• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP

KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN

Oleh : MAYA MARERA JOMBANG – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Maya Marera

N I M : 141011158

Tempat, tanggal lahir : Jombang, 1 Maret 1992

Alamat : Wisma Gunung Anyar Selatan XIV/32-Surabaya Telp./HP : 085748005252

Judul Skripsi : Pemanfaatan limbah padat surimi beku ikan swanggi (priacanthus macracanthus) secara biologi terhadap kandungan nutrisi sebagai alternatif bahan pakan ikan Pembimbing : 1. Muhammad Arief, Ir., M.Kes.

2. Dr. Mirni Lamid, drh., MP.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari dana pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 18 Juli 2013 Yang membuat pernyataan,

(3)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP

KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh : MAYA MARERA

NIM. 141011158

Mengetahui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Muhammad Arief., Ir., M.Kes NIP. 19600823 198601 1 001

Pembimbing Serta

(4)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP

KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN

Oleh : MAYA MARERA

NIM. 141011158

Telah diujikan pada Tanggal : 17 Juli 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Agustono., Ir., M.Kes Anggota : Tri Nurhajati, MS., drh

Moch. Amin Alamsjah, Ir. Muhammad Arief., Ir., M.Kes Dr. Mirni Lamid, drh., MP.

Dekan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

(5)

RINGKASAN

MAYA MARERA. PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI

TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN. Dosen Pembimbing Muhammad Arief Ir, M. Kes dan Dr. Mirni Lamid, drh,MP

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya ikan adalah penyediaan pakan, namun penyediaan pakan sering menjadi kendala karena biaya yang tinggi. Alternatif pemecahan masalah tersebut adalah membuat sendiri pakan ikan dengan bahan baku yang mudah diperoleh, murah, bergizi tinggi dan bukan merupakan bahan primer yang dibutuhkan manusia yaitu dengan memanfaatkan limbah surimi beku ikan swanggi. Salah satu usaha untuk pengolahan limbah tersebut yaitu melalui proses biologi dengan cara penambahan probiotik.

Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri atas penambahan probiotik sebanyak 0% (P0), 3% (P1), 6% (P2), dan 9% (P3) dengan masing-masing ulangan empat kali. Parameter yang diamati adalah kandungan nutrisi selama tujuh hari. Data dianalisis dengan Analysis of Variance (ANAVA) dan untuk mengetahui perlakuan terbaik digunakan Uji Jarak Berganda Duncan dengan selang kepercayaan 95%.

(6)

SUMMARY

MAYA MARERA. The Utilization of Solid Biological Waste of the Swanggi Surimi (Priacanthus Macracanthus) toward the Nutrition Content as an

Alternative of Fish Feed Ingredients. Under Guidance Muhammad Arief, Ir., M.Kes and Dr. Mirni Lamid, drh., MP.

One of the factors which determine the success the cultivation of fish is feed provision, but the feed provision often becomes difficulty due to high costs.An alternative solution of the problem is making feed itself on fish with raw material that is easily obtained, cheap, nourishing high and is not a material primary it takes a human being, namely by making use of waste surimi frozen fish swanggi. One attempt to waste processing is through biological processes by way of addition probiotics.

This study used experimental methods with Random Complete Design (RAL). The treatment consisted of the addition of organic acids as 0% (P0), 3% (P1), 6% (P2), dan 9% (P3) with four repetition of each time. The parameter which was observed was the nutrition content after seven days. Analysis of Variance (ANOVA) used to analyze the data and determined the best treatment the writer used Duncan's Multiple Range Test with 95% confidence interval.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Skripsi yang berjudul PEMANFAATAN LIMBAH PADAT SURIMI BEKU IKAN SWANGGI (Priacanthus macracanthus) SECARA BIOLOGI TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PAKAN IKAN. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung hingga selesainya Penelitian Skripsi ini. Penelitian Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa Penelitan Skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan.

Surabaya, 18 Juli 2014

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penelitian Skripsi ini mendapatan banyak masukan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sri Subekti, DEA., Drh. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

2. Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si selaku Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan, dan arahan dalam pengambilan mata kuliah.

3. Muhammad Arief Ir, M. Kes. dan Dr. Mirni Lamid, drh,MP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan serta bimbingan selama proses berlangsungnya penelitian hingga selesai.

4. Agustono, Ir., M.Kes. selaku Koordinator Skripsi dan Ketua Penguji Skripsi. 5. Moch. Amin Alamsjah, Ir. Dan Tri Nurhajati, MS., drhselaku Dosen Penguji

Skripsi.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Terima kasih atas segala ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan selama ini. 7. Seluruh staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas

Airlangga atas segala bantuannya.

8. Kedua orang tua tercinta Ibu Oisatin dan Bapak Widiono, atas doa yang selalu terlantun dan nasehat bijak yang menjadi penguat dalam segala aktivitas.

(9)

10.Sahabatku Mega, Dhanik, Fifit, Rahmawati, Devy, Catur, Sari, Dila, Dita, Entri, Galih, Jefri, Mbak Nunung, Mbak Dita, Mas Jamal, dan Mas Wiku yang selalu membantu dan memberi semangat dalam proses penyelesaian Penelitian Skripsi.

11.Pradhipta Mahardhika yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12.Teman-teman PIRANHA angkatan 2010 yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

(10)
(11)

4.1 Waktu dan Tempat ... 21

5.1.6 Uji Organoleptik ...31

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis proksimat ikan swanggi berdasarkan bahan kering... 9

2. Spesifikasi persyaratan mutu tepung ikan ... 9

3. Kandungan rata-rata bahan kering (%) pada setiap perlakuan...25

4. Kandungan rata-rata protein kasar (%) pada setiap perlakuan...26

5. Kandungan rata-rata serat kasar (%) pada setiap perlakuan...28

6. Kandungan rata-rata lemak kasar (%) pada setiap perlakuan ...29

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikan swanggi... 6

2. Bagan kerangka konseptual penelitian ...20

3. Denah acak penelitian ...22

4. Diagram alir penelitian...23

4. Kandungan rata-rata bahan kering ...26

6. Kandungan rata-rata protein kasar ...27

7. Kandungan rata-rata serat kasar ...28

8. Kandungan rata-rata lemak kasar ...30

9. Kandungan rata-rata abu ...31

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis Protein Kasar ...47

2. Analisis Lemak Kasar ...49

3. Analisis Serat Kasar ...50

4. Analisis Abu ...51

5. Analisis Bahan Kering...52

6. Hasil Analisis Proksimat Limbah Ikan Swanggi...53

7. Hasil Analisis Proksimat setelah Fermentasi ...54

8. Hasil Analisis Proksimat Bahan Kering...56

9. Hasil Analisis Proksimat Protein Kasar ...58

10. Hasil Analisis Proksimat Serat Kasar...60

11. Hasil Analisis Proksimat Lemak Kasar...62

12. Hasil Analisis Proksimat Abu ...64

13. Analisis Organoleptik...66

(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya ikan adalah penyediaan pakan, namun penyediaan pakan sering menjadi kendala karena biaya yang tinggi. Pada budidaya perikanan, biaya pakan yang dihabiskan selama proses budidaya mencapai 60% dari biaya produksi dan komponen utama dalam pakan ikan ialah tepung ikan (Wibowo, 2006) dan harga tepung ikan sebagai bahan utama penyusun pakan ikan relatif mahal yaitu Rp.8.000/kg dengan kandungan protein 40%, hal ini menyebabkan harga pakan buatan komersil menjadi relatif tinggi (Handajani., dkk, 2013). Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah membuat sendiri pakan ikan dengan bahan baku yang mudah diperoleh, murah, bergizi tinggi dan bukan merupakan bahan primer yang dibutuhkan manusia (Risanti, 2008).

Surimi merupakan istilah Jepang untuk daging ikan yang telah dilumatkan dan dicuci. Produksi komersial surimi dibuat dengan memisahkan daging ikan dari tulang dan kulit yang diikuti proses pencucian (1-3 kali) menggunakan air atau larutan garam, kemudian dilakukan pemerasan dan pencampuran dengan cryoprotectan untuk mencegah denaturasi protein dan kehilangan fungsinya selama penyimpanan beku (Xiong, 2000).

(16)

propionat. Pada asam organik dapat menghasilkan silase ikan yang tidak begitu asam sehingga dapat langsung diaplikasikan pada pakan tanpa ada perlakuan selanjutnya (dinetralkan), sedangkan asam mineral bersifat korosif dan silase yang dihasilkan memiliki derajat keasaman yang sangat rendah sehingga perlu dinetralkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan (Handajani dkk., 2013).

Pengolahan limbah ikan secara biologi pada prinsipnya adalah dengan cara memanfaatkan mikroba (bakteri asam laktat) yang ada pada limbah ikan tersebut. Pada pertumbuhan bakteri asam laktat dibutuhkan sumber energi yang bisa langsung digunakan oleh bakteri tersebut. Bakteri asam laktat menciptakan suasana asam pada lingkungan substrat. Pada suasana asam, maka bakteri perombak protein (proteolitik) terhambat sehingga dapat mencegah kebusukan (Sukarsa dkk., 1985).

Bakteri proteolitik merupakan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah protein, asam amino dan peptida (Orskov, 1982) sedangkan bakteri selulolitik merupakan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa dan yang mampu bertahan pada kondisi yang buruk pada saat makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi (Yokoyama dan Johnson, 1988). Enzim selulase dapat menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, dengan demikian akan menurunkan kandungan serat kasar (Poedjiadi, 1994).

(17)

komponen seperti bahan kering, bahan anorganik (abu), protein, lemak, dan serat kasar (Harjadi, 1993).

Pada penelitian ini diharapkan dapat mengetahui manfaat dari limbah padat surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) secara biologi, sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan dari tepung ikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terjadi peningkatan pada protein kasar dan bahan kering terhadap limbah padat surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) yang diberi perlakuan secara biologi?

2. Apakah terjadi penurunan pada lemak kasar, serat kasar dan abu terhadap limbah padat surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) yang diberi perlakuan secara biologi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui peningkatan protein kasar dan bahan kering terhadap limbah padat surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) yang diberi perlakuan secara biologi.

2. Mengetahui penurunan lemak kasar, serat kasar dan abu terhadap limbah padat surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) yang diberi perlakuan secara biologi.

1.4 Manfaat

(18)
(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Swanggi

2.1.1 Klasifkasi Ikan Swanggi

Klasifikasi ikan swanggi (P. macracanthus)menurut Saanin(1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi

Famili : Priacanthidae Genus : Priacanthus

Spesies : Priacanthus macracanthus 2.1.2 Morfologi dan Penyebaran Ikan Swanggi

Secara garis besar ikan swanggi (P. macracanthus) mudah dikenali dengan ciri mata besar yang memiliki nama Internasional red bigeye atau brownspot bigeye dan merupakan salah satu spesies dari genus Priacanthus (Nelson, 1984).

(20)

Famili Priacanthidae memiliki daerah penyebaran yang luas di perairan tropis maupun subtropis dimana kadang ditemukan secara soliter ataupun dalam bentuk geromboloan yang besar (Kuiter, 1992). Habitat ikan ini adalah di daerah pantai dan terumbu karang dan berkumpul di dasar area yang terbuka dengan kedalaman antara 20-350m. Habitat famili Priacanthidae juga tersebar pada perairan dengan dasar karang berbatu (ppip.dkp, 2009). Bentuk tubuh ikan swanggi dapat dilihat pada Gambar 2.1

Sumber :Discoverlife, 2009

Gambar 2.1 Ikan swanggi (Priacanthus macracanthus). 2.2 Surimi

Surimi adalah protein myofibril yang didapat dengan pemisahan daging dari tulang secara mekanis, dicuci dengan air serta ditambahkan cryoprotectant (Park dan Lin, 2005). Surimi merupakan produk yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk. Surimi dibuat dari daging giling yang telah diekstraksi dengan air dan diberi bahan anti denaturan kemudian dibekukan. Terdapat dua macam tipe surimi yang diproduksi, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en surimi) dan surimi yang dibuat dengan menabahkan garam (ka-en surimi) (Muchtadi, 1989).

(21)

dari tulang dan kulit yang diikuti proses pencucian (1-3 kali) menggunakan air atau larutan garam, kemudian dilakukan pemerasan dan pencampuran dengan cryoprotectan untuk mencegah denaturasi protein dan kehilangan fungsinya selama penyimpanan beku (Xiong, 2000).

Pada prinsipnya ada empat tahap proses dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian daging ikan, penggilingan, pengemasan dan pembekuan. Pencucian daging dilakukan tiga sampai lima kali. Air yang digunakan mempunyai suhu rendah yaitu 5-10˚C atau air es, karena air kran biasa dapat merusak tekstur akibat denaturasi protein dan mempercepat degradasi lemak. Banyaknya air yang digunakan dan ulangan pencucian tergantung dari jenis ikan yang diolah, jenis air pencuci dan mutu surimi yang diinginkan. Biasanya air pencucian terakhir mengandung garam (NaCl) sebanyak 0,01-0,3% (Muchtadi, 1989).

Menurut Park dan Morrisey (2000) proses pembuatan surimi adalah penyiangan yang meliputi pembuangan kepala, jeroan, kotoran dan tulang kemudian pelumatan daging menggunakan meat separator, pencucian, penghilangan air, penambahan cryoprotektan serta pengemasan dan penyimpanan beku.

(22)

2.3 Limbah Surimi

Menurut Ilyas dan Suparno (1985) dalam Yonedi (2004) jenis limbah dan hasil sampingan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu hasil sampingan yang pertama pada pemanfaatan suatu spesies atau sumber daya, bentuk limbah jenis ini merupakan berbagai jenis ikan, udang, kepiting, dan biota perairan laut lainnya, maupun perairan umum dalam bentuk utuh yang merupakan hasil sampingan dari suatu tangkapan utama. Hasil sampingan limbah yang kedua adalah sisa pengolahan. Bentuk limbah ini merupakan bagian dari yang tidak dimakan yaitu berupa kepala, kulit, cangkang, ekor, tulang, dan isi perut. Hasil sampingan limbah yang ketiga yaitu surplus dari suatu panen utama atau panen raya. Limbah jenis ini merupakan jenis ikan utuh karena merupakan bagian dari kelebihan atau sisa panen. Kelompok hasil sampingan keempat adalah dari sisa distribusi. Jenis limbah ini merupakan limbah dari sisa distribusi atau pemasaran biasanya sudah mengalami kerusakan sehingga tidak bisa dimakan oleh manusia.

Limbah dari tubuh ikan terdiri dari bagian kepala berkisar 10-12%, bagian tulang berkisar 11,7%, sirip berkisar 3,4%, kulit 4,0%, duri 2,0%, dan bagian isi perut 4,8% (termasuk gelembung renang, hati dan gonad). Bagian-bagian tersebut masih mempunyai nilai yang tinggi diantaranya bagian kulit, gelembung renang, duri dan kulit yang mengandung kolagen, kalsium, dan bahan nitrogen (Nurilmala, 2004).

(23)

pencucian surimi yang masih mengandung kandungan protein, lemak dan zat padat terlarut yang tinggi (Devi dkk., 2012).

Tabel 1. Rerata Kandungan Limbah Ikan Swanggi Berdasarkan Bahan Kering

Hasil Analisis

Rata-Rata Kandungan Limbah Ikan Swanggi Berdasarkan Bahan Kering

Sumber: Hasil analisis proksimat ULPKP Universitas Airlangga Tabel 2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ikan

Tingkatan Mutu

2.4 Pengolahan Secara Biologi

(24)

berupa senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Tujuan dilakukan fermentasi yaitu untuk menghasilkan suatu produk bahan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi dan tekstur lebih baik, disamping itu menurunkan kandungan anti nutrisinya (Pujaningsih, 2005).

Pengolahan limbah ikan secara biologi pada prinsipnya adalah dengan cara memanfaatkan mikroba (bakteri asam laktat) yang ada pada limbah ikan tersebut. Pada pertumbuhan bakteri asam laktat dibutuhkan sumber energi yang bisa langsung digunakan oleh bakteri tersebut. Bakteri asam laktat menciptakan suasana asam pada lingkungan substrat, apabila suasana asam sudah tercipta, maka pertumbuhan bakteri perombak protein (proteolitik) terhambat sehingga dapat mencegah pembusukan (Sukarsa dkk., 1985).

Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, fermentasi dibagi atas dua tipe: yaitu tipe aerob dan anaerob. Fermentasi aerob merupakan fermentasi mikroorganisme dengan memanfaatkan oksigen untuk mencerna substrat dan hasil dari pencernaan tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, sedangkan fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak membutuhkan oksigen dalam proses pencernaan substrat yang dilakukan oleh mikroorganisme (Desi, 2011). Keberhasilan dari fermentasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu mikroorganisme dan substrat (Afrianti, 2004).

(25)

hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).

Menurut Kompiang dan Ilyas (1983), pembuatan silase secara baik dalam skala 10 sampai 500 kg memerlukan persyaratan yaitu, ikan atau sisa olahan sebaiknya digiling atau dicincang sekecil mungkin (1-2 cm atau lebih kecil) sebelum penambahan asam. Asam seharusnya diberikan secara merata jangan sampai ada bagian ikan yang tidak terkena asam karena dengan demikian pembusukan oleh bakteri dapat terjadi. Pada empat hari pertama dilakukan pengadukan secara merata 3-4 kali sehari, untuk hari berikutnya dilakukan pengadukan secara berkala.

Amin dan Leksono (2001) mengatakan bahwa bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa), menjadi asam laktat. Efek bakteri sidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3-4, sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat.

(26)

sebagai penyusun enzim yang mengkatalisasi proses biokimia ragi (Akhirany, 2011).

Sumarsih dan Waluyo (2002) menjelaskan bahwa tetes tebu dapat digunakan sebagai bahan adiktif dalam pembuatan silase ikan karena mempunyai kandungan gula yang tinggi sehingga meningkatkan jumlah gula yang akan diubah menjadi asam laktat. Asam laktat merupakan asam yang dapat mencegah

pertumbuhan bakteri tidak menguntungkan dengan cara menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) dan antibiotika serta menurunkan pH (Akhirany, 2011).

Keuntungan dari proses fermentasi adalah meningkatkan daya kandungan nutrien dan daya simpan pakan. Kandungan nutrien pakan dapat meningkat karena proses fermentasi akan merombak senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah diserap oleh tubuh ikan (Kusumaningsih, 2007).

Waktu fermentasi sangat dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan dari mikrobanya. Menurut Kusumaningsih (2007), fermentasi secara anaerob fakultatif selama tujuh hari dapat meningkatkan kandungan protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Pertiwi (2008) bahwa fermentasi dengan menggunakan probiotik hasil yang terbaik terdapat pada hari ketujuh.

2.4.1 Probiotik

(27)

pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inang sedangkan secara umum, probiotik merupakan suatu bahan pakan suplemen berupa jasad hidup mikroba yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi induk semangnya dengan meningkatkan keseimbangan mikroba pada usus halus.

Mekanisme kerja probiotik yaitu menentukan populasi mikroorganisme yang menekan pertumbuhan, mengurangi bahan-bahan yang tidak dapat dicerna dengan baik dan meningkatkan protein serta vitamin pada pakan yang digunakan (Kompiang, 2000).

2.5 Bahan Kering

Bahan kering terbagi atas zat organik (protein, karbohidrat dan lemak) dan zat anorganik (mineral) (Payne dan Williamson, 1993). Bahan kering merupakan salah satu bahan pakan yang diukur sehingga efisiensi penggunaan pakan dapat dilihat berdasarkan konsumsi bahan kering untuk mencapai pertambahan satu kilogram bobot badan (Siregar, 1994). Bahan kering adalah bahan yang tersisa atau tertinggal setelah kandungan uap air didalam sampel di hilangkan atau di uapkan seluruhnya dengan suhu pemanasan 105 ᵒC (Tilman et al, 1991).

(28)

2.6 Protein Kasar

Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul yang tinggi, seperti halnya karbohidrat dan lipida. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa protein adalah zat organik yang mengandung karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan fosfor. Zat tersebut merupakan zat makanan utama yang mengandung nitrogen. Fungsi protein dalam tubuh yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme kedalam zat vital dalam fungsi tubuh dan hormon.

Protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen 16% dengan kisaran 13-19%. Metode yang sering digunakan dalam analisis protein adalah metode Kjeldhal melalui proses destruksi, destilasi, titrasi, dan perhitungan. Unsur yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan pakan sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya (N x 6,25). Jika diketahui secara tepat jenis pakan yang dianalisis, maka faktor proteinnya secara umum biasanya menggunakan 6,25. Protein yang ditentukan dengan cara demikian disebut dengan protein kasar (Suprijatna dkk., 2008).

Bahan pakan mengandung zat nutrisi yang terdiri dari air dan bahan kering. Bahan kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik, sedangkan bahan organik terdiri dari protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Bahan anorganik adalah mineral-mineral yang dibutuhkan tubuh dengan jumlah cukup baik untuk pembentukan tulang maupun sebagai bagian dari enzim dan hormon (Tilman dkk., 1991).

(29)

diperlukan analisa khusus lebih lanjut. Protein kasar mengandung senyawa protein murni dan senyawa NPN. Protein mewakili nitrogen yang ditemukan terikat dalam suatu ikatan peptida untuk membentuk protein sedangkan senyawa NPN nitrogen yang berasal dari senyawa bukan protein dan tanaman termasuk asam amino, nitrogen, lipid, amina, nitrat, alkali dan vitamin (Tillman, dkk., 1991). 2.7 Lemak Kasar

Lemak merupakan senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) sebagai unsur utama. Beberapa diantaranya ada yang mengandung nitrogen (N) dan fosfor (P). Lemak berguna sebagai sumber energi dalam beraktivitas dan membantu penyerapan mineral tertentu. Lemak juga berperan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung pakan dalam air (Mahyuddin, 2008).

Lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipida yaitu merupakan lipid netral.Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid.Semua lipid ini banyak terdapat dialam.Triasligliserol atau yang disebut lemak netral merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Sifat khas lipid relatif tidak larut dalam air dan dapat larut dalam pelarut non polar seperti eter, klorofrom dan benzene (Astuti, 2001).

(30)

2.8 Serat Kasar

Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara analisis kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Piliang dan Djojosoebagio (2002) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan serat kasar ialah sisa bahan

makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Pada proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap bahan yang mengandung dinding sel. 2.9 Abu

Menurut Soebito (1988), kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik.

Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan apabila dibakar sempurna pada suhu 500-600ºC selama beberapa waktu maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap, sedangkan sisanya yang tidak menguap inilah yang disebut abu atau campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung di dalam bahannya.

(31)
(32)

III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Indonesia merupakan negara yang didukung oleh wilayah perairan yang sangat luas, meliputi 11,95 juta (Ha) sungai dan rawa, 1,87 juta (Ha) danau alam, 0,003 (Ha) danau buatan serta perairan laut yang luas, telah memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya petani ikan untuk mengembangkan usaha perikanan di Indonesia (Raflie, 2007). Pengembangan budidaya perikanan tersebut, tentunya diperlukan pakan berkualitas. Pakan ikan terdiri dari dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami biasanya digunakan dalam bentuk hidup dan agak sulit untuk mengembangkannya, sedangkan pakan buatan, dapat diartikan secara umum sebagai pakan yang berasal dari olahan beberapa bahan pakan yang memenuhi nutrisi yang diperlukan oleh ikan.

Permasalahan yang sering menjadi kendala yaitu penyediaan pakan buatan ini memerlukan biaya yang relatif tinggi, bahkan mencapai 70-80% dari komponen biaya produksi (Emma, 2006). Umumnya harga pakan ikan yang terdapat dipasaran relatif mahal. Alternatif pemecahan yang dapat diupayakan adalah dengan membuat pakan buatan sendiri melalui teknik sederhana dengan memanfaatkan sumber bahan baku yang relatif murah. Bahan baku yang digunakan harus memiliki kandungan nilai gizi yang baik yaitu mudah didapat ketika diperlukan, mudah diolah dan diproses, mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ikan, dan berharga murah.

(33)

merupakan cara alternatif optimalisasi daur ulang limbah perikanan (Muis dkk, 2008). Pengolahan limbah ikan secara biologi pada prinsipnya adalah dengan cara memanfaatkan mikroba (bakteri asam laktat) yang ada pada limbah ikan tersebut. Pada pertumbuhan bakteri asam laktat dibutuhkan sumber energi yang bisa langsung digunakan oleh bakteri tersebut. Bakteri asam laktat menciptakan suasana asam pada lingkungan substrat. Apabila suasana asam sudah tercipta, maka bakteri perombak protein (proteolitik) terhambat sehingga dapat mencegah kebusukan (Sukarsa dkk., 1985).

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan protein kasar dan bahan kering serta mengetahui penurunan lemak kasar, serat kasar dan abu pada kandungan limbah padat surimi beku ikan swanggi. Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat menganalisis beberapa komponen seperti zat makanan air (bahan kering), bahan anorganik (abu), protein, lemak, dan serat kasar (Harjadi, 1993).

3.2 Hipotesis

1. H 1 : Terjadi peningkatan pada protein kasar dan bahan kering terhadap limbah surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) yang diberi perlakuan secara biologi.

(34)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Harga Pakan

Tinggi Pakan Ikan

Pengolahan Secara Biologi Limbah Surimi

Probiotik

Abu

Lemak Kasar

Analisis Proksimat

Meningkatkan Kandungan Nutrisi Bahan Pakan

Bahan Pakan Ikan

Fermentasi

Serat Kasar Bahan Kering Protein Kasar

(35)

IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April 2014 di Laboratorium Pakan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian

Peralatan penelitian yang digunakan dalam proses fermentasi adalah oven, loyang, gelas ukur, timbangan digital, wadah plastik, kantong plastik, pipet, dan sendok.

Peralatan penelitian pada analisis proksimat adalah labu Kjeldhal 100 cc, pemanas labu Kjeldhal, spatula, timbangan elektrik Sartorius, gelas ukur, labu ukur 250 cc, Erlenmeyer 100cc dan 1000 cc, seperangkat alat Marcam Steel, labu penyari, labu Soxhlet, pendingin Refflux, timbangan analitik, exicator cruss tang, spatula, pembakar Bunsen, statif, kertas saring, benang, gunting, kompresor, Erlenmeyer 300 cc, Erlenmeyer penghisap, corong Buchner, cawan porselen, corong, penangas air, cawan porselen (alumunium), exicator yang berisi silica gel, cruss tang, kawat segitiga dan tanur listrik.

4.2.2 Bahan Penelitian

(36)

atau petroleum ether, H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, HCl 0,3 N, Aceton, dan H2O panas.

4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini bersifat eksperimental. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Rumus yang digunakan untuk menentukan ulangan yang dilakukan yaitu :

Perlakuan ini terdiri dari beberapa dosis probiotik, perlakuan tersebut yaitu: P0 :Limbah ikan swanggi

P1 :Limbah ikan swanggi + probiotik 3% P2 :Limbah ikan swanggi + probiotik 6% P3 :Limbah ikan swanggi + probiotik 9%

Penggunaan dosis 3%, 6%, 9% diperoleh dari literatur yang menyatakan bahwa probiotik yang tepat pada proses fermentasi adalah pada dosis 6%.

P2.1 P1.4 P3.3 P2.3 P0.5

P1.1 P3.1 P0.1 P3.4 P1.3

P2.4 P0.4 P2.2 P0.3 P3.2

P0.2 P3.5 P1.2 P2.5 P1.5

Gambar 4.1 Denah Acak Penelitian 4.3.2 Prosedur Penelitian

A. Pengolahan Secara Biologi

Limbah ikan swanggi sebanyak 15 kg dibersihkan sampai bersih kemudian dikeringkan menggunakan oven selama tiga hari dan dihaluskan menggunakan

(37)

mesin penggilingan. Penggunaan probiotik 3%, 6% dan 9% (sesuai dengan perlakuan) dari berat limbah ikan swanggi yang telah dihaluskan sebanyak 4 kg yang kemudian ditambahkan probiotik dengan dosis yang telah ditentukan diaduk sampai merata. Campuran dari probiotik tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik atau wadah plastik yang disimpan selama tujuh hari untuk difermentasi dalam keadaan fakultatif anaerob. Hasil fermentasi tersebut kemudian dikeringkan dan dianalisis kandungan protein kasar, lemak kasar, serat kasar, bahan kering dan abu (analisis proksimat).

(38)

4.3.3 Parameter Uji

Parameter utama yang diamati pada penelitian ini adalah nilai kandungan protein kasar, lemak kasar, serat kasar, bahan kering dan abu. Nilai kandungan tersebut dapat diketahui melalui analisis proksimat. Prosedur pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran. Parameter penunjang yang diamati dalam penelitian ini adalah pemeriksaan organoleptik.

4.3.4 Analisis Data

Hasil Penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan Anava (Analisis Varian) dan untuk mengetahui perlakuan yang berbeda antara semua perlakuan maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan Dengan Taraf 5% atau tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan hasil tertinggi dan terendah (Kusriningrum, 2012).

4.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1.

(39)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis Data 5.1.1 Bahan Kering

Hasil analisis kandungan bahan kering limbah surimi beku ikan swanggi (Priacanthus macracanthus) dapat dilihat pada lampiran 8. Rerata kandungan bahan kering limbah surimi ikan swanggi yang telah difermentasi dengan menggunakan probiotik rajalele dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel 5.1. Kandungan Rerata Bahan Kering Pada Setiap Perlakuan

Perlakuan Rerata (%) BK ± SD

P0 = tanpa probiotik (kontrol)

P1 = limbah dengan penambahan 3 % probiotik P2 = limbah dengan penambahan 6 % probiotik P3 = limbah dengan penambahan 9 % probiotik

a,b,c,d= Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01)

(40)

Gambar 5.1 Grafik rerata kandungan bahan kering limbah surimi ikan swanggi

5.1.2 Protein Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar limbah padat surimi beku ikan swanggi yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan bahan kering 100% dapat dilihat pada Lampiran 9. Rerata kandungan protein kasar yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Kandungan Rerata Protein Kasar (% BK) Pada Setiap Perlakuan Perlakuan Rerata Protein Kasar (%) ± SD

P0 47,5240c ± 0,3507

P1 51,1639ab ± 1,0022

P2 51,2682ab± 0,8306

P3 51,6414a ± 0,6745

Keterangan :

P0 = tanpa probiotik (kontrol)

P1 = limbah dengan penambahan 3 % probiotik P2 = limbah dengan penambahan 6 % probiotik P3 = limbah dengan penambahan 9 % probiotik

a,ab,c = Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01)

(41)

Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa kandungan protein kasar limbah surimi ikan swanggi terfermentasi tertinggi adalah P3 (51,6414%) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (51,1639%) dan P2 (51,2682%). Kandungan protein kasar terendah terdapat pada P0 (47,5240%) yang berbeda sangat nyata dengan P1, P2 dan P3. Grafik rerata kandungan protein kasar limbah surimi ikan swanggi dapat dilihat pada Gambar 5.2

Gambar 5.2 Grafik rerata kandungan protein kasar limbah surimi ikan swanggi 5.1.3 Serat Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar limbah padat surimi beku ikan swanggi yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis proksimat kandungan serat kasar yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan bahan kering 100% dapat dilihat pada Lampiran 10. Rerata kandungan serat kasar yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada tabel 5.3

45   46   47   48   49   50   51   52  

P0  (0%)   P1  (3%)   P2  (6%)   P3  (9%)  

Protein  Kasar  

(42)

Tabel 5.3 Kandungan Rerata Serat Kasar (% BK) Pada Setiap Perlakuan Perlakuan Rerata Serat Kasar (%) ±

SD

P0 = tanpa probiotik (kontrol)

P1 = limbah dengan penambahan 3 % probiotik P2 = limbah dengan penambahan 6 % probiotik P3 = limbah dengan penambahan 9 % probiotik

a,b = Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan notasi pada tiap perlakuan (p<0,01)

Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa penambahan probiotik dengan dosis yang berbeda menghasilkan kandungan serat kasar limbah surimi yang berbeda sangat nyata (p<0,01) dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa kandungan serat kasar limbah surimi ikan swanggi terfermentasi tertinggi adalah P0 (7,3334%) yang tidak berbeda nyata dengan P1 (6,2541%), P2 (6,2270%) dan P3 (6,1924%). Grafik rerata kandungan serat kasar limbah surimi ikan swanggi dapat dilihat pada Gambar 5.3

Gambar 5.3 Grafik rerata kandungan serat kasar limbah surimi ikan swanggi 5.1.4 Lemak Kasar

Hasil analisis proksimat kandungan lemak kasar limbah padat surimi beku ikan swanggi yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 7.

(43)

Hasil analisis proksimat kandungan protein kasar yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan bahan kering 100% dapat dilihat pada Lampiran 11. Rerata kandungan lemak kasar yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Kandungan Rerata Lemak Kasar Berdasarkan Bahan Kering (%) Pada Setiap Perlakuan

Perlakuan Rerata Kadar Lemak Kasar (%) ± SD

P0 = tanpa probiotik (kontrol)

P1 = limbah dengan penambahan 3 % probiotik P2 = limbah dengan penambahan 6 % probiotik P3 = limbah dengan penambahan 9 % probiotik

a,ab,c = Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0,01)

(44)

Gambar 5.4 Grafik rerata kandungan lemak kasar limbah surimi ikan swanggi 5.1.5 Abu

Hasil analisis proksimat kandungan abu limbah padat surimi beku ikan swanggi yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis proksimat kandungan abu yang difermentasi dengan probiotik berdasarkan bahan kering 100% dapat dilihat pada Lampiran 12. Rerata kandungan abu yang difermentasi dengan probiotik dapat dilihat pada tabel 5.5 Tabel 5.5 Kandungan Rata-Rata Abu (% BK) Pada Setiap Perlakuan

Perlakuan Rata-rata Kadar Abu (%) ± SD

P0 = tanpa probiotik (kontrol)

P1 = limbah dengan penambahan 3 % probiotik P2 = limbah dengan penambahan 6 % probiotik P3 = limbah dengan penambahan 9 % probiotik

a,ab,bc,c = Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan notasi pada tiap perlakuan (p<0,01)

Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa penambahan probiotik dengan dosis yang berbeda menghasilkan kandungan abu limbah surimi yang berbeda sangat nyata (p<0,01) dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa kandungan abu limbah surimi ikan swanggi terfermentasi menunjukkan perlakuan P2 (28,6330%)

(45)

yang tidak berbeda nyata dengan P0 (28,2642%), P1 (27,4752%) dan P3 (26,8093%). Grafik rerata kandungan abu limbah surimi ikan swanggi dapat dilihat pada Gambar 5.5

Gambar 5.5 Grafik rerata kandungan abu limbah surimi ikan swanggi 5.1.6 Uji Organoleptik

Berdasarkan uji Kruskal-Wallis yang terdapat pada Lampiran 14. dapat diketahui bahwa proses pemanfaatan limbah beku surimi ikan swanggi secara biologi dengan penambahan probiotik 3%, 6% dan 9% berbeda sangat nyata dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dengan dosis yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap penampakan limbah surimi.

Uji organoleptik terhadap bau pada tiap perlakukan menunjukkan perbedaan sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan probiotik dengan dosis yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap bau pada hasil pemanfaatan limbah surimi beku ikan swanggi secara biologi.

Hasil uji organoleptik konsistensi dengan penambahan probiotik 3%, 6% dan 9% menunjukkan berbeda sangat nyata. Hal ini berarti penggunaan probiotik dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap konsisitensi limbah surimi beku ikan swanggi.

25   26   27   28   29  

P0  (0%)   P1  (3%)   P2  (6%)   P3  (9%)  

Abu  

(46)

Gambar 5.6. Hasil Uji Organoleptik Limbah Surimi Ikan Swanggi Keterangan :

P0 : Limbah ikan swanggi

P1 : Limbah ikan swanggi + probiotik 3% P2 : Limbah ikan swanggi + probiotik 6% P3 : Limbah ikan swanggi + probiotik 9% 5.2 Pembahasan

5.2.1 Bahan Kering

Bahan kering adalah bahan yang tersisa atau tertinggal setelah kandungan uap air didalam sampel di hilangkan atau di uapkan seluruhnya dengan pemanasan 105ᵒC (Tilman et al, 1991). Banyaknya konsumsi bahan kering akan mempengaruhi besarnya nutrien konsumsi sehingga jika konsumsi bahan kering meningkat maka akan meningkatkan konsumsi nutrien (Ima, 2011). Kandungan bahan kering tertinggi hingga terendah terdapat berturut-turut pada perlakuan P0 (96,6775%), P1 (91,7637%), P2 (89,7247%) dan P3 (88,7230%).

Hasil penelitian bahan kering dari 4 perlakuan terjadi penurunan bahan kering setelah difermentasi, hal ini disebabkan penambahan probiotik yang diberikan. Penambahan probiotik ini menyebabkan tepung limbah ikan swanggi

(47)

agak basah serta dari hasil metabolisme bakteri menyebabkan kandungan bahan kering pakan dapat menurun. Menurut Fardiaz (1992), semakin banyak kandungan air pada bahan pakan akan menyebabkan kandungan bahan kering semakin menurun dan juga mempengaruhi menurunnya kandungan serat kasar. Perlakuan P3 mengalami penurunan terendah kandungan bahan kering, dikarenakan waktu fermentasi yang lama yang menyebabkan kehilangan kandungan bahan kering yang tinggi dikarenakan bakteri menggunakannya dalam proses pertumbuhan untuk dikonversi menjadi energi dan hasil sampingannya berupa karbondioksida dan air (Djusman, 2009).

5.2.2 Protein Kasar

Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukkan perbebedaan sangat nyata (p<0,01) dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test), kandungan protein kasar tertinggi pada limbah surimi ikan swanggi yang difermentasi selama tujuh hari dengan probiotik rajalele dengan dosis yang berbeda berdasarkan kandungan bahan kering terdapat pada perlakuan P3 sebesar 51,6414% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 sebesar 51,2682% dan pada perlakuan P1 sebesar 51,1639%. Kadar protein kasar terendah terdapat pada perlakuan P0 sebesar 47,5240% sebagai kontrol yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3.

Kandungan protein kasar yang meningkat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah biomasa mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hau dkk., (2005) bahwa peningkatan nilai protein berdampak positif terhadap populasi protein mikroba.

(48)

karbohidrat sebagai sumber energi untuk meningkatkan jumlah sel bakteri sehingga karbohidrat tersebut dapat digunakan secara optimal untuk melakukan sintesis protein. Peningkatan kandungan protein kasar dikarenakan adanya pemaanfaatan karbohidrat sebagai nutrien untuk membantu sintesis protein. Selain karbohidrat, nutrien yang dimanfaatkan oleh bakteri Lactobacillus berasal dari asam amino, vitamin dan mineral dimana komposisi tersebut dihasilkan oleh yeast (Uun Kunaepa, 2008). Asam amino yang dihasilkan dapat digunakan dalam proses sintesis protein (Schlegel dan Schmidt, 1990). Anggorodi (1994) menambahkan perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (Wuryanto, 2000).

5.2.3 Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0,01) dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa kandungan serat kasar limbah surimi ikan swanggi terfermentasi tertinggi adalah P0 (7,3334%) yang berbeda sangat nyata dengan P1 (6,2541%), (6,2270%) dan P3 (6,1924%). (Tabel 5.3).

(49)

tersebut yaitu mikroba selulolotik (Heriyanto, 2008). Adanya degradasi serat kasar menyebabkan terjadinya perubahan selulosa menjadi selubiosa dengan enzim selulase, selanjutnya selubiosa didegradasi menjadi glukosa (Wiria, 1996).

Hasil perlakuan terbaik adalah nilai kandungan nutrisi serat kasar terendah yaitu pada P3. Hal ini disebabkan karena biomasa mikroba telah mencapai nilai maksimum pada perlakuan tersebut, selain itu diikuti dengan nilai nutrisi yang sudah tidak sebanding dengan jumlah biomassa, yang mengakibatkan semakin lama biomassa semakin berkurang (Kanti, 2005). Adanya penurunan tersebut diakibatkan aktifitas enzim selulase telah mencapai waktu inkubasi optimum (Gal et al., 1997).

(50)

Aktivitas yeast juga sangat mempengaruhi kadar dari serat kasar, ketika nutrisi yang akan digunakan terbatas, maka proses metabolisme tidak berjalan lancar, sehingga dinding sel dari yeast tersebut dapat menghasilkan serat kasar. Perkembangan kapang dan yeast yang secara konsisten meningkat menurut masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya (Simon, 2006). 5.2.4 Lemak Kasar

Lemak kasar merupakan golongan dari lipida yang larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat kelarutan ini yang membedakan lipida dari golongan senyawa alam penting lain seperti protein dan karbohidrat yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut nonpolar (Hart, 1990).

Hasil analisis data dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menunjukkan bahwa limbah padat surimi beku ikan swanggi memiliki kandungan lemak kasar tertinggi pada P3 (8,9548%) yang tidak berbeda nyata dengan P2 (8,9133%) dan P1 (8,8919%). Kandungan lemak kasar terendah terdapat pada P0 (7,5700%) yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3.

(51)

Perbedaan penurunan kadar lemak kasar disebabkan meningkatknya pertumbuhan mikroba (Shurtleff dan Aoyagi, 1979), dalam hal ini banyak yang merombak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Disisi lain, asam lemak ini sebagian digunakan oleh mikroba untuk perkembangbiakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wang dkk., (1979) bahwa material lemak terutama asam lemak dipakai sebagai sumber energi mikroba.

5.2.5 Abu

Hasil analisis data dan dilanjuttkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa kandungan abu limbah surimi ikan swanggi menunjukkan pada perlakuan P2 (28,6330%) yang tidak berbeda nyata dengan P0 (28,2642%), P1 (27,4752%) dan P3 (26,8093%).

Populasi mikroba yang terdapat dalam probiotik mengandung nitrogen (N) apabila populasi mikroba tersebut meningkat maka akan menghasilkan nitrogen yang lebih banyak. Sintesis mikroba sendiri memerlukan N dan C juga mineral sulfur yang mengakibatkan nilai abu tersebut meningkat.

Abu pada tepung ikan mengandung mineral yang diperlukan antara lain kalsium dan fosfor yang merupakan komponen terbesar tulang ikan. Bahan baku sangat mempengaruhi kadar abu dari tepung ikan, bahan baku yang mengandung banyak tulang dapat menyebabkan tingginya kadar mineral tepung ikan (Irkhamni, 2000).

(52)

juga sebaliknya apabila kandungan mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit.

5.3 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik sangat penting dilakukan untuk mengetahui mutu produk yang dihasilkan dan menentukan penerimaan pada produk limbah surimi beku ikan swanggi. Penelitian organoleptik dilakukan oleh 25 panelis untuk mengetahui produk mana yang terbaik diantara perlakuan dilakukan uji Kruskal-Wallis.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pakan dilihat secara visual adalah dari ketampakan produk bahan pakan karena keadaan ini akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan taraf probiotik dalam bahan pakan, skor penampakan cenderung menurun. Nilai rata-rata penampakan paling rendah yaitu dengan warna coklat tua.

(53)
(54)

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pemanfaatan limbah padat surimi beku ikan swanggi secara biologi menghasilkan kenaikan pada kadar protein kasar dari 47,5240% menjadi 51,6414% dan kenaikan pada lemak kasar dari 2,7501% menjadi 2,9904%.

2. Pemanfaatan limbah padat surimi beku ikan swanggi secara biologi menghasilkan penurunan pada bahan kering dari 96,6775% menjadi 88,7230%, pada kadar serat kasar dari 7,3334% menjadi 6,1924%, dan kandungan abu dari 28,6330% menjadi 26,8093%.

6.2 Saran

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, H. L. 2004. Fermentasi. http://www.forumsains.com/index.php/topic, 783.msg2697.html. [27 November 2013].

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Akhirany, N. 2011. Silase ikan untuk pakan ternak. UPTD-PSP3 Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Amin, W. dan T. Leksono. 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) Asap yang Telah Diawetkann Secara Ensilling. Jurnal Natur Indonesia.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Astuti, A.A. 2001. Kandungan Lemak Kasar Cacing Tanah Lumbricus rubellus dengan Menggunakan Pelarut. Skripsi. Program Studi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Desi, A. 2011. Penetapan Kadar Etanol dalam Minuman Beralkohol. http://repository.usu.ac.id/bidstream/123456789/30012. Diakses 5 Maret 2014.

De Mann, J. M. 1989. Principle of Food Chemistry. The Avi Pub Co. Inc., Westport.

Emma, Z. 2006. Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah Sapi Potong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan Ikan. Jurnal Sains Kimia.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Feng X. M., T. O. Larsen dan J. Schnurer. 2006. Production of Volatile Compounds by Rhizopus oligosporus During Soybean and Barley Tempeh Fermentation. Journal of Food Microbiology.

Gal, L., S. Pages, C. Gaudin, A. Belaich, C. Reverbel-leroy, C. Taridif, and J. P. Belaich. 1997. Characterization of The Cellulolytic Complex (Cellulosome) produced by Clostridium cellulolyticum. Applied Environmental Microbiologi.

(56)

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hau, D. K., M. Nenobais., J. Nulik., N. Athan dan G. F. Katipana. 2005. Pengaruh Probiotik Terhadap kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.

Heriyanto. 2008. Probiotok (Migrosuplemen/MIG Ternak) Departemen Pertanian Direktorat Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan No B.0264. Bogor. Indonesia.

Ima, S. 2011, Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar dan Bahan kering Pada Kulit Pisang Yang Difermentasi Probiotik Sebagai Pakan Alternatif Ikan. Skripsi. Program Studi Kedokteran Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Indriati, W. 1983. Farm Animal. Edward Arnold Ltd, London.

Irkhamni, K. H. 2000. Studi Tentang Karakteristik Tepung Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Hasil Reaksi Hidrolisis/Plastein Menggunakan Enzim Tripsin dan Pepsin Terimobil. Skripsi. Program Studi Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. UGM. Yogyakarta. Kanti, A. 2005. Actinomyces Selulolitik dari Tanah Hutan Taman Nasional Bukit

Duabelas, Jambi. Bidang Mikrobiologi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kartika B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kompiang, I. P. 2000. Pengaruh Suplementasi Kultur Bacillus spp. Melalui Pakan atau Air Minum Terhadap Kinerja Ayam Petelur. Journal Ilmu Ternak dan Veteriner.

Kompiang dan Ilyas. 1983. Silase Ikan: Pengolahan, Penggunaan, dan Prospeknya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

(57)

Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konssentrasi Glukosa Terhadap Aktifitas Antibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang Merah. Tesis. Program Studi Magister Gizi Masyarakat. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Kusriningrum. 2012. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Kusumaningsih, E. 2007. Kandungan Protein Kasar Dan Serat Kasar Pada Pakan

Buatan Yang Difermentasi Dengan Probiotik. Skripsi. Program Studi Kedokteran Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Lily, D. M and R. H. Stillwell. 1965. Probioties Growth Promoting Factors Produced by Microorganism.

Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penerbit Penebar Swadayana. Jakarta.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, T. R dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Muis, A. 2008. Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan Agribisnis di Desa P4MI. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah.Sulawesi Tengah.

Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phanerochaete chrysosporium, Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi. Nurilmala, M. 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Keras (Toleostei)

Sebagai Sumber Gelatin dan Analisis Karakteristiknya [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Orskov, O. R. 1982. Protein Nutrition In Rument, Academic Press London.

Park, J. W dan T. M. J. Lin. 2005. Surimi: Manufacturing and Evoluation. Di Dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. New York: Taylor and Francis Group.

(58)

Pertiwi, D. A. L. 2008. Fermentasi Limbah Udang Terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Pujaningsih, R. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Universitas Diponegoro, Semarang.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

Suharti, S. R. 2006. Fish Assemblages on Coral Reef of Karimun Java Island, Central Java, Indonesia. Coastal Marine Science.

Sukarsa, D. R., Nitibaskara dan R. Suwandi. 1985. Penelitian Pengolahan Silase Ikan dengan Proses Biologis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumarsih, S. dan B. Waluyo. 2002. Pengaruh Aras Pemberian Tetes dan Lama Pemeraman yang Berbeda Terhadap Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Hijaun Sorgum. Laporan Penelitian. Universitas Diponegoro. Semarang.

Suprijatna, E, U. Atmomarsono, dan R. Kartosudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(59)

Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Wang, D. I. C., C. L Cooney and A. L. Demein. 1979. Fermentation and Enzymes Technology. John and Sons Inc.

Wibowo. 2006. Terobosan Pengembangan Budidaya Udang Vannamei. Artikel Ilmiah Shrimp Club Indonesia. Jakarta.

Wibowo, A. H. 2010. Pendugaan Kandungan Nutrien Dedak Padi Berdasarkan Karakteristik Sifat Fisik. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wiria, U. S. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni. Bandung.

Wuryantoro, S. 2000. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Hay Padi Teramonisasi yang Difermentasi dengan Cairan Rumen. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.

Xiong, Y.L. 2000. Meat Processing. In: Nakai, S and H.W. Modler. Food Protein, Processing Aplications. Wiley VCH. New York.

Yokoyama, M. T. and K.A. Johnson. 1988. Microbiology of The Rumen and Intestin. Prentice Hall. New Jersey.

Yonedi. 2004. Kajian Potensi Beberapa Silase Limbah Produk Perikanan sebagai Karotenoid Alternatif Bahan Pakan Biota Budidaya. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.

(60)

LAMPIRAN Lampiran 1

a. Kadar Protein Kasar

Kadar protein kasar ditentukan dengan metode marcam steel. Prosedur kerja

penentuan kadar protein kasar sebagai berikut :

1. Menimbang sampel seberat kurang lebih 0,5 gram di atas kertas yang telah diketahui beratnya, kemudian masukkan sampel kedalam labu Kjeldhal. Tambahkan di dalamnya tablet Kjeldhal (katalisator) sebanyak ¼ bagian kemudian 10 cc H2SO4 pekat.

2. Panaskan labu tersebut di atas pemanas Kjeldhal dalam almari asam. Pemanasan baru dihentikan jika sudah tidak berasap dan warna larutan menjadi hijau atau kuning jernih (butuh waktu kurang lebih 15 menit). Biarkan beberapa saat sampai labu menjadi dingin.

3. Masukkan larutan yang ada dalam labu tersebut kedalam labu ukur dan encerkan dengan aquadest sehingga volumenya menjadi 250 cc. Tuangkan larutan tersebut kedalam Erlenmeyer 300cc dan kocoklah sampai homogen. 4. Siapkan Erlenmeyer 100 cc yang di isi dengan 10 cc larutan Asam Borat

dengan 2 tetes indicator metil merah serta 3 tetes Brom cresol green untuk menampung hasil penguapan.

5. Siapkan alat Marcam Steel. Labu destilasi 2000 cc diisi dengan air 1000 cc dan diisi dengan beberapa butir batu didih. Taruh Erlenmeyer 100 cc yang sudah disiapkan tadi pada rangkaian alat Marcam Steel.

(61)

7. Panaskan labu destilasi dan tampunglah uap yang keluar dari alat Marcam Steel kedalam Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan selama kurang lebih 5 menit terhitung setelah air mendidih atau sampai volume Erlenmeyer telah mencapai 50 cc.

8. Titrasilah larutan yang telah bercampur uap tersebut dengan H2SO4 0,01 N sampai warna biru muda berubah hijau jernih.

9. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan rumus :

(62)

Lampiran 2

b. Kadar Lemak Kasar

Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum ether, petroleum benzana, karbon tetra khlorida). Prosedur cara kerja lemak kasar sebagai berikut :

1. Timbang sampel sebanyak kurang lebih 1,5 gram (=A gram) dan bungkus dengan kertas saring bebas lemak. Ikat kuat dengan benang.

2. Keringkan dalam oven 105 0C selama 3-4 jam. Masukkan dalam exicator 10-15 menit kemudian ditimbang (=B gram).

3. Masukkan dalam labu soxhlet dengan lengkap dan taruh di atas penangas air. 4. Tuangkan karbon tetra khlorida melalui lubang pendingin sampai labu

soxhlet penuh dan cairan tersebut turun kedalam labu penyaring. Tambahkan lagi sampai labu soxhlet terisi setengahnya.

5. Lakukan ekstraksi selama 4-6 jam atau sampai warna karbon tetra khlorida kembali jernih seperti semula. Matikan penangas air.

6. Tuangkan sisa cairan pelarut yang ada dalam labu soxhlet. Ambil bungkusan sampel menggunakan cruss tang dan masukkan kedalam oven 105 0C selama 3-4 jam.

7. Masukkan kedalam exicator selama 10-15 menit kemudian ditimbang (=C gram).

8. Kadar lemak kasar dapat dihitung dengan rumus :

(63)

Lampiran 3

c. Kadar Serat Kasar

Kadar serat kasar ditentukan dengan metode ekstraksi sampel yaitu memisahkan serat kasar dari bahan lainnya. Prosedur cara kerja kadar serat kasar sebagai berikut :

1. Menimbang kurang lebih 2 gram sample bebas air.

2. Memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menambahkan Asam Sulfat.

3. Campuran tersebut dihidrolisis dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 105 °C dan didinginkan serta ditambahkan NaOH.

4. Dilakukan hidrolisis kembali dalam otoklaf selama 15 menit.

5. Menyaring menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

6. Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas, H2So4, air panas dan terakhir menggunakan aceton atau alcohol.

7. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105° C selama 1 jam dan dilanjutkan sampai bobotnya tetap.

Kadar serat ditentukan dengan rumus :

% Kadar SeratKasar = (C – B / A) x 100% Keterangan :

1. A : Bobot sampel

2. B : Bobot Kertas saring konstan

(64)

Lampiran 4

d. Kadar Abu

Abu adalah bahan anorganik hasil sisa pembakaran sempurna dari suatu

bahan yang dibakar atau dipanaskan pada suhu 500-600 °𝐶 selama beberapa

waktu. Prosedur kerja penentuan kadar abu sebagai berikut :

1. Cruss dicuci bersih, dibilas dan dikeringkan dalam oven 105 °  𝐶  selama 1

jam.

2. Masukkan kedalam exicator selama 10-15 menit kemudian ditimbang (=A gram).

3. Cruss diisi dengan sampel seberat 5 gram. Berat cruss+sampel= B gram. Cruss kemudian dibakar dengan api bunsen sampai tidak lagi berasap.

4. Masukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 550° C selama 5 jam. Matikan tanur listrik dan biarkan sampel berada di dalamnya sampai dingin (butuh waktu kurang lebih 10 jam).

5. Keluarkan cruss dari tanur kemudian mesukkan kedalam exicator selama 10-15 menit, selanjutnya ditimbang (=C gram).

6. Dihitung kadar abunya dengan rumus:

(65)

Lampiran 5

e. Kadar Bahan Kering

Bahan kering adalah bahan yang tersisa atau tertinggal setelah kandungan air

yang terdapat pada sampel (bahan pakan) dihilangkan atau diuapkan

seluruhnya dengan pemanasan 105 C. Prosedur kerja penentuan bahan kering

sebagai berikut:

1. Cawan porselen atau aluminium yang bersih dimasukkan kedalam oven 105

°𝐶 selama 1 jam.

2. Cawan dikeluarkan dari oven dan secepatnya dimasukkan kedalam exicator. Tunggu sampai 10-15 menit, lalu ditimbang (=A gram).

3. Cawan diisi dengan sampel kurang lebih 5 gram (berat cawan+sampel=B

gram). Masukkan cawan yang berisi sampel kedalam oven 105 °𝐶 selama 1

jam.

4. Keluarkan dari oven dan secepatnya dimasukkan kedalam exicator selama 10-15 menit. Setelah dingin lalu ditimbang (=C gram).

(66)
(67)
(68)
(69)

Lampiran 8. Perhitungan Hasil Analisis Proksimat Kandungan Bahan Kering Limbah Surimi Ikan Swanggi Secara Biologi

Perlakuan

Total 483,3877 458,8183 448,6236 443,6152 1834,4448 Rata-Rata 96,6775 91,7637 89,7247 88,7230

FK= 1834,44482= 168259,3862 4x5

JKT= 96,26492+91,65452+….+88,76462-FK =168449,4029-168259,3862

=190,0167

(70)

Lampiran 8. Perhitungan Hasil Analisis Proksimat Kandungan Bahan Kering Limbah Surimi Ikan Swanggi Secara Biologi (Lanjutan)

Analisis Sidik Ragam

Kesimpulan:F.Hitung>F.Tabel (p<0,01) artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata terhadap kandungan bahan kering.

Uji Jarak Berganda Duncan : s.e= √KTG= √0,1442=0,1698

n 5

LSR=SSRxs.e

Hasil Uji Jarak Berganda Duncan se= Beda

Gambar

Tabel
Gambar 2.1 Ikan swanggi (Priacanthus macracanthus).
Tabel 1. Rerata Kandungan Limbah Ikan Swanggi Berdasarkan Bahan Kering
Gambar 4.1 Denah Acak Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian hipotesis yang menunjukkan terdapat perbedaan dan pengaruh penggunaan metode diskusi kelompok dan metode ceramah terhadap hasil belajar siswa mata

Tiga elemen utama tersebut, kemudian dapat diperluas sehingga yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu place -nya adalah lingkungan batik di desa Gumelem, actor -nya adalah

Warna daun sangat berpengaruh pada pemberian pupuk, semakin tinggi dosis pupuk nitrogen yang diberikan maka warna daun yang diperoleh sangat hijau akan tetapi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hamid (2014), kandungan parameter N serta minyak dan lemak pada air limbah domestik dari salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya

Zaradi skromnih donosov domačih vrednostnih papirjev se še naprej močno krepijo naložbe v tujino, saj je obseg sredstev skladov, ki imajo več kot polovico naložb v tujih

Persetujuan dan pengesahan atas Laporan Direksi mengenai jalannya usaha Perseroan dan tata usaha keuangan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31

Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh dari kinerja guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran passing bawah menggunakan soft volley dan like game volly

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan diterima yaitu terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan