• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis 5-Nitro-2-furfuraldiasetat menggunakan furtural, asam nitrat dan asam asetat anhidrida dengan katalis asam P-Toluenasulfonat - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sintesis 5-Nitro-2-furfuraldiasetat menggunakan furtural, asam nitrat dan asam asetat anhidrida dengan katalis asam P-Toluenasulfonat - USD Repository"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN SAMPUL

SINTESIS 5-NITRO-2-FURFURALDIASETAT MENGGUNAKAN

FURFURAL, ASAM NITRAT DAN ASAM ASETAT ANHIDRIDA

DENGAN KATALIS ASAM P-TOLUENASULFONAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Carolus Borromeus Probo Bharoto Putro

NIM: 048 114 111

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

1

(2)

HALAMAN JUDUL

SINTESIS 5-NITRO-2-FURFURALDIASETAT MENGGUNAKAN

FURFURAL, ASAM NITRAT DAN ASAM ASETAT ANHIDRIDA

DENGAN KATALIS ASAM P-TOLUENASULFONAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Carolus Borromeus Probo Bharoto Putro

NIM: 048 114 111

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)
(4)
(5)

v

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sintesis

5-Nitro-2-Furfuraldiasetat Menggunakan Furfural, Asam Nitrat Dan Asam Asetat Anhidrida

Dengan Katalis Asam p-Toluenasulfonat” sebagai salah satu syarat untuk

mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak

pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma

2. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan

dan pengarahannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku penguji atas segala masukan, kritik, dan

sarannya.

4. Christine Patramurti, M.Si. Apt. selaku penguji atas segala masukan, kritik,

dan sarannya.

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas

bantuannya sehingga penulis dapat bekerja di laboratorium dengan lancar.

6. Mas Parlan, Mas Kunto, dan Mas Bimo atas bantuannya selama peneliti

bekerja di laboratorium

7. Mia, Dewi, Boriz, Robby, dan Vita, rekan seperjuangan dalam penelitian ini

yang selalu membantu.

v

(6)

8. Bob, Coco, Adit, Leo, Fajar, Edvan, Budiarto dan Elvan, atas

kebersamaannya selama di laboratorium.

9. Teman-teman UKF dolan-dolan, Kelas C 2004, FST 2004 dan teman-teman

angkatan 2004 lain yang telah banyak membantu dan memotivasi.

10. Teman-teman Angkatan 2005, 2006, dan 2007 yang selalu berulang kali

menanyakan dengan antusias kapan penulis mengajukan ujian terbuka.

11. Teman-teman milis kimia_indonesia@yahoogroups.com, terutama Jeliarko

Palgunadi yang telah memberikan banyak masukan mengenai reaksi.

12. Keluarga yang telah mendukung penulis untuk tetap berjuang

13. Marlisa, Eva, dan Novianti yang telah meminjamkan sumber-sumber

pustaka

14. Segenap rekan dan pihak-pihak yang membantu namun tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari

sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh

penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta 10 Juni 2008

Penulis

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah

Yogyakarta, 5 November 2007

Penulis,

Carolus Borromeus Probo Bharoto Putro

vii

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Carolus Borromeus Probo Bharoto Putro NIM : 048 114 111

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

SINTESIS 5-NITRO-2-FURFURALDIASETAT MENGGUNAKAN FURFURAL, ASAM NITRAT DAN ASAM ASETAT ANHIDRIDA DENGAN KATALIS ASAM P-TOLUENASULFONAT

berserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 31 Juli 2008

Yang menyatakan

(9)

viii

INTISARI

Peningkatan nilai ekonomis dan aktifitas teraupetik dari furfural telah dilakukan dengan mensubstitusi gugus nitro dan ester pada posisi 5 dan 2 pada cincin furan yang menghasilkan 5-nitro-furfuraldiasetat. Senyawa golongan 2-nitrofuran ini diketahui mempunyai aktifitas bakteriostatik dan bakteriosida (Lednicer dan Mitscher, 1975). Senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat dapat disintesis dengan mereaksikan asam nitrat pekat dan asam p-toluenasulfonat yang ditambahkan bertetes-tetes pada asam asetat anhidrida yang kemudian ditambahkan furfural.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dari prosedur penelitian yang dilakukan didapatkan rendemen senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat. Analisis hasil dilakukan secara kualitatif dengan organoleptis, uji kelarutan, penentuan titik lebur, uji kromatografi lapis tipis, elusidasi struktur dengan spektroskopi inframerah dan spektroskopi resonansi magnetik inti (H1 -NMR)

Hasil dari penelitian adalah senyawa hasil sintesis berupa kristal coklat muda tidak berbau, larut dalam metanol, aseton, eter, kloroform, dan tidak larut dalam aquades, titik lebur 89-90°C, harga Rf yang berbeda dengan Rf furfural (Rf produk = 0,81; Rf furfural = 0,73). Hasil elusidasi dengan spektroskopi inframerah dan H1-NMR ditunjukkan dengan profil spektra yang diidentifikasi sebagai senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sinteisis adalah 5-nitro-2-furfuraldiasetat dengan rendemen 9,32%

Kata kunci: 5-nitro-2-furfuraldiasetat, furfural, asam p-toluenasulfonat, nitrasi

viii

(10)

ABSTRACT

Increasing economic value and teraupetic activity of furfural was done by subtitute nitro and ester group on 5 and 2 position of furan ring yield 5-nitro-2-furfuraldiacetate. 5-nitro-2-furfuraldiacetate, a derivative of 2-nitrofurans are known to possess both bacteriostatic and bacteriocidal properties (Lednicer and Mitscher, 1975). This molecule could be synthesized by reacting concentrated nitric acid and p-toluenesulfonic acid and then it was added dropwisely to acetic anhydride followed by furfural.

This research was aimed to know whether the synthesis pathway produces 5-nitro-2-furfuraldiacetate rendemen. The result was analyzed by qualitative test using organoleptic test, solubility test, melting point determination, thin layer chromatography separation, and structure elucidation using infrared spectroscopy (IR) and Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (H1-NMR).

The result of this research showed the product was light brown odourless crystal, soluble in methanol, acetone, ether, chloroform, and insoluble in aquades, with melting point 89-90°C, and possessing different Rf value from furfural’s Rf value (Rf product = 0,81; Rf furfural = 0,73). The result of elucidation tested by IR and H1-NMR showed spectra profile identified as 5-nitro-2-furfuraldiacetate molecule. Based on the data, the product of the synthesis pathway was 5-nitro-2-furfuraldiacetate with rendemen for about 9,32%

Keywords: 5-nitro-2-furfuraldiacetate, furfural, p-toluenesulfonic acid, nitration

s: nitrofurazon, Keyword

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian... 3

B. Tujuan Penelitian... 3

BAB II... 4

PENELAAHAN PUSTAKA ... 4

A. Sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat ... 4

1. Cincin furan... 4

x

(12)

2. Aldehid... 5

3. Substitusi elektrofilik pada furan ... 7

4. Reaksi esterifikasi pada aldehid ... 10

5. Kristalisasi... 11

B. Uji Pendahuluan ... 12

1. Pemeriksaan organoleptis... 12

2. Pemeriksaan titik lebur... 12

3. Pemeriksaan kelarutan ... 13

4. Uji pemisahan menggunakan sistem KLT ... 14

C. Elusidasi Struktur ... 15

1. Spektroskopi inframerah ... 15

2. Spektroskopi NMR ... 16

D. Landasan Teori... 19

E. Hipotesis ... 20

BAB III ... 21

METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis Penelitian... 21

B. Definisi Operasional... 21

C. Variabel Penelitian ... 21

D. Alat Dan Bahan Penelitian ... 21

1. Alat penelitian ... 21

2. Bahan penelitian... 22

E. Tatacara Penelitian... 22

(13)

xii

1. Cara sintesis ... 22

2. Uji pendahuluan dan elusidasi struktur ... 23

3. Analisis hasil ... 24

BAB IV ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

A. Sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat ... 25

B. Uji Pendahuluan ... 31

1. Uji Organoleptis ... 31

2. Uji Kelarutan... 32

3. Uji Titik Lebur ... 33

4. Pemisahan dengan KLT ... 33

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis ... 42

1. Spektroskopi Inframerah... 42

2. Spektroskopi H1-NMR ... 46

D. Perhitungan Rendemen ... 50

BAB V... 51

KESIMPULAN DAN SARAN... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN... 54

A. Perhitungan Rendemen ... 54

B. Spektra Inframerah ... 55

xii

(14)

1. Furfural... 55

2. 5-nitro-2-furfuraldiasetat... 56

C. Spektra H1-NMR ... 57

D. Data Titik Lebur Senyawa Hasil Sintesis... 58

E. Kromatogram Furfural dan Hasil Sintesis ... 59

BIOGRAFI PENULIS ... 60

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV ... 13

Tabel 2. Perbandingan organoleptis senyawa hasil reaksi dengan reaktan... 31

Tabel 3. Data kelarutan senyawa hasil reaksi dengan furfural... 32

Tabel 4. Data faktor retensi dan warna hasil pemisahan dengan KLT ... 34

Tabel 5. Interpretasi spektra inframerah furfural ... 42

Tabel 6. Interpretasi spektra inframerah senyawa hasil sintesis ... 44

Tabel 7. Hasil interpretasi spektra IR senyawa hasil sintesis dan furfural... 45

Tabel 8. Interpretasi spektra H1-NMR senyawa hasil sintesis dengan pelarut CDCl3... 47

xiv

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. hibrisasi sp2 (a), besar sudut ikatan (b), panjang ikatan (c), dan posisi

atom-atom dari furan (d) ... 5

Gambar 2. Struktur umum dari aldehid ... 6

Gambar 3. Reaksi penyerangan gugus karbonil oleh elektrofil dan nukleofil ... 6

Gambar 4. Efek induktif dari penarikan elektron... 7

Gambar 5. Stabilitas resonansi ion enolat ... 7

Gambar 6. Regioselektifitas dari substitusi elektrofilik pada tiofena. ... 8

Gambar 7. Mekanisme pembukaan cincin furan... 9

Gambar 8. Rumus Struktur asam p-toluenasulfonat ... 10

Gambar 9. Resonansi anion tosilat... 10

Gambar 10. Reaksi umum pembentukan gugus 1,1-diol ... 11

Gambar 11. Reaksi umum pembentukan ester... 11

Gambar 12. Mekanisme pembukaan furfural karena adanya asam sulfat ... 26

Gambar 13. Mekanisme deprotonasi asam p-toluenasulfonat ... 26

Gambar 14. Mekanisme pembentukan ion nitronium... 26

Gambar 15. Mekanisme pembentukan nitroasetat ... 27

Gambar 16. Mekanisme pembentukan hidrat pada furfural... 27

Gambar 17. Muatan atom-atom penyusun furfural... 28

Gambar 18. Mekanisme nitrasi pada furfural hidrat ... 29

Gambar 19. Mekanisme esterifikasi pada 5-nitro-2-furfuralhidrat ... 30

Gambar 20. Kristal senyawa hasil sintesis (a) dan furfural (b)... 31

Gambar 21. Hasil pemeriksaan dengan pemisahan secara KLT... 34

(17)

xvi

Gambar 22. Interaksi antara fase diam-fase gerak dengan furfural dan senyawa

hasil sintesis. ... 36

Gambar 23. Mekanisme serangan nukleofil oleh fenilhidrazina ... 37

Gambar 24. Mekanisme proton shift dan dehidrasi ... 38

Gambar 25. Mekanisme pembentukan (1E,1’E)-(5-nitrofuran-2-il)metilena bis (N’-fenil-aseto-hidrazonat) ... 39

Gambar 26. Mekanisme pembentukan (E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2- fenilhidrazina ... 40

Gambar 27. Gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa (E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina... 40

Gambar 28. Gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa (1E,1’E)-(5-nitrofuran-2-il)metilena bis (N’-fenil-aseto-hidrazonat)... 41

Gambar 29. Spektra inframerah furfural... 42

Gambar 30. Spektra inframerah senyawa hasil sintesis ... 43

Gambar 31. Spektra H1-NMR senyawa hasil sintesis... 46

Gambar 32. Atom karbon metin yang mengalami induksi positif sehingga atom hidrogen yang menempel menjadi tak terperisai ... 48

Gambar 33. Lingkungan kimia atom hidrogen yang memberikan sinyal doblet.. 49

Gambar 34. Lingkungan kimia dari enam atom hidrogen α yang memberikan sinyal D berupa singlet... 50

p-tuenesulfonic acid, nitration

xvi

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat-obat golongan nitroheterosiklik banyak digunakan sebagai agen

kemoterapi yang efektif untuk penatalaksanaan terapi berbagai penyakit infeksi

yang disebabkan oleh mikrobia dan protozoa. Senyawa-senyawa nitroheterosiklik

ini berperan cukup penting karena dapat mengantisipasi kasus resistensi

mikroorganisme terhadap antibiotik β-laktam dan turunan sulfonamida yang telah

banyak dilaporkan (Jawetz dan Adelderg, 1996). Namun, golongan senyawa

nitroheterosiklik ini tidak mudah ditemukan pada produk alam. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian mengenai sintesis senyawa golongan nitroheterosiklik.

Turunan dari 2-nitrofuran telah diketahui mempunyai aktivitas

bakteriostatik dan bakteriosida (Lednicer dan Mitscher, 1975). Walaupun

mekanisme aksi senyawa golongan 2-nitrofuran ini masih belum diketahui secara

pasti, namun diduga bahwa mekanisme aksinya adalah penghambatan kerja enzim

sintesis DNA karena teroksidasi oleh gugus nitro. Atas dasar bahwa modifikasi

struktur 5-nitrofuran pada posisi 2 dapat meningkatkan efektivitas serta aktivitas

antibakteri secara luar biasa (Powers, 1975), maka dilakukan penelitian mengenai

sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat.

Pada penelitian ini digunakan furfural sebagai senyawa yang akan

diderivatisasi. Furfural dapat diperoleh dari hidrolisis limbah agrikultur yang

mengandung pentosa, seperti tongkol jagung dan sekam padi, dalam suasana

(19)

2

asam. Penelitian mengenai sintesis turunan 2-nitrofuran ini diharapkan dapat

meningkatkan nilai ekonomi dan terapeutik furfural hasil isolasi limbah agrikultur

yang banyak tersedia di Indonesia.

Senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat dapat disintesis dengan mereaksikan

asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat yang ditambahkan bertetes-tetes pada

asam asetat anhidrida yang kemudian ditambahkan furfural (Tehrani, Zarghi, dan

Fathali, 2003). Berdasarkan orientasi yang penulis lakukan terhadap prosedur

sintesis senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat (Tehrani, Zarghi, dan Fathali, 2003),

penulis tidak mendapatkan rendemen yang diharapkan. Diduga, telah terjadi

reaksi pembukaan cincin furan oleh adanya asam sulfat (Eicher dan Hauptmann,

1995). Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas cincin furan (Eicher dan

Hauptmann, 1995) dan mencegah hidrolisis gugus ester oleh adanya asam (Pavia,

Lampman, dan Kriz, 1995) pada senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat maka pada

penelitian ini dilakukan penggunaan katalis asam p-toluenasulfonat dan

peningkatan pH (3,5-4,5) sebelum proses pemanasan.

Target molekul yang dihasilkan akan dilakukan pengujian kualitatif

dengan organoleptis, uji kelarutan, penentuan titik lebur, uji kromatografi lapis

tipis, elusidasi struktur dengan spektroskopi inframerah dan spektroskopi

resonansi magnetik inti proton (H1-NMR)

1. Perumusan masalah

Apakah dari prosedur penelitian yang dilakukan menghasilkan rendemen

senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat?

(20)

2. Keaslian penelitian

Sebelumnya pernah dilakukan penelitian mengenai sintesis

5-nitro-2-furfuraldiasetat menggunakan katalis asam sulfat (Tehrani, Zarghi, dan Fathali,

2003). Sejauh penulusuran pustaka yang penulis lakukan, belum pernah dilakukan

penelitian mengenai sintesis senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat menggunakan

starting material furfural, asam asetat anhidrida, dan asam nitrat dengan katalis

asam p-toluenasulfonat

3. Manfaat penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

apakah dari prosedur penelitian yang dilakukan menghasilkan rendemen senyawa

5-nitro-2-furfuraldiasetat

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data

ilmiah tentang alternatif pemanfaatan limbah agrikultur sekam padi dan tongkol

jagung dengan mengisolasi furfural sehingga didapatkan 5-nitro-2-furfuraldiasetat

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dari prosedur

penelitian yang dilakukan menghasilkan rendemen senyawa

(21)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat

Senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat dapat disintesis dengan membuat asam

nitrat pekat dan asam sulfat pekat yang ditambahkan bertetes-tetes pada asam

asetat anhidrida pada suhu -5oC sampai 5oC. Furfural ditambahkan pada larutan

ini pada kondisi yang sama. Campuran diaduk dalam pendingin es selama satu

jam kemudian ditambahkan air pada suhu kamar. Setelah tiga puluh menit dan pH

diusahakan sekitar 2,5-2,7, campuran dipanaskan selama satu jam pada suhu

55oC. Endapan yang terbentuk dikumpulkan dan direkristalisasi dengan etanol

(Tehrani, Zarghi, dan Fathali, 2003).

Dalam sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat terjadi reaksi nitrasi dan

esterifikasi pada furfural. Reaksi nitrasi pada furfural berhubungan dengan teori

sustitusi elektrofilik pada cincin furan dan reaksi esterifikasi furfural erat

kaitannya dengan teori pembentukan gem-diol pada aldehid.

1. Cincin furan

Furan adalah suatu heteropentasiklik yang beranggotakan atom oksigen

(O). Berdasarkan deskripsi dari struktur elektron furan, diasumsikan bahwa semua

atom terhibridisasi sp2. Overlapping dari lima orbital atom 2pz menghasilkan

orbital molekul π (π-MOs), dimana salah satunya berikatan (bonding) dan dua

antibonding. (Eicher dan Hauptmann, 1995). Setiap atom karbon menyumbangkan

21

(22)

satu elektron dan dua elektron dari atom oksigen kepada struktur siklik

terkonjugasi. Oleh karena enam elektron ini terdistribusi pada lima atom, maka

kerapatan elektron π pada setiap atom cincin lebih besar daripada satu atom.

Dengan demikian furan mengalami kelebihan elektron π heterosiklik (Eicher dan

Hauptmann, 1995).

(a)

O

110,65O

106,07O

106,5O

(b)

O 136,2 pm

136,1 pm 143,0 pm

(c)

O α'

β' β

α 2 1

3 5

4

(d)

Gambar 1. hibrisasi sp2 (a), besar sudut ikatan (b), panjang ikatan (c), dan posisi atom-atom dari furan (d) (Eicher dan

Hauptmann, 1995)

2. Aldehid

Aldehid merupakan dua dari sekian banyak kelompok senyawa organik

yang mengandung gugus karbonil. Aldehid mempunyai sekurangnya satu atom

hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam suatu aldehid

(23)

6

O

R H

Gambar 2. Struktur umum dari aldehid (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Gugus karbonil terdiri dari sebuah atom karbon sp2 yang dihubungkan

ke sebuah atom oksigen oleh ikatan sigma dan sebuah ikatan pi. Ikatan-ikatan

sigma gugus karbonil terletak dalam suatu bidang dengan sudut ikatan kira-kira

120° di sekitar karbon sp2. Gugus karbonil dalam aldehid bersifat polar, dengan

elektron-elektron dalam ikatan sigma dan ikatan pi. Elektron dalam ikatan pi

tersebut mudah tertarik ke oksigen yang bersifat elektronegatif. Selain pengaruh

atom elektronegatif yang menyebabkan suatu molekul menjadi polar, kepolaran

juga ditentukan oleh momen dipol yang merupakan ukuran terhadap derajat

kepolaran. Momen ikatan dan tetapan dielektrik ikut menentukan suatu molekul

termasuk polar atau nonpolar. (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Oksigen gugus karbonil aldehid mempunyai dua pasang elektron

menyendiri. Oleh karena itu, gugus karbonil akan mudah diserang elektrofil atau

nukleofil.

C O R

R

E C O

R

R

Nu

Gambar 3. Reaksi penyerangan gugus karbonil oleh elektrofil dan nukleofil (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Ikatan karbon-hidrogen biasanya stabil, nonpolar dan pasti tidak bersifat

asam. Tetapi dengan adanya suatu gugus karbonil terjadilah hidrogen yang

bersifat asam, terutama jika posisinya alfa terhadap dua gugus karbonil.

(24)

Keasaman ini disebabkan oleh dua hal yaitu pertama karena adanya efek induktif

oleh penarikan elektron, yang kedua karena adanya stabilitas resonansi dari ion

enolat bila kehilangan atom hidrogen sehingga ion enolat terstabilkan dengan

adanya delokalisasi muatan ion. (Fessenden dan Fessenden, 1986)

C O

C H2

C O

δ

Gambar 4. Efek induktif dari penarikan elektron (Fessenden dan Fessenden, 1986)

C

C C

O O

CH

C C

O O

CH

C C

O O

Gambar 5. Stabilitas resonansi ion enolat (Fessenden dan Fessenden, 1986)

3. Substitusi elektrofilik pada furan

Dengan analogi dengan benzena, furan dapat bereaksi dengan reagen

elektrofilik, lebih sering dengan substitusi. Furan dapat mengalami substitusi

elektrofilik 1011 lebih cepat daripada benzena dibawah kondisi yang sama. Alasan

pertama adalah energi resonansi dari furan sangat kurang dibandingkan dengan

benzena. Alasan kedua adalah cincin furan mengalami kelebihan elektron π

sedangkan pada benzena kerapatan elektron π adalah satu pada setiap atom.

Reaksi substitusi elektrofilik dari furan, seperti benzena, terjadi dengan

mekanisme adisi-eliminasi. (Eicher dan Hauptmann, 1995)

Regioselektivitas heterosiklik dari reaksi substitusi ini dapat dijelaskan

bahwa energi relatif dari keadaan transisi akan memegang peranan penting untuk

menghasilkan produk yang diharapkan dari reaksi substitusi yang terjadi yang

(25)

8

banyak menghasilkan produk. Penyumbang resonansi untuk intermediet yang

dihasilkan dari serangan ion nitronium pada karbon 2 dan karbon 3 pada tiofena

akan dibandingkan sebagai berikut:

Gambar 6. Regioselektifitas dari substitusi elektrofilik pada tiofena (Ege, 1989)

Karbokation yang terjadi ketika ion nitronium menyerang karbon 2 dari

thiofena lebih stabil daripada yang lain karena merupakan hal yang paling

mungkin yaitu delokalisasi muatan yang lebih besar. Reaksi ini tentu saja

mempunyai tingkat energi yang paling rendah sehingga secara mudah,

karbokation intermediet kehilangan proton dan produk yang dihasilkan

mempunyai cincin aromatik yang stabil (Ege, 1989).

Oleh karena campuran asam nitrat dan asam sulfat akan merusak

heterosiklik, agen penitrasi yang lebih tidak terlalu reaktif (mild) dibuat dengan

melarutkan asam nitrat dalam asam asetat anhidrida. Asetat anhidrida dapat

(26)

bereaksi sebagai agen penghidrasi untuk menghasilkan ion nitronium dari asam

nitrat (Ege, 1989).

Prosedur sintesis tersebut (Tehrani, Zarghi, dan Fathali, 2003)

menggunakan katalis asam sulfat untuk membuat ion nitronium dari asam nitrat.

Adanya asam sulfat pekat dapat menginduksi polimerisasi pada kation. Asam

sulfat encer menyebabkan hidrolisis menjadi senyawa 1,4-dikarbonil. Serangan

nuklofilik oleh air terjadi pada posisi-3 dari furan terprotonasi. Akhirnya, pada

pembalikan (reversion) dari sintesis Paal-Knoor, 2-hidroksi-2,3-dihidrofuran

menghasilkan senyawa 1,4-dikarbonil hexan-2,5 seperti pada gambar 2 (Eicher

dan Hauptmann, 1995).

Gambar 7. Mekanisme pembukaan cincin furan(Eicher dan Hauptmann, 1995)

Oleh karena dengan adanya katalis asam sulfat pekat dapat menginduksi

pembukaan cincin furan, maka pada penelitian ini menggunakan asam p

-toluenasulfonat sebagai katalis. Sulfonat adalah suatu ester anorganik dengan

(27)

10

S

O O

HO

Gambar 8. Rumus Struktur asam p-toluenasulfonat

Suatu sulfonat mempunyai gugus alkil atau aril yang terikat langsung

pada atom belerang. Asam p-toluenasulfonat (4-metilbenzenasulfonat) lazim

disebut tosilat, karena mempunyai kemungkinan stabilisasi resonansi dari anion

yang kehilangan proton dari gugus hidroksilnya, merupakan suatu asam kuat

dengan nilai pKa sebesar -0,6. Anion tosilat terstabilkan oleh resonansi dan

merupakan basa yang sangat lemah. (Fessenden dan Fessenden,1986).

S O

O

O S

O

O

O S

O O

O

Gambar 9. Resonansi anion tosilat

4. Reaksi esterifikasi pada aldehid

Aldehid dapat bereaksi dengan gugus karboksil membentuk ester. Syarat

yang harus dipenuhi adalah gugus aldehid terlebih dahulu diadisi oleh air dalam

suasana asam membentuk suatu 1,1-diol, yang disebut gem-diol, atau hidrat.

Reaksi itu reversibel, dan biasanya kesetimbangan terletak pada sisi karbonil

(Fessenden dan Fessenden, 1986).

(28)

R O

H2O R

OH

OH

suatu aldehid suatu hidrat

(dua OH pada C)

H

Gambar 10. Reaksi umum pembentukan gugus 1,1-diol (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Dengan adanya gugus karboksil dan alkhol dalam suasana asam dan

pemanasan, maka dapat terjadi reaksi esterifikasi. Esterifikasi berkataliskan asam

dan merupakan reaksi yang reversibel.

O

R OH R'OH H , kalor R

O

OR' H2O

suatu asam karboksilat

suatu

alkohol suatu ester

Gambar 11. Reaksi umum pembentukan ester (Fessenden dan Fessenden, 1986)

5. Kristalisasi

Senyawa organik yang berwujud padat pada temperatur ruangan

biasanya dimurnikan dengan kristalisasi. Teknik dasarnya adalah melarutkan

materi dalam pelarut yang panas dan kemudian mendinginkannya secara

perlahan. Materi yang terlarut akan menurun kelarutannya pada temperatur yang

lebih rendah dan akan terpisah dari larutan ketika didinginkan. Fenomena ini

disebut sebagai kristalisasi jika kristal tumbuh perlahan dan selektif atau bisa juga

(29)

12

proses yang equilibrium dan menghasilkan materi yang sangat murni. Kristal akan

terbentuk dan kemudian tumbuh lapis demi lapis secara reversibel. Dalam hal ini

kristal akan “memilih” molekul yang benar dalam larutan. Pada presipitasi, kristal

lattice terbentuk secara cepat sehingga pengotor ikut terjebak dalam lattice. Oleh

karena itu, dijaga supaya proses purifikasi tidak terlalu cepat (Pavia, Lampman,

dan Kriz, 1995).

Proses kristalisasi sangat tergantung pada perbedaan yang besar pada

kelarutan material pelarut yang panas dan pada pelarut yang dingin. Ketika

pengotor merupakan senyawa yang mempunyai kelarutan yang sama pada pelarut

panas dan dingin maka proses purifikasi sulit untuk ditempuh dengan cara

kristalisasi (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995).

B. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari

senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan

titik lebur, pemeriksaan kelarutan, dan perhitungan rendemen.

1. Pemeriksaan organoleptis

Uji dilakukan untuk melihat bentuk, warna, rasa dan bau dari senyawa

hasil reaksi. Uji ini merupakan uji paling sederhana tanpa bantuan alat.

2. Pemeriksaan titik lebur

Pemeriksaan titik lebur merupakan suatu aspek penting yang seringkali

dilakukan dalam penelitian sintesis suatu senyawa. Hal ini dapat dibenarkan

karena pemeriksaan titik lebur dapat memberikan informasi mengenai kemurnian

(30)

dari suatu produk sintesis senyawa. Ketajaman jarak lebur senyawa merupakan

kriteria kemurnian suatu senyawa. Pada umumnya suatu senyawa mempunyai

kemurnian yang baik apabila jarak leburnya tidak lebih dari 2oC, rentangan lebih

besar dari harga ini dapat dikatakan senyawa kurang murni (MacKenzei, 1967).

Dalam uji titik lebur didapatkan 2 temperatur. Temperatur yang pertama

adalah suhu dimana senyawa mulai meleleh. Temperatur yang kedua adalah suhu

dimana semua massa dari kristal berubah menjadi cairan yang jernih. Semakin

murni suatu senyawa semakin kecil range antara temperatur pertama dan

temperatur kedua (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995). Titik lebur senyawa

5-nitro-2-furfuraldiasetat adalah 90°C (Tehrani, Zarghi, dan Fathali, 2003).

3. Pemeriksaan kelarutan

Istilah kelarutan tidak saja merupakan standar atau uji kemurnian dari

suatu zat, tetapi lebih dimaksudkan sebagai informasi dalam penggunaan,

pengolahan dan peracikan suatu bahan, kecuali apabila disebutkan khusus dalam

judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif (Anonim, 1995).

Tabel 1. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV (Anonim, 1995)

Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut yang digunakan untuk melarutkan 1 bagian zat

(31)

14

4. Uji pemisahan menggunakan sistem KLT

Kromatografi merupakan proses diferensiasi komponen-komponen

cuplikan yang ditahan secara selektif oleh fase diam. Pada dasarnya semua

kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.

Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. (Sastrohamidjojo,

2001).

Fase diam dalam kromatografi lapis tipis adalah bahan penyerap atau

adsorben (Stahl, 1969). Fase diam yang umum dan paling banyak digunakan

adalah silika gel yang dicampur dengan CaSO4 untuk menambah daya lengket

partikel silika gel pada pendukung (pelat) (Mulja dan Suharman, 1995). Fase

gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini

bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler (Stahl, 1969). Fase gerak

untuk mengelusi 5-nitro-2-furfuraldiasetat adalah kloroform-metanol (90:10 v/v)

(Anonim, 1995).

Indentifikasi dari senyawa yang terpisah (bercak/noda) pada lapisan tipis

dapat dilakukan dengan tanpa reaksi kimia atau penyemprotan reagen (Stahl,

1969). Identifikasi senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat dilakukan dengan

menyemprot reagen yang berisi larutan fenilhidrazina HCl (Anonim, 1995)

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan

dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak

antara senyawa dari titik awal dengan jarak tepi muka pelarut dari awal (Stahl,

1969).

(32)

C. Elusidasi Struktur

1. Spektroskopi inframerah

Penggunaan spektroskopi inframerah pada bidang kimia organik hampir

menggunakan daerah 650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah 650

cm-1 disebut inframerah jauh dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi dari 4000

cm-1 disebut inframerah dekat. (Sastrohamidjojo, 2001)

Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran

(vibrasi) atau osilasi (oscillation), dengan cara serupa dengan dua bola yang

terikat oleh suatu pegas. Bila molekul mersap radiasi inframerah, energi yang

diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat

itu. Jadi molekul in berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi (exicited vibration

state; energi yang terserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul ini

kembali ke keadaan dasar). (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat menjalani pelbagai macam

osilasi; oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi pada lebih

daripada satu panjang gelombang. Energi pada panjang gelombang ini

menyebabkan kenaikan vibrasi tekuk (bending vibrations). Tipe vibrasi yang

berlain-lainan ini disebut cara fundamental vibrasi (fundamental mode of

vibration). Banyaknya energi yang diabsorpsi oleh suatu ikatan bergantung pada

perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom yang saling

berikatan-lebih besar perubahan dalam momen ikatan mengakibatkan absorpsi sejumlah

energi juga lebih besar. Ikatan non-polar tidak mengabsorpsi radiasi infra merah

(33)

16

non polar relatif menyebabkan absorpsi lemah. Pada ikatan polar menunjukkan

absorpsi yang kuat. (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Serapan-serapan pada spektra IR dapat membrikan informasi mengenai

gugus-gugus suatu senyawa. Gugus ester (R C O

OR') dapat memberikan

serapan pada gugus C=O pada 1735 cm-1 dimana gugus yang terkonjugasi dengan

atom O dan R’ akan memberikan pergeseran serapan ke arah kiri sedangkan

gugus C-O akan memberikan 2 serapan atau lebih, satu lebih kuat dari pada yang

lainnya, pada rentang 1300-1000 cm-1. Regangan C-H memberikan serapan

sekitar 3000 cm-1. Jika gugus tersebut mempunyai sifat aromatik maka absorpsi

CH berada di sebelah kiri 3000 cm-1). Gugus nitro biasanya memberikan serapan

yang kuat pada 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1. Gugus furan yang

tersubstitusi pada posisi 2 memberikan serapan 100-1072 yang kurang kuat

(middle weak) (Pavia,1995). Serapan medium 815-795 cm-1 memberikan

informasi mengenai kibasan (wag) C-H pada furan yang tersubstitusi pada posisi

2. Gugus aldehid dapat memberikan serapan pada regangan C=O rata-rata pada

1725 cm-1. Sistem konjugasi yang menempel pada aldehid akan menggeser

serapan ke arah kanan. Regangan C-H pada gugus aldehid, terdiri dari

serapan-serapan lemah kira-kira pada 2750 cm-1 dan 2850 cm-1 (Pavia, Lampman, dan

Kriz, 1995)

2. Spektroskopi NMR

Inti-inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan sebagai mempunyai spin

atau tidak mempunyai spin. Suatu inti berspin akan menimbulkan medan magnet

(34)

yang kecil, yang terperikan oleh suatu momen magnetik nuklir, suatu vektor.

Nuklida-nuklida yang mempunyai spin dapat dimanfaatkan dalam spektroskopi

NMR, mereka menyerap energi tidak pada radiofrekuensi yang sama (Fessenden

dan Fessenden, 1986).

Dalam spektroskopi NMR, suatu medan magnet luar diciptakan oleh

suatu magnet tapalkuda permanen atau suatu elektromagnet. Kuat medan luar ini

dilambangkan dengan Ho ,dan arahnya dinyatakan oleh sebuah anak panah. Bila

molekul yang mengandung atom-atom hidrogen ditaruh dalam medan magnetik

luar, maka momen magnetik (dari) tiap inti hidrogen, atau proton, mengambil

salah satu dari sikap (orientasi) dilihat dari medan magnet luar itu. Kedua orientasi

yang diambil oleh momen magnetik nuklir itu adalah paralel atau antiparalel

terhadap medan luar (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Bila gabungan khusus antara kuat medan magnet luar dan radio

frekuensi, menyebabkan suatu proton berpindah dari keadaan paralel ke keadaan

antiparalel, maka dikatan proton itu dalam resonansi. Istilah resonansi magnetik

nukir berarti “inti-inti dalam resonansi dalam medan magnet” (Fessenden dan

Fessenden, 1986).

Medan magnet yang sebenarnya dialami oleh sebuah proton dalam

sebuah molekul tertentu adalah gabungan dua medan: (1) medan magnet luar (Ho)

yang dipasang dan (2) medan magnet molekul imbasan (induced), suatu medan

magnet kecil yang terimbas dalam molekul itu oleh Ho. Medan magnet yang

dialami oleh sebuah proton juga diubah oleh keadaan-keadaan spin (dari)

(35)

18

aneka ragam kombinasi antara Ho dan radiofrekuensi, karena proton-proton ini

ada dalam lingkungan molekular (dan magnetik) yang berlain-lainan. Karena

berbeda-beda dalam penyerapan energi oleh proton-proton, maka dapat diperoleh

suatu spektrum dari perbagai macam proton Proton yang lebih mudah terbalik

akan menyerap energi pada Ho lebih rendah; proton-proton ini akan menimbulkan

peak bawah-medan (downfield;lebih ke kiri). Proton yang sukar membalik akan

menyerap energi pada Ho tinggi dan menimbulkan peak yang atas medan (upfield;

lebih ke kanan) (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Dalam suatu spektrum NMR, posisi serapan oleh sebuah proton

tergantung pada kuat netto medan magnet lokal yang mengitarinya. Medan lokal

ini merupakan hasil medan terapan Ho dan medan molekul terimbas yang

mengitari proton itu dan berlawanan dengan medan terapan. Jika medan imbasan

sekitar sebuah proton itu relatif kuat maka medan itu melawan Ho dengan leibh

kuat dan diperluas medan terapan yang lebih besar untuk membawa proton itu

agar beresonansi. Dalam hal ini, proton itu dikatakan terperisai (shielded) dan

absorpsinya terletak di atas medan dalam spektrum itu. Atau sebalilknya jika

medan imbasan di sekitar sebuah proton itu relatif lemah, maka medan yang

dipakai juga lemah dan membawa proton ini ke dalam resonansi. Proton itu

dikatakan tak terperisai (deshielded) dan absorbsinya muncul di atas medan

(Fessenden dan Fessenden, 1986).

Terperisai dan tak terperisai adalah istilah relatif. Untuk memperoleh

pengukuran yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan (referensi). Senyawa

yang dipilih untuk titik rujukan adalah tetrametilsilana (TMS) yang

(36)

protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum H1-NMR. Geseran kimia

dilaporkan dalam nilai δ, yang dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari

radiofrekuensi yang digunakan. Pada 60 MHz, 1,0 ppm ialah 60 Hz; jadi suatu

nilai δ sebesar 1,0 ppm berarti 60 Hz bawah-medan dari posisi absorpsi TMS yang

dipasang pada 0 ppm.(Fessenden dan Fessenden, 1986)

Sebuah proton yang tidak memiliki proton tetangga yang secara

magnetik tak-ekuivalen dengannya, akan menunjukkan sebuah peak tunggal, yang

disebut singlet, dalam spektra H1-NMR. Sebuah proton yang memiliki satu proton

tetangga yang tak-ekuivalen dengannya, akan memberikan suatu isyarat yang

terbelah menjadi satu peak rangkap, atau doblet. Jika sebuah proton (Ha)

mempunyai tetangga berupa dua proton yang ekuivalen satu sama lain, tetapi

tidak ekuivalen dengan dirinya, maka isyarat NMR Ha adalah suatu triplet (2 + 1

=3). Jika kedua proton itu yang ditandai dengan Hb, ekuivalen, maka keduanya

memberikan sinyal yang terpisah oleh Ha menjadi suatu doblet (Fessenden dan

Fessenden, 1986).

Geseran kimia untuk senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat ialah 7,71

(singlet, 1H, C-H); 7,30 (doblet, 2H, H-C4 furan); 6,74 (doblet, 2H, H-C3 furan);

2,18 (singlet, 6H, CH3) (Tehrani, Zarghi, dan Fathali, 2003)

D. Landasan Teori

Reaksi yang terjadi pada sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat adalah reaksi

nitrasi dan esterifikasi. Secara umum, untuk melakukan reaksi nitrasi perlu dibuat

suatu agen elektrofilik berupa ion nitronium yang merupakan reaksi antara asam

(37)

20

dapat merusak heterosiklik maka dibuat suatu agen penitrasi yang lebih tidak

terlalu reaktif. Agen penitrasi ini dibuat dengan melarutkan asam nitrat dengan

katalis asam kuat dalam asam asetat anhidrida. Asam asetat anhidrida dapat

bereaksi sebagai agen penghidrasi untuk menghasilkan ion nitronium dari asam

nitrat. Oleh karena adanya asam sulfat dapat menyebabkan hidrolisis menjadi

senyawa 1,4-dikarbonil maka pada penelitian ini digunakan katalis asam

p-toluenasulfonat.

Reaksi esterifikasi dapat terjadi pada gugus aldehid. Syarat utama yang

harus dipenuhi adalah adanya adisi oleh molekul air dengan adanya suasana asam

pada gugus aldehid sehingga membentuk suatu gugus 1,1-diol. Dengan adanya

gugus alkohol, dan karboksil dalam suasana asam dan pemanasan, maka dapat

terjadi reaksi esterifikasi. Reaksi in bersifat reversibel. Hasil reaksi dilakukan uji

pendahuluan dengan pemeriksaan organoleptis, titik lebur, kelarutan, dan uji

pemisahan menggunakan KLT serta elusidasi struktur menggunakan instrumen

spektroskopi inframerah dan H1-NMR.

E. Hipotesis

Berdasarkan reaktifitas furfural yang direaksikan dengan asam nitrat dan

asam asetat anhidrida dengan adanya katalis asam p-toluenasulfonat diduga

dihasilkan senyawa 5-nitro-2-furfuraldiasetat.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental.

B. Definisi Operasional

1. Starting material: merupakan senyawa yang digunakan dalam sintesis yang

merupakan senyawa awal, dalam hal penelitian ini adalah furfural, asam asetat

anhidrida, dan asam nitrat

2. Katalis: merupakan senyawa yang digunakan untuk meningkatkan laju reaksi

kimia. Dalam penelitian ini digunakan p-toluenasulfonat

3. Molekul target: merupakan senyawa yang diharapkan terbentuk pada

penelitian yaitu 5-nitro-2-furfuraldiasetat

C. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian: Rendemen 5-nitro-2-furfuraldiasetat

D. Alat Dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

Seperangkat alat gelas yang lazim untuk kegiatan sintesis, seperangkat

instrument untuk elusidasi yaitu: IR (Prestige-21 Shimadzu), H1-NMR

(JOEL-MY60), pH meter/indikator pH universal (Merck®), corong Buchner, mesin

(39)

22

alat uji titik leleh (Elektrothermal 9100), dan sistem KLT (pelat kaca, chamber

pengembang)

2. Bahan penelitian

Furfural for synthesis (Merck), asam p-toluenasulfonat GR (Merck),

asetat anhidrida analytical reagent (Analar), asam nitrat extra pure (SIMAC),

etanol 96% teknis (Bratachem), aquades, natrium hidroksida teknis (Bratachem),

kloroform teknis (Bratachem), methanol teknis (Bratachem), eter teknis

(Bratachem), aseton teknis (Bratachem), silika gel GF254 (Merck), kloroform p.a

(Merck), dan metanol p.a (Merck)

E. Tatacara Penelitian

1. Cara sintesis

Campuran asam nitrat pekat (2,5 ml) dan asam p-toluenasulfonat (1 g

dilarutkan dalam air sesedikit mungkin hingga larut) ditambahkan bertetes-tetes

pada 26 ml asam asetat anhidrid pada suhu -5oC sampai 5oC. Ke dalam larutan ini

ditambahkan furfural 3 ml, dalam kondisi yang sama. Campuran diaduk dalam

pendingin es selama 1 jam. Kemudian, campuran ditambahkan 23,3 ml air pada

suhu kamar. Sesudah 30 menit, pH diusahakan sekitar 3,5-4,5. Campuran

dipanaskan pada suhu 55oC selama 1 jam. Kemudian, campuran diaduk dengan

magnetik stirer pada suhu 0°C-15°C selama 2 jam. Campuran didiamkan di dalam

lemari pendingin sampai terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk disaring lalu

dilakukan pencucian pada suhu kamar dengan air sampai tetesan pada corong

Buchner sampai tidak memerahkan lakmus biru dan tidak membirukan lakmus

(40)

merah. Endapan yang terbentuk dikumpulkan dan dilarutkan dengan etanol teknis

96% panas 50 ml dan diaduk dengan magnetik stirer sampai larut. Endapan

disaring panas-panas dengan corong Buchner dan labu hisap. Fase etanol panas

kemudian didinginkan pada suhu ruang sampai timbul kristal. Kristal kemudian

disaring dengan kertas saring yang telah ditara menggunakan alat corong Buchner

dan labu hisap. Kristal yang terkumpul di simpan dalam desikator

2. Uji pendahuluan dan elusidasi struktur

a. Uji organoleptis. Produk diamati bentuk, warna, dan bau.

b. Uji kelarutan. Dalam tabung reaksi, kurang lebih 10 mg serbuk hasil

sintesis ditetesi pelarut 0,1 ml, bila perlu dilakukan penggojogan, jika belum larut

ditambahkan pelarut setiap 0,1 ml dan diamati jumlah pelarut yang ditambahkan

hingga senyawa hasil reaksi tepat larut. Pelarut yang digunakan untuk uji

kelarutan adalah aqudes, metanol, aseton, eter, dan kloroform

c. Uji titik lebur. Sedikit serbuk hasil sintesis diisikan kedalam tabung

kapiler kemudian dimasukkan pada thermophan dengan suhu 60oC (dibawah titik

lebur teoritis 5-nitro-2-furfuraldiasetat yaitu 90oC). Kristal diamati dan dicatat

suhu pada saat pertama melebur hingga semua massa kristal mencair.

d. Uji KLT. Dilakukan uji KLT dengan sistem normal dengan

menotolkan furfural dan senyawa hasil sintesis (fase diam = silika gel GF 254,

fase gerak = kloroform P : metanol P = 9:1, pelarut aseton, detektor = 750 mg

(41)

24

hingga 200 ml. Tiap bercak larutan uji pada harga Rf lebih kurang 0,7) (Anonim,

1995)

e. Elusidasi struktur. Dilakukan dengan instrumen spektroskopi

inframerah (Prestige-21 Shimadzu) dan spektroskopi H1-NMR (JOEL-MY60) di

fakultas MIPA UGM Yogyakarta

3. Analisis hasil

a. Data organoleptis. Data organoleptis senyawa hasil sintesis

dibandingkan dengan furfural untuk mengetahui perbedaan bau, warna dan wujud.

b. Data uji kelarutan. Kelarutan senyawa hasil sintesis dibandingkan

dengan furfural pada pelarut aquades, metanol, aseton, eter, dan kloroform.

c. Data uji titik lebur. Semakin sempit range temperatur pertama dan

kedua pada titik lebur senyawa hasil sintesis, maka senyawa tersebut semakin

murni.

d. Data kromatogram KLT. Jika hasil elusi totolan senyawa hasil

sintesis terdapat bercak tunggal, senyawa hasil sintesis tersebut murni.

e. Data spektra inframerah dan H1-NMR. Spektra inframerah senyawa

hasil sintesis dibandingkan dengan spektra inframerah furfural untuk mengetahui

perbedaan gugus-gugus. Posisi proton pada senyawa hasil sintesis diketahui dari

data spektra H1-NMR.

f. Perhitungan rendemen. Senyawa hasil reaksi yang sudah murni

dihitung dengan persamaan:

Rendemen = Berat senyawa hasil percobaan x 100% Berat senyawa secara teoritis

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis 5-nitro-2-furfuraldiasetat

Reaksi nitrasi pada cincin furan dilakukan dengan membuat suatu ion

nitronium dengan campuran asam nitrat dan katalis asam p-toluenasulfonat.

Keunggulan yang diberikan dengan penggunaan asam p-toluenasulfonat

dibandingkan dengan asam sulfat adalah suasana reaksi yang dihasilkan lebih

tidak reaktif; tidak terjadi lonjakan suhu yang drastis sehingga pengontrolan suhu

reaksi lebih mudah dan kemungkinan terjadinya reaksi pembukaan cincin furan

sangat kecil.

Reaksi pembukaan cincin furan pada furfural sangat dipengaruhi oleh

keberadaan proton. Reaksi substitusi elektrofilik proton terhadap cincin furan

merupakan mekanisme pembukaan cincin furan. Asam sulfat mempunyai nilai

pKa = -9 sehingga keberadaan asam sulfat akan berpotensi untuk terjadi reaksi

pembukaan cincin furan 108 kali lebih spontan daripada asam p-toluenasulfonat

yang nilai pKa = -0,6. Berikut adalah mekanisme reaksi pembukaan cincin furan

pada furfural terinduksi oleh adanya asam sulfat.

(43)

26

O H

O

H O H

O O H H O H O O H O H

O O O

H 2-oxopentanedial

Gambar 12. Mekanisme pembukaan furfural karena adanya asam sulfat

S O

O

O H S

O

O

O H

Gambar 13. Mekanisme deprotonasi asam p-toluenasulfonat

H O N O

O

H H O N O

O H

H O H N

O O

Gambar 14. Mekanisme pembentukan ion nitronium

Ion nitronium ini akan bereaksi dengan asetat anhidrida membentuk nitroasetat

(gambar 15) yang sangat berguna untuk membentuk suasana yang lebih tidak

reaktif ketika proses nitrasi cincin furan. Bagaimanapun juga, karena campuran

asam nitrat dan asam sulfat akan merusak heterosiklik, agen penitrasi yang lebih

tidak terlalu reaktif dibuat dengan melarutkan asam nitrat dalam asam asetat

anhidrida (Ege, 1989). Oleh karena itu, diperlukan suatu nitroasetat sebagai agen

penitrasi cincin furan. Pencampuran antara ion nitronium dengan asetat anhidrida

(44)

perlu dijaga suhu antara -5ºC sampai dengan 5ºC bertetes-tetes untuk menghindari

reaksi eksotermis yang mengakibatkan menguapnya ion nitronium.

O O O N O O O O O N O O O

O H H

O

H O H

O N

O

O O

Gambar 15. Mekanisme pembentukan nitroasetat

Gugus aldehid pada cincin furan akan membentuk suatu 1,1-diol, yang disebut

gem-diol, atau hidrat dengan adanya air dan asam (Fessenden dan

Fessenden,1986) O O H O O H -H H

H2O

H O H

O O H H O H H -H O O H H O H

(45)

28

Reaksi ini adalah reversibel. Arah pergeseran reaksi sangat tergantung dengan

elektrofilisitas dari atom C karbonil. Rapatan elektron pada atom C karbonil pada

furfural bergeser ke arah atom O karbonil dan sistem konjugasi cincin furan.

Dengan adanya pergeseran rapatan elektron pada atom C karbonil maka, atom C

karbonil akan semakin bermuatan positif sehingga kesetimbangan reaksi bergeser

ke arah kanan. Berdasarkan perhitungan dengan kimia komputasi (gambar 17),

muatan atom C karbonil memang paling positif diantara muatan atom yang lain.

O

O H

H

H H

0,133

0,253

-0,279 -0,156

-0,096

0,176 0,168

0,195 -0,056

-0,219 -0,101

Gambar 17. Muatan atom-atom penyusun furfural

Substitusi elektrofilik terjadi pada posisi α karena pada posisi α

mempunyai koefisien HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital) yang lebih

tinggi daripada posisi β. Selain itu substitusi elektrofilik tidak terjadi pada

heteroatom karena ada dua alasan. Alasan pertama adalah heteroatom telah

memberikan pasangan elektron bebasnya kepada sistem aromatik furan sehingga

tidak memungkinkan untuk memberikan elektron pada spesi elektofilik. Alasan

kedua adalah heteroatom oksigen mempunyai karakter kuat sebagai penarik

elektron karena sifat keelektronegatifannya yang lebih besar daripada atom C α

(46)

sehingga mempunyai kecenderungan untuk memberikan elektron pada spesi

elektrofilik sangat kecil.

O OH OH O O O OH OH O2N

H O O ±55ºC N O O δ δ O OH OH

O2N HO

O

Gambar 18. Mekanisme nitrasi pada furfural hidrat

Oleh karena dalam suasana asam dan terdapat asam asetat yang mempunya gugus

karboksilat dan adanya gugus diol maka terjadi reaksi esterifikasi. Reaksi ini

reversibel sehingga dimungkinkan dengan adanya air dan asam pada suhu 55ºC

gugus ester yang terjadi terhidrolisis kembali (gambar 19).

O

OH

OH O2N

HO O H+ HO O H O OH OH O2N

O

OH

O O2N

H

OH

OH

-H+ O

OH

O

O2N OH

OH H

(47)

30

O

OH

O

O2N OH

O

H H

-H2O O

OH

O

O2N O H

O

OH

O

O2N O

O

OH

O

O2N HO

O H+ HO O O -H+ O O O O2N

O OH OH H O O O O2N

O O O H H H O O O O2N

O O

H2O

-H+

Gambar 19. Mekanisme esterifikasi pada 5-nitro-2-furfuralhidrat

Dalam lingkungan yang sangat asam (pH 1- 2), cincin furan akan sangat berisiko

untuk terjadi reaksi pembukaan cincin (ring-opening reaction) dan terjadi

polimerisasi (Gilchrist, 1985). Oleh karena itu diperlukan suasana yang tidak

terlalu reaktif (pH 3,5-4,5) sebelum proses pemanasan. Hal yang perlu

diperhatikan adalah ketika penambahan basa perlu diperhatikan suhu dan

(48)

dilakukan bertetes-tetes karena furfural dapat terpicu secara cepat menjadi polimer

ketika ditambahkan alkali dalam suasana panas.

B. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dan

kemurnian dari senyawa hasil reaksi, meliputi uji organoleptis, uji titik lebur, uji

kelarutan, dan uji KLT fase normal. Uji pendahuluan senyawa hasil reaksi (uji

organoleptis, uji kelarutan dan uji KLT) dilakukan dengan pembanding furfural

sebagai senyawa yang akan diderivatisasi.

1. Uji Organoleptis

Hasil pemeriksaan organoleptis yang meliputi bentuk, warna, dan bau

senyawa hasil reaksi dibandingkan dengan furfural ditunjukkan pada tabel 2.

(a)

(b)

Gambar 20. Kristal senyawa hasil sintesis setelah rekristalisasi (a) dan furfural (b)

Tabel 2. Perbandingan organoleptis senyawa hasil reaksi dengan reaktan

Pemeriksaan Senyawa hasil reaksi Furfural

Bentuk Kristal padat bulat Cair

Warna Coklat muda Coklat

(49)

32

Dari hasil pemeriksaan organoleptis di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa senyawa hasil reaksi berbeda dengan furfural. Dengan demikian, dapat

diperkirakan rumus struktur molekul hasil reaksi sudah berbeda dengan furfural.

2. Uji Kelarutan

Pemeriksaan kelarutan senyawa hasil reaksi dilakukan selain untuk

mengetahui polaritas suatu senyawa juga untuk acuan dalam memilih pelarut yang

digunakan untuk analisa H1-NMR. Berdasarkan batasan larut berdasarkan

Farmakope Indonesia adalah IV adalah 10 sampai 30 bagian pelarut dapat

melarutkan 1 bagian zat, sedangkan batasan praktis tidak larut dalam Farmakope

Indonesia IV adalah lebih dari 10.000 bagian pelarut yang digunakan untuk

melarutkan 1 bagian zat.

Hasil pemeriksaan kelarutan menggunakan pelarut aquades, metanol

aseton, eter, dan kloroform terhadap senyawa hasil reaksi dan reaktan dapat

ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Data kelarutan senyawa hasil reaksi dengan furfural

Pelarut Senyawa hasil reaksi Furfural

Akuades praktis tidak larut larut

Metanol larut larut

Aseton larut larut

Eter larut larut

Kloroform larut larut

Data tersebut menunjukkan bahwa kelarutan senyawa hasil reaksi berbeda

dengan furfural pada pelarut air. Dari hasil pemeriksaan kelarutan, senyawa hasil

reaksi dapat larut dalam pelarut metanol, aseton, eter dan kloroform serta tidak

(50)

larut dalam akuades. Tidak larutnya senyawa hasil reaksi dengan pelarut air

menunjukkan bahwa furfural telah mengalami perubahan struktur molekul

sehingga mengakibatkan menurunnya polaritas senyawa hasil reaksi. Dengan

bertambahnya gugus nitro dan tersubstitusinya gugus aldehid dengan gugus ester

pada furfural menyebabkan menurunnya polaritas senyawa hasil reaksi

dibandingkan dengan furfural.

3. Uji Titik Lebur

Informasi yang didapatkan dari pemeriksaan titik lebur adalah informasi

mengenai kemurnian suatu senyawa serta kebenaran identitas suatu senyawa

dengan pembanding titik lebur literatur (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995).

Berdasarkan uji titik lebur yang dilakukan dengan Elektrothermal 9100 di fakultas

MIPA UGM didapatkan data titik lebur senyawa hasil sintesis 89-90°C. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa titik lebur dari senyawa hasil sintesis

mempunyai kemurnian yang tinggi.

4. Pemisahan dengan KLT

Kandungan suatu senyawa dapat dipisahkan dan diidentifikasi dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) fase normal. Berdasarkan sistem

KLT untuk 5-nitro-2-furfuraldiasetat (Anonim, 1995) dengan penotolan furfural

sebagai senyawa yang akan diderivatisasi dan senyawa hasil reaksi didapatkan

(51)

34

Gambar 21. Hasil pemeriksaan dengan pemisahan secara KLT Keterangan:

1 = furfural

2 = senyawa hasil sintesis

Fase gerak = kloroform : metanol = 9 : 1 (Anonim, 1995) Fase diam = silika gel GF 254 (Anonim, 1995)

Pereaksi penimbul bercak = Fenilhidrazina dalam HCl (Anonim, 1995)

Tabel 4. Data faktor retensi dan warna hasil pemisahan dengan KLT

Kode Bercak Rf Warna

1a 2a

0,73 0,81

Kuning oranye

Berdasarkan kromatogram didapatkan data bercak tunggal pada elusi

senyawa hasil sintesis serta bercak 1a dan 2a mempunyai warna dan nilai Rf

(faktor retensi) yang berbeda. Bercak tunggal merupakan indikasi bahwa senyawa

hasil sintesis sudah merupakan zat tunggal. Perbedaan nilai faktor retensi ini

disebabkan perbedaan afinitas dengan fase diam-fase gerak antara furfural dan

senyawa hasil reaksi. Interaksi fase diam silika dan fase gerak terhadap senyawa

hasil sintesis dan furfural ditunjukkan dengan gambar berikut:

(52)

O O Cl Cl Cl δ δ δ (a) O N O O δ δ O O O O δ δ δ δ δ δ Cl Cl Cl Cl Cl Cl δ Cl Cl Cl δ (b) O O

CH3O H

CH3O H

(c) O N O O O O O O

CH3O H

CH3O H

CH3O H

CH3O H

CH3O H

H OCH3

H OCH3

(53)

36 O Si O Si O O O H H O O (e) O Si O Si O O O O O N O O O O O O Si O O O Si O O H H H H O Si O Si O O O O Si O O O Si O O H H H H (f)

Gambar 22. Interaksi Van der Waals kloroform dengan furfural (a) dan kloroform dengan senyawa hasil sintesis (b). Ikatan hidrogen metanol dengan furfural (c) dan metanol dengan

senyawa hasil sintesis (d). Ikatan hidrogen silika dengan furfural (e) dan silika dengan senyawa hasil sintesis (f)

Interaksi silika sebagai fase diam dengan furfural dan senyawa hasil

sintesis adalah ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk karena pada silika

terdapat gugus –OH dimana atom hidrogen sangat mudah untuk berinteraksi

terhadap atom oksigen, atau nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas.

Atom hidrogen ini berinteraksi pada atom oksigen pada furfural dan senyawa hasil

sintesis. Ikatan hidrogen antara silika dengan senyawa hasil sintesis dan furfural

ditunjukkan pada gambar 22.

Afinitas antara fase gerak (kloroform : metanol) pada senyawa hasil reaksi

lebih besar daripada afinitas fase gerak dengan furfural. Afinitas ini diperngaruhi

(54)

oleh intensitas interaksi Van der Waals senyawa hasil reaksi dengan kloroform

dan ikatan hidrogen antara metanol dan senyawa hasil reaksi lebih besar

dibandingkan dengan intensitas interaksi Van der Waals kloroform dengan

furfural dan ikatan hidrogen antara metanol dan furfural.

Afinitas ini mengakibatkan senyawa hasil reaksi terelusi lebih cepat

daripada furfural. Perbedaan kecepatan terelusi senyawa hasil sintesis dengan

furfural membuat nilai faktor retensi senyawa hasil reaksi lebih besar daripada

furfural.

Perbedaan afinitas fase diam-fase gerak antara furfural dan senyawa hasil

reaksi menunjukkan bahwa antara furfural dan senyawa hasil reaksi mempunyai

struktur yang berbeda. Ketika disemprot dengan pereaksi penampak bercak

(Anonim, 1995), bercak hasil elusi furfural (1a) menampakkan warna kuning

sedangkan bercak hasil sintesis berwarna oranye (2a). Adanya perbedaan

intensitas warna ini dapat dijelaskan dengan mekanisme reaksi berikut (gambar

23, 24, dan 25):

O O2N

O

O

O O

H N H2N

O O2N

O

O

O O

H N HN

H

Gambar 23. Mekanisme serangan nukleofil oleh fenilhidrazina

Fenilhidrazina bertindak sebagai nukleofil menyerang atom karbon karbonil.

(55)

38

nitrogen yang kekurangan muatan negatif menuju ke atom oksigen karbonil yang

kelebihan muatan.

O O2N

O O HO O H N N H Cl H O O2N

O O O O H N N H H H Cl

Gambar 24. Mekanisme proton shift dan dehidrasi

Terjadinya penambahan gugus hidroksi dan gugus amino pada atom karbon yang

sama akan menyebabkan dehidrasi secara mudah sehingga terbentuk ikatan tak

jenuh antara atom nitrogen dan atom karbon. Proses dehidrasi ini dikatalisis oleh

suasana asam.

Gugus hidroksi ini menjadi suatu gugus pergi (leaving group) yang baik

ketika terprotonasi dan posisi molekul air ini akan tergantikan oleh pasangan

elektron bebas dari atom nitrogen. Oleh karena penyemprotan pereaksi penampak

bercak dilakukan sesaat setelah sistem KLT dipanaskan 105°C selama 5 menit,

maka air dan HCl akan menguap. Reaksi yang sama terjadi pada gugus karbonil

berikutnya:

O O2N

O O O N N H N H H2N

O O2N

O O O N N H N H H2N

(56)

O O2N

O O O N N H N H N H H O O2N

O O O N N H N H N H H H Cl O O2N

O O O N N H N H N H H H Cl O O2N

O N O N H N H N

(1E,1'E)-(5-nitrofuran-2-il)metilena bis(N'-fenilasetohidrazonat)

2H2O 2HCl

Gambar 25. Mekanisme pembentukan (1E,1’E)-(5-nitrofuran-2-il)metilena bis (N’-fenil-aseto-hidrazonat)

Dengan penjelasan yang sama, mekanisme reaksi antara furfural dan

fenilhidrazina dapat ditunjukkan sebagai berikut:

O

O

N H H2N

(57)

40

O

N H N

H2O HCl

(E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina

Gambar 26. Mekanisme pembentukan (E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina

Hasil reaksi antara furfural dan fenilhidrazina menghasilkan senyawa

(E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina yang mempunyai gugus kromofor dan

auksokrom.

O

N N

ket.: gugus kromof or gugus auksokrom

H

Gambar 27. Gugus kromofor dan auksokrom pada senyawa (E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina

Adanya gugus kromofor ini, memungkinkan adanya overlap pada orbital π

sehingga terjadi penurunan beda energi pada orbital yang berdekatan. Ketika

terjadi eksitasi elektron, senyawa ini hanya membutuhkan energi yang kecil untuk

melakukan transisi elektronik. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan transisi

elektronik berkaitan dengan frekuensi atau panjang gelombang sesuai dengan

persamaan:

(58)

λ

hc

E = (1)

dimana E adalah energi dari foton dalam satuan erg dan h adalah konstanta

Planck. Persamaan ini menunjukkan semakin kecil yang diserap maka semakin

besar panjang gelombang yang diserap. Senyawa

(E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina menyerap panjang gelombang antara 435-480 nm sehingga warna

komplementer yang diteruskan atau warna yang terlihat adalah warna kuning.

Senyawa (1E,1’E)-(5-nitrofuran-2-il)metilena bis

(N’-fenil-aseto-hidrazonat) yang merupakan produk dari senyawa hasil reaksi dan fenilhidrazina

(gambar 28) mempunyai gugus kromofor dan auksokrom yang lebih banyak

daripada senyawa (E)-1-(furan-2-ilmetilena)-2-fenilhidrazina. Dengan adanya

gugus kromofor dan auksokrom yang lebih banyak maka dapat terjadi pergeseran

panjang gelombang yang lebih besar yaitu 480-490 nm. Dengan rentang panjang

gelombang tersebut warna komplementer yang terlihat adalah oranye.

O N

O N

O

N N

N O

O

H H

ket.: gugus kromofor

gugus auksokrom

(59)

42

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

1. Spektroskopi Inframerah

Keberadaan gugus-gugus fungsional dapat dianalisa secara kualitatif

dengan spektroskopi inframerah. Gambar 29 dan gambar 30 merupakan spektra

inframerah furfural dan senyawa hasil sintesis. Tabel 5 menunjukkan hasil

interpretasi spektra inframerah antara senyawa hasil sintesis dan furfural sebagai

pembanding.

Gambar 29. Spektra inframerah furfural

Tabel 5. Interpretasi spektra inframerah furfural

Kode Gugus Fungsional Bilangan Gelombang

A1 A2 B1 B2 B3

gugus C-H pada furan gugus C=C pada furan gugus C=O pada aldehid gugus C-H pada aldehid gugus C-H pada aldehid

3132,2 cm-1 1080,1 cm-1 1678,0 cm-1 2754,2 cm-1 2850,6 cm-1

(60)

Pada spektra inframerah furfural terdapat gugus aldehid, dan furan. Gugus

aldehid terdiri dari gugus C=O dan gugus C-H. Gugus C=O ditunjukkan dengan

adanya serapan pita vibrasi tarikan gugus C=O sekitar 1725 cm-1 jika normal.

Namun, karena adanya sistem konjugasi pada cincin furan, maka serapan bergeser

ke kanan (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995). Serapan pada 1678 cm-1 pada B1

menunjukkan gugus C=O. Gugus C-H ditunjukkan dengan adanya serapan lemah

sekitar 2750 cm-1 dan 2850 cm-1 (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995). Serapan

2754,2 cm-1 dan 2850,6 cm-1 pada serapan B2 dan B3 menunjukkan gugus C-H

aldehid. Serapan gugus furan terdiri dari gugus C=C yang memberikan serapan

antara 1100-1010 cm-1 dan gugus C-H pada serapan sekitar 3180-3090 cm-1.

Serapan A2 pada 1080,1 cm-1 menunjukkan gugus C=C furan dan serapan A1 pada

3132,2 cm-1 menunjukkan gugus C-H furan.

(61)

44

Tabel 6. Interpretasi spektra inframerah senyawa hasil sintesis

Kode Gugus Fungsional Bilangan Gelombang

A1

A2

A3

BB1

BB2

BB3

C1

C2

C3

D1

Gugus C-H furan

Gugus C=C konjugasi furan Gugus C-H furan

Gugus C-O gugus ester Gugus C-O gugus ester Gugus C=O gugus ester Gugus NO2

Gugus NO2

Gugus NO2

Gugus C-H

817,82 cm-1 1072,42 cm-1 3132,40 cm-1 1010,70 cm-1 1211,30 cm-1 1759,08 cm-1 1334,74 cm-1 1357,89 cm-1 1512,19 cm-1 3001,24 cm-1

Gugus furan ditunjukkan dengan adanya serapan pada gugus C-H dan

C=C. Pita vibrasi kibasan gugus C-H nampak pada serapan sekitar 815-795 cm-1

daerah sidik jari (finger print) yang ditunjukkan pada serapan A1 817,82 cm-1 dan

3180-3090 cm-1 yang ditunjukkan pada serapan A3 3132,40 cm-1. Sedangkan

gugus C=C terkonjugasi dalam cincin furan memberikan serapan pada 1100-1072

cm-1yang ditujukkan pita A2 1072,42 cm-1

Gugus ester terdiri dari gugus karbonil C=O, dan gugus C-O. Adanya

gugus ester didukung oleh adanya spektra C=O yang akan memberikan serapan

sekitar 1735 cm-1pada ester normal. Akan tetapi, jika gugus R’ yang terikat pada

atom O nonkarbonil merupakan sistem terkonjugasi maka serapan akan bergeser

ke kiri (Pavia, Lampman, dan Kriz, 1995). Pada gambar 30 pita B3 mempunyai

serapan sebesar 1759,08 cm-1 sehingga dapat diinterpretasikan sebagai gugus

C=O. Gugus C-O akan memberikan lebih dari satu serapan dimana pita yang satu

akan lebih kuat serapannya daripada pita yang lain sekitar 1300-1000 cm-1 (Pavia,

Lampman, dan Kriz, 1995). Dalam gambar 30 nampak dua buah pita B1 dan B2

yang serapannya masing-masing 1211,30 cm-1 dan 1010,70 cm-1 dimana pita B1

(62)

lebih kuat serapannya daripada B2. Pita-pita ini menunjukkan adanya gugus C-O.

Dengan adanya gugus C=O dan C-O, dapat disimpulkan senyawa hasil sintesis

memiliki gugus ester.

Gugus nitro ditunjukkan dengan adanya serapan pada serapan kuat dua

buah pita pada 1600-1500 cm-1 dan 1390-1300 cm-1 (Pavia, Lampman, dan Kriz,

1995). Pada gambar 30 ditunjukkan adanya pita C1-C2 serta C3 yang

masing-masing mempunyai serapan 1357,89-1334,74 cm-1 dan 1512,19 cm-1. Pita-pita ini

merupakan tanda adanya gugus nitro pada senyawa hasil sintesis.

Serapan gugus C-H alkana muncul pada 3000 cm-1. Serapan ini dapat

bergeser ke arah kiri jika menempel pada gugus aromatik (Pavia, Lampman, dan

Kriz,

Gambar

Tabel 8. Interpretasi spektra H1-NMR senyawa hasil sintesis dengan pelarut
Gambar 1.  hibrisasi sp2 (a), besar sudut ikatan (b), panjang
Gambar 2. Struktur umum dari aldehid (Fessenden dan Fessenden, 1986)
Gambar 4. Efek induktif dari penarikan elektron (Fessenden dan Fessenden, 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

T BNC yang dikoneksikan ke kartu jaringan (LAN Card) sedangkan 2 conektor lain dihubungkan ke terminator apabila merupakan ujung jaringan ataupun kabel coaxial dengan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan diteliti lebih lanjut adanya faktor-faktor yang menjadi pertimbangan minat beli dalam mengkonsumsi produk yang ada pada

Hal tersebut terjadi karena kebijaksanaan Bupati untuk memberikan bantuan kepada Partai Politik tidak mendasarkan jumlah bantuan untuk tiap-tiap kursi dan tidak

Ketika di negaranya sendiri over produksi, dan masyarakat negaranya tidak ada yang, mau beli barang hasil produksi para kapitalis itu, maka barang-barang itu mereka jual ke

nyaman terhadap teknik self intruc on ti membuat siswa mampu untuk me ngontr ol per ku neg if. 6 t e iti ) Siswa merasa dengan konse ng li kelompok dengan penyamp an mater

Karena individu yang dibesarkan dalam masyarakat yang memperlakukan pria dan wanita sangat berbeda, adalah mungkin bahwa konselor akan mengembangkan nilai-nilai sosial

Tujuan dari penelitian ini, yakni untuk mengetahui ketercapaian standar pembelajaran yang telah ditetapkan oleh BNSP yaitu standar proses yang terdiri dari

1) Berdasarkan hasil penelitian pengolahan data dan analisa data yang telah dilakukan, maka kesimpulan peneliti mengenai Komunikasi Pemerintah Dalam Pelaksanaan