• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pola pengobatan dan ketaatan dengan home visit pada pasien hipertensi di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari- Maret 2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi pola pengobatan dan ketaatan dengan home visit pada pasien hipertensi di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari- Maret 2010 - USD Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ii   

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

C.A.Rosita Indah Aprianti

NIM : 068114170

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

 

(3)

 

(4)

v   

Persembahanku…

Karena perintah itu pelita,

dan ajaran itu cahaya,

dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan…

(

Amsal 6:23

)

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan,

kamu akan menerimanya…

(

Matius 21:22

)

Tidak ada sesuatu pun yang layak dipersembahkan bagi Yesus Kristus,

selain iman dan kepercayaan. Namun aku percaya Dia selalu mendampingi,

kulakukan semua tindakanku dengan senantiasa mengucap “Dalam Nama Yesus”

maka niscaya, semua akan menjadi berkat…

Kupersembahkan karya ini kepada:

Bapak Mukasi, Mamah Wiwik,

dan

Bunda Yayuk

untuk bimbingan dan

dukungan serta doa yang selalu kurasakan…

(5)

 

(6)

vii   

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul

“EVALUASI

POLA PENGOBATAN DAN KETAATAN DENGAN

HOME VISIT

PADA

PASIEN HIPERTENSI DI POLI LANSIA PUSKESMAS GONDOKUSUMAN

I YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI – MARET 2010”.

Skripsi ini disusun

guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan, kritik, dan saran demi terselesaikannya skripsi ini, khususnya

kepada :

1.

Bapa di surga atas semua berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2.

Bapak dan Mamah (alm.), terimakasih atas cinta, motivasi, dukungan dan doa

yang tak henti- hentinya mengalir kepada penulis.

3.

Kepala Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta, Bapak drs. Andalusi Slamet,

yang telah memberikan ijin pagi penulis untuk melakukan penelitian di

Puskesmas Gondokusuman I.

4.

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, ibu Rita

(7)

viii   

6.

Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan dr. Fenty, Sp.PK selaku dosen penguji atas

kritik, saran, arahan dan waktunya.

7.

Dosen- dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang tidak hanya

memberikan bekal ilmu kepada penulis tetapi juga mengajarkan penulis untuk

menjadi pribadi yang lebih humanis.

8.

Kepala Bagian Tata Usaha Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta, Bapak

SPJ. Susilo, S.Sos., yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus

perijinan penelitian ini. Ibu Alma dari bagian pendaftaran dan rekam medis, atas

kemurahan hatinya dalam membantu penulis mengambil data di bagian rekam

medis.

9.

dr. Rossa, dr. Ade dan dr. Ambar dari Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan membantu

kelancaran peneliti dalam pengambilan data.

10.

Segenap staf sekretariat Fakultas Farmasi (Cak Narto, Mas Dwi, Pak Mukminin)

atas bantuannya dalam mempermudah dan memperlancar prosedur administrasi

bagi penulis.

11.

Keluarga besar Menur 11 Baciro (Bunda Yayuk, Tante Yanti, Tante Penny,

Tante Enny, Om Joko, Om Bernhard, Om Rene, Om Komang, Maya, Riko, Atta,

(8)

ix   

diajarkan. Terima kasih pula untuk dukungan dan doa yang senantiasa diberikan

kepada penulis.

12.

Krisna Purna Ratmara, terima kasih untuk cinta dan kebersamaannya sejak

Desember 2008. Dukungan, banyak bantuan, perhatian, motivasi dan doa selalu

penulis peroleh selama ini. Terima kasih sudah mau menjadi bagian penting

dalam hidup penulis. Semoga kebersamaan ini bisa terjalin selamanya.

13.

Sahabatku Citra Dewanti dan Maria Fea Yessy, terimakasih atas persahabatan

yang sudah terjalin selama 7 tahun ini, terimakasih atas suka, duka, tawa, dan

tangis yang boleh kita lalui bersama. Dan tidak lupa pula, terimakasih karena

mau menjadi tempat berbagi dan berdiskusi kala penulis menemui kesulitan,

baik pada saat masih menjalani masa perkuliahan, hingga penyusunan skripsi

ini.

14.

Sahabatku Dewi Susanti dan Nugraheni Tanti, terima kasih atas bantuannya

selama ini kepada penulis, untuk diskusi dan masukannya hingga saat ini.

15.

Sahabat- sahabatku yang lain : Giri Wardhana, Citra Puspitasari, Roberta

Kristina Sulistyawati, Laksita Devi Saraswati. Terimakasih untuk persahabatan,

motivasi, dan semangat yang senantiasa menyala dalam persahabatan kita.

16.

Teman- teman FKK 06 khususnya kelas C : Helen, Yustin, Cik KD, Yensi, Atik,

Lita, Ayem, Mbak Rian, Maya, Della, Ricky Paijo, Jeffry, Felix, Adi, dll serta

teman- teman angkatan 2006 : Yenny, Irene Anindyajati, Yacob Adi, dll yang

tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu, terimakasih telah menjadi bagian

(9)

x   

Donny, Imel, Sekar Chandra Dewi, Feri Dian Sanubari, Akursius Ronny, Donald

Tandiose. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu dan

berdiskusi dengan penulis. Adik angkatan, Diana Novitasari, Prastika Hapsari,

Maria Silvia, terima kasih atas bantuan dan informasi yang selalu diberikan pada

penulis.

18.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga

penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun demi skripsi yang lebih

baik. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta,

22

Mei

2010

Penulis

(10)

 

(11)

xii   

menderita hipertensi apabila mengalami kondisi dimana tekanan darah meningkat

dari yang seharusnya yaitu sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, sehingga

untuk mencapai manfaat klinis dilakukan penurunan tekanan darah dengan terapi

yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola pengobatan hipertensi,

serta memantau ketaatan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi yang

diberikan pada pasien hipertensi geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I periode

Februari – Maret 2010.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan

deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Kriteria inklusi subyek penelitian

meliputi terdiagnosa hipertensi, berusia diatas 60 tahun, dan sudah berobat ke

Puskesmas Gondokusuman I minimal 4 kali berturut-turut.

Jumlah pasien yang dianalisis sebanyak 17 pasien. Karakteristik jenis kelamin

yang paling banyak ditemukan adalah wanita (82%), berusia antara 60-69 tahun

(53%), dan pasien dengan hipertensi tanpa penyakit penyerta (41,18%). Terdapat 18

golongan obat yang digunakan oleh pasien dengan penggunaan terbesar yakni

analgesik-antipiretik non-narkotik (88,23%). Pada penggunaan obat antihipertensi,

ditemukan 3 golongan antihipertensi dengan golongan terbanyak yang digunakan

yaitu diuretik dan ACE inhibitor masing-masing pada 11 pasien (64,70%), dan

kombinasi 2 jenis antihipertensi (70,59%). Pada evaluasi ketaatan pasien, ditemukan

5 pasien yang tidak taat (29%).

(12)

xiii   

ABSTRACT

High blood pressure well known as hypertension is not a disease, but an

important risk factor that can lead into the occurrence of cardiovascular

complications. A patient diagnosed suffering hypertension if the blood pressure

increasing from the normal blood pressure, which is 120 mmHg for systolic and 80

mmHg for diastolic, so that the right therapy has to be done in order to reach the goal

blood pressure. The aim of this research is to evaluate the pattern of hypertension

treatment and also to monitor the geriatric patients’ compliance on using the

anti-hypertension drugs that given to them by Puskesmas Gondokusuman I on February –

March 2010 period.

This was a non-experimental research with descriptive evaluative design and

also prospective design. The inclusion criteria for subjects were hypertension

diagnosed, age above 60 years old, and having treatment in Puskesmas

Gondokusuman I at least 4 times in a row.

Total amount of patients that were analyzed is 17 patients. The largest amount

characteristics of patients’ gender is female (82%), with age ranging from 60-69

years old (53%), and patients with no compelling indication (41,18%). There were 18

classes of drugs which most used by patients was analgesic-antipiretic non-narcotics

(88,23%). On the anti-hypertension use, 3 classes of anti-hypertension were found,

with the largest class used were diuretic and ACE inhibitor on 11 patients (64,70%),

respectively. For combination therapy, the most is 2 kinds of anti-hypertensions

(70,59%). On the patients’ compliance evaluation, the incompliance were found on 5

patients (29%).

(13)

xiv   

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………..vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT

... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENGANTAR

... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

(14)

xv   

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Geriatri ... 7

B. Tekanan Darah ... 8

C. Hipertensi ... 8

1. Epidemiologi ... 9

2. Patofisiologi... 9

3. Etiologi ... 10

4. Klasifikasi ... 11

5. Tanda dan Gejala Klinis ... 12

6. Diagnosis dan Pemeriksaan ... 13

7. Pedoman Pengobatan ... 14

8. Penatalaksanaan ... 16

a. Diuretik Tiazid... ... 16

b.

Beta-blocker

... ... 17

c.

Angiotensin Converting Enzyme inhibitor

... 18

d. Antagonis Angiotensin II... ... 19

e.

Calcium Channel Blocker

... 19

D. Puskesmas ... 20

(15)

xvi   

C. Subyek Penelitian ... 24

D. Bahan Penelitian ... 24

E. Lokasi Penelitian ... 24

F. Tata Cara Pengumpulan Data ... 24

1.Analisis situasi dan penentuan masalah ... 25

2. Tahap pengambilan data ... 25

3.Tahap penyelesaian data ... 26

G. Tata Cara Analisis Hasil ... 27

1. Karakteristik Pasien ... 27

2. Profil Penggunaan Obat ... 27

3. Evaluasi

Drug Therapy Problem

...

27

H. Kesulitan Penelitian ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... 29

A. Karakteristik Pasien... 29

1. Berdasarkan jenis kelamin ... 29

3. Berdasarkan kelompok usia ... 31

4. Berdasarkan penyakit penyerta dan komplikasi ... 32

B. Profil Penggunaan Obat ... 34

(16)

xvii   

b. Kombinasi Obat Antihipertensi ... 35

c. Obat Non Antihipertensi ... 37

C. Evaluasi DTPs Kategori Ketaatan Pasien... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 43

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(17)

xviii   

Tabel III.

Persentase Penyakit Penyerta dan Komplikasi ... 32

Tabel IV.

Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi ... 34

Tabel V.

Jenis dan Jumlah Kombinasi Obat Antihipertensi ... 36

(18)

xix   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII ... 15

Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ... 31

Gambar 4. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Ketaatan ... 39

Gambar 5. Rata-rata Tekanan Darah Pasien Pada Home Visit ... 40

(19)

xx   

Berat Menurut JNC VII ... 63

Lampiran 3. Surat Izin dari Dinas Perizinan ... 64

Lampiran 4. Surat Izin dari Dinas Kesehatan Kodya ... 65

Lampiran 5. Surat Berhenti Penelitian ... 66

(20)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hipertensi (tekanan darah tinggi) bukanlah merupakan suatu penyakit,

melainkan suatu faktor resiko penting yang dapat mengarah pada terjadinya

komplikasi kardiovaskular. Menurut Walker (2003) seseorang dikatakan

menderita hipertensi apabila mengalami kondisi dimana tekanan darah meningkat

dari yang seharusnya yaitu sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, sehingga

untuk mencapai manfaat klinis dilakukan penurunan tekanan darah dengan terapi

yang tepat. Penyakit ini menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian besar

masyarakat dunia termasuk Indonesia, karena berbagai perubahan yang terjadi di

lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup. Secara

akumulatif hal ini menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan, karena

secara statistik jumlah penderita hipertensi terus meningkat dari waktu ke waktu

(Anindya, 2009).

Di Indonesia sendiri, telah dilakukan survei faktor resiko penyakit

kardiovaskular yang dilakukan oleh proyek WHO yang bertempat di Jakarta.

Hingga tahun 2000, secara umum ditemukan prevalensi hipertensi pada pasien

dengan usia lebih dari 50 tahun berkisar 15%-20% (Anonim, 2008). Karena itu,

penanganan hipertensi perlu diberi perhatian lebih untuk mencegah morbiditas

dan mortalitas terkait dengan peningkatan tekanan darah (Anindya, 2009).

(21)

dilakukan penelitian dengan kajian hipertensi di puskesmas ini. Angka

harapan hidup dari masyarakat di daerah Gondokusuman cukup tinggi.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik yang berobat di Poli

Lansia Puskesmas Gondokusuman I. Dengan demikian diusulkan penelitian yang

berjudul Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Geriatri Di Poli Lansia

Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari – Maret 2010.

Penelitian ini bersifat prospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien.

Dari data rekam medik tersebut dapat dievaluasi penggunaan obat-obat

antihipertensi dalam penatalaksanaan hipertensi, khususnya pasien geriatri dan

diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas layanan Puskesmas

Gondokusuman I kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal

serta untuk mendukung pelaksanaan patient safety saat ini. Kemudian dalam

penelitian ini pula, data pasien yang diperoleh dari rekam medis akan

ditindaklanjuti dengan homevisit selama 1 bulan (4x) yaitu Februari – Maret,

untuk mengevaluasi menggunakan DTPs kategori ketaatan pasien, yang

mempengaruhi efektivitas terapi yang dijalani oleh pasien. Kondisi akhir pasien

selama masa penelitian ini dapat dilihat dari respon dengan pengukuran tekanan

darah pada saat homevisit dilakukan.

Alasan dipilihnya kelompok usia geriatrik adalah karena seiring

meningkatnya populasi lanjut usia, perlu antisipasi pada peningkatan jumlah

pasien usia lanjut yang memerlukan bantuan dan perawatan medis. Golongan usia

(22)

3

berbagai kondisi yang memudahkan terjadinya penyakit antara lain proses

degenerasi, penurunan daya tahan tubuh, pengaruh kebiasaan hidup seperti

merokok, gangguan nutrisi, serta akibat adanya komplikasi-komplikasi berbagai

penyakit. Timbulnya penyakit biasanya tidak hanya satu macam akan tetapi

muncul berbagai penyakit, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan,

perawatan dan obat-obatan untuk proses penyembuhan atau sekedar

mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah. Hal ini dapat

mengakibatkan orang usia lanjut menggunakan banyak obat. Diperkirakan hingga

tahun 2010 ini, populasi lansia di Indonesia mencapai 19.936.895 jiwa atau 8,48%

dari total penduduk (Anonim, 2008).Karena itulah penelitian ini dilakukan untuk

mengevaluasi pola pengobatan, salah satunya dengan menggunakan DTPs

kategori ketaatan pasien.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti antara lain :

1. Seperti apa karakteristik pasien geriatrik dengan hipertensi pada Poli Lansia

Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010? (berdasarkan jenis

kelamin pasien, umur, penyakit penyerta, dan komplikasi)

2. Seperti apa profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatrik di Poli

Lansia Puskesmas Gondokusuman I?

3. Seperti apakah evaluasi pola pengobatan hipertensi pada geriatri di Poli Lansia

(23)

B. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai

Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi Pada Pasien Geriatrik Di Poli Lansia

Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode Februari – Maret 2010 belum

pernah dilakukan. Penelitian terkait dengan masalah pola pengobatan hipertensi

pada geriatrik yang pernah dilakukan oleh peneliti lain adalah sebagai berikut :

1. Pola Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah

Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Januari – Juni 2000 oleh Yohana

Yanuar Limbawati, 2001

2. Gambaran Peresepan Untuk Pasien Geriatri Penderita Hipertensi Di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta Periode September –

November 2003 oleh Nugraheni Yusinta Dewi, 2003

3. Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta: Pola Peresepan, Ketepatan

Indikasi, Ketepatan Obat, Dan Ketepatan Pasien oleh Ajeng Mahanani, 2004

4. Pola Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas

Pakualaman Yogyakarta Periode Januari – Juni 2002 oleh Heni Ismawati,

2006

Perbedaan penelitian- penelitian di atas dengan penelitian yang akan

(24)

5

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

tenaga kesehatan maupun peneliti mengenai penggunaan obat-obat antihipertensi

pada pasien geriatrik penderita hipertensi di Puskesmas Gondokusuman I. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan dan pertimbangan

bagi Dinas Kesehatan Kotamadya Yogyakarta dalam membuat

kebijakan-kebijakan di bidang kesehatan di masa mendatang, khususnya dalam

penatalaksanaan pasien geriatrik dengan hipertensi.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pola

pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik di Puskesmas Gondokusuman I

Yogyakarta periode Februari – Maret 2010 sehingga dapat dilakukan

penatalaksanaan yang tepat untuk membantu mencegah terjadinya komplikasi

yang lebih berat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik pasien geriatrik dengan hipertensi periode

tahun Februari – Maret 2010 (berdasarkan jenis kelamin pasien, umur,

(25)

b. Mengetahui profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien

geriatrik dengan hipertensi di Puskesmas Gondokusuman I periode

Februari – Maret 2010

c. Mengevaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik

yang berobat di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I dengan

(26)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Geriatri

Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dengan

mempertahankan struktur fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan

terhadap penyakit (Martono, 2004). Berdasarkan data USA Bureau of The Sensus

yang pernah melakukan sensus di Indonesia tahun 2000, jumlah lanjut usia

sebesar 7,28% dari jumlah populasi dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlah usia

lanjut usia di Indonesia pun akan meningkat sebesar 11,34% (Anonim, 2008).

Usia lanjut menurut WHO adalah seseorang dengan usia 65 tahun atau

lebih, sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah

seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. Faktor fisiologik dapat mempengaruhi

kesehatan lansia. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemungkinan terjadinya

penurunan fungsional anatomi akan semakin besar. Penurunan fungsional anatomi

tersebut menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut.

Selain itu faktor psikologis juga dapat mempengaruhi kesehatan lansia. Masalah

psikologis yang dialami oleh golongan lansia adalah mengenai sikap mereka

sendiri terhadap proses menua yang terjadi, seperti kemunduran badaniah. Dengan

bertambahnya usia, kecepatan bergerak dan daya pikir akan menurun sehingga

golongan lansia ini seringkali dianggap terlalu lamban. Selain itu, pada wanita

(27)

B. Tekanan Darah

Selama ventrikel kiri berkontraksi yang menunjukkan sistol, darah

terpompa menuju saluran vaskuler supaya menghasilkan peningkatan yang tajam

pada tekanan darah. Relaksasi ventrikel kiri terjadi pada saat diastol, dan tekanan

darah menurun pada saat darah mengalir kembali ke bilik kanan jantung dari

sistem venus. Inilah yang disebut dengan tekanan distolik. Pada saat mengukur

tekanan darah (sebagai contoh 120/76 mmHg), angka pada numerator

menunjukkan tekanan darah sistol dan denominator menunjukkan tekanan darah

diastol. Tekanan darah memiliki ritme yang dapat diprediksi meskipun terjadi

fluktuasi setiap harinya. Tekanan darah mencapai titik terendah pada malam hari,

meningkat tajam di pagi hari hingga kemudian puncaknya berada di tengah hari

(Kimble, 2005).

C. Hipertensi

1. Epidemiologi

Diperkirakan pada 50 juta populasi penduduk Amerika, 30% diantaranya

memiliki tekanan darah yang tinggi (≥140/90 mmHg), berdasarkan hasil survei

yang dilakukan National Health and Nutrition Examination sepanjang tahun

1999–2000. Bedasarkan hasil survei tersebut prevalensi hipertensi pada pria

sebesar 30,1% dan pada wanita 27,1%. Dari data tersebut tampak peningkatan

yang signifikan pada wanita dari tahun 1988 – 2000, sedangkan prevalensi

(28)

9

Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan

hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemukan pada orang tua.

Resiko seumur hidup yang ditimbulkan oleh berkembangnya hipertensi pada

orang di usia > 55 tahun dengan normotensive mencapai 90%. Sebagian besar

pasien memiliki tekanan darah pada taraf prehipertensi, sebelum akhirnya

terdiagnosa hipertensi, dan sebagian besar diagnosa hipertensi terjadi pada dekade

ketiga dan kelima usia seseorang. Sebelum mencapai usia 55 tahun, kejadian

hipertensi lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Sedangkan dari usia 55

hingga 74 tahun, jumlah wanita mengalami hipertensi lebih banyak daripada pria,

bertambahnya usia diiringi dengan meningkatnya prevalensi dilihat dari

perbedaan jenis kelamin (≥75 tahun). Pada populasi lansia (usia ≥60 tahun),

prevalensi hipertensi pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 65,4% (Dipiro,

2005).

2. Patofisiologi

Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer. Jika

curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah perifer sama

maka tekanan darah akan meningkat. Resistensi perifer dipengaruhi oleh

viskositas darah, diameter pembuluh darah, dan elastisitas pembuluh darah.

Viskositas darah yang semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang

semakin tinggi pula agar darah dapat melewati pembuluh darah. Tekanan darah

yang tinggi juga diperlukan untuk mendorong darah melewati pembuluh darah

(29)

Untuk dapat memahami penanganan yang tepat pada hipertensi dan

penggunaan obat antihipertensi dalam terapi, maka kita harus memperdalam

pemahaman tentang tekanan darah arterial beserta regulasinya. Berbagai macam

faktor yang mempengaruhi tekanan darah memiliki andil dalam perkembangan

hipertensi (Dipiro, 2005).

3. Etiologi

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak

ditemukan, setidaknya pada 43 juta orang dewasa di Amerika Serikat memiliki

tekanan sistol/diastol di atas 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan arterial

menyebabkan terjadinya perubahan patologis pada vaskularisasi dan memicu

terjadinya hipertropi di ventrikel kiri jantung. Hipertensi merupakan penyebab

utama terjadinya stroke, yang nantinya mengarah pada terjadinya penyakit jantung

koroner, dapat juga disertai dengan infark miokard dan jantung yang berhenti

berdetak secara mendadak, sehingga mengarah pada kegagalan jantung,

insufisiensi renal dan memicu terjadinya aneurisme di aorta (Goodman & Gilman,

2001).

Hipertensi merupakan kondisi medis yang heterogen. Pada sebagian besar

pasien, hipertensi merupakan akibat dari etiologi patofisiologi yang tidak

diketahui (hipertensi esensial ataupun primer). Hipertensi semacam ini tidak dapat

disembuhkan, namun dapat dikontrol. Tidak banyak pasien yang mengetahui

penyebab spesifik dari hipertensi yang terjadi, yaitu hipertensi sekunder (Dipiro,

(30)

11

4. Klasifikasi

Di Indonesia sendiri berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada

Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada

tanggal 13-14 Januari 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri

untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia

berskala nasional sangat jarang. Karena itu para pakar hipertensi di Indonesia

sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC VII sebagai klasifikasi

hipertensi yang digunakan di Indonesia.

Mengingat kemudahan cara pengukuran tekanan darah dan karakteristik

penduduk Indonesia berbeda dengan penduduk lainnya maka sudah seharusnya

Indonesia memiliki klasifikasi hipertensi sendiri.

Tabel I. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee VII

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80 Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Tekanan darah dapat meningkat sesuai usia akibat penurunan fungsi organ

tubuh. Tekanan darah pada orang muda (di bawah 18 tahun) sebaiknya tidak

melebihi 130/80 mmHg dan sampai usia 60 tahun 150 mmHg, sedangkan pada

usia lanjut di atas 65 tahun, 160/95 mmHg (Tan dan Rahardja, 2002).

Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi

(31)

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi

sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi

berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

5. Tanda dan Gejala Klinis

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi essensial. Kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa

gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada

ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan,

pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial.

Karena itu hipertensi di Indonesia saat ini dikenal sebagai the silent disease,

terutama pada masyarakat modern (Anonim, 2007).

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarangan), sukar tidur, sesak

nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Gejala

akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:

gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal,

gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh

darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma.

Sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal,

serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan

(32)

13

Beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat.

seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan

kurang istirahat. Kebiasaan makan juga perlu diwaspadai. Pembatasan asupan

natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk

kesehatan penderita hipertensi (Anonim, 2007).

6. Diagnosis/Pemeriksaan

Hal yang paling mendasar adalah terapi yang tepat diawali dengan

diagnosis yang tepat (Melmon & Morelli, 1992). Hipertensi didiagnosis

berdasarkan keterulangannya (repeated), penetapan reprodusibilitas kenaikan

tekanan darah (reproducible). Diagnosis biasanya berupa prediksi awal bagi

pasien, jarang sekali disebutkan penyebab terjadinya hipertensi. Suatu penelitian

mengindikasikan resiko kerusakan pada ginjal, jantung dan otak dipicu oleh

meningkatnya tekanan darah. Bahkan pada kasus mild hypertension (tekanan

darah ≥140/90 mmHg) pada usia muda ataupun dewasa dapat meningkatkan

kemungkinan kerusakan organ (Katzung, 2001).

Yang perlu diperhatikan adalah diagnosa hipertensi tergantung pada

penetapan tekanan darah, bukan dari keluhan maupun gejala yang dirasakan oleh

pasien. Karena pada sebagaian besar kasus, hipertensi tidak menunjukkan gejala

apapun (asimptomatis), bahkan hingga kerusakan organ telah terjadi (Katzung,

2001).

7. Pedoman Pengobatan

Terapi dengan antihipertensi yang efektif hampir sepenuhnya berhasil

(33)

yang biasanya disebabkan oleh hipertensi. Uji klinik terdahulu menyarankan

penurunan tekanan darah diastolik hingga mencapai 85 mmHg dengan harapan

memperoleh manfaat terapi yang lebih baik daripada penurunan tekanan diastolik

menjadi 90 mm Hg, terutama pada pasien dengan diabetes (Hansson, 1998)

Berdasarkan informasi terbaru dari NICE (2006), beta-blocker tidak lagi

direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada semua pasien. Beta-blocker

kurang efektif mengurangi kejadian kardiovaskular mayor, terutama stroke,

dibanding antihipertensi lainnya. Beta-blocker juga kurang efektif dibanding

ACEi atau Calcium Channel Blocker (CCB) dihidropiridin untuk mengurangi

risiko diabetes, terutama pada pasien yang mendapat duretik tiazid. Jika pasien

yang menggunakan beta-blocker memerlukan antihipertensi lain, maka pilihan

yang lebih dianjurkan diberikan adalah ACEi atau CCB, daripada tiazid. Berikut

(34)

15

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII

(Chobanian, 2003)

Pedoman dari NICE (2006) yang baru mengemukakan bahwa diuretik

tiazid atau CCB dihidropiridin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lanjut

usia. Namun harus diperhatikan fungsi ginjal selama terapi dengan tiazid karena

pasien lanjut usia lebih beresiko mengalami gangguan ginjal. Pasien yang berusia

(35)

8. Penatalaksanaan

Golongan obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid

(misal bendroflumetiazid), beta-blocker (misal propanolol, atenolol), Angiotensin

Converting Enzymes (ACE) Inhibitor (misal captopril, enalapril), Antagonis

Angiotensin II (misal candesartan, losartan), Calcium Channel Blocker (CCB,

misal amlodipin, nifedipin) dan alpha-blocker (misal misal doksasozin).

a. Diuretik Tiazid

Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menengah yang

menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada

daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin.

Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat

mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada

pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.

Efek diurteik tiazid terjadi dalam waktu 1 -1 2 jam setelah pemberian dan

bertahan sampai 12 – 24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.

Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak

memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada

dosis tinggi.

b. Beta-blocker

Beta-blocker memblok beta-adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan

menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada

jantung sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh

(36)

17

sedangkan reseptor beta-1 juga dapat dijumpai di ginjal. Reseptor beta juga dapat

ditemukan di otak.

Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan

neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stimulator

reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan miokardiak meningkatkan pacu jantung

dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan

pelepasan rennin, meningkatkan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron.

Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer

dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.

Terapi menggunakan beta-blocker akan mengantagonis semua efek

tersebut sehingga terjadilah penurunan tekanan darah. Beta-blocker yang selektif

(dikenal juga sebagai cardioselective beta-blocker) misalnya bisoprolol, bekerja

pada reseptor beta-1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta-1 saja. Oleh karena

itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkospasme harus

hati-hati. Beta-blocker yang non-selektif (misal propanolol) memblok reseptor

beta-1 dan beta-2.

Beta-blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai

aktivitas simpatomimetik intrinsik) misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan

beta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misal pada saat tidur) tetapi akan

memblok aktivitas beta saat adrenergik meningkat (misal saat berolah raga). Hal

ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa

(37)

perifer. Obat lain, misal caliprolol, mempunyai efek agonis beta-2 atau

vasodilator.

Beta-blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal, tergantung sifat

kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat-obat yang diekskresikan melalui hati

biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang

diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama

sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Beta-blocker tidak boleh dihentikan

mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina,

karena dapat terjadi fenomena rebound.

c. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor

Angiotensin converting enzymes inhibitor (ACEi) menghambat secara

kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif,

yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan

otak. Angiotensin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang memacu pelepasan

aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan

angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem

angiotensin-renin-aldosteron teraktivasi, misal pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi

diuretic, efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.

ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kini, termasuk

bradikinin,yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan

menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat.

Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril

(38)

19

untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian

ACEi. Dosis pertama ACEi harus diberikan pada malam hari karena penurunan

tekanan darah mendadak mungkin terjadi. Efek ini akan meningkat jika pasien

memiliki kadar sodium rendah.

d. Antagonis Angiotensin II

Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target

lainnya disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1

memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan

pelepasan aldosteron. Oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi

reseptor AT2 masih belum begitu jelas.

Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan

dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada

ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral

dan pada steosis arteri yang berat, yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi

satu.

e. Calcium Channel Blocker

Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke

dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel-sel otot polos

pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan

pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas

vasodilatasi, interferensi dengan semua konstriksi otot polos pembuluh darah.

(39)

Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misal nifedipin dan amlodipin);

fenilalkalamin (misal verapamil) dan benzotiazipin (misal diltiazem).

Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja

antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak

dan digunakan untuk menurunkan pacu jantung, serta mencegah angina.

(Kimble, 2005)

D. Puskesmas

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar

yang diperlukan setiap orang. Menurut Wijono (1999), Puskesmas adalah salah

satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah organisasi jasa

pelayanan umum. Oleh karenanya, puskesmas sebagai pelayanan masyarakat

perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan

pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu.

Puskesmas sebagai saran pelayanan kesehatan pemerintah, harus selalu

meningkatkan mutu pelayanannya agar tetap menjadi pilihan masyarakat,

termasuk dalam memberikan pelayanan pengobatan (Triwulaningsih, 2007).

Berdasarkan Depkes RI (2006), obat sebagai salah satu unsur penting dalam

upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis,

pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia saat dibutuhkan.

Obat juga dapat merugikan kesehatan bila tidak memenuhi persyaratan atau bila

(40)

21

Pasien yang berkunjung ke puskesmas mempunyai tingkat pendidikan

yang relatif rendah dibandingkan dengan pasien perkotaan. Latar belakang

pendidikan petugas di kamar obat puskesmas sangat beragam mulai dari tenaga

apoteker, asisten apoteker, perawat, dokter dan lain-lain (Depkes, 2002).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pola pengobatan

penyakit hipertensi yang meliputi golongan obat antihipertensi serta kombinasi

obat antihipertensi yang digunakan, dan evaluasi ketaatan dengan melakukan

home visit pada pasien geriatrik di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I

(41)

22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Penelitian non

eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap

sejumlah ciri (variabel) subyek tanpa ada manipulasi dari peneliti (Pratiknya,

1986). Penelitian deskriptif evaluatif artinya data yang telah diperoleh, dievaluasi

berdasarkan guideline yaitu Joint National Committee (JNC) VII kemudian

dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi dengan bantuan tabel

dan atau gambar.

Penelitian ini bersifat prospektif, pengambilan data dilakukan melalui home

visit mulai hari keenam setelah pasien dating ke puskesmas, dilanjutkan dengan

mengikuti perkembangan pasien setiap minggu selama 4 kali berurutan dalam

periode Februari – Maret 2010.

B. Definisi Operasional

1. Pola penggunaan obat adalah gambaran peresepan obat yang meliputi

pemilihan jenis dan golongan obat, serta terapi yang digunakan.

2. Pasien geriatrik adalah pasien, baik pria maupun wanita,yang berusia ≥ 60

(42)

23

3. Pasien hipertensi adalah pasien yang terdiagnosa hipertensi pada saat

berkunjung ke Puskesmas Gondokusuman I, dengan frekuensi kunjungan

minimal 4 kali berturut-turut sebelum dilakukan pengambilan data pasien

tersebut.

4. Rekam medis adalah dokumen yang berisi tentang identitas dan karakteristik

pasien, anamnesis, pemeriksaan pasien serta pelayanan kesehatan lain yang

diberikan pada pasien di Puskesmas Gondokusuman I pada periode Februari –

Maret 2010.

5. Penyakit penyerta dan komplikasi adalah penyakit penyerta dan komplikasi

yang tercatat sebagai diagnosa lembar rekam medik pada minggu pertama

sebelum dilakukan home visit terhadap pasien.

6. Home visit adalah kegiatan mengunjungi pasien di tempat tinggalnya yang

dilakukan pada hari keenam setelah pasien tersebut berobat ke puskesmas.

Pada home visit ini, peneliti melakukan wawancara untuk menanyakan apakah

cara penggunaan obat sudah tepat dan untuk mengetahui sisa obat, serta

mengukur tekanan darah pasien dengan mercurial sphygmomanometer merk

Sammora tipe TXJ-10A.

7. Ketaatan pasien yaitu keteraturan pasien dalam meminum antihipertensi yang

diberikan, sesuai dengan waktu penggunaannya yang dilihat dari sisa obat

yang dimiliki oleh pasien pada saat home visit dilakukan.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah semua pasien geriatrik berusia ≥ 60 tahun dengan

(43)

rekam medis Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari – Maret

2010, dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali berturut-turut sebelum

dilakukan pengambilan data pasien.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien geriatrik

dengan hipertensi di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I. Lembar rekam

medis yang digunakan memuat identitas pasien, alamat, riwayat penyakit, riwayat

pengobatan, anamnesis, diagnosis dan terapi, serta kondisi akhir pasien, yang

ditulis oleh dokter, perawat, dan asisten apoteker.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien geriatrik

di Puskesmas Gondokusuman I ini dilakukan di Poli Lansia Puskesmas

Gondokusuman I Yogyakarta dan tempat tinggal pasien yang menjadi subyek

penelitian.

F. Tata Cara Penelitian

1. Analisis situasi dan penentuan masalah

Analisis situasi dimulai dengan melihat data pasien hipertensi pada

geriatrik dan obat yang digunakan pada pengobatan hipertensi pasien geriatrik di

Puskesmas Gondokusuman I periode Februari – Maret 2010 yang diperoleh dari

(44)

25

dengan pihak mitra dalam hal ini Puskesmas Gondokusuman I serta melakukan

perijinan melalui Dinas Perijinan dan Dinas Kesehatan Kotamadya Yogyakarta.

Kemudian dilakukan perumusan masalah dan penentuan subyek penelitian serta

kriteria inklusi untuk penelitian.

2. Tahap pengambilan data

Pengambilan data dilakukan secara prospektif yaitu follow up kondisi

pasien yang dilihat dari tekanan darah dan keluhan masing-masing pasien pada

hari keenam setelah kunjungan ke puskesmas setiap minggu, selama 4 minggu

berurutan dengan home visit. Yang mendasari dilakukannya home visit adalah

lembar rekam medis pasien yang memuat identitas, alamat tinggal, riwayat

penyakit, riwayat pengobatan, anamnesis, diagnosis dan terapi. Home visit akan

dilakukan oleh peneliti setiap hari keenam setelah pasien berobat ke Puskesmas

Gondokusuman I. Respon pasien terhadap terapi nantinya dipantau dengan

pengukuran tekanan darah pada saat home visit, sehingga dapat diketahui kondisi

akhir pasien selama periode penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien geriatrik dengan hipertensi

yang berobat di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I yang mendapat terapi

obat antihipertensi. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

nonprobability samples yaitu besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih

sebagai sampel tidak diketahui (Azwar, 2009).

Salah satu bentuk sampel nonprobabilitas adalah yang diperoleh dengan

pengambilan sampel secara kuota yang tujuannya adalah mengambil sampel

(45)

(Azwar, 2009). Menurut Purwanto & Sulistyastuti (2007), quota sampling adalah

pengambilan sampel yang didasarkan pada kelompok yang disebut kuota.

Penentuan kuota didasarkan pada sifat populasi atau pertimbangan peneliti. Dari

setiap kuota pengambilan sampel dilakukan secara random. Apabila jumlah yang

diinginkan dan sesuai dengan kriteria inklusi selama periode penelitian sudah

terpenuhi, maka pengambilan sampel akan dihentikan, untuk selanjutnya di follow

up dengan home visit selama 4 minggu.

Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 17 pasien yang sesuai

dengan kriteria inklusi. Ketujuhbelas pasien ini dicatat datanya melalui lembar

rekam medik untuk kemudian dilakukan home visit.

3.Tahap penyelesaian data

Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan

atau gambar. Dilakukan pengelompokkan karakteristik pasien berdasarkan umur,

jenis kelamin, penyakit penyerta, dan komplikasi. Kemudian mengelompokkan

semua obat antihipertensi yang diterima oleh pasien. Analisis dilakukan per kasus

dengan menggunakan guideline Joint National Committee (JNC) VII.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel dan atau gambar

1. Karakteristik Pasien

a. Jenis kelamin pasien dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki

dan perempuan. Masing-masing dibagi dengan jumlah kasus yang

(46)

27

b. Persentase umur pasien pada kasus hipertensi yang dikelompokkan

menjadi 2 kelompok umur yaitu : 60 – 70 tahun, 71 – 80 tahun.

Masing-masing dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan

100%

c. Persentase penyakit penyerta dan komplikasi yang dialami oleh pasien

yang menerima antihipertensi. Masing-masing dibagi dengan jumlah kasus

yang dianalisis kemudian dikalikan 100%

2. Profil Penggunaan Obat

Persentase golongan dan jenis obat dihitung berdasarkan jumlah pasien

yang menggunakan golongan obat dan jenis obat tertentu dibagi jumlah kasus

yang dianalisis dan dikalikan 100%

3. Evaluasi Ketaatan Pasien

Evaluasi ketaatan pasien dilakukan supaya dapat diketahui respon pasien

(47)

H. Kesulitan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menemui beberapa kesulitan diantaranya jumlah

pasien hipertensi geriatrik yang masuk kriteria inklusi jumlahnya sedikit, dan

hampir terjadi drop out. Penelitian yang bersifat prospektif ini membutuhkan

lebih banyak waktu dan tenaga karena peneliti harus mengunjungi pasien satu per

satu setiap minggunya. Selain itu, pasien berusia sangat lanjut, sehingga

komunikasi peneliti dengan pasien sedikit terhambat.

Informasi yang kurang relevan sering peneliti temui ketika mengunjungi

pasien, karena itu peneliti kerap kali harus mengkonfirmasi ulang kepada dokter

di Puskesmas GK I guna menanyakan kesesuaian resep dengan anamnesis pasien

tiap minggunya.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah pengukuran tekanan darah yang

dilakukan subyektif menurut peneliti. Peneliti mahir menggunakan

sphygmomanometer namun belum tervalidasi ataupun tersertifikasi dalam bidang

(48)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian mengenai Evaluasi Pola Pengobatan Hipertensi pada

Pasien Geriatri Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta Periode

Februari-Maret 2010 didapatkan 17 pasien yang memenuhi kriteria inklusi

penelitian. Hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Bagian pertama

membahas karakteristik pasien (berdasarkan jenis kelamin, usia serta penyakit

penyerta dan komplikasi). Bagian kedua membahas profil penggunaan obat

antihipertensi pada pasien geriatrik dengan hipertensi, dan bagian terakhir

membahas evaluasi ketaatan pasien.

A. Karakteristik Pasien

Sebanyak 17 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin, usia dan penyakit penyerta dan komplikasinya.

1. Persentase jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin

Pengelompokkan pasien hipertensi berdasarkan jenis kelamin digunakan untuk

mengetahui apakah jenis kelamin menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi pada seseorang. Bagget (2004) menyatakan bahwa tekanan darah

meningkat seiring dengan pertambahan usia, tetapi pada umumnya wanita

memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding pria pada usia yang sama.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien hipertensi wanita lebih

(49)

Gambar 2. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Dapat dilihat dalam Gambar 1 bahwa 82% pasien hipertensi berjenis kelamin

perempuan. Hal ini sesuai dengan pustaka yakni angka kejadian hipertensi yang

lebih besar pada wanita dibandingkan pria dapat disebabkan oleh faktor

psikologis. Persentase insidensi hipertensi pada pria sebesar 18%. Bower (1995)

menyatakan bahwa depresi lebih banyak diderita wanita daripada pria. Menurut

Kaplan (2001), depresi atau stres dapat dianggap sebagai faktor penyebab

hipertensi karena stres dapat menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf simpatis.

Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah karena sekresi katekolamin

yang meningkat. Katekolamin terdiri dari adrenalin dan noradrenalin yang

dihasilkan oleh kelenjar adrenal akibat kerja dari sistem saraf simpatis. Adrenalin

dan noradrenalin menghasilkan efek yaitu peningkatan kontraksi jantung sehingga

cardiac output meningkat dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Selain itu, menurut Dipiro (2005), wanita lebih banyak menderita penyakit

(50)

31

yang merupakan komponen penyusun kontrasepsi oral. Oleh karena itu disarankan

bagi para wanita yang menggunakan kontrasepsi oral untuk memeriksakan

tekanan darah mereka paling sedikit setiap 6 bulan.

2. Persentase jumlah pasien berdasarkan usia

Pasien dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok usia yaitu 60 – 69 tahun dan 70 – 79

tahun. Pengelompokkan ini dimulai pada usia 60 tahun didasarkan pada definisi

usia lanjut menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, selain itu range

usia 17 pasien hipertensi yang masuk ke dalam kriteria inklusi yaitu antara 60 –

77 tahun.

Gambar 3. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pasien hipertensi paling banyak

terdapat pada usia 60 – 69 tahun (elderly) yakni sebesar 53% dan pasien

kelompok usia 70 – 79 tahun (old) sebesar 47%. Hal ini sesuai dengan yang

tercantum pada JNC VII yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi tertinggi

(51)

lebih dari 70 tahun, jumlah kejadian hipertensi mencapai tigaperempat dari jumlah

orang yang berusia 60-69 tahun. Meningkatnya tekanan darah pada lansia dapat

disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat saat masih muda. Menurut Darmojo

(2004), tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat

bertambahnya pengapuran atau pengerasan pembuluh darah perifer sehingga

elastisitasnya berkurang. Keadaan ini akan meningkatkan resistensi pembuluh

perifer, dan tekanan darah meningkat.

3. Persentase jumlah pasien berdasarkan penyakit penyerta dan komplikasi

Umumnya, pasien hipertensi geriatrik yang berobat di Puskesmas GK I

memiliki penyakit lain yang menyertainya. Hal ini dapat didiagnosis dari keluhan,

pemeriksaan tekanan darah maupun pemeriksaan laboratorium.

Tabel III. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta dan Komplikasi

No. Diagnosa Jumlah

Pasien

Persentase (%)

1. Hipertensi tanpa penyakit lain 7 41,18

Penyakit penyerta

2. Hipertensi dengan myalgia 1 5,88

3. Hipertensi dengan dispepsia 1 5,88

4. Hipertensi dengan arthralgia 1 5,88

5. Hipertensi dengan common cold 1 5,88

6. Hipertensi dengan osteo arthritis 1 5,88

7. Hipertensi dengan fascitis plantaris 1 5,88

8. Hipertensi dengan hiperurisemia dan fatigue 1 5,88

Komplikasi

9. Hipertensi dengan DM2 2 11,76

10. Hipertensi dengan DM2 dan myalgia 1 5,88

Total 17 100

Penyakit penyerta merupakan penyakit lain yang tidak ada kaitannya

dengan hipertensi yang diderita oleh pasien, karena timbulnya penyakit penyerta

(52)

33

menunjukkan sebesar 41,18% atau 7 pasien menderita hipertensi murni, tanpa

disertai adanya penyakit lain. Dapat dilihat bahwa penyakit lain yang menyertai

adalah gangguan otot dan sendi antara lain yaitu arthralgia, myalgia, osteo

arthritis, dan dispepsia masing-masing sebesar 5,88%. Namun selama masa home

visit, jumlah pasien yang mengalami dispepsia berkembang, hal ini diketahui

peneliti dari keluhan dan obat yang ditemukan pada saat melakukan kunjungan.

Hal ini menurut Shetty dan Woodhouse (2003), sekresi asam lambung, motilitas

saluran pencernaan, dan luas area total absorpsi akan berkurang seiring

bertambahnya usia. Namun menurut McQuaid (2004), dispepsia dapat pula

disebabkan oleh makanan dan intoleransi obat. Disamping dapat meningkatkan

tekanan darah, stres juga merupakan faktor pemicu terjadinya dispepsia. Saat

seseorang sedang mengalami stres, maka gerakan ekpansi dan konstriksi di dalam

perut akan melemah, sehingga proses pengiriman makanan ke usus halus pun

terganggu. Hal ini yang kemudian menjadi rasa tidak nyaman di perut yang

dirasakan oleh pasien. Penyakit lain yang ditemukan pada pasien adalah demam,

hiperurisemia, dan fascitis plantaris yaitu masing-masing sebesar 5,88%.

Selain penyakit penyerta, ditemukan juga komplikasi dari hipertensi yaitu

Diabetes Mellitus 2 (DM2) yang ditemukan pada 3 orang pasien atau sebesar

17,65%. Komplikasi merupakan penyakit yang terjadinya disebabkan oleh

penyakit kronis yang diderita pasien. Hipertensi merupakan penyakit yang sangat

berpotensi untuk menimbulkan komplikasi, dan DM2 merupakan komplikasi yang

(53)

mampu lagi menghasilkan insulin dengan optimal. Karena itu, pasien hipertensi

dengan komplikasi DM2 memperoleh terapi antidiabetika oral.

B. Profil Penggunaan Obat

Pola pengobatan antihipertensi dilihat melalui beberapa parameter antara

lain: golongan dan jenis obat yang digunakan, serta kombinasi pemberian obat

antihipertensi yang akan disajikan dalam Tabel III dan Tabel IV.

1. Penggunaan Obat Antihipertensi

Obat oral antihipertensi yang disarankan oleh JNC VII adalah diuretik,

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker

(ARB), β-blocker, Calcium Channel Blocker (CCB), Central α2-agonist dan obat

yang bekerja sentral, α1-blocker, serta direct vasodilator. Golongan diuretik jenis

tiazid adalah obat yang disarankan sebagai terapi awal untuk pasien hipertensi.

Table IV. Golongan dan Jenis Obat Antihipertensi Yang Digunakan Oleh Pasien Hipertensi Geriatrik

No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase (%);

n=17

1. Diuretik HCT 11 64,70

2. ACE inhibitor captopril 11 64,70

3. Calcium Channel Blocker

(CCB)

nifedipine 2 11,76

amlodipine 5 29,41

diltiazem 4 23,52

Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan

diuretik jenis tiazid sebesar 64,70% dan juga ACE inhibitor 64,70%. Pemilihan

obat yang digunakan dalam terapi farmakologi pada penelitian ini menunjukkan

hasil yang sesuai dengan acuan yang digunakan. JNC VII merekomendasikan

(54)

35

maupun kombinasi dengan golongan obat lain (ACE inhibitor, β-blocker, ARB,

CCB).

ACE inhibitor jenis captopril juga merupakan golongan antihipertensi

yang paling banyak digunakan. Hal ini karena ACE inhibitor dianggap memiliki

beberapa keuntungan. Menurut Setiawati dan Bustami (1999), ACE inhibitor

memiliki onset yang cepat dan penghambatan ACE inhibitor yang hampir

maksimal dicapai pada waktu 15 menit setelah pemberian. Lama kerja (durasi)

captopril relatif singkat, dengan efek maksimal yang berakhir dalam 8-12 jam,

karena itu diberikan 2x sehari. Keuntungan lain menurut Massie (2004) adalah

ACE inhibitor memiliki efek samping relatif lebih sedikit dibandingkan

antihipertensi lainnya.

Kemudian golongan Calcium Channel Blocker (CCB) jenis nifedipine

sebesar 11,76%, amlodipine 29,41% dan diltiazem sebesar 23,52%. Hal ini sesuai

dengan JNC VII yang menyatakan bahwa penggunaan CCB tidak menunjukkan

perbedaan outcome yang signifikan dalam terapi hipertensi. JNC VII juga

menyatakan bahwa CCB merupakan obat antihipertensi yang short-acting,

sehingga tidak direkomendasikan dalam penatalaksanaan hipertensi. Penggunaan

CCB pada pasien di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I dilakukan oleh

dokter berdasarkan pertimbangan kondisi pasien, antara lain pasien mengalami

batuk berkepanjangan ketika mengonsumsi captopril, sehingga dokter

memutuskan untuk menggantinya dengan CCB. Hal-hal ini yang menyebabkan

CCB lebih sedikit digunakan dibandingkan antihipertensi lain seperti diuretik dan

(55)

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa Puskesmas Gondokusuman I

hanya menggunakan 3 golongan obat antihipertensi. Hal ini terkait oleh pola

peresepan dokter yang terbiasa menggunakan ketiga golongan tersebut yang

disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Ruang obat di Puskesmas

Gondokusuman I hanya mengajukan kebutuhan obat secara umum kepada

Gudang Obat Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang pengadaannya dilakukan

setiap bulan. Inilah yang membedakan pemberian obat antihipertensi kepada

pasien di Puskesmas Gondokusuman I dengan di rumah sakit pada umumnya.

2. Penggunaan Kombinasi Obat Antihipertensi

Menurut Chobanian, et al. (2003) pada umumnya pasien hipertensi

membutuhkan terapi 2 atau lebih antihipertensi untuk mencapai tekanan darah

target (<140/90 mm Hg atau 130/80 mm Hg untuk pasien yang disertai penyakit

diabetes atau ginjal kronis). Jenis dan jumlah kombinasi obat antihipertensi yang

digunakan pasien ditunjukkan pada tabel V.

Tabel V. Jenis Dan Jumlah Kombinasi Obat Antihipertensi Yang Digunakan Oleh Pasien Hipertensi Geriatrik

No. Kombinasi Obat Antihipertensi Jumlah Pasien Persentase (%)

Satu jenis

1. Diuretik 2 11,76

2. ACE inhibitor 1 5,88

Total 3 17,64

Dua jenis

1. ACE inhibitor & CCB 5 29,41

2. Diuretik & ACE inhibitor 3 17,65

3. Diuretik & CCB 4 23,53

Total 12 70,59

Tiga jenis

1. Diuretik & ACE inhibitor & CCB 2 11,76

(56)

37

Dapat dilihat bahwa sebesar 17,64% pasien mendapatkan terapi dengan 1

jenis antihipertensi. Kemudian untuk terapi kombinasi dengan dua golongan obat

antihipertensi sebesar 70,59% dan terapi kombinasi dengan 3 golongan obat

antihipertensi sebesar 11,76%. Chobanian, et al. (2003) juga menyatakan bahwa

jika tekanan darah yang akan diturunkan lebih dari 20/10 mm Hg, maka

disarankan untuk memulai terapi menggunakan 2 jenis kelas terapi antihipertensi,

dan umumnya mengandung 1 antihipertensi diuretik jenis tiazid.

Berdasarkan JNC VII, pasien dengan hipertensi tingkat 2 menggunakan

kombinasi 2 jenis kelas terapi antihipertensi yang salah satu obatnya adalah

diuretik jenis tiazid.

3. Penggunaan Obat Non Antihipertensi

Pemberian obat dari kelas terapi lain digunakan untuk mengatasi penyakit

penyerta maupun komplikasi hipertensi, serta vitamin sebagai terapi suportif.

Berdasarkan obat yang diresepkan dokter kepada para pasien, diketahui terdapat

10 macam kelas terapi obat.

Dari hasil dapat dilihat bahwa penggunaan obat kelas terapi susunan saraf

yaitu golongan analgesik-antipiretik non-narkotik sebesar 88,23%. Penggunaan

analgesik non-narkotik untuk mengobati pusing maupun nyeri pada pasien

hipertensi geriatrik sudah tepat, sebab menurut IONI (2008), obat yang bekerja

sebagai analgesik non-narkotik mempunyai keuntungan yaitu tidak bersifat adiktif

dan tidak menyebabkan toleransi sehingga aman digunakan oleh pasien usia

lanjut. 99,96% pasien menerima vitamin yang berfungsi sebagai terapi suportif

(57)

obat hormon, antibiotik, antiemetik, antianemik, antiplatelet, antiinfeksi mata,

antiinfeksi topikal, dan antifungi masing-masing hanya diberikan pada 1 pasien

yaitu 5,88%.

Tabel VI. Penggunaan Obat Non Antihipertensi

No. Kelas Terapi Jenis Jumlah Persentase

(%); n=17

1 Sistem Neuro-Muskular

ibuprofen 400 mg 8 47

paracetamol 500 mg 6 35

Na diklofenak 50 mg 1 6

meloxicam 7,5 mg 1 6

betahistin 6 mg 1 6

Mecobalamin 500 mcg 1 6

allupurinol 100 mg 2 11

diazepam 2 mg 1 6

2 Hormon dexamethason 0,5 mg 1 6

3 Vitamin

Biosanbe 1 6

vitamin B1 2 11

vitamin B6 3 17

vitamin B12 4 23

Neurovit E 6 35

Becom C 1 6

Pehavral 1 6

4 Sistem Pernafasan

gliserin guaiakolat 100mg

1 6

ambroxol 30 mg 1 6

DMP 15 mg 2 11

5 Metabolisme metformin 500 mg 3 17

glibenklamid 5 mg 2 11

6 Sistem Kardiovaskular & Hematopoetik

Tromboaspilet 80 mg 1 6

7 Antibiotik sulfacetamid 15% 1 6

amoxicillin 500 mg 1 6

8 Alergi & Sistem Imunitas CTM 3 17

9 Sistem pencernaan antasida 4 23

domperidon 10 mg 1 6

10 Dermatologi salicyl talc 1 6

miconazole salep 1 6

Penggunaan antiinflamasi non steroid, mukolitik ekspektoran dan

(58)

39

Penggunaan obat kelas terapi saluran cerna sebanyak 4 pasien yaitu

sebesar 23,53%. Penggunaan antivertigo dan antihistamin masing-masing

ditemukan pada 3 pasien atau sebesar 17,65%. Antidiabetik oral ditemukan pada 5

pasien sebesar 29,41% guna mengatasi komplikasi akibat hipertensi kronis yang

diderita pasien.

C. Evaluasi Ketaatan Pasien

Evaluasi ketaatan penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi

geriatrik yang menjalani pengobatan di Puskesmas Gondokusuman I dilakukan

dengan kunjungan kepada masing-masing pasien (home visit). Dari total 17 kasus

yang dievaluasi penggunaan antihipertensinya, ditemukan sebanyak 5 kasus atau

29,41% yang tidak taat (incompliance) dan 12 kasus atau 70,59% yang taat dalam

mengonsumsi obat antihipertensi.

Gambar 4. Evaluasi Ketaatan Pasien

Ketidaktaatan pasien dalam menggunakan obat antihipertensi ditemukan

(59)

pasien beranekaragam, mulai dari lupa, pergi keluar kota hingga enggan

mengonsumsi obat apapun karena rasa tidak nyaman di perut yang dirasakan oleh

pasien berusia lanjut yang rata-rata memiliki masalah dengan saluran cernanya

Gambar 5. Rata-rata Tekanan Darah Pasien pada Home Visit

Kasus nomor 2 dan 7 termasuk ke dalam pasien yang mengalami

gangguan saluran cerna, sehingga pasien tersebut tidak taat dalam mengonsumsi

obat antihipertensinya. Akan tetapi, meskipun tidak taat dalam mengonsumsi obat

antihipertensi, tekanan darah pasien ini terjaga dalam kondisi tekanan darah target

yaitu berkisar antara 130/80 mmHg sampai dengan 140/90 mmHg. Hal ini

mungkin disebabkan oleh pola hidup sehat yang diterapkan. Kenaikan tekanan

darah pada pasien ini terjadi akibat mengalami susah tidur.

Gambaran mengenai perkembangan kondisi pasien yang tidak taat diambil

dari pasien nomor kasus 3. Kasus 3 tergolong tidak taat sebab pasien ini terlambat

(60)

41

selama 3 hari tersebut pasien tidak mengonsumsi obat antihipertensinya sehingga

tekanan darahnya meningkat pada saat dilakukan home visit.

0 50 100 150 200 250 300

1 2 3 4

Teka n a n   da ra h   (mmH g ) Minggu

Pemeriksaan

 

Puskesmas

Diastolik

Sistolik

Gambar 6. Rata-rata Tekanan Darah Pasien pada Pemeriksaan

Puskesmas

Berdasarkan rata-rata tekanan darah pasien selama 4 minggu, dapat dilihat

bahwa tekanan darah pasien geriatri stabil. Pengukuran tekanan darah dilakukan

setiap hari keenam setelah pasien berkunjung ke puskesmas. Dari data

masing-masing pasien, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien yang taat

dengan yang tidak taat. Rata-rata tekanan darah pasien berada dalam kisaran

tekanan darah on therapy.

Pada nomor kasus 12, pasien tidak taat dalam mengonsumsi

antihipertensinya karena pergi ke luar kota selama 3 hari dan tidak membawa

obat-obatannya. Pasien ini juga tidak berinisiatif untuk membeli obat

antihipertensi sendiri di apotek terdekat. Pada kasus nomor 14 ketidak taatan Diastolik

(61)

pasien disebabkan oleh kondisi lingkungan sekitar pasien yang tidak

mendungkung. Pasien yang sudah berumur sangat lanjut ini (74 tahun) tinggal di

rumah seorang putranya yang sudah berkeluarga dan cucu-cucu yang sudah

remaja. Akibatnya jarang ada yang mengingatkan pasien untuk minum obat

antihipertensi. Pasien tersebut juga menderita komplikasi DM2 dan sedang dalam

terapi. Pasien merasa sudah cukup dalam minum obat dan sugesti yang dirasakan

cukup baik, sehingga hal ini yang menjadi faktor ketidaktaatan pasien ini.

Sebanyak 12 pasien lain taat dalam mengonsumsi obat antihipertensi

dilihat dari sisa obat yang mereka miliki. Meskipun taat dalam menggunakan obat

antihipertensi, namun tekanan darah sebagian besar pasien tetap tinggi, hal ini

disebabkan oleh faktor lain seperti susah tidur, rasa nyeri di bagian tubuh tertentu,

yang menyebabkan efektivitas terapi menurun. Berdasarkan data yang

ditunjukkan pada gambar 5, 6, 7, dan 8, tampak bahwa efektivitas terapi pada

pasien sangat variatif, dan rata-rata tidak tampak perbedaan yang signifikan antara

(62)

43 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian evaluasi pola pengobatan hipertensi pada pasien

geriatri di poli lansia Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta periode Februari –

Maret 2010 maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan

(82%), berdasarkan usia terbanyak yaitu 60-69 tahun (53%) dan pasien tanpa

penyakit penyer

Gambar

Tabel II. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC VII
Gambar 2. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 3. Persentase Jumlah Pasien Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “Sistem Penanggalan pada Prasasti Makam Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik”. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini meliputi : 1) Bagaimana

Direct Light adalah cahaya yang ada dalam suatu scene di mana cahaya tersebut berhenti berpancar ketika mengenai sebuah permukaan. Tidak ada pantulan cahaya yang terjadi..

Dalam hal ini semua yang berhubungan dengan bagaimana implementasi manajemen kurikulum Madrasah Murottilil Qur’an Al-Rifa’ie 2 dan bagaimana kepemimpinan kepala

tradisional daerah-daerah di Indonesia yang muncul dan berkembang sebagai basil bubungan manusia dengan lingkungan fisiknya. 3.3.4 Nilai Budaya Yang Mewujudkan

[r]

Print out LMS adalah dokumen yang akan dilakukan observasi guna mendapatkan informasi pendukung dan penguat ataupun informasi baru yang belum didapatkan dari

Rangkaian LED dalam modul penerima ini terdapat LED berwarna merah yang berfungsi sebagai indicator apabila saat modul penerima dalam keadaan menyala serta rangkaian

Terjemahkan setiap kalimat berikut menjadi formula logika predikat dalam 3 (tiga) cara yang berbeda, yaitu dengan menentukan masing-masing domain yang sesuai menggunakan 1 buah