• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi tentang perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santo Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 dan implementasinya terhadap usulan topik-topik pelatihan pengembangan perilaku asertif - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi tentang perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santo Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 dan implementasinya terhadap usulan topik-topik pelatihan pengembangan perilaku asertif - USD Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

SANTU FRANSISKUS SAVERIUS RUTENG TAHUN AJARAN 2011/2012

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh

Anastasia Florentin Marezki

071114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

SANTU FRANSISKUS SAVERIUS RUTENG TAHUN AJARAN 2011/2012

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh

Anastasia Florentin Marezki

071114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 3 November 2011

Penulis

(6)

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Anastasia Florentin Marezki Nomor Mahasiswa : 071114040

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kapada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul : STUDI TENTANG PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS XI IPS SMA SANTU FRANSISKUS SAVERIUS RUTENG TAHUN AJARAN

2011/2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 3 November 2011

Yang menyatakan,

(7)

"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan

hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir

akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. " (Lukas 12 : 22)

"Semangat manusia lebih kuat dari pada segala

sesuatu yang terjadi padanya." (C.C. Scott)

"Orang lain mungkin ada untuk membantu kita, menolong kita,

membimbing kita melangkah di jalan kita. Tapi pelajaran yang dipelajari

selalu milik kita." (Melody Beattie)

Pribadi yang matang terbentuk oleh berbagai hal dan

alasan. Diriku adalah cerminan segala hal yang telah terjadi

padaku. Aku,….tidak dapat menolak diriku. Karena menolak

diriku sama artinya dengan berjalan menjauh dari kenyataan.

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

¾ Allah bapa dalam surga, Yesus Kristus, dan Roh Kudus ¾ Keluargaku tercinta yang selalu mendukungku

(8)

STUDI TENTANG PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS XI IPS SMA SANTU FRANSISKUS SAVERIUS RUTENG TAHUN AJARAN 2011/2012

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF

Anastasia Florentin Marezki Universitas Sanata Dharma

2011

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk (1) mengetahui perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012, dan (2) dapat menyusun usulan topik-topik pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 dengan jumlah responden sebanyak 126 siswa. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif dengan 61 pernyataan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah penggolongan perilaku asertif siswa berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) tipe 1. Perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 digolongkan menjadi 5 yaitu : sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Dalam pembahasan, peneliti menggolongkan perilaku asertif siswa menjadi tinggi dan kurang tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 yang perilaku asertifnya tergolong tinggi ada 40 siswa (31,74%) dan siswa yang perilaku asertifnya tergolong kurang tinggi ada 86 siswa (62,28%). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 masih kurang tinggi atau belum ideal.

(9)

A STUDY ON THE ASSERTIVE BEHAVIOR OF THE ELEVENTH GRADE SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS MAJORING IN SOCIAL STUDIES AT SANTU FRANSISKUS SAVERIUS RUTENG IN 2011/2012

ACADEMIC YEAR AND ITS IMPLICATIONS TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS FOR ASSERTIVE BEHAVIOR DEVELOPMENT

TRAINING

By

Anastasia Florentin Marezki Sanata Dharma University

2011

This study belongs to a descriptive study which aims to obtain information about students’ assertive behavior of the eleventh grade senior high school majoring in social studies at Santu Fransiskus Saverius Ruteng in 2011/2012 Academic Year and to propose the suggested topics for assertive behavior development training in order to improve the students’ assertive behavior.

The population of this research is the eleventh grade senior high school students majoring in social studies at Santu Fransiskus Saverius Ruteng in 2011/2012 Academic Year with 126 respondents. This is a population research which used questionnaires as the instrument of the study. The writer designed the questionnaires based on the assertive behavior aspects which consisted of 61 questions.

The technique of the data analysis used in this study is the classification of the students’ assertive behavior based on Standard Reference Evaluation Type I. The writer classified five students’ assertive behavior of the eleventh grade senior high school majoring in social studies at Santu Fransiskus Saverius Ruteng in 2011/2012, i.e. very high, high, average, low, and very low. In the discussion, the writer classified the students’ assertive behavior into high and less high.

The results showed that there were 40 students (31.74%) belong to high assertive motivation and 86 students (62.28%) belong to less high assertive motivation. It can be inferred that the students’ assertive behavior of the eleventh grade senior high school majoring in social studies at Santu Fransiskus Saverius Ruteng in 2011/2012 Academic Year was not high enough or not ideal.

(10)

Puji syukur atas rahmat, karunia, kasih, berkat, dan penyelenggaraan yang berlimpah dari Tuhan Yesus dan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Proses penyelesaian skripsi ini merupakan pengalaman dan pembelajaran yang luar biasa bagi penulis karena penulis sungguh merasakan kasih karunia yang tak terhingga dari Tuhan Yesus dan Bunda Maria.

Penulisan skripsi ini merupakan proses yang panjang, dan penulis sadar bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bpk. Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bpk. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan bagi penulis pada proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., Psi., M.A., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang berguna kepada penulis demi perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang berguna bagi penulis demi perbaikan skripsi ini.

5. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan ilmu yang berguna untuk bekal hidup penulis.

(11)

Fransiskus Saverius Ruteng yang telah memberikan ijin, waktu, dan tempat kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

8. Bpk. Siprianus Bos, yang telah memberikan waktu untuk mengurus surat-surat yang terkait dalam proses pengambilan data di SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

9. Bpk. Damianus Noda, yang telah memberikan saran demi kelancaran proses pengambilan data dan penyelesaian surat keterangan telah mengadakan penelitian di SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

10.Para siswa SMA Kristen 1 Magelang dan siswa SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng yang telah bersedia mengisi kuesioner yang diedarkan penulis.

11.Mas Moko dan Mas Anto yang telah menyediakan waktu dan tenaga dalam proses pengurusan surat ijin uji coba dan surat ijin penelitian.

12.Keluargaku tersayang : Bapa, Mama, Apin, Empok, Ma’ke Nadus, dan keluarga besar pengkot yang telah memberikan cinta, doa, dukungan, dan sarana demi penyelesaian skripsi ini.

13.My lovely husband, yang telah memberikan cinta, dukungan, kasih, doa, dan segala bantuan yang penulis butuhkan selama proses penyelesaian skripsi ini.

14.Aurelia Gracia A., my little princess yang telah menjadi motivator dan memberikan inspirasi terbesar dalam hidupku.

15.Teman-teman “seperjuanganku” (Cha”, Ciput, Mb. Maria, Mb Ria, Sr. Tarsisia) untuk dukungan, semangat, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan peneliti demi penyelesaian skripsi ini.

16.Teman-temanku, BK USD 2007 untuk kebersamaan dan semangat berbagi selama kuliah.

(12)

pertanyaan-membacanya.

(13)

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……… v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………. vi

ABSTRAK………. vii

ABSTRACT………... viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI……….. xii

DAFTAR TABEL……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………. 7

D. Manfaat Penelitian……….. 8

E. Definisi Operasional………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA……… 10

A. Perilaku Asertif………... 10

1. Pengertian perilaku asertif……… 10

2. Karakteristik orang yang asertif……….. 15

3. Aspek-aspek perilaku asertif……….. 16

4. Tujuan perilaku asertif………. 18

5. Manfaat perilaku asertif……….. 19

(14)

Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun

ajaran 2011/2012……… 25

9. Tinjauan penelitian-penelitian lain yang relevan……….. 27

B. Pelatihan Pengembangan Perilaku Asertif……….. 29

1. Pengertian pelatihan pengembangan perilaku asertif….. 29

2. Tujuan pelatihan pengembangan perilaku asertif……… 29

3. Manfaat pelatihan pengembangan perilaku asertif…….. 30

4. Prosedur pelatihan pengembangan perilaku asertif……. 31

5. Pelatihan pengembangan perilaku asertif dengan menggunakan pesan-Aku (I messages/I statements)…… 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 40

A. Jenis Penelitian……….. 40

B. Subjek Penelitian………... 40

C. Instrumen Penelitian……….. 41

D. Uji Coba Alat………. 43

1. Validitas instrumen………. 43

2. Reliabilitas instrumen………. 45

E. Prosedur Pengumpulan Data……… 48

1. Tahap persiapan……… 48

2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data……… 49

F. Teknik Analisis Data………. 50

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN USULAN TOPIK-TOPIK PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF……… 53

A. Perilaku Asertif Siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012………. 53

1. Hasil Penelitian………. 53

(15)

A. Kesimpulan……….. 68

B. Saran……… 68

DAFTAR PUSTAKA……… 70

(16)

Halaman

Tabel 1 : Rincian Jumlah Siswa kelas XI IPS SMA Santu

Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012……... 41

Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Perilaku Asertif………. 42

Tabel 3 : Jumlah Item-item yang Valid dan Tidak Valid……… 45

Tabel 4 : Indeks Korelasi Reliabilitas……….. 48

Tabel 5 : Penggolongan Perilaku Asertif Menurut PAP Tipe 1……….. 52

Tabel 6 : Penggolongan Perilaku Asertif Siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012.. 54

Tabel 7 : Penggolongan Skor Pernyataan dari Skor Tertinggi sampai Skor Terendah……….. 60

Tabel 8 : Item-item yang Menunjukkan Masih Kurang Tingginya Perilaku Asertif……….. 61

(17)

Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Uji Coba……….. 73

Lampiran 2 : Tabulasi Hasil Uji Coba Kuesioner………. 77

Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Validitas……….. 81

Lampiran 4 : Reliability Test……….. 84

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian……… 85

Lampiran 6 : Tabulasi Hasil Penelitian……….. 89

Lampiran 7 : Perilaku Asertif Siswa Kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012… 102 Lampiran 8 : Penggolongan Skor Item dari yang Tertinggi sampai Yang Terendah……….. 107

Lampiran 9 : Surat Ijin Uji Coba………. 109

Lampiran 10 : Surat Keterangan telah Mengadakan Uji Coba………… 110

Lampiran 11 : Surat Ijin Penelitian……… 111

(18)

PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin pesat membawa perubahan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan tersebut menuntut manusia untuk mampu menyesuaikan diri agar mampu bertahan hidup. Perubahan zaman juga membawa keterbukaan termasuk dalam bidang komunikasi. Salah satu bentuk keterbukaan dalam komunikasi adalah mengemukakan pendapat, ide atau perasaan dengan jujur.

(19)

Sinurat (1999 : 91) mengatakan bahwa komunikasi yang tepat terjadi ketika penerima pesan dapat menangkap atau menginterpretasikan pesan yang diterimanya seperti yang dimaksudkan oleh pemberi pesan. Dalam menyampaikan pesan, pemberi pesan harus mampu mengkomunikasikan pesannya dengan baik agar dapat ditangkap atau diinterpretasikan dengan tepat oleh penerima pesan. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan pesan dengan tepat adalah dengan menerapkan perilaku asertif. Perilaku yang asertif merupakan pengungkapan perasaan dan pikiran secara jujur, deskriptif, dan objektif.

Perilaku asertif merupakan pengungkapan diri yang juga menunjukkan penghargaan terhadap orang lain. Perilaku asertif memungkinkan pencapaian tujuan pribadi dan menghindari perasaan cemas yang berlebihan. Namun, keinginan untuk mencapai tujuan pribadi seringkali muncul dalam perilaku agresif. Perilaku agresif umumnya mengakibatkan penerima pesan merasa tersinggung dan bersikap membela diri.

(20)

menghina, atau merendahkan orang lain dapat menyebabkan konflik dengan orang lain. Namun, bukan hanya pengungkapan pikiran dan perasaan secara verbal saja yang memungkinkan timbulnya konflik. Konflik juga dapat timbul oleh karena pengungkapan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa tubuh atau bahasa non verbal.

Pengungkapan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa tubuh secara tidak efektif dapat menimbulkan konflik. Misalnya adanya kecenderungan untuk menunjukkan kemarahan dengan menjauhi orang lain tanpa membiarkan orang lain tahu penyebab kemarahan tersebut. Kecenderungan mengatakan hal yang berbeda dengan perilaku yang ditunjukkan juga dapat menimbulkan penafsiran dan atau penilaian yang salah oleh orang lain. Misalnya mengatakan “saya tidak apa-apa” padahal jelas kelihatan mengekspresikan kesedihan dapat menimbulkan ketidakpercayaan.

(21)

Konflik yang terjadi akibat perilaku yang tidak asertif ini dapat terjadi dalam lingkungan pergaulan siswa SMA. Konflik tersebut dapat diakibatkan oleh karena berbagai hal yang dialami siswa yang pada umumnya sedang berada dalam masa remaja. Pada masa remaja, siswa mengalami perubahan-perubahan pesat yang menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman, yang dalam banyak kasus mengakibatkan perilaku yang kurang baik. Seberapa serius perubahan masa remaja mempengaruhi perilaku, sebagian besar bergantung pada kemauan dan kemampuan anak untuk mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya kepada orang lain. Dengan mengungkapkan keprihatinan dan kecemasannya terhadap orang lain, anak memperoleh pandangan yang lebih baru dan lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Dunbar (Hurlock, 1980: 192) “….reaksi efektif terhadap perubahan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk berkomunikasi….” Oleh karena itulah mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara asertif sangat penting dilakukan anak pada masa SMA.

(22)

Anak-anak pada usia remaja cenderung membentuk kelompok yang memiliki kesamaan antar anggotanya. Kesamaan yang dimiliki dapat terjadi karena mereka memang memiliki karakter atau kesukaan yang sama, namun dapat juga terjadi karena ada peraturan tertentu yang membuat mereka terlihat sama atau memiliki kesamaan. Menghadapi keadaan ini, anak akan mengesampingkan keperluan individunya untuk menyamakan dirinya dengan standar kelompok. Dalam proses untuk menyesuaikan diri dengan standar kelompok, anak dapat mengalami perasaan tertekan namun cenderung mengabaikannya karena anak lebih mementingkan anggapan teman-temannya daripada apa yang sedang dirasakan atau dipikirkannya.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama bersekolah di SMA Santu

(23)

pikiran dengan jujur ini juga dapat disebabkan oleh perasaan tidak enak mengatakan kejujuran namun menyakitkan bagi teman.

Di sisi lain, kelompok tertentu siswa di sekolah ini memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan jujur. Akan tetapi, kejujuran mengekspresikan pikiran dan perasaan itu seringkali tidak dilakukan dengan cara yang baik dan efektif. Kelompok siswa tertentu lebih sering mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan menggunakan kata-kata yang menyakitkan dan memalukan bagi teman sebayanya. Kebiasaan ini dapat menjadi hal yang memperkecil kemungkinan memiliki teman.

Konflik-konflik yang terjadi ini membuat anak terbagi menjadi kelompok-kelompok pergaulan yang saling bertentangan dan seringkali bertengkar. Padahal kondisi ideal yang diharapkan adalah pergaulan yang merata dan menyeluruh di antara teman sebaya. Pola pergaulan yang tidak sesuai dengan kondisi ideal ini sangat mempengaruhi perkembangan anak dan mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain yang akan dihadapinya kelak. Anak cenderung membawa kebiasaan menyembunyikan perasaan dan pikiran atau mengungkapkannya dengan cara yang tidak ideal.

(24)

Saverius Ruteng. Peneliti ingin mengetahui seberapa asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng. Kalau kurang asertif, berarti siswa masih cenderung mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tidak asertif atau secara agresif. Jika masih ada kecenderungan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tidak asertif atau secara agresif, maka perlu dilakukan langkah untuk memperbaiki situasi ini demi perkembangan siswa di SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

Adapun langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki situasi ini antara lain memberikan pelatihan untuk mengembangkan perilaku asertif.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan berikut :

1. Bagaimanakah perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu

Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012?

2. Topik-topik pelatihan mana yang sesuai untuk meningkatkan perilaku

asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus

(25)

2. Dapat menyusun topik-topik pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada kepala sekolah mengenai perilaku asertif siswa di sekolah.

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru Bimbingan dan Konseling dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengembangkan program pengembangan perilaku asertif siswa.

3. Bagi Siswa

Jika hasil penelitian ini ditindaklanjuti dengan mengadakan pelatihan pengembangan perilaku asertif, maka siswa akan terbantu dalam mengembangkan perilaku asertifnya.

4. Bagi Peneliti

Peneliti memperolah wawasan yang luas mengenai perilaku asertif karena membaca buku-buku mengenai perilaku asertif.

5. Bagi Peneliti Lain

(26)

E. Definisi Operasional

1. Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan

mengekspresikan perasaan yang dialami secara jujur sehingga mencerminkan adanya kemampuan untuk menunjukkan kesetaraan dalam hubungan manusia, bertindak menurut kepentingan sendiri, mempertahankan hak-hak pribadi sekaligus menghormati hak-hak orang lain, seperti yang dimaksudkan dalam kuesioner yang digunakan.

2. Siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun

ajaran 2011/2012 merupakan siswa yang terdaftar di kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012, yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas X1 IPS 1, kelas X1 IPS 2, dan kelas X1 IPS 3.

3. Topik-topik bimbingan pengembangan perilaku asertif adalah bahan

(27)

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menyajikan hasil kajian pustaka mengenai pengertian perilaku asertif, karakteristik orang yang asertif, aspek-aspek perilaku asertif, tujuan perilaku asertif, manfaat perilaku asertif, pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan perilaku asertif anak, faktor-faktor yang menghambat perilaku asertif, pentingnya perilaku asertif siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius tahun ajaran 2011/2012, tinjauan penelitian-penelitian lain yang relevan, pengertian pelatihan pengembangan perilaku asertif, tujuan pelatihan pengembangan perilaku asertif, manfaat pelatihan pengembangan perilaku asertif, prosedur pelatihan pengembangan perilaku asertif, dan pelatihan pengembangan

perilaku asertif dengan menggunakan pesan-Aku (I Messages/I Statements).

A. Perilaku Asertif

1. Pengertian perilaku asertif

(28)

Pesan yang disampaikan harus jelas dan benar-benar mencerminkan keadaan yang sedang dialami oleh pemberi pesan.

Dalam komunikasi, manusia pada dasarnya bereaksi terhadap perlakuan atau perkataan orang lain terhadapnya. Komunikasi yang efektif idealnya terjadi apabila pemberi pesan mampu menyampaikan pesan secara asertif. Akan tetapi, tidak ada manusia yang dapat sepenuhnya bereaksi secara asertif apalagi jika menyangkut hal-hal tertentu seperti kebiasaan atau budaya.

(29)

yang licik. Ciri lain dari perilaku agresif adalah perilaku yang penuh senyum, ramah, dan dapat ditolerir namun membahayakan karena dapat menusuk dari belakang (Alberti dan Emmons, 2002: 44-46).

Perilaku non-asertif berarti tidak menyatakan perasaan, pikiran, kebutuhan, keinginan, dan pendapat kepada orang lain untuk menghindari konflik (Adams dan Lenz, 1995: 25). Rasa takut adalah faktor terbesar yang mempengaruhi perilaku non-asertif. Orang yang berperilaku non-asertif seringkali merasa frustrasi, marah, dan benci terhadap diri sendiri karena diremehkan oleh orang lain. Alberti dan Emmons (2002: 44) menyatakan bahwa perilaku non-asertif berarti bahwa pengirim pesan menyangkali ekspresi dirinya dan tidak menunjukkan perasaannya. Orang yang berperilaku non-asertif sering merasa cemas dan merasa disakiti karena membiarkan orang lain memilih bagi mereka sehingga tujuannya seringkali tidak tercapai. Cawood (1995: 31) menyatakan bahwa perilaku non-asertif adalah perilaku menerima begitu saja apa yang dikatakan orang lain dan membiarkan orang lain mengambil alih haknya. Perilaku non-asertif menyebabkan orang terbebani oleh tuntutan-tuntutan orang lain atau terbebani oleh harapan-harapannya yang tidak terpenuhi.

Kata asertif berasal dari kata bahasa Inggris yaitu to assert yang

(30)

dan jujur dengan cara yang tepat. Menurut Alberti dan Emmons (2002: 6) perilaku asertif mencerminkan kemampuan untuk mengembangkan kesetaraan dalam hubungan manusia yang memungkinkan untuk bertindak menurut kepentingan sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk mempertahankan hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak-hak orang lain. Dengan mengembangkan kesanggupan untuk membela diri sendiri dan melakukan hal-hal yang berdasarkan inisiatif pribadi, manusia mampu mengurangi tekanan sekaligus meningkatkan harga diri sebagai manusia. Alberti dan Emmons (2002: 17) mengemukan bahwa latihan untuk dapat berperilaku asertif, dapat memupuk komunikasi yang lebih baik, bukan untuk membantu seseorang agar lebih unggul dan memaksakan caranya. Komunikasi yang terbuka dan jujur yang sifatnya timbal balik, kooperatif, dan menegaskan adalah proses yang dapat mencapai hasil kesetaraan yang diinginkan. Setiap manusia memiliki hak untuk menjadi diri sendiri dan mengekspresikan diri sendiri, serta merasa nyaman (bukan tidak berdaya atau merasa bersalah) ketika melakukannya, selama tidak melukai perasaan orang lain dalam prosesnya.

(31)

beralasan. Langsung berarti perilaku yang fokus dan wajar, tidak mengulang-ulang pesan. Jujur artinya perilaku yang selaras dengan tindakan. Semua syarat yang terkandung dalam pembicaraan atau tindakan cocok. Kata-kata, gerak-gerik, perasaan, semuanya mengatakan hal yang sama. Pada tempatnya artinya dalam berperilaku hendaknya memperhitungkan hak-hak dan perasaan-perasaan diri sendiri dan orang lain. Waktu dan tempat saat mengatakan sesuatu harus tepat. Perilaku asertif juga mencakup kemampuan untuk menerima apa yang dikatakan atau dirasakan oleh lawan bicara tanpa bereaksi dengan cara-cara yang mengingkari hak-hak orang lain dalam mengemukakan pikiran atau perasaan.

(32)

mencari penyelesaian yang memuaskan bagi kedua belah pihak apabila sedang berkonflik dengan orang lain. Orang yang asertif juga bersedia bekerjasama dan membantu orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Karakteristik orang yang asertif

(33)

keberanian untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan hak-hak pribadinya, serta mampu menolak permintaan yang tidak dapat dipenuhinya.

3. Aspek-aspek perilaku asertif

Menurut Alberti dan Emmons (2002: 42), aspek-aspek perilaku asertif adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan untuk menunjukkan kesetaraan dalam

hubungan manusia

Orang yang asertif mampu menempatkan dirinya dan diri orang lain secara setara atau sejajar. Kesetaraan hubungan yang dimaksud memungkinkan setiap orang memiliki hak yang sama karena pada dasarnya martabat manusia adalah setara. Orang yang asertif menyadari bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula orang lain. Dengan demikian, orang yang asertif mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, mampu memberikan kekuatan kepada orang lain yang memiliki kekurangan, dan menghormati orang lain yang memiliki kelebihan.

b. Bertindak menurut kepentingan sendiri

(34)

waktu itulah maka setiap manusia berhak menentukan apa yang baik bagi dirinya sendiri. Orang yang asertif mampu bertindak secara otonom apabila merasa sesuatu hal tidak sesuai dengan kepentingannya. Orang yang asertif berinisiatif memulai pembicaraan dengan orang lain misalnya dengan keluarga, dengan teman-teman, dan dengan guru. Orang yang asertif mampu membuat dan mengambil keputusan sendiri, menentukan sikap mana yang akan diambil, dan menentukan tujuan yang ingin dicapainya. Orang yang asertif mampu secara terbuka meminta bantuan dari orang lain jika dia membutuhkan. Orang yang asertif tidak menarik diri dari pergaulan namun tetap bertindak menurut kepentingannya sendiri.

c. Mengemukakan pikiran dengan jujur

Orang yang asertif berani mengemukakan pendapatnya sendiri dan bersedia mengemukakan alasan-alasan yang mendukung pendapanya. Orang yang asertif mampu mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pandangan orang lain serta mengemukakan alasan yang menyertai ketidaksetujuannya tersebut.

d. Mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman

(35)

memperlihatkan kasih sayang atau persahabatan, mengakui rasa takut atau cemas, mengekspresikan dukungan, dan bersikap spontan tanpa rasa cemas yang menyakitkan.

e. Mempertahankan hak-hak pribadi

Orang yang asertif mampu mempertahankan hak-hak pribadi yang berkaitan dengan nilai-nilai yang dianutnya, bebas mengekspresikan tanggapan mengenai pelanggaran hak dari seseorang atau orang lain. Orang yang asertif mampu menanggapi pelanggaran haknya oleh orang lain dan mampu memperjuangkan hak untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya.

f. Menghormati hak orang lain

Orang yang asertif mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain, tidak mengkritik secara tidak adil, tidak menyakiti orang lain, tidak berbohong, tidak mengintimidasi orang lain, dan menghormati hak orang lain untuk memilih. Orang yang asertif tidak berusaha mengendalikan orang lain. Orang yang asertif memenuhi kebutuhannya tanpa merugikan orang lain.

4. Tujuan perilaku asertif

Menurut Cawood (1997: 21-23) tujuan perilaku asertif adalah

a. Menjaga komunikasi agar tetap lancar

(36)

serta perasaan-perasaan yang jujur mengalir secara bolak-balik. Komunikasi yang baik akan membantu memecahkan masalah-masalah nyata dan membuat keputusan-keputusan yang mempunyai kemungkinan lebih baik untuk dijalankan.

b. Menjaga sikap saling menghormati

Sikap hormat adalah kunci bagi kualitas masukan dari orang lain dan diri sendiri. Tidak menghormati diri sendiri, hak-hak, kebutuhan-kebutuhan, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan diri sendiri maupun orang lain akan merongrong harga diri.

5. Manfaat perilaku asertif

Ada berbagai manfaat perilaku asertif menurut Adams dan Lenz (1995: 29-33), yaitu:

a. Memahami diri sendiri

(37)

mampu mengenali dirinya dengan cara bertindak lebih konkret sesuai apa yang dirasakan dan mampu mengungkapkan kebutuhannya pada orang lain, sehingga terbuka banyak kesempatan untuk mengembangkan diri.

b. Hidup dalam kekinian

Kegagalan untuk berkomunikasi secara spontan menyebabkan orang hidup dalam masa lalu atau di masa yang akan datang. Hal ini menyebabkan orang senantiasa berjuang untuk mendapatkan cara untuk mengatasi pikiran, perasaan, dan kebutuhannya di masa lalu atau di masa yang akan datang. Mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kebutuhan membantu orang untuk mampu memenuhi kebutuhannya pada saat ini sehingga tidak akan diganggu penyesalan mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu pada saat dia menjalani kehidupannya kelak. Pengungkapan pikiran, perasaan dan kebutuhan secara deskriptif dapat membantu orang untuk mengurangi kecemasan mengenai hal-hal yang akan terjadi di masa depan.

c. Kebutuhan pokok dapat terpenuhi

(38)

d. Menjadi pribadi yang lebih menarik

Orang yang tidak berani mengungkapkan kebutuhan, sikap, perasaan, dan opininya adalah orang yang menolak individualitas. Pertemuan-pertemuan dan hubungan-hubungan orang tersebut dengan orang lain akan menjadi dangkal dan membosankan. Semakin orang bersembunyi dalam kepura-puraan, semakin banyak hal yang ingin dia sembunyikan, termasuk pribadinya yang otentik. Perilaku asertif membantu orang untuk lebih percaya diri dalam menunjukkan kemampuannya. Orang akan berani menampilkan diri apa adanya tidak perlu berpura-pura agar terlihat menarik.

e. Harga diri bertambah

Keberanian untuk bersikap jujur dan terbuka terhadap orang lain, khususnya tentang ide-ide dan pokok-pokok persoalan yang penting dapat membuat seseorang merasa percaya diri. Semakin berhasil menyatakan keujuran kepada orang lain, harga diri dan kepercayaan diri akan terus bertambah.

f. Mendorong orang lain untuk berperilaku asertif

(39)

g. Mencegah terjadinya keretakan hubungan

Ketidakmampuan orang untuk bersikap jujur dapat mengakibatkan orang menyimpan banyak kebohongan. Menjalani kehidupan dalam kebohongan beresiko menyebabkan keretakan hubungan pertemanan, perkawinan atau hubungan keluarga apabila kebohongan tersebut terbongkar. Perilaku asertif membantu orang untuk terbuka pada perasaan dan keinginan dan mampu mengungkapkannya pada orang lain sehingga dapat mencegah keretakan hubungan yang telah dibangun dengan orang lain.

Menurut Alberti dan Emmons (2002: 8) manfaat perilaku asertif adalah sebagai berikut:

a. Mampu mengembangkan kemampuan untuk membela diri dan

melakukan hal-hal berdasarkan inisiatif sendiri.

b. Mampu mengurangi stres dan meningkatkan harga diri sebagai

manusia

c. Menjadi lebih sehat, lebih berperan dalam hubungan dengan

lingkungan

d. Lebih percaya diri

(40)

Menurut Cawood (1997: 26) manfaat perilaku asertif adalah:

a. Memusatkan diri pada masalah masa kini, proses masa kini, dan

tidak terkekang oleh berbagai kekhawatiran masa lampau atau tidak terintimidasi oleh keprihatinan masa mendatang.

b. Kepercayaan diri yang mengikat membuat perasaan tak aman

menjadi berkurang, hidup menjadi lebih kreatif dan terbuka terhadap usaha mengambil resiko.

c. Keterampilan asertif mampu membangun kepercayaan dalam

hubungan pergaulan dengan lingkungan dan membangun pengalaman bekerja sama. Dengan begitu, tercipta kemampuan untuk mengatasi barbagai kesulitan dalam hubungan dengan orang lain.

6. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan perilaku

asertif anak

Steinberg, 1993; Hurlock, 1991; Gordon, 1996 (Alibata, 2000 : 32) menyatakan bahwa sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa anak

yang dibesarkan dalam keluarga yang authoritative mempunyai

(41)

authoritative dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, kebutuhan, atau keinginan mereka tanpa merasa takut, cemas, atau was-was. Mereka adalah orang-orang yang menghormati orang tua, berhubungan dengan orang-orang secara dekat dan hangat, dan memiliki pengendalian diri yang tinggi serta disiplin yang tinggi.

Kemampuan untuk menyatakan pikiran, perasaan, keinginan, dan kebutuhannya tanpa merasa takut, merupakan kualitas yang dimiliki oleh orang yang asertif. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pola asuh orang tua yang authoritative memiliki pengaruh

terhadap perkembangan perilaku asertif dalam diri anak.

7. Faktor-faktor yang menghambat perilaku asertif

Menurut Alberti dan Emmons (2002: 7) faktor-faktor yang menghambat perilaku asertif adalah:

a. Banyak orang yang tidak percaya bahwa mereka memiliki hak

untuk bersikap asertif.

b. Banyak orang yang sangat cemas atau takut untuk bersikap asertif .

c. Banyak orang yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri

secara efektif.

Adapun pola pikir yang menghambat perilaku asertif menurut Beck (Alberti dan Emmons, 2002 : 96-98) adalah:

a. Kecenderungan untuk berpikir kurang baik terhadap diri sendiri.

(42)

c. Sudut pandang egosentris tentang peristiwa-peristiwa dalam kehidupan

d. Keyakinan bahwa hidup ini kalau tidak begini, ya begitu.

e. Pandangan terhadap diri sendiri yang tidak berdaya atau rapuh.

8. Pentingnya perilaku asertif bagi siswa kelas XI IPS SMA Santu

Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012

Menurut Hurlock (1980: 207), masa remaja merupakan masa peralihan dan perubahan. Masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja meninggalkan bekas pada diri anak. Pada masa ini, perubahan fisik yang terjadi selama masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan individu mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. Dengan adanya penentuan pola sikap dan perilaku baru, maka individu dalam masa ini cenderung memiliki masalah yang berkaitan dengan perilaku termasuk dalam pola komunikasi yang dibangun.

(43)

diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah baru, (3) perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menyebabkan adanya perubahan nilai, (4) sebagian besar remaja menginginkan kebebasan tetapi mereka takut akan tanggung jawab.

Menurut Hurlock (1987: 208), sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri akan standar kelompok adalah jauh lebih penting daripada individualitas. Dalam hal berpakaian, berbicara, dan perilaku yang lain, remaja cenderung ingin seperti perilaku teman gengnya. Pada tahap ini, anak bisa merasa tertekan dengan semua keseragaman. Standar kelompok yang menuntut keseragaman yang menyebabkan perasaan tertekan pada anak ini bisa menghambat kebebasan anak untuk mengungkapkan dan atau mengekspresikan diri secara otonom. Pola komunikasi yang dibangun pun akan cenderung sesuai dengan standar kelompok sehingga sulit bagi anak untuk mengemukakan pendapatnya secara asertif. Pada titik ini, anak sebaiknya diarahkan untuk melihat bagaimana pentingnya menjadi pribadi yang otonom demi kepentingannya sendiri.

(44)

sedang dirasakan, dialami atau diinginkannya. Pola komunikasi yang baik, cenderung membentuk pola hubungan yang baik dalam lingkungan pergaulan. Oleh karena itu, penting bagi siswa kelas XI SMA Santu Fransiskus Xaverius Ruteng untuk memahami apa itu perilaku asertif dan perlu belajar berperilaku asertif dalam kehidupan di sekolah.

9. Tinjauan penelitian-penelitian lain yang relevan

Marida (2006) mengadakan penelitian tentang persepsi siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun 2006/2007 mengenai

kemampuan berkomunikasi asertif. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif dengan subjek penelitian berjumlah 114 orang. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket yang dibuat peneliti sendiri yang berjumlah 42 butir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut persepsi siswa siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun 2006/2007 perilaku asertifnya cukup tinggi.

(45)

pengumpul data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterampilan perilaku asertif siswa-siswi SMK Panti Asuhan Santo Thomas Ngawen Kidul masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Widodo (2008) mengadakan penelitian tentang perilaku asertif para siswa putra dan putri kelas XI Santo Mikhael Sleman tahun ajaran 2007/2008. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode survai. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 62 siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa putri memiliki tingkat perilaku asertif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa putra.

Ngindang (2002) mengadakan penelitian mengenai tingkat asertivitas anak jelas I SMP – SMU/K dari Panti Asuhan Santa Maria Boro Kalibawang Yogyakarta tahun ajaran 2001/2002. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan metode survei dengan jumlah subjek 43 orang. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal kemampuan berperilaku asertif, tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak panti asuhan Santa Maria Boro Kalibawang Yogyakarta tahun ajaran 2001/2002 yang bersuku Jawa dengan yang bersuku non-Jawa. Kemampuan perilaku asertif anak panti asuhan ini perlu ditingkatkan dan tidak perlu ada pemisahan antara yang bersuku Jawa dan non-Jawa.

(46)

siswa. Penelitian-penelitian tersebut merupakan referensi yang baik untuk mempelajari perilaku asertif siswa.

B. Pelatihan Pengembangan Perilaku Asertif

1. Defenisi pelatihan pengembangan perilaku asertif

Menurut Lutfifauzan (lutfifauzan.wordpress.com), pelatihan asertif

merupakan latihan keterampilan sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Corey (lutfifauzan.wordpress.com) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang lain.

2. Tujuan pelatihan pengembangan perilaku asertif

Menurut Lutfifauzan (lutfifauzan.wordpress.com), tujuan pelatihan pengembangan perilaku asertif adalah :

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu

(47)

b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak .

c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara

sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain.

d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan

mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi social.

e. Menghindari kesalah pahaman dari pihak lawan komunikasi.

3. Manfaat pelatihan pengembangan perilaku asertif

Menurut Lutfifauzan (lutfifauzan.wordpress.com), tujuan pelatihan pengembangan perilaku asertif adalah :

a. Melatih individu untuk dapat menyatakan kemarahan dan

kejengkelan

b. Melatih individu untuk mampu berkata tidak dan tidak

membiarkan orang lain memanfaatkannya

c. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki hak

untuk menyatakan pikiran, kepercayaan, dan perasaan-perasaannya

d. Melatih individu untuk mampu mengungkapkan rasa kasih dan

respon-repon positif yang lain

(48)

f. Membantu individu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain

g. Meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan

h. Dapat berhubungan dengan orang lain tanpa konflik, kekhawatiran

dan penolakan yang berlebihan.

4. Prosedur pelatihan pengembangan perilaku asertif

Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan modifikasi perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian,

sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling

Methode (lutfifauzan.wordpress.com) :

a. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif

Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang. Hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.

b. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan

harapan-harapannya

(49)

c. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.

Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya

d. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan

yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.

e. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan

kesalahpahaman yang ada di pikiran konseli.

Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah yang bersangkutan.

f. Menentukan respon-respon asertif atau sikap yang diperlukan

untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).

(50)

Konselor memandu konseli untuk mempraktekkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.

h. Melanjutkan latihan perilaku asertif

i. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk

melancarkan perilaku asertif yang dimaksud.

Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.

j. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.

k. Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus

(51)

a. Pemantauan diri

Untuk meningkatkan perilaku asertif, seseorang harus mampu menunjukkan dengan tepat situasi seperti apa yang membuatnya tidak mampu berperilaku asertif. Dapat juga dimulai dengan menunjukkan dengan tepat orang-orang seperti apa saja yang membuatnya tidak mampu berperilaku asertif. Mencatat semua peristiwa, situasi atau orang-orang yang membuatnya tidak mampu berperilaku asertif merupakan langkah awal untuk memulai pemantauan diri.

b. Peneladanan

Mengamati orang yang mampu berperilaku asertif terutama dalam situasi dimana orang yang mengamati tidak mampu berperilaku asertif adalah cara yang baik untuk belajar karena peneladanan akan menunjukkan keterampilan yang baik. Hal ini disebabkan karena melalui pembelajaran dari orang lain, seseorang tidak belajar bagaimana mendebat dengan cara yang terlatih dan terpelajar melainkan menemukan spontanitas yang alami dari orang yang diamati tersebut.

c. Mengembangkan

(52)

membantu seseorang untuk membayangkan akibat-akibat yang akan diterimanya jika lingkungan belum siap untuk menerima perilaku asertif.

d. Desensitisasi (pemekaan kembali) sistematis

Membuat adegan dalam bayangan secara berurutan mulai dari perilaku asertif paling buruk sampai ke perilaku asertif paling baik dapat membantu seseorang untuk melakukan pemekan kembali secara sistematis dan teratur. Bayangkan adegan-adegan tersebut secara perlahan dan bertahap.

e. Bermain peran

Tugas berikutnya adalah mempraktekkan perilaku asertif melalui permainan peran. Pada tahap ini, meminta bantuan dari orang atau kenalan yang dianggap mampu berperilaku asertif sebagai mitra. Dalam memainkan peran, praktekkan perilaku asertif bukan hanya dengan kata-kata melainkan juga menggunakan gerakan tubuh atau tatapan mata. Kemudian mintalah mitra tersebut untuk memberikan kritik dan saran terhadap praktek yang telah dilakukan.

f. Suatu kenyataan

(53)

berikan pujian terhadap diri sendiri. Mencatat apa yang terjadi, apa yang dirasakan, dan bagaimana hasilnya akan membantu seseorang untuk memperoleh penguatan.

g. Teruslah tingkatkan

Setelah melatih diri untuk mempraktekkan perilaku asertif sesuai dengan bayangan sendiri, dapat dilanjutkan dengan mempraktekkan perilaku asertif yang lebih sulit. Tetapi selalu ingat untuk merencanakan langkah-langkah perilaku asertif secara bertahap untuk memudahkan pemantauan diri.

5. Pelatihan pengembangan perilaku asertif dengan menggunakan

Pesan Aku (I Messages/ I Statements)

Cara yang dapat digunakan dalam menyatakan perasaan dan atau pikiran secara jujur adalah dengan menggunakan Pesan Aku. Pesan Aku merupakan pernyataan yang mengungkapkan diri (pikiran, pendapat, keyakinan, kebutuhan, keinginan, perasaan) kepada mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur, dan apa adanya (Sinurat 1999: 24). Pesan aku dapat membantu individu menyampaikan maksudnya tanpa menyakiti hati orang lain/ lawan bicara.

Sinurat (1999: 124-126) menyatakan bahwa ada empat macam Pesan-Aku yaitu :

a. Pesan-Aku yang deklaratif adalah pengungkapan diri kepada mitra

(54)

penerima pesan lebih memahami pengirim pesan seperti mengetahui apa yang dialami, mengetahui bagaimana rasanya menjadi orang seperti pengirim pesan, dan lalu bisa lebih jujur berhubungan dengan pengirim pesan. Pesan-Aku juga mengundang dan mendorong penerima pesan untuk membagi pengalaman sehingga dapat terbina hubungan yang lebih bermakna.

b. Pesan-Aku yang responsif adalah kecakapan berkomunikasi untuk

menanggapi permohonan dari orang lain yang tidak dapat dipenuhi atau permintaan yang tidak dapat diterima; suatu pernyataan yang dengan jelas mengkomunikasikan “tidak” atau “ya”. Ada dua bagian dari Pesan-Aku yang responsif yang mengkomunikasikan “tidak” :

1) Pengungkapan apa adanya mengenai diri sendiri (Menegaskan

apa yang dimaui/diinginkan/diputuskan/dibutuhkan)

Bagian ini dengan jelas menyatakan keputusan untuk menolak permintaan (dengan cermat mengkomunikasikan keputusan atau pilihan secara sadar).

2) Pengaruh permintaan yang tidak dapat diterima (Menjelaskan

alasan)

(55)

bahwa pengirim pesan kasar atau agresif, dan memahami bahwa pengirim dengan sadar memilih kebutuhan yang sah.

c. Pesan-Aku yang preventif adalah pengungkapan diri yang

menyebabkan orang lain tahu lebih awal mengenai apa yang diinginkan atau dibutuhkan, sehingga dapat dicegah timbulnya konflik dan salah paham. Ada dua bagian pesan-aku yang preventif yaitu:

1) Pengungkapan diri tentang kebutuhan.

Contoh : “Saya butuh istirahat sebentar”

2) Alasan-alasan untuk kebutuhan (konsekuensi yang diharapkan)

Contoh : “ Saya telah memutuskan untuk bekerja kembali karena pengeluaran kita bertambah. Lagi pula, saya butuh melakukan pekerjaan produktif yang memberi saya kesempatan untuk memanfaatkan kuliah saya. Saya akan membutuhkan bantuan dalam tugas-tugas rumah tangga”.

d. Pesan-Aku yang konfrontatif adalah pengungkapan diri yang

mendeskripsikan perasaan negatif yang dialami sesudah menghadapi tingkah laku orang lain, dan akibat dari tingkah laku orang lain itu terhadap diri kita. Ada tiga bagian atau unsur dari Pesan-Aku yang konfrontatif yaitu :

1) Tingkah laku (kejadian) : deskripsi tingkah laku yang tidak

dapat diterima.

(56)

3) Akibat : akibat/konsekuensi yang nyata dari tingkah laku yang bersangkutan.

Akibat atau pengaruhnya bisa :

1) Membutuhkan waktu, energi atau uang yang sebenarnya lebih

baik digunakan untuk keperluan lain.

2) Menghambat seseorang melakukan sesuatu yang dibutuhkan

atau diinginkan.

3) Membuat fisik sakit, dipaksa mengerjakan sesuatu yang lebih

(57)

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan penjelasan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, rencana pengujian instrumen, dan rencana analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 1982: 415). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012 dalam berperilaku asertif.

B. Subjek Penelitian

(58)

Tabel 1

Rincian Jumlah Siswa Kelas XI IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng

tahun ajaran 2011/2012

No. Kelas Jumlah siswa Total Laki-laki Perempuan

1. XI IPS 1 12 30 42 2. XI IPS 2 18 24 42 3. XI IPS 3 15 27 42

Total 45 81 126

C. Instrumen Penelitian

(59)

Tabel 2

Kisi-kisi Kuesioner Perilaku Asertif

No Aspek-aspek

a) Mengakui bahwa diri sendiri dan orang lain adalah setara

b) Mengakui kelebihan orang lain secara wajar

c) Mengakui kekurangan orang lain secara wajar

d) Mengakui kelebihan diri sendiri

e) Mengakui kekurangan diri sendiri

2 Bertindak menurut kepentingan

sendiri

a) Mengambil keputusan sendiri

b) Berinisiatif mengawali pembicaraan dengan teman c) Berinisiatif mengawali

pembicaraan dengan guru d) Berinisiatif mengawali

pembicaraan dengan anggota keluarga

e) Berpartisipasi dalam pergaulan sehari-hari di sekolah

f) Berpartisipasi dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal/masyarakat

g) Menetapkan tujuan h) Berusaha mencapai tujuan i) Kesanggupan meminta

bantuan dari orang lain

8, 20, 30, 42,

a) Berani mengemukakan pendapat

b) Berani mempertahankan pendapat

a) Menyatakan perasaan positif dengan jujur

b) Menyatakan perasaan negatif

a) Berani berkata “Tidak” b) Berani menanggapi kritik

5, 17, 50, 53,

a) Menghargai hak orang lain untuk mengemukakan pendapat

(60)

Pernyataan dalam kuesioner ada yang positif (favorable), yaitu pernyataan yang mengungkapkan kemampuan berperilaku asertif dan ada

yang negatif (unfavorable), yaitu pernyataan yang tidak mengungkapkan

kemampuan berperilaku asertif. Skor untuk masing-masing alternatif jawaban adalah sebagai berikut :

1. Untuk pernyataan yang positif ; sangat sering (SS) : 4, sering (S) : 3,

jarang (J) : 2, dan sangat jarang (SJ) : 1.

2. Untuk pernyataan yang negatif ; sangat sering (SS) : 1, sering (S) : 2,

jarang (J) : 3, dan sangat jarang (SJ) : 4.

D. Uji Coba Alat

1. Validitas Instrumen

Validitas instrumen yang diuji adalah validitas isi (content

validity). Validitas isi berkenaan dengan isi dan format instrumen; diperiksa apakah item-item yang bersangkutan telah mewakili aspek-aspek yang mau diungkap (Sukmadinata, 2008: 229). Untuk mengetahui validitas isi, item-item dalam kuesioner terlebih dahulu

dikonsultasikan dengan ahli (expert judgment). Konsultasi dengan ahli

(61)

Priska Wulan Oktavianti, S.Pd. Kuesioner kemudian diujicobakan pada siswa kelas XI IPS di SMA Kristen 1 Magelang, Jawa Tengah. Setelah diujicoba, validitas isi instrumen ini dianalisa dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu dengan menggunakan

analisis korelasi product moment dari Pearson, dengan rumus sebagai

berikut:

r xy = N ∑ XY – (∑ X) (∑ Y)

√[ N ∑ X² - (∑ X)² ] [ N ∑ Y² - (∑ Y)² Keterangan :

r xy = koefisien korelasi validitas item

X = hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya

Y = kriteria yang dipakai

N = jumlah responden

Penentuan validitas dilakukan dengan memberikan skor pada setiap item dan mentabulasi data uji coba. Selanjutnya, untuk menghitung koefisien korelasi validitas item, digunakan SPSS (Statistic Programme for Social Science) agar penghitungan menjadi lebih mudah dan cepat. Penghitungan dengan menggunakan SPSS

menggunakan patokan yaitu 0,30. Jika koefisien korelasinya ≥ 0,30

(62)

Keduapuluh lima item yang tidak valid tidak akan digunakan dalam penelitian karena item-item yang valid sudah mewakili aspek dan indikator perilaku asertif. Adapun item-item yang valid dan item-item yang tidak valid tertera pada tabel 3 :

Tabel 3

Jumlah Item-item yang Valid dan yang Tidak Valid

No. Aspek-aspek Perilaku Asertif

1 Memiliki kemampuan

untuk menunjukkan kesetaraan dalam hubungan manusia

11 10 21

2 Bertindak menurut

kepentingan sendiri

25 8 33

3 Mengemukakan Pikiran dengan Jujur

4 1 5

4 Mengekspresikan Perasaan

dengan Jujur

7 2 9

5 Mempertahankan hak

pribadi

6 2 8

6 Menghormati Hak Orang Lain

8 2 10

Jumlah 61 25 86

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat konsistensi hasil pengukuran. Tingkat reliabilitas instrumen dapat diungkap dengan

metode belah dua (split half method). Metode belah dua adalah cara

(63)

bagian kedua mencakup item-item bernomor genap. Hal ini bertujuan untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara item-item bernomor gasal dan dan item-item bernomor genap. Adapun rumus untuk memperoleh koefisien korelasi antara kedua bagian alat adalah

sebagai berikut (rumus Spearman dan Brown) :

S~B = r xx´ = 2 (r 1.2) 1 + r 1.2 Keterangan :

r xx´ = koefisien reliabilitas Spearman – Brown

r 1.2 = koefisien korelasi antara kedua belahan

Untuk menentukan koefisien korelasi antara kedua belahan, maka

dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus product moment

dari Pearson terlebih dahulu.

r xy = N ∑ XY – (∑ X) (∑ Y)

√[ N ∑ X² - (∑ X)² ] [ N ∑ Y² - (∑ Y)² Keterangan :

∑X = 4.161

X² = 17.313.921

∑X² = 544.153

∑Y = 3.914

Y² = 15.319.396

(64)

∑XY = 511.312

N = 32

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

r xy = 32 X 511.312 – (4.161) (3.914)

√[(32x544.153)-(17.313.921][(32x481.636)(15.319.396)]

= 16.361.984 – 16.286.154

√[17.412.896 - 17.313.921] [15.412.352 - 15.319.396]

= 75.830

√(98975) (92956)

= 75.830

√9.200.320.100

= 75.830

95.918,29909

= 0,791

Penghitungan statistik adalah sebagai berikut : S~B = r xx´ = 2 (r 1.2)

1 + r 1.2 S~B = r xx´ = 2 (0,791)

1 + 0,791

= 1,582 1,791

(65)

Hasil ini menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan ini memiliki kualitas keterandalan. Setelah dihitung dengan menggunakan rumus Spearman-Brown, diperoleh koefisien reliabilitas 0,883. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas penelitian ini termasuk tinggi (0,71-0,90). Kesimpulan tersebut sesuai dengan Kriteria Guilford (Masidjo, 1995:72), yaitu :

Tabel 4

Indeks Korelasi Reliabilitas

Koefisien korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat tinggi

0,71-0,90 Tinggi 0,41-0,70 Cukup 0,21-0,40 Rendah

Negatif-0,20 Sangat rendah

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan

a. Mempelajari buku-buku mengenai perilaku asertif.

b. Menghubungi pihak sekolah tempat diadakan penelitian untuk

menanyakan keadaan umum siswa yang berkaitan dengan perilaku asertifnya.

c. Menyiapkan kuesioner yang digunakan untuk menggali data

penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menetapkan dan mendefenisikan variabel penelitian yaitu

(66)

2) Menjabarkan variabel penelitian yaitu perilaku asertif ke dalam aspek-aspek dan indikator-indikatornya.

3) Menyusun butir-butir pernyataan sesuai dengan indikator

perilaku asertif.

d. Mengkonsultasikan kuesioner yang telah dibuat kepada dosen

pembimbing, guru bahasa Indonesia, dan guru bimbingan dan konseling.

e. Menghubungi pihak SMA Kristen 1 Magelang untuk mengadakan

uji coba alat penelitian.

f. Melaksanakan uji coba kuesioner di SMA Kristen 1 Magelang

pada tanggal 16 Juli 2011.

g. Menghubungi pihak SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng untuk

meminta izin melaksanakan penelitian pada siswa-siswi kelas X1 IPS.

h. Peneliti dan wakil kepala SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng

menyepakati waktu untuk pengisian kuesioner. 2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data

(67)

Penyebaran kuesioner penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 126 eksemplar dan kembali sebanyak 126 eksemplar. Peneliti mendampingi siswa selama mengisi kuesioner sehingga siswa dapat bertanya mengenai butir pernyataan yang tidak dipahami langsung kepada peneliti.

Suasana kelas saat pengisian kuesioner berlangsung tenang. Hanya ada beberapa anak yang bertanya mengenai hal-hal yang tiak dipahami kepada peneliti. Siswa terlihat sangat bersemangat saat mengisi kuesioner. Hal ini terjadi karena peneliti berjanji akan mensharingkan pengalaman peneliti selama bersekolah di sekolah tersebut setelah siswa selesai mengisi kuesioner.

F. Teknik Analisis Data

(68)

Langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti untuk menganalisis data adalah sebagai berikut :

1. Memberikan skor pada masing-masing alternatif jawaban. Untuk

pernyataan positif, jawaban sangat sering diberi skor 4, jawaban sering diberi skor 3, jawaban jarang diberi skor 2, dan jawaban sangat jarang diberi skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, jawaban sangat sering diberi skor 1, jawaban sering diberi skor 2, jawaban jarang diberi skor 3, dan jawaban sangat jarang diberi skor 4.

2. Membuat tabulasi data.

3. Menjumlahkan skor total masing-masing responden.

4. Menghitung skor maksimal yang seharusnya dicapai siswa.

5. Menentukan rentang skor berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP)

tipe 1 dengan cara mengalikan skor total yang seharusnya dicapai responden dengan masing-masing persentase batas bawah pada patokan PAP tipe 1. Hasilnya digunakan sebagai batas bawah pada rentang skor.

6. Menghitung frekuensi (banyaknya responden pada setiap rentang skor)

7. Menghitung presentase pada tiap frekuensi (banyaknya subjek) dengan

cara membagi banyaknya subjek pada tiap frekuensi dengan banyaknya subjek seluruhnya (N) dikalikan 100%.

8. Menentukan kategori pada tiap tingkat sesuai dengan Penilaian Acuan

(69)

Tabel 5

Penggolongan Perilaku Asertif Berdasarkan PAP tipe 1

Kategori Patokan

Sangat Tinggi 90 ℅ - 100 ℅

Tinggi 80 ℅ - 89℅

Sedang 65℅ - 79℅

Rendah 55℅ - 64℅

(70)

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN USULAN TOPIK-TOPIK

PELATIHAN PENGEMBANGAN PERILAKU ASERTIF

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yaitu (1) Bagaimanakah perilaku asertif siswa kelas X1 IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng tahun ajaran 2011/2012? dan (2) Topik-topik bimbingan mana yang sesuai untuk meningkatkan perilaku asertif siswa kelas X1 IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng? Penyajian hasil penelitian dilanjutkan dengan pembahasan.

A. Perilaku Asertif Siswa Kelas X1 IPS SMA Santu Fransiskus Saverius

Tahun Ajaran 2011/2012.

1. Hasil penelitian

(71)

Tabel 6

Perilaku Asertif Siswa Kelas X1 IPS SMA Santu Fransiskus Saverius Ruteng Tahun Ajaran 2011/2012

Patokan Rentang Skor

Frekuensi Persentase Kategori

90℅ - 100 ℅ 219 - 244 0 0℅ Sangat Tinggi

80 ℅ - 89℅ 195 - 218 40 31,74℅ Tinggi

65℅ - 79℅ 158 - 194 81 64,28℅ Sedang

55℅ - 64℅ 134 - 157 5 3,96℅ Rendah

< 55℅ < 134 0 0℅ Sangat Rendah

Dari tabel 6 tampak bahwa :

a. Tidak ada siswa (0℅) yang perilaku asertifnya sangat tinggi.

b. Siswa yang perilaku asertifnya tinggi ada 40 siswa (31,74℅).

c. Siswa yang perilaku asertifnya cukup tinggi ada 81 siswa

(64,28℅).

d. Siswa yang perilaku asertifnya rendah ada 5 siswa (3,96℅).

e. Tidak ada siswa yang perilaku asertifnya sangat rendah (0℅).

(72)

2. Pembahasan

Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu dalam pembahasan ini, perilaku asertif yang sangat tinggi dan tinggi disatukan menjadi tinggi, dan perilaku asertif yang sedang, rendah dan sangat rendah disatukan menjadi kurang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, ada sebagian siswa (31,74℅) yang

perilaku asertifnya tinggi. Siswa yang perilaku asertifnya tinggi memiliki ciri-ciri: 1) Mampu untuk menunjukkan kesetaraan dalam hubungan manusia, 2) mampu bertindak menurut kepentingan sendiri, 3) mampu mengungkapkan pikiran secara jujur dan nyaman, 4) mampu mengekspresikan perasaan secara jujur, 5) mampu mempertahankan hak-hak pribadi, dan 6) menghormati hak-hak orang lain.

Tingginya perilaku asertif siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pola asuh orang tua, kemandirian anak, dan wawasan anak yang luas.

Pertama, pola asuh orang tua. Siswa yang perilaku asertifnya tinggi kemungkinan berasal dari keluarga yang berpola asuh demokratis/otoritatif. Anak yang diasuh secara demokratis terbiasa mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap orang tua. Perilaku ini kiranya terbawa sampai pada lingkungan sekolah atau lingkungan bermain anak sehingga memungkinkan anak berperilaku secara asertif.

(73)

Anak yang mandiri kiranya berasal dari keluarga yang menerapkan disiplin. Anak yang mandiri memiliki kemampuan bersikap otonom, menjadi dirinya sendiri, dan tidak mudah tertekan oleh semua keseragaman yang muncul dalam pergaulan lingkungan teman sebayanya. Anak yang mandiri cenderung mudah menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan, pikiran dan perasaannya; dia mampu mengekspresikan dirinya secara bebas dan nyaman.

Ketiga, wawasan anak yang luas. Anak yang mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan cara yang efektif merupakan anak yang memiliki wawasan yang luas. Anak yang memiliki wawasan yang luas cenderung memiliki keterampilan yang baik dalam mengemukakan ide, keinginan, perasaan, atau kebutuhannya kepada orang lain.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku asertif dari

sebagian besar siswa (68,24℅) adalah kurang tinggi. Ciri-ciri orang

yang perilaku asertifnya kurang tinggi adalah : 1) mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, 2) tidak mampu menetapkan tujuan, 3) tidak mampu memusatkan perhatian pada usaha untuk mencapai tujuan, 4) sulit mengungkapkan pikiran dan perasaan terhadap orang lain, dan 5) kurang mampu menerima kekurangan dalam diri.

(74)

Pertama, perasaan cemas dan takut untuk mengungkapkan pikiran atau perasaannya dengan jujur. Hurlock (1987: 208) menyatakan bahwa sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri akan standar kelompok adalah jauh lebih penting daripada individualitas. Hubungan pertemanan yang terbina cenderung membentuk kelompok-kelompok tertentu yang mengutamakan konformitas/keseragaman. Untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya yang mengutamakan konformitas anak cenderung merasa takut untuk menjadi “lain”. Kebutuhan untuk diterima oleh teman-temannnya lebih diutamakan dari pada mengungkapkan pikiran atau perasaannya dengan jujur.

Perilaku asertif mendorong individu untuk menampilkan diri secara jujur dan apa adanya. Akan tetapi, kejujuran dalam lingkungan pergaulan anak yang mengutamakan konformitas besar kemungkinan

akan menimbulkan konflik. Siswa yang ingin mengungkapkan

kejujuran mengenai pandapat, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan yang dialaminya cenderung merasa takut dijauhi. Hal ini dapat disebabkan karena pengungkapan diri menunjukkan individualitas, sementara lingkungan pergaulan menunutut keseragaman. Siswa yang bertindak membela kepentingannya terlebih dahulu dari pada

kepentingan kelompok cenderung dijauhi.Kejujuran dalam menilai dan

(75)

dengan teman yang membuat kesalahan, siswa cenderung tidak ingin menegur teman yang bersangkutan karena takut menyakiti hati temannya dan boleh jadi hubungan pertemanan yang telah dibangun berujung pada permusuhan.

Ketakutan untuk mengungkapkan kejujuran ini sangat tidak menguntungkan bagi siswa. Siswa dapat merasa tertekan karena mungkin saja banyak hal yang terjadi dalam hubungan pertemanannya tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, namun dirinya tidak mampu berbuat apa-apa.

Gambar

Tabel 1  : Rincian Jumlah Siswa kelas XI IPS SMA Santu
Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI IPS
Tabel 2
Tabel 3 Jumlah Item-item yang Valid dan yang Tidak Valid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hitunglah volume dari 3,2 gram gas O 2 pada..

a. Membuat konten yang berupa informasi diluar campaign sesuai hari b. Konten dibuat dengan mengangkat tema tentang Ramadhan, quotes of the day b. Data yang

Dengan menggunakan model pembelajaran interaktif berbasis aktivitas siswa lebih aktif karena suasana belajar mengarah kepada siswa menemukan hasil pemahaman melalui

Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan) al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar

Pemahaman pemasaran bagi pihak pemasar sangat penting dalam rangka pengenalan kebutuhan dan keinginan pelanggan, penentuan pasar sasaran mana yang dapat dilayani

AUDIT KEPATUHAN SISTEM Pusat Pengembangan Publikasi

Seperti tampak pada gambar, metode DHM digambarkan sebagai sebuah dashboard yang digunakan untuk melakukan indikator guna memonitor kinerja sistem sehingga

Pakaian Darjah perlu dipakai secara lengkap serta hanya boleh dipakai bagi mereka yang berhak memakainya iaitu individu yang telah dikurniakan Darjah Kebesaran