekitar Jalan MT. Haryono
Pemantauan konsentrasi CO di sekitar Jalan MT. Haryono bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan. Alatportable CO Monitorditempatkan pada bahu jalan ± 1 m dari pinggir jalan dan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan jalan (Lampiran I). Konsentrasi CO dipantau pada 2 titik di Jalan MT. Haryono yaitu titik 1 (satu) di Simpang Cirebon dan titik 2 (dua) di Simpang Thamrin (Lampiran V), peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
IV-10 Gambar 4.3 Konsentrasi CO Terukur di Jalan MT. Haryono (Desember 2016) Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat konsentrasi CO tertinggi untuk pemantauan pagi hari yaitu 20.613 µg/m3 dan untuk pemantauan siang hari yaitu 27.484 µg/m3 di titik 2
(dua) pada hari Kamis. Hasil pemantauan tidak ada yang melewati baku mutu (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara) yaitu 30.000 µg/m3, hanya saja pada hari Kamis siang di titik 2 (dua) nilainya hampir mendekati
baku mutu.
Hal ini perlu diwaspadai, jika terpapar CO selama≥ 8 jam akan mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh seperti otak, hati, dan saraf pusat. CO mempunyai sebutansilent killer
karena mempunyai sifat yang tidak berbau dan kasat mata. Gas CO mampu mengikat haemoglobin lebih cepat dibandingkan O2, sehingga mengurangi kapasitas oksigen di
dalam darah yang dapat menyebabkan sesak nafas, pingsan hingga kematian (Nevers, 2000; Wardhana, 2004).
Konsentrasi CO pada pemantauan siang hari cenderung lebih tinggi dibandingkan pagi hari walaupun jumlah kendaraan cenderung lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan siang hari. Hal ini disebabkan karena faktor meteorologi seperti suhu, kecepatan angin, dan intensitas matahari. Suhu pada siang hari lebih tinggi dibandingkan pagi hari, suhu rata-rata pada siang hari yaitu 306,6 K atau 33,6 oC. Intensitas matahari rata-rata pada
19.468
Pagi Pagi Siang Siang Pagi Pagi Siang Siang Pagi Pagi Siang Siang
Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2 Titik 1 Titik 2
Rabu-07/12/2016 Kamis-08/12/2016 Jumat-09/12/2016
IV-11 siang hari juga lebih tinggi dibandingkan pagi hari yaitu 420 W/m2. Kecepatan angin rata-rata pada siang hari berkisar 1,51 m/s, dapat dikatakan rendah.
Berdasarkan hal di atas, bahwa suhu dan intensitas matahari yang tinggi menyebabkan polutan meningkat. Kondisi kecepatan angin yang rendah menyebabkan polutan tidak terdispersi sempurna (Cooper and Alley, 1994; Supriyadi, 2009). Hal ini yang mendasari tingkat pencemaran tinggi saat siang hari. Selain itu, pada titik 2 (dua) terdapat renovasi jalan dan galian parit sehingga terjadi kemacetan di sekitar lokasi pemantauan. Hal ini juga yang menyebabkan konsentrasi CO terukur tinggi di titik tersebut.
Berdasarkan penelitian Boediningsih (2011), kemacetan pada saat jam sibuk yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan pencemaran udara. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan kemacetan seperti terdapat pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan, mobil atau becak yang parkir di bahu jalan, penyempitan jalan sehingga terjadi antrian di persimpangan jalan, dan lain sebagainya.
4.5 Konsentrasi CO Hitung dengan Pemodelan DFLS
Input dalam pemodelan ini menggunakan data laju emisi dan faktor meteorologi yang telah didapatkan dari lapangan kemudian diolah menggunakansoftware Ms-Excel. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan dengan pemodelan DFLS yaitu : laju emisi QL
= 0,020954 g/m.detik;kecepatan angin di lokasi ū =1,87 m/detik; jarak alat dari sumber pencemar x = 1 m; ketinggian sumber/knalpot H = 30 cm = 0,3 m; ketinggian alat z = 1,5 m; sudut kemiringan jalan = 73° (lihat Gambar 2.2); arah angin di lokasi = 75°; dan suhu di lokasi To= 29,7 °C + 273 = 302,7 K.
Berikut langkah-langkah dan contoh perhitungan dalam pemodelan ini: 1. Menentukan kelas stabilitas dan nilai parameter pemodelan DFLS
Kelas stabilitas atmosfer B (tidak stabil), sehingga nilai parameter untuk pemodelan DFLS (lihat Tabel 2.8) sebagai berikut.
IV-12 2. Menghitung Sinθ
Untuk menghitung Sin θ dapat menggunakan persamaan (2.7a) (kondisi tidak stabil), sehingga untuk arah angin θ < 180° = 75° - 73° = 2°, Sinθ 0,2242 + 0,7758 sin (2) = 0,2513.
3. Menghitungūe
Untuk menghitung kecepatan angin efektif (ūe) menggunakan persamaan (2.5), maka:
ūe= 1,87 (0,2513) + 0,63 = 1,1 m/detik 4. Menghitungσz
Untuk menghitung koefisien dispersi arah vertikal (σz) menggunakan persamaan (2.6),
maka:
σz= 1,14 + 0,03 ,
,
= 1,4 m
5. Menghitung ho
Untuk menghitung tinggi efektif sumber (ho) menggunakan persamaan (2.8), sebelumnya
dihitung terlebih dahulu F1 dan U’ selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan untuk
mencari ho.
Untuk menghitung konsentrasi CO dengan persamaan DFLS (lihat persamaan 2.3), maka:
IV-13 = 0,0017358 g/m3
= 1.735,8 µg/m3= 1.736 µg/m3
Konsentrasi yang telah didapat adalah konsentrasi pada Rabu pagi di titik 1 (satu), konsentrasi lainnya dihitung dengan cara yang sama. Hasil konsentrasi untuk pengukuran lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Konsentrasi CO Hitung di Jalan MT. Haryono
Hari / Tanggal Titik Konsentrasi CO Hitung (µg/m³)
Rabu-Berdasarkan hasil pemodelan, konsentrasi tertinggi pada pagi hari yaitu di titik 1 (satu) hari jumat sebesar 2.051 µg/m3, sedangkan pada siang hari yaitu di titik 1 (satu) hari Kamis sebesar 1.848 µg/m3. Konsentrasi terendah pada pagi hari yaitu di titik 2 (dua) hari Kamis sebesar 801 µg/m3, sedangkan pada siang hari yaitu di titik 2 (dua) hari kamis sebesar 400 µg/m3. Rata-rata konsentrasi pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan rata-rata pengukuran pada siang hari. Hal ini, dapat disebabkan karena kondisi stabilitas atmosfer saat pagi hari lebih stabil dibandingkan siang hari (lihat Tabel 4.5).
IV-14 4.6 Uji Validasi denganIndex of Agreement(IOA)
Data yang digunakan untuk perhitungan validasi ini adalah data konsentrasi CO terukur dan konsentrasi CO hitung. Berikut data-data yang diketahui untuk uji validasi dengan persamaan IOA dapat di lihat pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Data untuk Uji Validasi dengan IOA
Hari /
Tanggal Titik P O (P-O)
2 (P–
1 Pagi 1.736 19.468 314.435.243 19.641 1.908 464.376.640
2 Pagi 808 18.323 306.790.433 20.569 3.053 558.017.782
1 Siang 791 22.903 488.954.282 20.586 1.527 488.966.342
2 Siang 493 25.194 610.137.336 20.883 3.818 610.118.817
Kamis-08/12/2016
1 Pagi 930 17.177 263.968.074 20.447 4.199 607.445.033
2 Pagi 801 20.613 392.510.388 20.575 763 455.327.315
1 Siang 1.848 21.758 396.418.340 19.529 382 396.431.329
2 Siang 400 27.484 733.549.991 20.977 6.108 733.574.654
Jumat-09/12/2016
1 Pagi 2.051 18.323 264.774.185 19.325 3.053 500.792.787 2 Pagi 1.499 16.032 211.214.934 19.878 5.344 636.169.462 1 Siang 1.205 22.903 470.821.394 20.172 1.527 470.828.519
2 Siang 823 26.339 651.074.702 20.554 4.963 651.096.025
Rata-rata/Mean 21376
Total/Ʃ 5.104.649.301 6.573.144.703
Sumber : Perhitungan, 2016.
Rumus yang digunakan dalam uji validasi dengan IOA dapat dilihat pada persamaan (2.9). Berikut contoh perhitungan dalam uji validasi ini.
d = 1 -5.104.649.301 6.573.144.703
= 1- 0,777 = 0,223
IV-15 Perbandingan konsentrasi CO hitung cenderung lebih kecil dibandingkan konsentrasi CO terukur. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Peletakan alat pengukur CO dekat dengan persimpangan jalan yang kondisi lalu lintasnya sibuk.
2. Kondisi jalan di titik 2 (dua) mengalami kemacetan, sehingga mempengaruhi konsentrasi CO terukur. Menurut Sengkeyet al(2011), kondisi kemacetan lalu lintas mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO.
3. Berdasarkan asumsi pemodelan, bahwa polutan CO hanya berasal dari kendaraan bermotor dan mengabaikan pengaruh sumber emisi lain. Sedangkan saat penelitian di lapangan, pengukuran polutan CO sangat dipengaruhi oleh sumber emisi lain seperti aktivitas transportasi kereta api.
4. Penyebaran polutan di sekitar lokasi dipengaruhi oleh kondisi topografi lokal Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dengan ketinggian ± 12–20 m. Menurut Supriyadi (2009), efek ketinggian bangunan mempengaruhi penyebaran polutan yang pada akhirnya polutan tidak tersebar secara merata.
5. Pemodelan mengabaikan pengaruhmaximum mixing height(MMH).
6. Berdasarkan BSN (2005), jarak alat pengukur CO dari sumber emisi adalah 1-5 m. Namun karena Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dan tidak memiliki wilayah sempadan jalan, sehingga penempatan alat pengukur CO dari sumber emisi dipilih pada jarak 1 m. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi CO terukur.
7. Data intensitas matahari merupakan data sekunder dari BMKG Sampali, sehingga mempengaruhi nilai stabilitas atmosfer dalam mendapatkan konsentrasi CO hitung. 8. Kondisi barrier alam seperti tidak adanya lahan hijau di sekitar lokasi penelitian.
IV-16 4.7 Perbandingan Konsentrasi CO Terukur dan Konsentrasi CO Hitung
Perbandingan konsentrasi CO terukur dan konsentrasi hitung dengan pemodelan DFLS dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4.4 Konsentrasi CO Terukur vs Konsentrasi CO Hitung di Jalan MT. Haryono (Desember 2016)
Berdasarkan Gambar 4.4 konsentrasi CO di titik 1 (satu) dan 2 (dua) pada pengukuran pagi memilikitrendyang hampir sama tetapi saat pengukuran siang memilikitrendyang berlawanan. Konsentrasi CO hitung saat pengukuran siang di titik 1 (satu) lebih tinggi dibandingkan titik 2 (dua), disebabkan karena jumlah kendaraan yang melintas di titik 1 (satu) lebih banyak dibandingkan titik 2 (dua). Sebaliknya, konsentrasi CO terukur saat pengukuran siang di titik 1 (satu) lebih rendah dibandingkan titik 2 (dua) karena kondisi kemacetan di titik 2 (dua). Berdasarkan hasil penelitian Sengkey et al (2011), kondisi kemacetan lalu lintas sangat mempengaruhi peningkatan konsentrasi CO di udara ambien. Konsentrasi CO terukur tertinggi yaitu 27.484 µg/m3, nilai konsentrasi ini dapat dimasukkan kategori tinggi walaupun belum mencapai baku mutu yaitu 30.000 µg/m3. Jika manusia terpajan setiap hari dapat membahayakan kesehatan manusia tersebut. Perlu tindakan preventif untuk mengurangi konsentrasi tersebut. Cara pengendalian dapat dilakukan dengan penerapan transportasi massal seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan jika memungkinkan menambah lahan hijau di sekitar lokasi.
1.736 808 791 493 930 801 1.848 400 2.051 1.499 1.205 823 19.468
V-1 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan perhitungan dengan pemodelan Delhi Finite Line Source (DFLS) hasil konsentrasi CO hitung maksimal adalah 2.051 µg/m3 pada hari Jumat (9 Desember 2016) pagi di titik 1 (satu) dan 1.499 µg/m3pada hari Jumat (9 Desember 2016) pagi di titik 2 (dua), sedangkan konsentrasi CO hitung minimal adalah 791 µg/m3pada hari Rabu (7 Desember 2016) siang di titik 1 (satu) dan 400 µg/m3 pada hari Kamis (8 Desember 2016) siang di titik 2 (dua).
2. Hasil konsentrasi CO hitung dengan model DFLS lebih kecil dibandingkan hasil konsentrasi CO terukur. Berdasarkan hasil sampling didapatkan konsentrasi CO terukur maksimal adalah 22.903 µg/m3 pada hari Rabu (7 Desember 2016) siang di titik 1 (satu) dan 27.484 µg/m3 pada hari Kamis (8 Desember 2016) siang di titik 2 (dua), sedangkan konsentrasi CO terukur minimal adalah 17.177 µg/m3 pada hari Kamis (8 Desember 2016) pagi di titik 1 (satu) dan 16.032 µg/m3pada hari Jumat (9
Desember 2016) pagi di titik 2 (dua).
3. Berdasarkan hasil uji validasi data denganIndex of Agreement(IOA) didapatkan nilai d = 0,223 yang berarti bahwa model DFLS tidak sesuai diterapkan di Jalan MT. Haryono. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Peletakan alat pengukur CO dekat dengan persimpangan jalan yang kondisi lalu lintasnya sibuk.
b. Kondisi jalan di titik 2 (dua) mengalami kemacetan, sehingga mempengaruhi konsentrasi CO terukur.
c. Berdasarkan asumsi pemodelan, bahwa polutan CO hanya berasal dari kendaraan bermotor dan mengabaikan pengaruh sumber emisi lain. Sedangkan saat penelitian di lapangan, pengukuran polutan CO sangat dipengaruhi oleh sumber emisi lain seperti aktivitas transportasi kereta api.
d. Penyebaran polutan di sekitar lokasi dipengaruhi oleh kondisi topografi lokal Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dengan ketinggian ± 12–20 m.
V-2 f. Berdasarkan BSN (2005), jarak alat pengukur CO dari sumber emisi adalah 1-5 m. Namun karena Jalan MT. Haryono yang dikelilingi oleh bangunan dan tidak memiliki wilayah sempadan jalan, sehingga penempatan alat pengukur CO dari sumber emisi dipilih pada jarak 1 m. Hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi CO terukur.
g. Data intensitas matahari merupakan data sekunder dari BMKG Sampali, sehingga mempengaruhi nilai stabilitas atmosfer dalam mendapatkan konsentrasi CO hitung. h. Kondisi barrier alam seperti tidak adanya lahan hijau di sekitar lokasi penelitian.
Lahan hijau diperlukan untuk mengurangi konsentrasi polutan yang dihasilkan kendaraan bermotor.
5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya di Jalan MT. Haryono dapat memprediksi konsentrasi CO menggunakan model sumber garis lain seperti pemodelan FLLS (Finite Length Line Source).
2. Perlu penambahan titik dan waktu sampling (malam hari) sehingga nilai validasi lebih besar.
3. Pemerintah Kota Medan perlu melakukan pemantauan rutin di Jalan MH. Thamrin dan rekayasa lalu lintas.