• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

MONOGRAF

MONOGRAF

KEPEKAAN TANAH DAN

KEPEKAAN TANAH DAN

TENAGA EKSOGEN

TENAGA EKSOGEN

Siswanto

Siswanto

ISBN : 978

-

602

-

9372

-

01

-

4

SI

SW

A

N

TO

K

EP

EK

A

A

N

T

A

N

A

H

D

A

N

T

EN

A

G

A

EK

SO

G

EN

20

(2)

SI

SW

A

N

TO

K

EP

EK

A

A

N

T

A

N

A

H

D

A

N

T

EN

A

G

A

EK

SO

G

EN

20

09

SISWANTO lahir di Malang tahun 1963. Lulus Sar-jana Pertanian Universitas Brawijaya Malang tahun 1988. Menjadi staf pengajar jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Mu-hammadiyah Malang sejak tahun 1989 sampai 1991. Pada Tahun 1991 merangkap sebagai staf pengajar Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Per-tanian Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur sampai sekarang.

Gelar Magister Teknik diperoleh dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tahun 2003. Sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Tanah pada tahun 2003 sampai 2007. Kepala bagian Perencanaan Evaluasi dan Laporan Administrasi Akademik Biro Administrasi Akademik

UPN “veteran” Jawa Timur hingga sekarang. Tahun 2008

di-perintahkan oleh Pimpinan Universitas untuk menempuh pendidi-kan jenjang Sarjana Jurusan Informatika. Buku yang pernah diter-bitkan adalah Pengembangan Tembakau Unggulan di Sumenenp, Pengatar Sistem Informasi Geografik, Evaluasi Sumberdaya Lahan, sedangkan karya ilmiah yang dipublikasikan adalah: Karakteristik Hidroulik Erosi Tanah Menggunakan Hujan Buatan (Basic Hydrolo-gy). Studi Kesesuaian Lahan Tanaman Melon di Tiga Sentra Produksi Melon, Studi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu La-han Kering.

Penerbit : UPN “Veteran” Jawa Timur

(3)

Siswanto

Penerbit: UPN “Veteran” Jawa Timur

(4)

KEPEKAAN TANAH DAN TENAGA EKSOGEN

Disusun oleh : Ir. Siswanto, MT.

Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

UPN “Veteran” Jawa Timur

ISBN : 978-602-9372-01-4

Tahun : 2009

Setting : Farid

Desain Sampul

dan Gambar : Farid

(5)

Untuk:

(6)

“Kepekaan Tanah dan Tenaga Eksogen”

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulisan buku ini dapat kami selesaikan dengan lancar.

Penyusunan monograf ini dimaksudkan untuk mem-berikan informasi dan masukan yang sangat berarti bagi semua kalayak khususnya masyarakat pecinta konservasi tanah dan pengelolaan tanah dan air.

Monograf ini disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian penulis yang dikompilasi dengan penelitian-peneltian sebelum-nya. Dalam penulisan buku ini penulis lebih menekankan pada teknik pengukuran faktor kepekaan tanah terhadap daya perusak dari luar, khususnya pengaruh pukulan air hujan dan angkutas sedimen dalam proses aliran permukaan.

Monograf Kepekaan tanah dan tenaga eksogen ini berisi tentang permasalahan kepekaan tanah, cara-cara mengukur kepekaan tanah, analisis kepekaan dari berbagai jenis dan spesifikasi pengukuran untuk jenis-jenis tanah tertentu. Kami menyadari bahwa penyusunan masih banyak keku-angan. Untuk itu kami berharap masukan-masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan buku ini.

Pada kesempatan ini kami tak lupa menyampaikan banyak-banyak terimah kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, dorongan dan semangat untuk menyelesaian penulisan buku nomograph ini.

Tidak ketinggalan juga kami sampaikan kepada pihak penerbit yang telah mengizinkan tulisan ini dapat diterbitkan. Harapan kami semoga dengan terbitnya buku ini dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Semoga apa yang Bapak Ibu berikan mendapat balasan yang lebih dari Tuhan Yang Maha Esa dan selalu di tunjukkan ke jalan yang benar… amin.

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Ketahanan dan Kepekaan Tanah 1

1.2. Karakateristik Tanah dan Erosi Lahan 3

BAB II MASALAH KEPEKAAN TANAH 9

2.1. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah 11

2.2. Indeks Erosivitas Hujan 11

2.3 Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen 13

2.4. Kepekaan Tanah dan Gaya Perusak dari Luar 15

2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah 18

2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah 21

BAB III METODOLOGI 23

3.1. Kegiatan Pendahuluan 23

3.2. Bahan 24

3.2.1. Air 24

3.2.2. Sampling Tanah 25

3.3. Alat yang Digunakan 25

3.4. Kalibrasi Alat 26

3.4.1. Modifikasi Alat 26

3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan 27

3.5. Pelaksanaan 29

3.6. Limpasan Permukaan 31

BAB IV ANALISIS DAN SOLUSI 33

4.1. Umum 33

4.2. Indeks Erosivitas Hujan 34

4.3. Limpasan Permukaan 36

(8)

4.5. Infiltrasi 45

4.6. Stabilitas Agregat dan Gradasi Butir 51

4.7. Karakteristik Tanah dan Erodibilitas 54

BAB V PENUTUP 61

5.1. Kesimpulan 61

5.2. Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 65

(9)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah 20

Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow pada Saat kalibrasi

28

Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum Lokasi Contoh Tanah

30

Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah

34

Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan Indek Erosivitas Hujan Simulasi

35

Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan pada Erosi Tanah

36

Tabel 4.4. Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah

39

Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya Aliran Limpasan Permukaan

43

Tabel 4.6. Hasil pengukuran Laju Infiltrasi pada Contoh Tanah Blok Utuh

46

Tabel 4.7. Hasil Perhitungan Kadar Lengas dan Laju Infiltrasi pada tanah Percobaan

49

Tabel 4.8. Hasil Analisa DMR (mm), Dmean (mm) dan D50

(mm) di Empat Tanah Percobaan

52

Tabel 4.9. Persamaan Duga Erodibilitas 55

Tabel 4.10 Indek Erodibilitas Perhitungan dan Erodibilitas Fungsi

56

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan

energi kinetik hujan 17

Gambar 3.1. Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan 27

Gambar 3.2. Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan

Debit Inflow (l/min) 28

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi 30

Gambar 4.1. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan Andosol pada

Kemiringan 9% dan 17% 37

Gambar 4.2. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit

Limpasan Permukaan Latosol pada

Kemiringan 9% dan 17%

37

Gambar 4.3. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit

Limpasan Permukaan Mediteran pada Kemiringan 9% dan 17%

37

Gambar 4.4. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit

Limpasan Permukaan Regosol pada Kemiringan 9% dan 17%

37

Gambar 4.5. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit

Limpasan Permukaan (a) Andosol dan (b)Latosol pada Kemiringan 9% dan 17%

41

Gambar 4.6.

Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Tanah Mediteran dan (b)Regosol pada Kemiringan 9% dan 17%

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Laju Infiltrasi Tanah Pada Berbagai Tinggi

Hujan 69

Lampiran 2. Hubungan Infiltrasi dengan Erodibilitas 71

Lampiran 3. Hubungan Diameter Butir dan Persen Agregat 72

Lampiran 4. Grafik S Gradasi Butir 74

Lampiran 5. Hubungan Diameter Agregat dengan

(12)

PENDAHULUAN

BAB

1

1.1. Ketahanan dan Kepekaan Tanah

Tanah adalah lapisan tipis kerak bumi hasil hancuran batu-batuan oleh faktor pembentuk tanah dan menjadi media tumbuh tanaman di atasnya. Karakteristik tanah akan berbeda-beda tergantung pada faktor pembentuknya. Perbedaan dalam faktor pembentuk tanah akan menentukan ciri dan sifat tanah tersebut.

Berdasarkan ciri khusus yang dimiliki, tanah dikelompok-kan menjadi sepuluh jenis. Dari sepuluh jenis tersebut Andosol, Regosol, Mediteran dan Latosol dipilih sebagai bahan penelitian ini karena luasnya sebaran penggunaan tanah tersebut untuk budidaya pertanian dan kawasan konservasi. Dekade terakhir ini, di daerah hulu telah menunjukkan adanya kecenderungan makin meningkatnya konversi kawasan konservasi menjadi lahan kering (tegal) yang selalu dalam keadaan terbuka. Di daerah perbukitan atau pegunungan yang tidak tertutup tanaman akan mudah mengalami erosi bila tanpa pengelolaan yang benar.

Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan kemiringan lahan 9 persen (plot standard). Pengukuran langsung ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat hujan yang jatuh pada plot tersebut.

(13)

ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan distribusi hujan.

Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada bebe-rapa jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo

(1994) berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R.

Sedangkan pengukuran dengan nomograph penduga berkisar

antara 0,04 – 0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah

sangat dipe-ngaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri khusus yang diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur, struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi, kation-kation terjerap dan kandungan bahan organik.

Walaupun sudah banyak diketahui bahwa erodibilitas tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor tanah itu sendiri, tetapi informasi tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut secara individu belum banyak dilaporkan. Pada studi di 4 (empat) jenis tanah ini penulis mencoba mencari besarnya pengaruh masing-masing faktor secara kuantitatif pada nilai erodibilitas.

Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang lebih memuaskan, namun dalam pelaksanaannya membutuhkan persiapan yang matang dan biaya yang mahal.

Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya para pakar konservasi tanah dan air mencari alternatif lain yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran

di lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph

Wischmeyer, penulis mencoba mencari alternatif lain untuk mengukur nilai erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan simulasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik tanah yang berpengaruh.

Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi

mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka

(14)

sebagai alternatif lain perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang diperoleh dapat diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi dengan hasil pengukuran di lapangan.

Bertolak dari hasil-hasil pengukuran di lapangan dan pendugaan dengan nomograph, penulis tertarik untuk menduga nilai erodibilitas di laboratorium berdasarkan prinsip pengukuran di lapangan.

1.2. Karakteristik Tanah dan Erosi Lahan

Erosi tanah terjadi melalui proses penghancuran,

pengangkutan dan pengendapan. Oleh karena itu besarnya erosi yang terjadi ditentukan oleh faktor-faktor yang mem-pengaruhi ketiga proses tersebut. Di dalam penilaian bahaya erosi potensial hanya didasarkan pada faktor penyebab erosi (erosivitas) dan faktor tanah (erodibilitas).

Kenyataan di alam, proses erosi berlangsung sangat kompleks. Hal ini tidak hanya ditentukan oleh faktor erosivitas dan erodibilitas tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi kedua variabel di atas. Pada erosi hujan, erosi-vitas ditentukan oleh sifat-sifat hujan dan dipengaruhi oleh vegetasi dan kemiringan. Sedangkan erodibilitas ditentukan oleh sifat tanah dan dipengaruhi oleh vegetasi dan aktifitas manusia yang menggunakan tanah tersebut.

Morgan (1995) dan Utomo (1994) mengelompokkan faktor-faktor yang ber-pengaruh pada besarnya erosi adalah erosivitas (R), erodibilitas (K), lereng dan panjang lereng (LS), tanaman (C) dan tingkat pengelolaan (P) yang diberikan.

(15)

didasarkan pada tinggi hujan harian maksimum dengan menggunakan persmaan Bols (1978).

Rh = 2,34.Hh1,98

Dimana:

Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1)

Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm)

Simulasi hujan dalam didasarkan pada tinggi hujan harian maksimum yang jatuh merata keseluruh permukaan petak standar dan dalam contoh tanah utuh(undisturbed) berukuran luas 50 cm x 50 cm dengan tebal 10 cm.

Hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan menghancur-kan dan mendispersi agregat tanah. Pada kondisi tanah kering dan porous, hisapan matrik tanah dan gaya gravitasi akan menarik air hujan masuk ke dalam tanah sebagai infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah.

Apabila intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan laju infiltrasi maka air akan mengalir ke permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Aliran permukaan akan mengangkut material hancuran dan dalam perjalanannya akan menggerus dasar dan sisi-sisi alur permukaan tanah. Besarnya pengaruh limpasan pada erosi para pakar Hidrologi mencirikan dengan bilangan Reynold (Re) dan Bilangan Froude (Fr) (Reijn, 1990)

Re = Ū.h/

Fr = Ū/(g.h)0,5

Dimana:

Ū = Kecepatan rata-rata penampang (m det-1)

 = Viskositas kinematik (m2 det-1)

g = Percepatan gravitasi (m det-2)

h = Kedalaman aliran (m)

(16)

ℎ =

Q . t

A

Dimana:

h = Kedalaman aliran (m)

Q = Debit limpasan permukaan (m3 menit-1)

A = Luas plot standard (m2)

t = Waktu (menit)

Sedangkan untuk menghitung kecepatan aliran diguna-kan persamaan Manning (Chow, 1959)

Ū = 1/n x R2/3 S1/2

Dimana:

S = Kemiringan lahan (%)

n = Angka kekasaran Manning daerah dataran banjir yang digunakan untuk pertanian tanpa adanya tanaman = 0,04 (Chow, 1959)

Muatan sedimen tercuci (wash load sediment) menun-jukkan jumlah tanah yang tererosi.

St = Bl + Sl

Dimana:

St = Jumlah tanah tererosi (ton ha-1)

Bl = Sedimen dasar (kg plot-1)

Sl = Sedimen melayang (kg plot-1)

Kemiringan plot standard 9 persen dengan panjang 22 meter akan memberikan nilai faktor lereng dan panjang lereng (LS) sama dengan 1. Sedangkan untuk lereng dan panjang lereng lebih besar atau lebih kecil dari plot standard diper-hitungkan dengan persamaan (Morgan, 1995)

LS = (L/22)0,5 x (0,065 + 0,045S + 0,0065S2)

Dimana:

L = Panjang lereng (m)

(17)

=

Dimana:

K = Nilai erodibilitas (ton ha-1 per unit R)

Rh = Indek erosivitas hujan simulasi (J cm m-2 jam-1)

Nilai erodibiitas tanah menunjukkan kemudahan tanah tererosi. Besarnya nilai ini ditentukan oleh erosivitas dan karakteristik tanah. Ciri-ciri tanah yang berpengaruh pada erodibilitas adalah infiltrasi, kandungan air tanah, ukuran butir, bahan organik dan struktur tanah.

Selanjutnya dengan memasukkan variabel bebas

karakteristik tanah tersebut ke dalam fungsi K didapat nilai duga K.

K =  (KA, i, DMR, Dm)

KA = Kadar Air Tanah (%)

I = Infoltrasi (cm.jam-1)

DMR = Diameter Menengah Rata-Rata (mm)

(18)

MASALAH KEPEKAAN TANAH

BAB

2

Salah satu sifat tanah yang terbentuk akibat perbedaan faktor pembentuk tanah adalah erodibilitas tanah atau kepekaan dan ketahanan tanah terhadap daya perusak dari luar. Umumnya nilai erodibilitas tanah ditentukan secara langsung di lapangan pada plot yang mempunyai panjang 22 m, lebar 2 m dan kemiringan lahan 9 persen (plot standard). Pengukuran langsung ini didasarkan pada besarnya kehilangan tanah akibat hujan yang jatuh pada plot tersebut.

Indeks erosivitas merupakan besarnya energi pukulan hujan yang meng-hancurkan agregat tanah dan yang mentranformasikan hasil hancuran (sedimen) ke tempat lain. Besarnya indeks erosivitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti, ketinggian jatuh, diameter butir, intensitas hujan, durasi dan distribusi hujan.

Hasil pengukuran lapangan nilai, erodibilitas pada beberapa jenis tanah di Jawa dilaporkan oleh Bols (1979) dan Utomo (1994)

berkisar antara 0,03 – 0,31 ton ha-1 per unit R. Sedangkan

pengukuran dengan nomograph penduga berkisar antara 0,04 –

0,24 ton ha-1 per unit R. Nilai erodibilitas tanah sangat

dipe-ngaruhi oleh sifat dan ciri tanah. Beberapa ciri khusus yang diduga berpengaruh pada nilai erodibilitas tanah adalah tekstur, struktur, pembasahan dan penge-ringan, infiltrasi, kation-kation terjerap dan kandungan bahan organik.

(19)

didasarkan pada tinggi hujan harian maksimum dengan pertimbangan:

1. tidak tersedianya data intensitas hujan periodik di lokasi

pengambilan contoh tanah.

2. Kesulitan mengamati pola pengaliran dan infiltrasi secara

langsung di lapangan pada saat kejadiaan hujan.

3. Penelitian dapat dilakukan setiap saat dan tidak tergantung

pada hujan alami.

4. Meskipun pengukuran di lapangan memberikan hasil yang

lebih memuas-kan, namun dalam pelaksanaannya

membutuhkan persiapan yang matang dan biaya yang mahal.

Sampai saat ini pengukuran erodibilitas di lapangan masih menunjukkan hasil yang sangat memuaskan, tetapi mengingat pertimbangan waktu, biaya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya para pakar konservasi tanah dan air men-cari alternatif lain yang dirasa hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran di lapang. Disamping pendugaan dengan nomograph Wischmeyer, penulis men-coba mencari alternatif lain untuk mengukur nilai erodibilitas tanah di laboratorium dengan hujan simulasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor karakteristik tanah yang ber-pengaruh.

Walaupun pengukuran nilai erodibilitas bukan merupakan masalah baru dibidang konservasi tanah dan air, tetapi mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, maka pengkajian tentang pendugaan nilai erodibilitas di laboratorium sebagai alternatif lain perlu dipertimbangkan. Supaya hasil yang diperoleh dapat diaplikasikan maka perlu adanya kalibrasi dengan hasil pengukuran di lapangan.

(20)

2.1. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Lingkup permasalahan yang menjadi batasan dalam monograf penelitian ini adalah:

1. Menduga nilai erodibilitas tanah berdasarkan prinsip

pengukuran di lapangan.

2. Merumuskan nilai erodibilitas berdasarkan fungsi dari kadar

air, infiltrasi, diameter massa rata-rata (DMR) dan Diameter

butir partikel (Dmean).

3. Ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan, dispersi dan

kikisan limpasan permukaan.

Sedangkan yang menjadi batasan dan asumsi pada studi ini adalah:

1. Hujan yang terjadi, tersebar merata dan acak di seluruh

permukaan plot standard.

2. Debit aliran mengalir rata di seluruh permukaan plot

standard.

3. Selama kejadian hujan, debit nossel diasumsikan konstan.

4. Debit nossel yang diberikan berdasarkan tinggi hujan harian

maksimum.

5. Lama hujan simulasi didasarkan pada lama waktu

konsentrasi (tc) dari hidrograf hujan simulasi.

6. Debit nossel diasumsikan terukur seluruhnya.

7. Pengukuran limpasan permukaan, sedimen dan infiltrasi

dimulai pada saat debit nossel telah konstan.

8. Pengaruh penutupan tanah, tanaman dan pengelolaan

dianggap maksimum (faktor CP = 1).

2.2. Indek Erosivitas Hujan

(21)

dari sifat fisik hujan seperti, curah hujan, lama hujan, intensitas, ukuran butir dan kecepatan jatuh (Morgan, 1995).

Intensitas hujan (mm jam-1) ternyata mempunyai arti yang lebih penting dalam hubungannya dengan erosi. Hasil penelitian Fournier (1972) dalam Morgan (1995) menunjukkan bahwa erosi bertambah besar dengan meningkatnya intensitas hujan.

Hudson (1965) dalam Hudson (1985) dari hasil studinya di daerah tropika menyimpulkan bahwa, ukuran butir hujan cenderung menurun dengan bertam-bahnya intensitas hujan. Berdasarkan hubungan antara ukuran butir dan inten-sitas hujan di daerah tropis dan sub tropis Hudson (1965) dalam Morgan (195), Utomo (1994) dan Hudson (1985) mengusulkan persamaan sebagai berikut:

Ek = 29,8 – 125,5/I

Dimana

Ek = Energi kinetik hujan dalam Joule per m2 (J m-2) I = Intensitas hujan (mm jam-1).

Diketahuinya hubungan antara energi kinetik hujan dan intensitas hujan, Wischmeyer dan Smith (1958) dalam Utomo (1994) menggabungkan antara energi kinetik (Ek) dan inten-sitas hujan maksimum selama 30 menit (I30).

Penggunaan kedua parameter tersebut dalam “Universal Soil Loss Equation (USLE) dikenal sebagai “Indek Erosiviatas Hujan” (R)

R = EI30

Dimana: R = Indeks Erosivitas (J mm m-2 jam-1)

(22)

total didapat dengan menjumlahkan energi kinetik periodik. EI30 diperoleh dengan mengalikan total energi kinetik periodik dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit.

Lebih lanjut Utomo (1994) menyatakan, untuk menghitung EI30, tidak hanya dibutuhkan data jumlah hujan tetapi juga waktu dan kenaikan hujan per satuan waktu. Data-data demikian di lokasi contoh tanah diambil tidak tersedia, sehingga untuk menghitung indeks erosivitas (EI30) mengalami kesulitan. Bols (1978), Utomo (1994) dan Seto (1991) mengadobsi indeks erosivitas hujan Wischmeyer untuk menghitung indeks erosivitas harian menggunakan data tinggi hujan harian dengan persamaan:

Rh = 2,34 x (Hh)1,98

Dimana: Rh = Indeks erosivitas harian (J cm m-2 jam-1) Hh = Tinggi hujan harian maksimum (cm),

Pemakaian persamaan Bols dalam studi ini, perhitungan tinggi hujan dikonversi ke debit untuk memudahkan penggunaannya dan lama hujan didasarkan pada analisis hidrograf hujan simulasi.

2.3. Limpasan Permukaan dan Aliran Sedimen

Proses erosi tanah melibatkan tiga kejadian yang berlang-sung berurutan yaitu, penghancuran (detachment), pengang-kutan (transportation) dan pengen-dapan (sedimentation). Ketiga kejadian ini umumnya berlangsung dipermukaan lahan yang dipengaruhi oleh iklim, tofografi, karakteristik tanah, vegetasi dan tata guna lahan (Asdak, 1995).

(23)

menyebab-kan dispersi agregat dan melemahmenyebab-kan bahan pengikat (semen) butir-butir tanah (Hudson, 1985).

Pada kondisi kandungan air tanah tinggi, kejadian hujan dengan intensitas rendah dan durasi lama akan menimbulkan genangan air dipermukaan lahan, namun volumenya belum cukup untuk mengangkut sedimen hasil erosi tersebut. Sebaliknya bila hujan dengan intensitas tinggi meskipun durasinya pendek, air akan cepat menggenang dipermukaan lahan dan bergerak sebagai limpasan per-mukaan yang membawa sedimen tercuci ke arah hilir (Morgan, 1995).

Besar kecilnya volume sedimen yang terangut aliran permukaan oleh Asdak (1995) sangat ditentukan oleh

kecepatan aliran (Ū) dan kedalaman air (h) aliran permukaan.

Apabila sedimen yang terangkut tersebut terkonsentrasi di alur-alur kecil di permukaan lahan, maka kecepatan aliran dan kedalaman air bertambah sehingga transport sedimen tercuci makin meningkat.

Pada kondisi seperti tersebut di atas, gaya penghancur butir hujan akan berkurang sedangkan gaya dispersi dan gaya kikis limpasan permukaan bertam-bah besar. Menurut Pratiwi dan Sumaryono (1995), limpasan permukaan memi-liki gaya seret yang mampu mengangkut butiran partikel tanah. Ketahanan tanah permukaan terhadap gaya seret limpasan permukaan tidak merata. Di bagian yang lemah butir-butir partikel tanah akan mudah terangkut dibanding-kan pada bagian yang kuat. Besarnya gaya seret limpasan permukaan dapat diduga sebagai berikut (Reijn, 1990).

b = .g.h.S

(24)

Lebih lanjut Pratiwi dan Sumaryono (1995) menyatakan bahwa sedimen tercuci akan terangkut oleh limpasan permukaan apabila gaya seret lebih besar dari pada gaya seret kritis ( > *). Besarnya gaya seret kritis dapat diduga :

b = .U*2 Dimana:

b = Tegangan geser dasar (Newton m-2) U* = Kecepatan geser kritis (m det-1)

 = Rapat massa air (kg m-3) g = Percepatan gravitasi (m det-2) h = Kedalaman aliran (m)

S = Kemiringan energi yang diasumsikan sama dengan kemiringan lahan (%)

Menurut Asdak (1995) ketinggian muka air limpasan permukaan dapat diduga dengan mengukur debit limpasan permukaan dikalikan durasi hujan yang terjadi dibagi luas plot standard.

Dimana: Q = Debit limpasan permukaan (m3 menit-1) A = Luas plots standard (m2)

t = Waktu (menit)

h = Kedalaman aliran (m)

2.4. Kepekaan Tanah Terhadap Gaya Perusak dari Luar

Erodibilitas tanah mencerminkan kepekaan (susceptibility) tanah dan kemantapan (stability) agregat terhadap agen perusak dari luar yang dinyata-kan dalam satuan ton ha-1 per unit erosivitas. Kepekaan tanah menggambarkan kemudahan tanah, sedangkan kemantapan menunjukkan ketahanan agregat terhadap energi jatuhan hujan, dispersi air dan kikisan aliran permukaan.

U *

=

�. ℎ. �

(25)

Kepekaan dan ketahanan tiap-tiap jenis tanah berbeda-beda tergantung pada tekstur, kemantapan agregat, kadar bahan organik dan kandungan kimia tanah (Morgan, 1995), kapasitas infiltrasi (Utomo, 1994), kandungan seskui-oksida (Landon, 1984) dan tingkat kebasahan tanah.

Variabilitas faktor pembentuk tanah (iklim, vegetasi, tofografi, bahan induk dan waktu) menentukan jenis tanah yang terbentuk mempunyai sebaran kandungan partikel yang berbeda-beda. Hardjowigeno (1992) memberi batasan tekstur tanah sebagai perbandingan relatif fraksi pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Tanah yang baru terbentuk umumnya didominasi pertikel berukuran kasar (pasir) yang tahan ter-hadap erosi. Demikian juga tanah yang telah me-lapuk lanjut umumnya tahan terhadap erosi karena tingginya kandungan liat yang dimiliki. Walaupun fraksi liat ukurannya  2m, namun kohesivitasnya besar karena luasnya permukaan jenis per satuan massa tanah (Utomo, 1985).

Hasil penelitian Evan (1980) dan Richter dan Negendank (1977) dalam Morgan (1995) menunjukkan tanah yang mempunyai kadar liat antara 9 – 31 persen lebih peka terhadap erosi, demikian juga tanah dengan kadar debu antara 40 – 60 persen. Menurut Turner, Willatt, Wilson dan Jobling (1984) kandungan debu yang tinggi, tanah akan mudah terdispersi oleh air karena rendahnya gaya kohesi dan adhesi diantara partikel bila dibandingkan liat.

Tingginya kandungan liat yang berinteraksi dengan hasil dekomposisi bahan organik akan mendorong pembentukan kompleks organo-liat yang stabil (Coleman, Oades dan Uehara, 1989). Komplek organo-liat ini akan mengikat partikel tanah yang lain membentuk agregat tanah yang mantap dan tahan terhadap agen perusak dari luar. Studi besarnya energi kinetik hujan yang diperlukan untuk menghancurkan agregat

bahan endapan yang berukuran 0,016 – 0,631 mm oleh

(26)

Kemantapan agregat juga tergantung pada tipe mineral liat. Tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 (Illite, Monmorilonite, Smectite) mudah membentuk flokul-flokul karena sifatnya yang mengembang (swelling) bila basah dan mengkerut (shrinkage) bila kering. Flokul yang terbentuk merupa-kan tahap permulaan terbentuknya agregat tanah (Lal, 1990; Utomo 1985 dan Russell (1973). Morgan (1995) menambahkan agregat yang terbentuk tersebut, struktur lempeng kristalnya lebih terbuka dan mudah terdispersi dibandingkan liat tipe 1:1 (Kaolinit, gibsite).

Gambar 2.1. Hubungan geometri ukuran agregat dengan energi kinetik hujan (Poesen, 1992 dalam Morgan, 1995)

Bahan organik juga memegang peranan yang sangat penting didalam mempengaruhi erodibilitas tanah. Bahan ini secara langsung akan menurunkan erodibilitas tanah bila digunakan sebagai mulsa yang akan mengurangi besarnya energi jatuhan hujan. Sedangkan pengaruh tidak langsung melalui interaksi antara bahan stabil hasil dekomposisi dengan partikel liat dan kation divalen dan trivalen dalam tanah yang bertindak sebagai bahan pengikat (semen). Young (1990) dari hasil studinya menyimpulkan, penambahan bahan organik sebesar 1 (satu) persen ke lapisan olah tanah erodibilitas tanah turun sebesar 0,04 – 0,05.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000

0.000 0.090 0.180 0.270 0.360 0.450 0.540 0.630

en

er

gi

k

in

et

ik

(

J.

kg

-1)

Ukuran agregat sedimen (mm)

(27)

Besar kecilnya kandungan air tanah menentukan tingkat kejenuhan (saturated) dan kebasahan (wetting) tanah. Pada kondisi jenuh atau tingkat ke-basahan tinggi semua pori terisi oleh air. Kondisi demikian menyebabkan melemahnya bahan semen yang mengikat partikel tanah (Russell, 1973). Mele-mahnya ikatan antara partikel primer dan sekunder menjadi-kan agregat lebih mudah dihancurmenjadi-kan.

Kandungan air yang tinggi juga menurunkan laju infiltrasi secara drastis. Penurunan ini akibat berkurangnya hisapan matrik tanah pada air permukaan. Semakin meningkat ke-basahan tanah, maka jarak antara air permukaan dan zone kurang basah di dalam tanah makin jauh (Seto, 1991). Pada akhirnya laju infiltrasi ke bawah praktis hanya dipengaruhi oleh gravitasi, konduktivitas hidroulik jenuh dan besarnya hujan menutup pori-pori permukaan (Morgan, 1995). Akibat-nya genangan air dipermukaan akan mendispersi tanah bagian atas yang selanjutnya mengalir sebagai aliran permukaan.

Pada kondisi tanah kering, air hujan segera masuk ke dalam tanah dengan cepat dan mendesak udara tanah keluar. Menurut Utomo (1985) tingginya hisapan matrik liat pada air tersebut menyebabkan timbulnya panas pembasahan (heat of wetting). Keluarnya panas pembasahan, mendorong agregat tanah pecah dengan cepat dan menurunnya kapasitas infiltrasi (Morgan, 1995).

2.5. Pengukuran Kepekaan Tanah

Penetapan erodibilitas dapat dilakukan secara langsung di lapangan atau secara tidak langsung di laboratorium. Walaupun sudah diketahui bahwa erodi-bilitas merupakan faktor penentu besarnya erosi, namun sampai sekarang belum ada cara yang mudah dan cukup memuaskan untuk menetapkan nilai erodibilitas tanah.

(28)

Dimana: K = Erodibilitas (ton ha-1 per unit R) A = Besarnya erosi (ton ha-1)

Rh = Erosivitas hujan harian (J cm m-2 jam-1)

Umumnya Erodibilitas tanah-tanah pertanian di Jawa yang diukur dari per-cobaan lapang berkisar antara 0,02 ton ha-1 per unit R (erosivitas) sampai dengan 0,32 ton ha-1 per unit R (Utomo, 1994).

Meskipun pengukuran langsung di lapang mendapatkan hasil yang lebih baik, namun tidak semua studi erodibilitas dapat dilakukan di lapang mengingat terbatasnya dana dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Berdasarkan percobaan lapang, studi erodibilitas dapat dilakukan di laboratorium dengan hujan simulasi yang dikalibrasi dengan data hujan dan hasil percobaan di lapangan. Sedangkan tanah percobaan disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Wischmeyer (1971) dalam Utomo (1994) menghubungkan beberapa sifat tanah yang berpengaruh pada nilai erodibilitas (K) dengan persamaan:

100K = 2,1 M1,14(10-4)(12 – a) + 3,25(b – 2) + 2,5(c – 3)

dimana:

K = erodibilitas tanah (ton ha-1 per unit R)

M = ukuran partikel (%debu + %pasir halus)(100-%liat) a = kadar bahan organik (%)

b = kelas struktur tanah c = kelas permeabilitas.

Sedangkan Boycous dalam Rahim (2000) untuk menen-tukan nilai erodibilitas tanah yang telah dia temukan sekitar tahun

1935–an tentang “The Clay Ratio as a Criterium Suspectibility of

Soil to Erosion” kita mendapatkan persamaan sebagai berikut:

(29)

Dimana: E = erodibilitas Sand = pasir Silt = debu Clay = liat

Hasil pengukuran nilai erodibilitas tanah di Indonesis disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah-Tanah.

Kelas Nilai K Tingkat Erodibilitas

1. 0,00-0,10 Sangat rendah

2. 0, 11-0,21 Rendah

3. 0,22-0,32 Sedang

4. 0,33 -0,44 Agak tinggi

5. 0,45 -0,55 Tinggi

6. 0,56 -0,64 Sangat Tinggi

Sumber : Arsyad (2006).

Faktor erodibilitas menunjukkan kemudahan tanah meng-alami erosi, semakin tinggi nilainya semakin mudah tanah tererosi. Tingginya faktor erodibilitas antara satu tempat dengan yang lainnya disebabkan kondisi tekstur tanahnya yaitu rendahnya tekstur liat, tingginya persentase pasir sangat halus dan debu jika dibandingkan tanah lokasi yang satu. Menurut Morgan (1986) tekstur berperan dalam erodibilitas tanah, partikel berukuran besar tahan terhadap daya angkut karena ukurannya sedangkan partikel halus tahan terhadap daya penghancur karena daya kohesifitas-nya. Partikel yang kurang tahan terhadap keduanya adalah debu dan pasir sangat halus.

(30)

laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan (response) terhadap hujan (Arsyad, 2000).

Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan serta erosi. Dua unsur topografi yang berperan adalah panjang lereng dan kemiringan lereng (Utomo, 1989).

Semakin miring suatu lereng maka butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir-butir hujan akan menyebabkan laju erosi semakin tinggi (Arsyad, 2000).

Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan. Dengan adanya vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput-rumputan dapat menghilangkan pengaruh topografi terhadap erosi. Tanaman yang menutup permukaan tanah secara rapat tidak saja memperlambat limpasan tetapi juga menghambat pengankutan partikel tanah (Utomo, 1989).

2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kepekaan Tanah

Tanah merupakan hasil interaksi faktor pembentuk tanah (iklim, bahan induk, tofografi, vegetasi dan waktu). Kelima faktor pembentuk tanah tersebut secara simultan dan terus menerus bekerja terhadap batuan tipis kerak bumi. Di daerah tropika basah, pengaruh iklim (temperatur dan curah hujan) lebih dominan pada proses pembentukan dan perkembangan tanah serta mempenga-ruhi faktor pembentuk tanah yang lain (Soepardi, 1983).

Peranan faktor iklim, tofografi dan vegetasi dalam proses erosi permukaan lahan sangat nyata sekali. Akibatnya didalam perhitungan besarnya kehilangan tanah oleh erosi faktor tersebut dirumuskan tersendiri.

Sedangkan faktor hasil dari bahan induk atau “parent material” (merupakan batuan atau mineral atau bahan organik dimana solum tanah berkembang secara pedogenesis) dan waktu saja yang dianggap berpengaruh pada perubahan nilai erodibilitas tanah (Landon, 1984 dan Sarief, 1985).

(31)

pada pembentukan dan perkembangan tanah adalah tekstur, struktur dan komposisi mineralogi bahan induk. Besar kecilnya ukuran butir bahan induk akan menentukan kecepatan pelapukan dan pembentukan tanah. Bahan induk akan melapuk secara fisik-mekanis meng-hasilkan bahan-bahan baru yang berbutir lebih kecil dengan ciri-ciri bahan asal masih ada, yang diikuti oleh pelapukan kimia yang merubah komposisi kimia bahan asal menjadi bahan baru dengan sifat-sifat baru (Soepardi, 1983).

Sugiman (1982) menyatakan bahwa bahan induk berbutir kasar (kerikil) dalam proses pelapukan menghasilkan tanah diatasnya bertekstur kasar pula. Sedangkan dalam taraf perkembangannya tekstur tanah lapisan atas masih di-dominasi oleh partikel berukuran kasar (pasir). Sebaliknya tanah yang terbentuk dan berkembang dari bahan induk berbutir halus (aluvium) tekstur tanah didominasi oleh partikel halus (liat atau clay).

Struktur dan komposisi kimia mineral penyusun batuan juga menentukan keragaman jenis tanah yang terbentuk. Mineral berstruktur kisi kristal tekto-silikat dan filo-silikat seperti kuarsa, feldspar, muskovit, Ca dan Na-plagioklas lebih sukar dilapuk dibandingkan mineral berstruktur kisi kristal neso-silikat dan ino-silikat seperti olivin, piroksin dan amfibol. Kemudahan mineral dilapuk menunjukkan kecepatan pembentukan tanah, tekstur dan struktur tanah di-atasnya (Rogers dan Adams, 1966 dan Santoso, 1989). Lebih lanjut Santoso (1989) dan Soepardi (1983) mengemukakan, mineral dengan kadar SiO3 (silika) yang tinggi (bersifat asam) lebih tahan lapuk dibandingkan mineral berkadar SiO3 rendah (bersifat basa).

(32)

Penetapan kepekaan tanah dapat ditetapkan dilapangan maupun di laboratorium. Pengukuran dilapangan dilakukan dengan mengukur besarnya nilai erosi dan mengukur faktor karakteristik lahan, dan pengelolan tanah.

Pengukuran dilaboratorium diawali dengan melakukan survei untuk mengamati kondisi geomorfologi tanah secara deskriptif dan pengambilan contoh tanah. Penentuan dan

pengambilan sampel dilakukan secara Stratified Random

Sampling dan biosequent dianggap sebagai stratum, dan sekuen

vegetasi dari sistem pertanian konservasi yang ada. Pada masing-masing titik sampel dilakukan identifikasi data lahan dan data tanah penentu erodibilitas tanah. Macam analisis tanah (parameter yang diamati) dan metode yang digunakan adalah: (1) analisis tekstur tanah (3 fraksi) dengan metode ayakan tekstur, (2) analisis bahan organik tanah dengan metode pembakaran kering (Poerwowidodo, 1990), (3) analisis permeabilitas tanah dengan metode De Boot (1967)

Disamping itu penetapan kepekaan tanah dilaboratorium juga dapat dilakukan dengan membuat model fisik penetapan kepekaan tanah dilapangan. Pengukuran secara model dengan memperhitungkan skala dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan tanah.

3.1. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan awal dilaksanakan untuk mendapatkan data yang representatif, agar kesahihannya dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu sebelum melakukan pengukuran dilakukan percobaan-percobaan untuk mengetahui kondisi alat yang sebenarnya.

(33)

Apabila perilaku alat kurang bisa menggambarkan kondisi yang terjadi di alam, maka dilakukan modifikasi-modifikasi sehingga sesuai atau mendekati kondisi yang sebenarnya.

Bersamaan dengan hal tersebut di atas, juga dilakukan percobaan-percobaan pada contoh tanah untuk mengetahui pola pengalirannya dan menjajaki karakteristik tanah tersebut. Pekerjaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran riil kejadian-kejadian hujan di alam dan gambaran transformasi hujan ke debit.

Pengujian keakuratan alat simulator hujan dilakukan dengan pencatatan debit masuk di “flowmeter”, debit keluar di “flowmeter”, dan pengukuran volume hujan yang keluar dari nossel. Volume hujan buatan yang keluar dari nossel disamakan dengan volume hujan alami yang terjadi di alam yang jatuh pada petak standard.

Mengingat perlunya keakuratan data yang diharapkan maka sangat ditentukan oleh alat yang digunakan, bahan dan pelaksanaannya. Pekerjaan Trial anda error dilakukan berulang-ulang sehingga faham benar perilaku alat dan bahan-bahan yang digunakan. Disamping itu untuk memudahkan menganalisis dan menginterpretasi data nantinya.

3.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis yaitu:

1. Air.

(34)

terpercik oleh pu-kulan hujan. Selain itu untuk menjaga supaya tidak menyumbat lubang nossel yang bisa mengganggu perhitungan debit nossel berikutnya.

2. Contoh Tanah

Guna keperluan studi penelitian ini 4 (empat) jenis contoh tanah blok utuh (undisturbed) yang berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm yaitu Andosol (Pujon), Latosol (Pacet), Mediteran (Kedung Boto), dan Regosol (Ngadirekso). Tiap-tiap jenis tanah diambil contoh tanahnya sebanyak 2 blok untuk:

a. Diukur besarnya limpasan permukaan, jumlah

sedimen terangkut dan laju infiltrasi dengan adanya perlakuan simulasi hujan dengan ber-bagai volume hujan simulasi.

b. Didistruksi untuk diambil sampel agregat utuh untuk

analisa DMR dan sampel biasa untuk analisa gradasi butir untuk setiap kali sebelum diperlaku-kan dengan hujan simulasi berikutnya.

Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan pada luas sebaran penggunaannya untuk budidaya pertanian dan kepekaannya pada erosi geologis.

3.3. Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam studi ini adalah:

1. Simulator hujan dengan dimensi:

- Panjang = 201,0 cm

- Lebar = 100,0 cm

- Kedalaman basin = 22,4 cm

- Ketinggian dasar basin = 102,0 cm

- Ketinggian nossel = 192,0 cm

- Lebar reservoar = 63,5 cm

- Panjang reservoar = 121,5 cm

- Kedalaman reservoar = 45,5 cm

- Jarak antar nossel = 50,0 cm

(35)

2. Stop watch, digunakan untuk mencatat waktu kejadian hujan buatan.

3. Gelas ukur 1000 ml. Digunakan untuk menakar volume

infitrasi tiap satuan waktu.

4. Gelas kimia, digunakan untuk menakar volume limpasan

hujan tiap satuan waktu.

5. Bak plastik berkapasitas 10 liter untuk menampung volume

limpasan tiap satuan waktu.

5. Kamera photo, digunakan untuk membuatn dokumentasi

penelitian.

6. Alat tulis: untuk mencatat semua data hasil pengukuran

dan pengamatan.

3.4. Kalibrasi Alat.

Sebelum dilakukan pengukuran besarnya erosi tanah terlabih dahulu dilakukan:

3.4.1. Modifikasi Alat

(36)

3.4.2. Kalibrasi Simulator Hujan

Kalibrasi alat dilakukan dengan cara mencatat angka “flowmeter “ debit masuk dan “flowmeter” debit keluar. Bacaan flowmeter dapat diatur dengan mengatur kran pengatur. Pelaksanaan kalibrasi dilakukan dengan mengatur 5 (lima) kran pengatur yaitu:

1. Kran debit masuk (inflow)

2. Tiga (3) kran Pengatur debit berlebihan (over flow).

3. Kran pengatur debit nossel (Nossel)

Fungsi kalibrasi digunakan untuk mengetahui keakuratan alat tersebut sehingga dalam pengukuran debit limpasan permukaan, laju infiltrasi dan pem-buatan hidrograf limpasan dan sedimen tidak terlalu menyimpang. Disamping itu untuk mengetahui “time concentration (tc)” yang akan menentukan lamanya simulasi hujan pada contoh tanah.

Bersamaan dengan pencatatan debit di atas, juga diamati distribusi hujan buatan yang keluar dari nossel dan mengukur debitnya. Besarnya debit nossel dicocokan dengan tinggi hujan alami di lapangan. Hasil pencatanan flowmeter inflow dan outflow tertera dalam Tabel 3.1.

Flowmeter

Inflow

Outflow

Infiltrasi

Flowmeter

Reservoar Basin

[image:36.468.76.384.100.240.2]

Pompa

(37)

Tabel 3.1. Hasil Pencatatan Flowmeter Inflow dan Outflow pada Saat kalibrasi

No Inflow (l/min) X

Outflow (l/min) Yi

(Yi - Y) 2

1 6.0 7,9 15,21

2 9.0 10,8 1,00

3 10.0 10,7 1,21

4 10.0 10,5 1,69

5 10.0 11,7 0,01

6 10.0 11,8 0,00

7 10.0 11,6 0,04

8 12.0 12,6 0,64

9 20.0 20,1 68,89

Jumlah 97.0 105.9 88,69

Rerata 10.8 11,8

SY 1,177

CV (%) 9,98

Simpangan baku (SY) = (Yi– Y)2/(n-1) SY = Sy/n

[image:37.468.83.393.110.606.2]

Koefisien Keragaman (CV) = SY/Y

Gambar 3.2. Hubungan antara Debit Outflow (l/min) dengan

Debit Inflow (l/min) y = 0.8657x + 2.6366

R² = 0.9792

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

D

e

b

it

int

flow

(

l/

m

in)

Debit Ouflow (l/min)

(38)

3.5. Pelaksanaan

Secara garis besar alur pelaksanaan penelitian direncana-kan seperti tampak dalam bagan alur Gambar 3.3. Sedangdirencana-kan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Persiapan yaitu pengecekan alat simulator hujan dan

sarana pendukung lainnya yang diikuti dengan penem-patan contoh tanah utuh di atas dasar basin yang telah dipasang bak penampung air infiltrasi dengan kemiringan tertentu yang telah dihubungkan dengan selang plastik ke bak penampung infiltrasi, pada posisi dibawah lubang nossel.

2. Pengambilan Sampel untuk analisa dilakukan pada blok

tanah distruksi sebelum diperlakukan dengan hujan simulasi.

Memasang corong pada sisi atas bagian bawah contoh tanah untuk dihu-bungkan dengan selang ke bak plastik untuk diukur limpasan dan sedimen-nya dan menutup contoh tanah tersebut dengan lembaran seng. Mengatur debit nossel sesuai dengan tinggi hujan alami. Besarnya debit nossel dibuat seekuivalen mungkin dengan tinggi hujanharian maksimum di lapangan dengan cara menco-cokan tinggi hujan alami yang jatuh di plot standar dengan debit nossel.

2. Besarnya tinggi hujan alami yang dipakai sebagai acuan

(39)
[image:39.468.89.390.387.606.2]

Tabel 3.2. Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum Lokasi Contoh Tanah

Lokasi Jan. Peb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Agt. Sep Okt Nop. Des.

Pujon 68,0 31,0 47,0 61,0 18,0 23,0 3,0 27,0 11,0 34,0 35,0 26,0

Simulasi 67,0 31,0 46,0 61,0 18,0 28,0 34,0 25,0

Running 5 6 7 8 1 2 3 4

Pacet 147 67,0 51,0 77,0 28,0 6,0 0,0 0,0 0,0 48,0 86,0 40,0 Simulasi 146 66,0 51,0 77,0 28,0 49,0 96,0 40,0

Running 4 5 6 7 8 1 2 3

PKusumo 78,0 54,0 77,0 73,0 47,0 28,0 0,0 30,0 25,0 59,0 84,0 31,0 Simulasi 78,0 54,0 73,0 47,0 29,0 61,0 83,0 31,0

Running 5 6 7 8 1 2 3 4

Sumber: DAS Brantas Tahun 2000

Debit nossel dibuat dengan cara mengatur kran nossel untuk distribusi hujan dan kran over flow untuk mengatur inflow hingga flowmeter inflow menunjukkan angka 10 l/min (debit ini ditetapkan konstan), dan diikuti dengan menakar volume air yang keluar dari nossel selama 1 (satu) menit. Apabila volumenya lebih besar atau lebih kecil dari volume hujan alami, maka kran over flow diputar kekiri atau kekanan hingga didapatkan volume air dari nossel sama dengan volume air hujan alami. Secara bagan pelaksanaan kalibrasi debit nossel adalah sebagai berikut.

Gambar 3.3. Bagan Alir Pengukuran Parameter Erosi

QHb = Debit nossel QHh = Tinggi hujan harian maksimum

Tidak

SRO Bed Load Suspended

Load

Infiltrasi

Start

Q

Hb

= Q

Hh Stop

Input

Hujan harian maksimum
(40)

3. Setelah debit nossel sama dengan tinggi hujan alami, dilakukan running pada contoh tanah. Waktu running dihitung selama 40 menit yang dimulai setelah debit nossel konstan dan diawali pada saat seng penutup contoh tanah diambil sampai 35 menit, ditambah 5 menit berikutnya dengan asumsi hujan telah berhenti.

Pada pelaksanaan running ini, tiap interval waktu 5 menit

dicatat debit outflow pada flowmeter, volume limpasan permukaan, laju infiltrasi, dan besarnya sedimen yang terbawa.

3.6. Limpasan Permukaan (SRO)

Pengukuran limpasan dilakukan dengan menampung air limpasan dari contoh tanah pada bak plastik berkapasitas 10 liter. Besarnya debit limpasan diukur dengan menakar volume air limpasan per satuan waktu dengan gelas ukur dan gelas kimia. Limpasan periodik dilakukan selama 35 menit pada kondisi hujan buatan yang telah stabil. Bersamaan dengan pengukuran ini, dilakukan pengambilan beban sedimen dasar (Bed Load) dan beban sedimen melayang (suspended load) untuk dihitung berat

kering ovennya. Hasil peng-ukuran “SRO, bed load dan

(41)

4.1. Umum

Studi Erodibilitas ini menggunakan empat (4) jenis tanah yang diambil dari empat lokasi yaitu Latosol (Pacet, Mojokerto), Andosol (Pujon, Malang), Mediteran (Sumber Boto, Mojokerto) dan Regosol (Poncokusumo, Malang). Ke empat jenis tanah tersebut diambil contoh tanahnya secara blok utuh (undisturbed) berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tebal 10 cm dengan kotak kayu. Pemilihan keempat jenis tanah tersebut didasarkan pada luas sebaran untuk budidaya pertanian dan kepekaannya terhadap erosi. Sedangkan pemakaian contoh tanah blok utuh diharapkan bisa mencerminkan kondisi alaminya di lapangan.

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kondisi kapasitas lapangan (lembab) agar mudah diambil dan tidak banyak mengalami kerusakan pada saat pengangkutan. Hal ini dikarenakan pada saat lembab tanah mempunyai daya kohesi yang sedang dan gaya adhesi yang sedang pula. Cara pengambilan contoh tanah blok utuh seperti terlihat dalam Lampiran 2. Bersamaan dengan itu dilakukan pengambilan

contoh tanah utuh dalam ring dengan ukuran diameter  4,8 cm,

tinggi  6,5 cm, contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah

biasa (disturbed) untuk penetapan nilai permeabilitas, bulk density, particle density, kelas struktur, tekstur dan kadar bahan organik. Hasil peng-ukuran karakteristik tanah ini digunakan untuk menduga nilai erodibilitas tanah dengan nomograph sebagai pembanding hasil studi dengan simulasi hujan. Sedangkan untuk pekerluan pengukuran karakteristik tanah yang lain contoh tanah diambil dari contoh tanah blok utuh yang didistruksi sebelum diperlakukan dengan hujan simulasi.

Selain diberi perlakuan delapan (8) variasi hujan yang mewakili kejadian hujan selama 8 bulan, contoh tanah juga

(42)
[image:42.468.73.405.176.363.2]

diperlakukan pada dua (2) kemiringan yaitu kemiringan standar (9 persen) dan kemiringan 17 persen. Peralatan yang digunakan untuk variasi kemiringan yang sekaligus sebagai pemanpung laju infiltrasi. Kombinasi variasi hujan dan kemiringan pada contoh tanah tertera dalam Tebel 4.1.

Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah

Jenis Slope Variasi Tinggi Hujan (mm)

Tanah (%) 1 2 3 4 5 6 7 8

Andosol 9 9.1.A 9.2.A 9.3.A 9.4.A 9.5.A 9.6.A 9.7.A 9.8.A 17 17.1.A 17.2.A 17.3.A 17.4.A 17.5.A 17.6.A 17.7.A 17.8.A

Latosol 9 9.1.L 9.2.L 9.3.L 9.4.L 9.5.L 9.6.L 9.7.L 9.8.L 17 17.1.L 17.2.L 17.3.L 17.4.L 17.5.L 17.6.L 17.7.L 17.8.L

Mediteran 9 9.1.M 9.2.M 9.3.M 9.4.M 9.5.M 9.6.M 9.7.M 9.8.M 17 17.1.M 17.2.M 17.3.M 17.4.M 17.5.M 17.6.M 17.7.M 17.8.M

Regosol 9 9.1.R 9.2.R 9.3.R 9.4.R 9.5.R 9.6.R 9.7.R 9.8.R 17 17.1.R 17.2.R 17.3.R 17.4.R 17.5.R 17.6.R 17.7.R 17.8.R

4.2. Indek Erosivitas Hujan.

Erodibilitas mencerminkan tingkat kepekaan tanah pada erosi. Proses erosi air dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan, utamanya intensitas hujan. Besarnya pengaruh hujan terhadap erosi dinya-takan dalam indek erosivitas hujan yang dihitung berdasarkan intensitas hujan periodik dan intensitas hujan maksimum dalam waktu 30 menit.

(43)

Tabel 4.2. Data Tinggi Hujan Harian, Hujan Simulasi dan Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan Harian dan Indek Erosivitas Hujan Simulasi.

No Lokasi Hujan (mm) Tinggi Bulan

1 2 3 4 5 8 10 11 12

1 Pujon Alami 68 31 47 61 18 27 34 26 E.(A) 104.1 22.0 50.1 84.0 7.5 16.7 26.4 15.5 Simulasi 67 31 46 61 18 28 34 25 E.(S) 101.1 22.04 48.0 84.0 7.5 18.0 26.4 14.4 Selisih -3.0 0.0 -2.1 0.0 0.0 +2.3 0.0 -1.1

2 Pacet Alami 147.0 67.0 51.0 77.0 28.0 48.0 96.0 40.0 E.(A) 476.2 101.1 58.9 33.2 18.0 53.3 206.1 36.4 Simulasi 146.0 66.0 51.0 77.0 28.0 49.0 96.0 40.0 E.(S) 472.8 98.2 58.9 133.2 18.0 54.4 206.1 36.4 Selisih -6.4 -2.9 0.0 0.0 0.0 +1.1 0.0 0.0

3 Ponco-kusumo

Alami 78.0 54.0 73.0 47.0 30.0 59.0 84.0 31.0

E.(A) 136.6 66.0 119.8 50.1 20.6 78.6 158.2 22.0 Simulasi 78.0 54.0 73.0 47.0 29.0 61.0 83.0 31.0 E.(S) 136.6 66.0 119.8 50.1 19.3 84.0 154.4 22.0 Selisih 0.0 0.0 0.0 -1.3 +4.6 -3.7 0.0

E.(A) = Erosivitas Hujan Alami, E.(S) = Erosivitas hujan Simulasi.

Dari Tabel di atas terlihat bahwa ketiga lokasi contoh tanah, indek erosi-vitas hujan simulasi dan indek erosivitas hujan alami ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena sulitnya menepatkan posisi kran simulator yang pengatur debit nossel sama persis dengan tinggi hujan harian alami di lapangan.

[image:43.468.58.402.96.396.2]
(44)
[image:44.468.86.401.100.377.2]

Tabel 4.3. Hasil Analisis Varian Faktor Erosivitas Hujan pada Erosi Tanah

Andosol, Slope 9 % Andosol, Slope 17 %

SK db JK KT F.hit F.tab SK db JK KT F.hit F.tab

Erosivitas 7 1,563 0,223 6,346 2,21 Erosivitas 7 1,553 0,222 6,542 2,21

Error 57 2,005 0,035 Error 57 1,933 0,034

Total 64 3,568 Total 64 3,486

Latosol, Slope 9 % Latosol, Slope 17 %

SK db JK KT F.hit F.tab SK db JK KT F.hit F.tab

Erosivitas 7 83,7 11,96 4,933 2,21 Erosivitas 7 817,7 116,8 10,02 2,21

Error 57 138,2 2,424 Error 57 664,8 11,66

Total 64 221,9 Total 64 1482

Mediteran, Slope 9 % Mediteran, Slope 17 %

SK db JK KT F.hit F.tab SK db JK KT F.hit F.tab

Erosivitas 7 68,65 9,807 3,443 2,21 Erosivitas 7 988,1 141,2 4,774 2,21

Error 57 162,4 2,849 Error 57 1685,2 29,56

Total 64 231 Total 64 2673

Regosol, Slope 9 % Regosol, Slope 17 %

SK db JK KT F.hit F.tab SK db JK KT F.hit F.tab

Erosivitas 7 45,43 6,490 9,523 2,21 Erosivitas 7 742,8 106,1 8,419 2,21

Error 57 38,85 0,682 Error 57 718,4 12,6

Total 64 84,28 Total 64 1461,2

Analysis of Variance didasarkan pada Completely Randomized Design

SK = Sumber keragaman Db = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah

4.3. Limpasan Permukaan

(45)

Di dalam pergerakannya, air limpasan dengan beban sedimen ini akan menggerus dasar dan dinding-dinding saluran dan meninggalkan bekas berupa alur-alur kecil. Bilamana debit limpasan dengan beban sedimen ini meningkat maka tidak hanya alur yang terbentuk tetapi berupa parit-parit kecil dan seterusnya.

Besarnya debit limpasan permukaan pada plot standar di empat jenis tanah tertera dalam Tabel 4.4. Hasil pengukuran debit limpasan pada interval waktu tertentu pada berbagai tinggi hujan dan dua kemiringan disajikan dalam bentuk hidrograf limpasan permukaan terlihat dalam Gambar 4.1. s/d 4.4.

y = 0.000x2 + 0.004x + 0.150

R² = 0.843

y = 0.000x2 - 0.016x + 0.300

R² = 0.828

0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Total D e b it S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm)

S = 9%

S = 17%

y = 0.027x + 0.177 R² = 0.789 y = 0.0258x + 0.0158 R² = 0.7306

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5

0 25 50 75 100 125 150

Total D e b it S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm)

S = 9%

[image:45.468.43.417.197.591.2]

S = 17%

Gambar 4.1. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total

Debit Limpasan Permukaan Andosol

pada Kemiringan 9% dan 17%

Gambar 4.2. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total

Debit Limpasan Permukaan Latosol

pada Kemiringan 9% dan 17%

y = 0.030x - 0.240 R² = 0.803 y = 0.027x - 0.076 R² = 0.815

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

0 25 50 75 100 125 150

Total D e b it S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm)

S = 9%

S = 17%

y = 0.040x - 0.535 R² = 0.865 y = 0.031x - 0.158 R² = 0.520

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Total D e b it S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm)

S = 9%

S = 17%

Gambar 4.3. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total

Debit LimpasanPermukaan Mediteran

pada Kemiringan 9% dan 17%

Gambar 4.4. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total

Debit Limpasan Permukaan Regosol

(46)

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.1 s/d 4.4 terlihat bahwa secara umum total debit limpasan permukaan meningkat dengan bertambahnya tinggi hujan. Tetapi waktu konsentrasinya (Tc) berbeda-beda dengan bertambahnya tinggi hujan dan intensitas hujan pada durasi hujan yang sama. Tinggi hujan yang berbeda akan menyebabkan intensitas hujan yang berbeda. Demikian juga kemampuannya menjenuhi tanah akan berbeda pula, meskipun kapasitas infil-trasinya sama. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Asdak (1995) yang me-nyatakan bahwa besarnya aliran limpasan permukaan dipengaruhi oleh tinggi hujan, intensitas hujan, distribusi hujan dan durasi hujan. Adanya perbedaan tinggi hujan, menyebabkan perbedaan intensitas hujan dan laju infiltrasi.

Akibat adanya kelebihan volume hujan maka air akan mengalir diper-mukaan lahan yang kecepatannya dipengaruhi oleh besarnya debit limpasan permukaan. Secara umum terlihat bahwa semakin besar debit limpasan maka kecepatannya semakin meningkat dan waktu konsentrasi tercapai lebih awal.

Hasil studi pada Andosol menunjukkan bahwa bertambah-nya tinggi hujan sampai 67 mm dengan durasi 35 menit waktu konsentrasi (Tc) relatif bervariasi. Hal ini karena kapasitas infiltrasi andosol lebih besar dari pada intensitas hujan sehingga semua hujan masuk kedalam tanah. Sedangkan aliran limpasan permukaan yang terukur, akibat adanya aliran air bawah permukaan yang keluar dari kolom tanah dan mencapai titik pengukuran.

(47)
[image:47.680.86.597.94.381.2]

Tabel 4.4. Besarnya debit Limpasan Akibat Variasi Tinggi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah

t min

Slope (%)

Debit SRO (m3/min) t min

Slope (%)

Debit SRO (m3/min)

18 28 34 25 67 31 46 61 49 96 40 146 66 51 77 28 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

(48)

t min

Slope (%)

Debit SRO (m3/min) t min

Slope (%)

Debit SRO (m3/min)

49 96 40 146 66 51 77 28 29 61 83 31 78 54 73 47 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

(49)

Berdasarkan hidrograf limpasan tersebut di atas terlihat bahwa setelah interval waktu 35 menit menunjukkan sisi penurunan yang tajam, hal ini karena setelah 35 menit hujan simulasi dihentikan sehingga debit limpasan permukaan yang terukur merupakan pematusan dari hujan yang terjadi.

Dilihat dari hubungan antara tinggi hujan dan debit limpasan permukaan (Gambar 4.5 dan Gambar 4.6) menunjukkan bahwa bertambahnya tinggi hujan, debit limpasan permukaan untuk Andosol meningkat secara linier dengan keefisien determinasi, R = 0,911 (slope 9%) dan R = 0.880 (slope 17%), sedangkan pada Latosol, Mediteran dan Regosol meningkat secara linier dengan koefisien korelasi berturut-turut R = 0.888 (slope 9%) dan R = 0.855 (slope 17%), R = 0,896 ( slope 9%) dan R = 0,903 (slope 17%) dan R = 0,930 (slope 9%) dan R = 0,721 (slope 17%).

[image:49.468.48.412.294.457.2]

Gambar 4.5. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Andosol dan (b)Latosol pada Kemiringan 9% dan 17%

y = 0.031x - 0.357 R² = 0.830

y = 0.020x - 0.375 R² = 0.775 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 2.4

0 10 20 30 40 50 60 70

T ot a l D e bi t SR O ( m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm) S = 9%

S = 17%

(a)

y = 0.027x + 0.177 R² = 0.789

y = 0.026x + 0.016 R² = 0.731

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5

0 25 50 75 100 125 150

T ot a l D e bi t S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm) S = 9%

S = 17%

(50)
[image:50.468.55.410.89.275.2]

Gambar 4.6. Hubungan Tinggi Hujan dengan Total Debit Limpasan Permukaan (a) Tanah Mediteran dan (b)Regosol pada Kemiringan 9% dan 17%

4.4. Transport Sedimen

Aliran limpasan permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam studi erosi tanah. Mengingat limpasan permukaan tidak hanya bertindak sebagai agen pembawa beban sedimen ke bagian hilir tetapi juga sebagai agen penyebab erosi dipermukaan lahan. Bilamana gaya ikat elektrostatis antar partikel tanah dan gaya ikat bahan semen dalam agregat tanah lebih kecil dibandingkan gaya penghancur dari luar (butir hujan) dan gaya urai (dispersi) air, maka partikel-partikel tanah akan lepas menjadi individu partikel. Butiran dan lempeng partikel tanah tersebut selanjutnya akan dipindahkan oleh aliran limpasan permukaan ke bagian yang lebih rendah (hilir). Awal permulaan pengangkutan sedimen akan terjadi proses “sortasi dan scouring” dimana partikel-partikel berukuran lebih kecil terangkut lebih dulu yang selanjutnya diikuti oleh partikel yang lebih besar sampai limpasan permukaan tidak mampu lagi membawa partikel sedimen yang berukuran besar. Partikel jenis terakhir ini baru bisa dipindahkan

y = 0.030x - 0.240 R² = 0.803

y = 0.027x - 0.076 R² = 0.815

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

0 25 50 75 100 125 150

T ot a l D e bi t S R O (m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm) S = 9%

(a)

y = 0.040x - 0.535 R² = 0.865 y = 0.031x - 0.158 R² = 0.520

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

T ot a l D e bi t SR O ( m 3 /m in)

Tinggi Hujan (mm) S = 9%

S = 17%

(51)

oleh aliran limpasan permukaan bila terjadi penambahan debit aliran.

Setelah tercapai keseimbangan antara gaya pukulan hujan dan gaya tahan agregat tanah maka terbentuk lapisan permukaan tanah yang tahan terhadap erosi. Kondisi demikian sering dikenal sebagai lapisan armor. Keseimbangan lapisan tanah tersebut akan berubah bila tanah mendapatkan perlakuan oleh aktivitas manusia atau oleh alam yang mempengaruhi karakteristik tanah tersebut.

Hasil pengamatan di contoh tanah blok memperlihatkan bahwa bertam-bahnya intensitas hujan juga mampu mempengaruhi keseimbangan lapisan armor namun hanya sampai batas tertentu kemudian stabil kembali. Demikian juga pada gaya angkut limpasan permukaan bila kapasitas angkut lebih kecil dibanding-kan beban yang dibawa maka sedimen adibanding-kan mengendap diperjalanan. Aliran limpasan permukaan dengan beban sedimen yang dibawa, dalam perjalanannya ke hilir akan menggerus dasar permukaan lahan. Sifat-sifat tertentu dari kemampuan aliran permukaan yang menyebabkan erosi bisa dilihat dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Karakteristik Aliran yang Berpengaruh pada Besarnya Aliran Limpasan Permukaan.

Kode SRO

m3/min m h mA 2 m P m R m/det U Re Fr b

N/m2 U*

m/det Kg/ms 3 D50

mm Re* 

Shields Diagram 9.A 0,078 0,002 0,004 2,004 0,002 0,020 0,34 0,542 2,82 0,037 1793 0,054 0,3 7,2 Gerak 17.A 0,052 0,001 0,001 0,502 0,001 0,102 24,4 0,979 3,50 0,039 1793 0,063 0,3 7,1 Gerak 9.L 0,251 0,006 0,011 2,011 0,006 0,231 164,3 0,972 5,04 0,071 2262 0,040 0,4 10,1 Gerak 17.L 0,225 0,005 0,003 0,510 0,005 0,285 223,4 1,280 18,86 0,085 2262 0,035 0,4 43,3 Gerak 9.M 0,231 0,005 0,011 2,011 0,005 0,214 140,2 0,940 9,02 0,068 1945 0,046 0,4 21,0 Gerak 17.M 0,205 0,005 0,002 0,509 0,005 0,261 206,2 1,219 14,79 0,079 1945 0,049 0,5 32,7 Gerak 9.R 0,220 0,005 0,010 2,010 0,005 0,219 136,2 0,984 4,44 0,067 2193 0,075 0,7 5,0 Gerak 17.R 0,200 0,005 0,002 0,509 0,004 0,279 178,1 1,286 9,73 0,083 2193 0,078 0,8 10,6 Gerak

Viskositas Kinematik () = 8,0.10-6 (Reijn, 1990)

n = Kekasaran Manning = 0,040 (Chow, 1959)

a = 1000 kg/m3 g = 9,86 m/det2  = (s - a)/a

A = b.h P = b + 2.h R = A/P

(52)

b = .g.R.S U* = (g.R.S)1/2

Re*= U* D50/  = b/(.g.D50)

Tabel 4.5 menunjukkan bawa aliran limpasan permukaan di plot standar pada berbagai tinggi hujan mempunyai kedalaman aliran rata-rata yang sangat tipis, dan kecepatan aliran yang lambat. Dari pengamatan visual saat pene-litian di contoh tanah blok terlihat bahwa kedalaman aliran dipermukaan tidak merata. Hal ini akibat terjadinya konsentrasi massa air limpasan ke suatu titik untuk bergerak kearah hilir karena beda kemiringan dan membentuk alur-alur kecil.

Berdasarkan kriteria bilangan Reynold dan bilangan Froude, terlihat bahwa untuk kemiringan 9 % semua jenis tanah yang digunakan penelitian tipe aliran permukaannya adalah laminer dengan Re < 500 dan bersifat subkritis dengan Fr < 1,0. Sedangkan untuk kemiringan 17 % alirannya laminer superkritis pada tanah Latosol, Mediteran dan Regosol dan subkritis pada Andosol. Bertambahnya kemiringan lahan terlihat kecepatan aliran, Reynold dan Froude bertambah. Tipe aliran laminer subkritis mempunyai kecepatan yang seragam dan kurang erosif dibandingkan dengan aliran turbulen super kritis. Hasil perhitungan dalam studi ini berbeda dengan hasil penelitian Morgan (1995) di Bedfordshire England bahwa bilangan Reynold dan Froude untuk

aliran limpasan permukaan adalah Re  75 dan Fr  0,5, karena

ada perbedaan intensitas hujan yang dipakai dasar dalam studi.

Kemampuan limpasan permukaan untuk menggerus dasar dan dinding alur ditentukan oleh gaya geser dasar dan gaya geser

kritis. Menurut Morgan (1995), bila Re* 40 (turbulen) gaya geser

kritis diasumsikan konstan sebesar 0,05 N/m2. Sedangkan untuk

aliran limpasan permukaan bertipe laminer gaya geser kritis

Gambar

Gambar 3.1.  Bagan Pengaliran di Dalam Simulasi Hujan
Gambar 3.2.
Tabel 3.2.  Tinggi Hujan Simulasi dan Hujan Harian Maksimum Lokasi Contoh Tanah
Tabel 4.1. Kombinasi Variasi Hujan dan Kemiringan pada Contoh Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2015:2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian reksa dana saham dikelompokan menjadi tiga, yaitu: faktor keamanan politik, kondisi pasar global, dan

Berdasarkan perancangan prototipe pada diagram blok Sistem detektor kebakaran seperti yang terlihat pada Gambar 1 maka prototipe sistem yang dihasilkan berupa integrasi

Metode sintesis basa Schiff tanpa pelarut dengan katalis jeruk nipis pada penelitian ini terinspirasi dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan dari

Proses dimana menampilkan laporan berupa informasi baik untuk keperluan administrasi dan informasi untuk mahasiswa. mengenai daftar mahasiswa, daftar alumni, daftar

Orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat diluar sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi walaupun simbol

Hasil penelitian ini menunjukkan delapan pendapat Kepala Sekolah terhadap Perpustakaan, dua kepala sekolah kurang maksimal memberikan perhatian terhadap perpustakaan dan