• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlawanan Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Revitalisasi Pasar ( Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur ) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perlawanan Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Revitalisasi Pasar ( Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur ) SKRIPSI"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

( Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur )

SKRIPSI

Disusun oleh: MOCH. IRFAN FANANI

NIM: 070914107

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

SEMESTER GENAP TAHUN 2015/2016

(2)
(3)

Perlawanan Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Revitalisasi Pasar

( Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan,

Jawa Timur )

SKRIPSI

Maksud: Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

Disusun oleh:

MOCH. IRFAN FANANI

NIM: 070914107

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

SEMESTER GENAP TAHUN 2015/2016

(4)
(5)
(6)

Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti terhadap fenomena perlawanan pedagang pasar tradisional Babat dengan Pihak Pemkab Lamongan dan pihak pengelola pasar ( pihak investor ) yang gencar dilakukan oleh para pedagang pasar Babat atas pembangunan pasar tradisional Babat. Perlawanan yang berkepanjangan dan tak kunjung menemukan penyelesaian meski telah berlanjut di sidang PTUN Provinsi Jawa Timur yang menuntut pembangunan pasar Babat dan sistem bangunan serah guna pasar pada akhirnya memunculkan perlawanan para pedagang pasar tradisonal Babat dengan berjualan di luar area pasar Babat seperti jalan Pendidikan, Kartini dan Ahmad Dahlan dari fenomena tersebut peneliti untuk menganalisis perlawanan yang terjadi. apa yang melatar belakangi terjadinya perlawanan? Bagaimana bentuk-bentuk resistensi para pedagang pasar Babat dan faktor-faktor yang menyebabkan resistensi para pedagang pasar Babat sehingga memunculkan aksi penolakan dan protes pedagang pasar tradisional? tentunya dengan teori dan perspektif Sosiolog.

Peneltian ini menggunakan teori resistensi yang dipopulerkan oleh James Scott juga memperkenalkan konsep resistensi tertutup, semi terbuka dan terbuka dalam menganalisis terciptanya sebuah resistensi. Analisis yang dimaksud disini adalah analisis hubungan sebab akibat atau interaksi yang memungkinkan munculnya sebuah resistensi sosial. Dalam konsep resitensi secara tersirat menyatakan resitensi tertutup,semi terbuka dan terbuka, mereka yang menduduki kebijakan terhadap pembangunan pasar babat diharapkan mengakomodir

kepentingan para pedagang. Metode penelitian yang digunakan digunakan dalam penelitian

ini adalah metode kualitatif.

Setelah melalui tahapan penelitian, penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa temuan pokok. Ada beberapa hal yang pada akhirnya menjadikan kebijakan pembangunan pasar Babat mendapatkan resistensi dari para pedagang. Harga sewa bedhak pasca pasar Babat direvitalisasi menjadi faktor yang menyebabkan pedagang lama pasar Babat tidak mau menempati Pasar Baru Babat yang berjualan di luar area pasar karena harga kios di Pasar Baru Babat sangat mahal bagi para pedagang.

Kata kunci:Perlawanan, Pasar,Teori Resistensi James Scott

(7)

of traditional market traders Tripe with Lamongan regency Party and the manager of the market (investors) are intensively conducted by market traders on market development of traditional tripe Tripe. Resistance prolonged and never find a solution despite continued in the trial PTUN East Java province which demands the development of the market tripe and building systems are handed over to the market eventually led resistance traders traditional markets Tripe by selling outside the market area Tripe like the Education, Kartini and Ahmad Dahlan of researchers to analyze the phenomenon of resistance occurs. what is the background for the occurrence of resistance? How the forms of resistance Tripe market traders and the factors that cause resistance Tripe market traders that led to the rejection and protest action of traditional traders? of course with theory and perspective of a sociologist.

This study uses the theory of resistance that was popularized by James Scott also introduces the concept of resistance closed, semi-open and open in analyzing the creation of a resistance. The analysis is meant here is the analysis of causal relationships or interactions that enable the emergence of a social resistance. In resitensi concept implicitly stated resitensi closed, semi-open and open, they are occupying policy against tripe market development is expected to accommodate the interests of traders. The method used is used in this study is a qualitative method.

After going through the stages of research, this study has finally found some key findings. There are some things that ultimately turned the market development policy Tripe get resistance from traders. The rental price bedhak post market Tripe revitalized be factors that lead to the old market traders do not want to occupy Tripe Tripe New Markets who sell outside the market area because of the price stall in Pasar Baru Tripe very expensive for traders.

Keywords: Resistance, Markets, Theory of Resistance James Scott

(8)

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya,

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perlawanan Pedagang Pasar

Tradisional Terhadap Revitalisasi Pasar (Studi Deskriptif Pasar Babat, Kecamatan Babat,

Kabupaten Lamongan, Jawa Timur) dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan pendidikan program studi S1 Sosiologi.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan peneliti sebagai salah satu

perlawanan pedagang pasar tradisional Kecamatan Babat yang memprotes dan menolak

kebijakan pembangunan pasar tradisional dari Pihak Kabupaten dan pengelola pasar ( pihak

investor ) untuk memberikan sedikit analisis terhadap fenomena tersebut menggunakan teori

konflik dari Ralf Dahrendorf dan teori resistensi dari James Scott

Cukup banyak waktu yang tersita dan tidak sedikit hambatan dan problem yang peneliti

hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat Rahmat, Hidayah dan Karunia yang

diberikan oleh Allah SWT sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Penyusunan

skripsi ini juga tidak akan berhasil tanpa partisipasi berbagai pihak. Peneliti mengucapkan

terima kasih kepada Drs. Herwanto. MA selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan

membantu peneliti dalam memberikan masukan selama perancangan hingga selesainya

penyusunan skripsi ini. Terkadang yang telah beliau berikan meskipun terkadang saya salah

menerjemahkannya tetapi tetap dengan sabar mendorong penulis agar cepat menyelesaikan

skripsi ini.

(9)

skripsi ini, karena skripsi ini tidaklah terlepas dari segala kekurangan atau kesalahan.

Surabaya, 25 Juni 2016

Moch. Irfan Fanani

(10)

Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan segala kenikmatan, segala ujian dan cobaan serta segala kekuatan dan

keyakinan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini meskipun dalam

rentang waktu yang cukup lama. Ucapan terimakasih saja nampaknya tak akan cukup penulis

sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Meskipun demikian ucapan terimakasih ini adalah bentuk apresiasi tertinggi penulis kepada

semua pihak yang telah mencurahkan waktu, tenaga, pemikiran dan semua yang telah

diberikan demi terselesaikannya skripsi ini.

Terima kasih yang tak terhingga kepada keluargaku atas semangat dan dorongan yang

diberikan agar tetap fokus dalam seluruh pekerjaan yang dijalankan. Bapakku Abdul Rosyad

lelaki yang penyabar dan kerja keras yang setiap hari berkerja sebagai pegawai swasta

Petrokimia di Babat-Lamongan, dari setiap tetes peluh yang mengucur dari tubuh rentanya

mengalir limpahan rejeki agar saya tetap bisa meneruskan pendidikan dan Ibukku Hidayatul

Hasanah, wanita terhebat yang setiap pagi sibuk menyiapkan makanan di pagi hari agar saya

dapat terus merasakan nikmatnya sarapan pagi sebelum menuntut ilmu. Maaf beribu maaf

skripsi ini tidak mampu saya selesaikan tepat pada waktunya seperti apa yang Bapak dan Ibu

harapkan. Sembah sujud baktiku untuk Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang

dan segenap doa yang senantiasa dicurahkan tanpa rasa lelah. Kakak saya Rosyalinda kelak

jadilah Ibu yang baik dan Moh. Khanif Fuaidi , maaf belum bisa menjadi contoh kakak yang

baik, bersungguh-sungguhlah kalian dalam menuntut ilmu.

Untuk Pak Herwanto, dosen pembimbing penulisan skripsi ini. Pengarahan, petunjuk,

kritik dan saran yang telah beliau berikan meskipun terkadang saya salah menerjemahkannya

tetapi tetap dengan sabar mendorong penulis agar cepat menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih bapak

Untuk dosen pengajar dan staf di Departemen Sosiologi Fisip Universitas Airlangga,

Pak Doddy, Pak Sudarso, Pak Herwanto, Pak Bagong, Pak Septi, Pak Novri, Ibu Tuti Budi

Rahayu, Ibu Sutinah serta dosen sosiologi lain atas semua pelajaran yang telah diberikan

selama kuliah. Terimakasih telah menjadi bapak dan ibu kedua penulis selama mengenyam

(11)

Untuk kawan, sahabat, dulur Sosiologi 2009 yang telah berjuang bersama, tertawa

bersama seperti Moh Ali Ashar, M Yusuf Setyo Utomo, Aprizal Wahyu Dermawan dan

Yunas Kristianto melukiskan kisah terindah semasa kuliah, meskipun cita-cita untuk lulus

bersama tak pernah terwujud. Semoga persaudaraan di antara kita tetap terjaga silaturahmi

Untuk rekan-rekan. yang ada di kecamatan Babat-Lamongan khususnya teman-teman

dan saudara-saudara Alumni MTsn Model Babat Angkatan 2006,SMAN 1

BABAT-LAMONGAN dan Komunitas Basket Aladin Babat, untuk selalu menjadi teman dan saudara

yang selalu menyemangati saya dalam menyelesaikan skripsi.

Dan khususnya para pedagang tradisional Babat yang tergabung dari kelompok

APPSI ( Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia ) Babat, PPTBB ( Persatuan Pedagang

Tradisional Babat Bersatu) dan LPPK (Lembaga Persatuan Pemburu Korupsi ) yang

berkantor di jalan Pendidikan 31 A Babat-Lamongan terima kasih sebanyak-banyaknya atas

kesempatan yang beliau berikan dalam menyelesaikan skripsi saya dan salam hormat saya

Moch Irfan Fanani.

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN JUDUL TENTANG MAKSUD PENULISAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI...x

BAB I : PENDAHULUAN ...1

I.1. Latar Belakang Masalah ...1

I.2. Fokus Penelitian ...14

I.3. Tujuan Penelitian ...15

I.4. Manfaat Penelitian ...15

I.4.1 Manfaat Akademik ...15

I.4.2 Manfaat Praktis ...16

I.5. Kerangka Teoritik ...16

I.5.1 Teori Konflik ...16

I.5.2 Teori Resistensi ...21

I.6. Metodologi dan Prosedur Penelitian ...29

I.6.1. Tipe Penelitian ...29

I.6.2. Batasan Konsep Penilitian ...30

BAB II : GAMBARAN UMUM ...36

II.1 Gambaran Umum Kabupaten Lamongan ...36

II.2.Sejarah Lamongan ...36

II.3 Kondisi Geografis Dan Demografis ...40

II.4 Sejarah Pasar Babat ...42

BAB III :Profil Informan ...53

III.1. Bentuk-bentuk Resistensi Pedagang Pasar Babat ...64

III.1.1 Demonstrasi Menolak Pembangunan Pasar Babat ...64

III.1.2 Berjualan Di Luar Area Pasar Babat ...66

III.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Resistensi ...72

III.1.4.1 Berkurangnya Hak Para Pedagang Atas Bedak ...72

III.1.5.2 Tempat Relokasi Yang Sepi...76

III.1.6.3 Harga Sewa Bedak Yang Tinggi ...79

(13)

IV.2 Pembahasan ... ...85

IV.2.1 Resistensi Tertutup ...86

IV.2.2 Resistensi Semi Terbuka...87

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...89

V.1. Kesimpulan ...89

V.2. Saran ...93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang masalah

Sebagai tiang penyangga ekonomi masyarakat, pasar tradisional sering

menjadi korban akibat perspektif kelembagaan pemerintah terhadap sektor ini.

Mungkin perspektif ini menelurkan kebijakan yang cenderung kurang bersahabat

dengan para pedagang sebagai salah satu civil society yang berdiri sendiri dan

mandiri.1 Fenomena penggusuran pasar tradisional, adalah bukti ketidakberdayaan

sektor informal berhadapan dengan kebijakan yang ditelurkan oleh kelembagaan

pemerintah.

Hal tersebut di atas, menggambarkan betapa pembangunan kurang bersimpati

kepada masyarakat. Sudah banyak pasar tradisional yang berganti menjadi gedung

mewah, apartemen, hingga pasar modern. Dampak paling nyata dari penggusuran

pasar, adalah resistensi atau perlawanan dari para pedagang. Bentrokan fisik antara

pedagang dengan petugas penertiban dan pengembang pasar kadang tak terhindarkan.

Meskipun, pada setiap kasus penggusuran berbeda bentuk resistensi atau

perlawanannya.

Keberadaan pasar tradisional Babat merupakan salah satu dari berbagai

sumber peningkatan perekonomian daerah Lamongan, khususnya terhadap

perekonomian masyarakat kecamatan Babat. Dimana mayoritas masyarakat Babat

menggantungkan hidup sebagai pedagang tradisional. Selain itu , kondisi pasar

(15)

tradisional Babat ini dinilai menimbulkan banyak permasalahan dari aspek

transportasi dan keindahan kota. Seperti pada umumya pasar tradisional merupakan

pasar yang memiliki tempat berdagang yang bau, pengap, becek dan jorok bisa

dibayangkan ketika musim hujan tiba pasti akan becek dan juga pasar tradisional

hampir selalu menampilkan kios atau ruko yang menjurus ke koridor pasar, akibatnya

space untuk berjalan menjadi sempit, kadang muncul istilah “gang Senggol” untuk

jenis pasar seperti ini.

Membangun pasar tidaklah mudah. Revitalisasi pasar memakan biaya yang

tinggi. Selain itu di beberapa tempat pembangunan pasar sering dianggap

memarginalisasi pedagang lama karena pedagang ditarik retribusi yang lebih besar.

Akibatnya bukan peningkatan kesejahteraan yang didapat, bahkan beberapa pedagang

lama tersingkir karena tidak sanggup membayar retribusi.

Dari kondisi yang demikian maka pemerintah kabupaten Lamongan membuat

kebijakan untuk melakukan penataan pasar tradisional Babat. Dengan cara yakni:

merevitalisai pasar tradisional dan untuk pasar lama atau pasar tradisional sendiri

dibangun menjadi pasar yang berkonsep modern. Pembangunan pasar Agrobis telah

lebih dulu selesai selesai pada akhir 2009 sedangkan pasar tradisional Babat dimulai

pada 4 Oktober 2011 meskipun sempat terjadi penolakan pedagang. Pemerintah

daerah dengan menggandeng pihak investor PT Bayu Perkasa milik Susilo Handoko

investor dari Solo.

(16)

Sesuai SK Bupati nomor 188/252188/252/Kep/413.013/2008 tentang

penetapan lokasi perdagangan pada pasar umum di Kecamatan Babat, Pasar Babat

modern nantinya hanya akan diperuntukkan bagi pedagang kering seperti pakaian,

kelontong, perhiasan, mebel, alat rumah tangga dan elektronik. Pasar Agrobis

diperuntukkan bagi pedagang bahan basah seperti palawija, sayur mayur,

buah-buahan, ikan dan sembako serta daging .

Mengamati pola konsumsi masyarakat yang berada di sekitar kelurahan Babat

nantinya bisa jadi program relokasi dan pembangunan pasar modern akan berimbas

pada pedagang, karena pasar tradisional merupakan tempat perbelanjaan yang masih

mendapatkan ruang tersendiri di hati masyarakat sekitar Babat. Selain itu, pasar

tradisional Babat nampaknya masih mempunyai pangsa pasar yang nampak cukup

besar artinya masih banyak anggota masyarakat yang bersikap ekonomis untuk

mendapatkan barang dengan harga murah dan memperoleh kepuasan maksimum.

Konsumen terbesar di sini yakni ibu rumah tangga dan remaja putri. Meskipun

suasana kurang menyenangkan akibat ruang toko menyempit, penerangan kurang

baik, kebersihan kurang terjaga dan sesuai dengan kondisi yang ada menurut

pedagang setelah dibangunnya pasar tradisional menjadi pasar modern harga kios

pasar melebihi kewajaran.2

(17)

Bentuk penolakan pedagang tradisonal Babat terkait masalah di atas

diwujudkan dengan adanya aksi demostrasi yang dilakukan pedagang tradisional.

Selain itu, tetap berdagang di pasar Babat meskipun berada di luar area pasar yakni:

di jalan Kartini. jalan Pramuka, jalan rumah sakit Muhammadiah Babat. dan

pedagang juga melakukan upaya gugatan yang dilakukan oleh pedagang pasar

tradisonal babat Bersatu ( PPTBB ) dengan mendatangi PTUN Surabaya di Jalan

Letjen Sutoyo, Waru, Sidoarjo, Jawa Timur dengan isi gugatan sebagai berikut:

pertama gugatan terhadap pemerintah kabupaten Lamongan juga lantaran tidak

memiliki Hak Pengelolaan Lingkungan ( HPL ),Kedua. Gugatan harga stand pasar,

yang tinggi mulai stand fisik, los maupun lainnya, mengakibatkan banyak pedagang

yang merasa keberatan tidak mampu membeli hampir semua pedagang pasar yang

semula menempati pasar tradisional itu, tak mampu untuk membeli stand. Hanya

orang luar atau yang berduit, bisa menikmati stand pasar Babat, Selanjutnya, alasan

bagi pedagang yang masih menetap dan berjualan di pasar agrobis maupun pasar

modern disebabkan mereka merupakan pedagang besar dan ada yang usaha

turun-menurun. Maka dari itu, mau tidak mau harus kembali berjualan ke area pasar yang

telah ditetapkan pemerintah bila tidak ingin mengalami kerugian dan kemacetan

dalam usaha.

Upaya pemerintah dalam meredam adanya aksi kontra yang dilakukan

pedagang terhadap upaya relokasi dan pembangunan pasar modern adalah dengan

cara, melakukan upaya sosialisasi kepada pedagang pasar Babat terkait manfaat yang

(18)

akan diperoleh dari adanya relokasi dan pembangunan pasar baru atau modern Babat.

Proses sosialisasi tersebut diawali dari adanya pemberitahuan kepada pedagang

tradisional terkait perencanaan, penempatan, harga subsidi pembangunan pasar

modern dan relokasi berserta manfaat dari adanya pembangunan pasar bagi pedagang

tradisional secara keseluruahan. Selain itu, pemerintah kabupaten Lamongan

melakukan upaya mediasi yang melibatkan APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh

Indonesia), tokoh masyarakat, perwakilan pedagang tradisional Babat, pemerintah

kabupaten lamongan dan pihak investor demi terwujudnya keadaan yang kondusif

sehingga menghasilkan keputusan bahwa upaya relokasi dan pembangunan pasar

modern tidak ada masalah meskipun demikian yang terjadi di lapangan masih ada

pedagang tradisional yang kontra terhadap relokasi dan pembangunan pasar modern.

Adanya upaya relokasi dan pembangunan pasar modern menimbulkan adanya

pro dan kontra dan pada dasarnya suatu kebijakan ataupun pembangunan dalam

masyarakat tidak lepas adanya pro dan kontra juga pembangunan tersebut melahirkan

suatu kondisi perubahan sosial ekonomi bagi pedagang tradisional baik itu mengarah

pada perubahan positif maupun negatif

Kehidupan pedagang tradisional yang tidak kembali menempati area pasar

Babat pedagang tersebut sebagian besar merupakan pedagang kaki lima juga

tergolong sebagai pedagang tradisional Babat yang menolak relokasi dan ditempatkan

di pasar modern. Dimana pada umumnya pedagang kaki lima merupakan pedagang

yang mayoritas menggunakan modal usaha sendiri yang terbatas. Pedagang-pedagang

(19)

tersebut dalam kondisi sosial ekonomi mengalami hambatan dikarenakan tempat

dagang yang berada di luar area pasar tradisional tidak memadai banyaknya

kendaraan berlalu lalang dengan modal usaha 500 ribu dengan rata rata jumlah

pendapatan 700 ribu perbulan sangat tidak mungkin mendapatkan tempat yang

startegis seperti di pasar modern maupun di pasar tradisional. Maka dari itu,

pedagang yang menolak relokasi menjadi kurang dalam memenuhi kebutuhan

dikarenakan pendapatan tidak mencukupi untuk biaya konsumsi harian, kebutuhan

menambah modal usaha, kebutuhan biaya produksi, kebutuhan biaya pendidikan,

kebutuhan biaya kesehatan biaya hutang menurunnya pendapatan yang sangat drastis

dan mereka kekurangan untuk menghidupi atau memenuhi kebutuhan dirinya dan

keluarganya.

Hal itu dibuktikan dari temuan hasil data yang terkait dengan jumlah

pendapatan perbulan pedagang yang menolak relokasi dari pendapatan yang paling

kecil sampai pendapatan yang biasa katakana paling besar yakni berkisar antara

700.000.,00/ Bulan sampai 1.500,000,00/ bulan, pendapatan tersebut merupakan

pendapatan kotor. Sedangkan pengeluaran tiap bulan yang harus dipenuhi pedagang

dengan rincian sebagai berikut:

(20)

Tabel 1.1

Pengeluaran Perbulan Pedagang Tadisional

Yang Menolak Direlokasi

No Pengeluaran Jumlah

1 Biaya Modal/Bulanan 200.000,00-300.000,00/bulan

2 Biaya kebutuhan harian 500.000,00-600,000,00/bulan

3 Biaya kebutuhan pendidikan anak 300.000,00-340.000,00/bulan

4 Biaya kesehatan 200.000,00-tak terhingga

5 Biaya angsuran dana pinjaman 50.000,00-100.000,00/bulan

6 Kebutuhan lain-lain -

Jumlah Pengeluaran Perbulan 1,250.000,00

Sumber : Kehiduapan Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Tradisional Pasca Relokasi Dan Pembanguna Pasca Modern. Oleh Muhammad Zunaidi.

Dari rincian antara pengeluaran dan pendapatan pedagang tersebut

menemukan adanya keterbatasan pendapatan yang diperoleh pedagang tradisional

yang bertempat di luar area pasar dalam memenuhi kebutuhan. rutinitasnya dari

pendapatan paling minim 700.000,00 dan pengeluaran terendah sekitar 1.250,000,00

perbulan.

(21)

Sehingga dapat di mengerti, sangat nampak jelas adanya ketidak seimbangan

antara pengeluaran dan pedapatan. Dan upaya yang dilakukan pedagang untuk

mendongkrak perekonomian mereka dengan cara:

a. Mereka tetap berjualan di luar area pasar seperti pasar modern maupun

di pasar agrobis seperti di jalan Kartini, jalan Pramuka maupun jalan

rumah sakit Muhammadiah dengan menambah fariasi dagangannya.

b. Pedagang yang memiliki rumah di sekitar pasar di manfaatkan untuk

berdagang oleh pedagang tersebut.

c. Menambah modal melalui bank pasar.

Hal demikian sangat berbeda dengan kondisi sosial ekonomi atau

kesejahteraan pedagang yang menempati area pasar baik pasar modern Babat maupun

pasar agrobis Babat sebagaimana yang di jelaskan berikut:

Kondisi sosial ekonomi atau kesejahteraan pedagang yang ada di pasar

modern Babat mulai ada peningkat ke arah kesejahteraan pedagang yang lebih baik

dikarenakan pasar modern masih tergolong baru dari setelah diresmikannya pasar

tradisional oleh bupati Lamongan pada tanggal 13/juli/2012 sehingga perlu banyak

adaptasi dari pedagang untuk terus meningkatkan kesejahteraanya.Sedangkan dalam

pemenuhan konsumsi harian, seperti kebutuhan menambah modal usaha, kebutuhan

biaya produksi, kebutuhan biaya pendidikan, kebutuhan biaya kesehatan pedagang

relatif stabil meski kebutuhan hidup yang terus meningkat dan jika dibandingkan

(22)

dengan kondisi sosial ekonomi atau kesejahteraan pedagang masih di bawah dari

agrobis.

Bila dibuat rata-rata pendapatan pedagang pasar modern dari jumlah terendah

hingga jumlah tertinggi yakni: 4.500.000,00/bulan hingga 9.000.000,00/bulan.

Sedangkan pengeluaran tiap bulan yang harus dipenuhi oleh pedagang dengan rincian

sebagai berikut:

Tabel 1.2

Pengeluaran Perbulan Pedagang pasar modern

No Pengeluaran Jumlah

1. Biaya modal/ bulan 1.500.000,00.5000.000,00/bulan

2. Biaya kebutuhan harian 700.000,00-1000.000/bulan

3. Biaya kebutuhan pendidikan anak 3.000,00-500.000,00/ bulan

4. Biaya kesehatan 400.000,00-tak terbatas

5. Kebutuhan lain-lain

6. Listrik 300.000/bulan

Jumlah Pengeluaran Perbulan 2.200.000,00/Bulan

Sumber : Kehiduapan Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Tradisional Pasca Relokasi Dan Pembanguna Pasca Modern. Oleh Muhammad Zunaidi.

Sangat jelas jika dibandingkan kedudukan sosial ekonomi atau kesejahteraan

pedagang yang ada di pasar modern Babat dengan pedagang tradisional bertempat di

luar area pasar yang telah ditentukan pemerintah.Kondisi sosial ekonomi tersebut

(23)

meskipun masih banyak penyesuaian-penyesuaian dari pasar tradisional ke pesar

yang lebih tertata. Dari segi interaksi, pedagang tradisional banyak mengalami

perubahan hususnya interaksi antar pedagang dengan pedagang tradisional dimana

perubuhan yang terjadi yakni: sebelum adanya relokasi dan pembangunan pasar

modern pedagang tradisional bersatu di pasar tradisional Babat. Akan tetapi, setelah

adanya relokasi dan pembangunan pasar modern hubungan pedagang tradisional

terbagi-bagi ada yang menempati pasar agrobis, pasar modern, maupun ada yang di

luar area pasardan juga pedagang tradisional setelah adanya relokasi dan

pembangunan pasar modern banyak melakukanpenyesuaian-penyesuaian terhadap

pedagang baru.

Selanjutnya dari segi interaksi pedagang dengan pelanggan sebagian kecil

pedagang pasar modern dalam bertransaksi masih menggunakan model transaksi

lama yakni: adanya proses tawar menawar antara pedagang dengan pembeli dan

selebihnya menggunakan model harga pas. Selain itu, terkait status pedagang

tradisional yang dulu bersatu dalam pasar tradisional Babat kini pedagang tradisional

terpecah-pecah ada yang menempati pasar agrobis sebagai pedagang grosir, pasar

modern dan sebagian ada juga pedagang tradisional yang berdagang di luar area pasar

Babat. Sehingga, hal tersebut berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi atau

kesejahteraan pedagang tradisional. 3

(24)

Resistensi pedagang pasar, menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti.

Hal tersebut terbukti dari beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para

akademisi, antara lain:

1. Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 3, No.1, April 2013 ISSN: 2089-0192, Disusun

oleh Muhammad Zunaidi mendeskripsikan Kehiduapan Sosial Ekonomi

Pedagang Di Pasar Tradisional Pasca Relokasi Dan Pembanguna Pasca

Modern.

2. Resistensi Pedagang Pasar Sumber Arta Bekasi Barat, Skripsi yang disusun

oleh M. Tri Panca W dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini

mendeskripsikan bentuk dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

resistensi pedagang pasar Sumber Arta terhadap penggusuran pasar untuk

dijadikan apartemen. Skripsi ini menggunakan teori resistensi dari James

Scott sebagai pisau analisisnya.4

3. Resistensi dan Akomodasi: Suatu Kajian Tentang Hubungan-hubungan

Kekuasaan pada Pedagang Kaki Lima, Preman dan Aparat di Depok, disertasi

yang disusun oleh Eko Siswono untuk memperoleh gelar doktor di bidang

Antropologi ini, menggunakan teori strukturisasi dari Gidden untuk

menjelaskan bekerjanya kekuasaan akibat hubungan antara struktur dan

(25)

agensi. Resistensi terjadi karena PERDA yang menurut PKL tidak sesuai

dengan realitas yang mereka hadapi.5

Kembali lagi pada fenomena pasar tradisional. Pasar, merupakan bagian dari

perekonomian. Di dalam pasar terdapat berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan

sosial dan infrastruktur. Usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk

orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat

pembayaran yang sah seperti uang.

Pasar, bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi jenis dan

berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang diperdagangkan. Pasar

tradisional, adalah salah satu lembaga perekonomian terbuka. Yang berarti, di dalam

pasar tradisional tidak ada persyaratan dan keahlian khusus. Jadi, setiap orang dapat

masuk mengambil peran dalam kehidupan pasar tradisional, dengan berdagang dan

memberikan jasa layanan umum pada masyarakat.6 Hal tersebut, menjadikan pasar

tradisional memiliki potensi tersendiri yang begitu besar bagi perputaran uang di

dalamnya. Sejalan dengan itu mulailah beberapa orang mengambil peran sebagai

kepala keamanan, pengatur kebersihan.

Menurut survey yang dilakukan AC. Nielses jumlah pasar tradisional di

Indonesia mencapai 1,7 juta atau sekitar 73 persen dari keseluruhan pasar yang ada.

Namun, laju pertumbuhan dari pasar modern (minimarket) jauh lebih tinggi dari pasar

5Eko Siswono “ Resitensi Dan Akomodasi : Suatu Kajian Tentang Hubungan

-Hubungan Kekuasaan Pada Pedagang Kaki Lima (PKL) Preman Dan Aparat Depok,” ( Desertasi S3 Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Departemen Antropologi Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2009), hal, 13.

(26)

tradisional. Pasar-pasar tradisional dan pasar modern rata-rata mempunyai spesefikasi

barang dagangan yang hampir sama sehingga berpeluang mengakibatkan terjadi

persaingan diantara dua pasar tersebut. Jika dibiarkan persaingan bebas antara kedua

pasar tersebut dapat menggeser keberadaan pasar tradisional.7

Pasar modern (minimarket), sedang menjamur di kota-kota besar yang lambat

laun menenggelamkan pasar tradisional. Menyikapi ini, pemerintah harus segera

bertindak. Dan ada dua tindakan, yang bisa dilakukan agar pasar tradisional tetap bisa

mempertahankan eksistensinya. Kebijakan tersebut adalah kebijakan pembatasan

minimarket dan revitalisasi pasar tradisional.

Dua kebijakan ini sangat berkaitan, karena pembatasan minimarket tanpa

adanya revitalisasi pasar adalah sama saja dengan menyelesaikan masalah, namun

tidak sampai ke akarnya. Kebijakan pembatasan minimarket berfungsi sebagai

regulator untuk menekan laju pertumbuhan pasar modern, sedangkan kebijakan

revitalisasi pasar tradisional bertujuan untuk meningkatkan daya saing pasar

tradisional terhadap pasar modern.

Kebijakan revitalisasi pasar tradisional, bisa dilakukan dengan merelokasi

pasar tradisional. Yaitu, dengan memindahkan pedagang ke pasar yang baru, atau

meremajakan pasar tradisional tersebut menjadi pasar modern dengan infrastruktur

yang baru. Relokasi ini juga harus disertai dengan kebijakan-kebijakan yang memberi

kemudahan dan kenyamanan baik bagi pedagang juga masyarakat ramai. Sebenarnya

(27)

pembangunan pasar modern yang ada di negara kita ini termasuk terlambat dengan

negara-negara tetangga yang pendapatan masyarakatnya lebih kecil dimana dari dulu

pasar tradisional mereka sama dengan pasar modern di Indonesia sekarang.

Seperti di Thailand pasar tradisional mereka sejak awalnya tidak kalah saing

dengan pasar-pasar modern seperti supermarket. Baik dalam hal struktur bangunan,

kebersihan,keamanan dan juga service, pastinya tidak ditemukan pasar yang

becek,berbau, pungutan liar,dan ketidakamanan.

1.1Fokus Penelitian

Berdasarkan pemaparan tentang realitas yang terjadi pada proses revitalisasi

pasar tradisional kecamatan Babat kabupaten Lamongan di atas. Maka peneliti

tertarik untuk meneliti tentang resistensi pedagang pasar Babat. Pertanyaan penelitian

yang dijawab difokuskan pada dua hal yaitu:

1. Bagaimana bentuk resistensi yang dilakukan oleh para pedagang pasar Babat

terhadap revitalisasi pasar menjadi pasar modern?

2. Faktor Apa sajakah yang melatar belakangi terjadinya resistensi para

pedagang pasar Babat?

(28)

I.2 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian tentunya dilakukan berdasarkan tujuan dan signifikansi

tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk-bentuk resistensi yang dilakukan oleh para pedagang

pasar Babat terhadap revitalisasi pasar tradisional Babat menjadi pasar

Modern Babat

2. Mengetahui latar belakang masalah yang menyebabkan terjadinya resistensi

para pedagang pasar Babat terhadap pembangunan pasar Tardisional babat

menjadi pasar Modern Babat.

I.4 Manfaat Penelitian I.4.1 Manfaat Akademik:

Setelah dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi

nyata bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan khususnya Sosiologi. Selain

itu, diharapkan juga hasil penelitin ini, dapat menjadi dorongan dan rangsangan bagi

para peneliti lain untuk ikut melanjutkan dan mengembangkan hasil penelitian ini.

(29)

I.4.2 Manfaat Praktis:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan suatu pengetahuan bagi

Pemerintah Kabupaten Lamongan Dan Pedagang Pasar Babat Terhadap

Resistensi Pasar Tradisional Atas Revitaliasi Pasar Tradisional

2. Penelitian ini bisa dijadikan suatu rujukan dalam rangka memberikan

pemahaman kepada masyarakat luas akan realitas yang terkonstruksikan

dikalangan Pedagang Pasar Babat Terhadap Resistensi Pasar Tradisional Atas

Revitaliasi Pasar Tradisional

1.5 Kerangka Teori Pendahuluan

Untuk menganalisis pertanyaan dan fokus penelitian, maka digunakanlah

beberapa teori sebagai pisau analisis. Teori yang digunakan adalah teori konflik dari

Ralf Dahrendorf, dan teori resistensi dari James Scott. Teori konflik Dahrendorf

sengaja dipilih, untuk menganalisis relasi antara pedagang pasar dengan pihak

pengelola pasar. Sedangkan teori resistensi James Scott, berguna untuk menjelaskan

bentuk-bentuk resistensi dan faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya

resistensi.

1.5.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Sosiolog Jerman, Ralf Dahrendorf, menerangkan konflik kelas dalam

masyarakat industrial pada tahun 1959. Teori ini sangat berbeda dari teon Marx

(30)

(apakah kapitalisme atau sosialisme). Jika Marx bersandar pada pemilikan alat

produksl, maka Dahrendorf bersandar pada kontrol atas alat produksi.

Dalam terminologi Dahrendorf, pada masa pos-kapitalisme, kepemilikan akan

alat produksi (baik sosialis atau kapitalis) tidak menjamin adanya kontrol atas alat

produksi. Jadi, di luar Marxisme, ia mengembangkan beberapa terminologi dari Max

Weber, antara lain bahwa sistem sosial itu dikoordinasi seeara imperatif melalui

otoritas/kekuasaan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori Dahrendorf

melakukan kombinasi antara fungsionalisme (tentang struktur dan fungsi masyarakat)

lengan teon (konflik) antar kelas sosial.

Teori sosial Dahrendorf berfokus pada kelompok kepentingan konflik yang

berkenaan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi di samping tentu saja

berusaha melakukan berbagai usaha untuk menstrukturkan konflik itu sendiri, mulai

lari proses terjadinya hingga intensitasnya dan kaitannya dengan kekerasan. Jadi

bedanya dengan fungsionalisme jelas, bahwa ia tidak memandang masyarakat sebagai

sebuah hal yang tetap/statis, namun senantiasa berubah oleh terjadinya konflik dalam

masyarakat. Dalam menelaah konflik antara kelas bawah dan kelas atas misalnya,

Dahrendorf menunjukkan bahwa kepentingan kelas bawah menantang legitimasi

struktur otoritas yang ada. Kepentingan antara dua kelas yang berlawanan ditentukan

oIeh sifat struktur otoritas dan bukan oleh orientasi individu pribadi yang terlibat di

dalamnya. Individu tidak harus sadar akan kelasnya untuk kemudian menantang kelas

sosial lainnya.

(31)

Ralp Dahrendorf membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok

terkoordinasi (imperatively coordinated association), dan bukan analisis perjuangan

kelas, lalu tentang elit dominan, daripada pengaturan kelas, dan manajemen pekerja,

daripada modal dan buruh.8

Dahrendorf menolak utopia teori fungsionalisme yang lebih menekankan

konsensus dalam sistem sosial seeara berlebihan. Wajah masyarakat menurutnya

tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada

wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan. baginya, pelembagaan

melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated

association), dimana, istilah-istilah dari kriteria tidak khusus, mewakili peran-peran

organisasi yang dapat di”bedhak”an. Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan

kekuasaan (power), dengan beberapa kelompok peranan mempunyai kekuasaan

memaksakan dari yang lainnya.

Saat kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan

dalam hubungan kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi

legitimate dan oleh sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan "authority", dimana,

beberapa posisi mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan

8

Me Quaeri dalam Teori Konflik Sosial Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga. Dipersiapkan Oleh : Dr. Ir. Herien Pupitawai,M,Sc,M,Sc. Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen Fakultas Ekologi

(32)

yang lain lain.9 Sehingga tatanan sosial menurut Dahrendorf, dipelihara ) oleh proses

peneiptaan hubungan-hubungan wewenang dalam bermacam-maeam tipe kelompok

terkordinasi yang ada hingga seluruh lapisan sistem sosial. Kekuasaan dan wewenang

adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing.

Resolusi dalam konflik antara kelompok-kelompok itu adalah redistribusi

kekuasaan, atau wewenang, kemudian menjadikan konflik itu sebagai sumber dari

perubahan dalam sistem sosial. Selanjutnya sekelompok peran baru memegang kunci

kekuasaaan dan wewenang dan yang lainnya dalam posisi di bawahnya yang diatur.

Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan dari kelompok

peranan baru yang mengatur (ruling roles) versus peranan yang diatur (ruled roles),

dimana dalam kondisi khusus kontes perebutan wewenang akan kembali muncul

dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada, dan dengan situasi kondisi yang

bisa berbeda. Sehingga kenyataan sosial merupakan siklus tak berakhir dari adanya

konflik wewenang dalam bermacam-macam tipe kelompok terkoordinasi dari sistem

sosial.

Konflik sosial dalam teori ini berasal dari upaya merebut dan

mempertahankan wewenang dan kekuasaan antara kelompok-kelompok sosial yang

ada di dalamnya. hanya dalam bentuk wewenang dan kekuasaan yang bagaimanakah

konflik tersebut dapat digambarkan.

9

(Turner, 1991: 144) Dalam Teori Konflik Sosial Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga. Dipersiapkan Oleh : Dr. Ir. Herien Pupitawai,M,Sc,M,Sc. Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen

(33)

Asumsi

Pendekatan teoritis Dahendrof adalah teori pemaksaan yang berasumsi bahwa

dimana pun bisa terjadi perubahan sosial, konflik sosial, pemaksaan dan kontribusi

tiap-tiap elemen itu terhadap perubahan dan disintegrasi masyarakat. Asumsi itu

merupakan dasar paradigma konflik masyarakat.

Dengan menerima model realitas sosial ini, Dahendrof berasumsi bahwa

kelompok dalam masyarakat perlu dikoordinasikan (seperti hubungan antar anggota

masyarakat) dan dibentuk oleh dua agregat posisi dominasi dan kepatuhan.

Unsur kunci dalam analisis Dahrendorf otoritas, secara tersirat menyatakan

superordinasi dan subordinasi, mereka yang menduduki memiliki otoritas diharapkan

mengendalikan bawahan. Artinya, mereka berkuasa karena ada harapan dari orang

yang berada di sekitar mereka, bukan karena cirri psikologis mereka sendiri. Otoritas

ditentukan di dalam masyarakat sangsi dapat dijatuhkan pada pihak yang

menentang.10

Lebih jelasnya Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu

atas dua tipe yakni;

a. Kelompok otoritas, kelompok yang memegang otoritas. kelompok ini

merupakan kelompok, kumpulan dari pemegang kekuasaan dengan

kepentingan bersama yang terbentuk karena munculnya kelompok

(34)

kepentingan. Dapat dibilang kelompok semu ini merupakan kelompok

superordinat.

b. Kelompok subordinat atau kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan ini

lahir karena adanya suatu perlawanan dari kelompok pemegang otoriter, dan

kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang luas. Dari

kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber konflik yang ada di

masyarakat.aspek terakhir dari Dahrendorf mata rantai antara konflik dan

perubahan sosial. Konflik memimpin ke arah perubahan dan pembangunan

disebabkan karena, dalam setiap asosiasi orang yang berada di posisi dominan

berusaha mempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada di posisi

subordinat berupaya mengadakan perubahan. Dahrendrof juga berpendapat

bahwa apabila kelompok konflik itu muncul kelompok tersebut akan

melakukan perubahan secara struktual dan bila konflik itu hebat perubahan

yang terjadi secara radikal yang akan identik dengan penggunaan kekerasan.11

1.5.2 Resistensi Pengertian

Tema mengenai resistensi atau perlawanan menjadi sesuatu yang menarik

bagi para ilmuwan sosial. Di akhir tahun 1980-an, resistensi menjadi trend dalam

menelah kasus-kasus yang mudah diamati serta bersifat empiris. Bagi para peneliti

(35)

sosial, resistensi dianggap berciri kultural, sebab ia muncul melalui ekspresi serta

tindakan keseharian masyarakat. Analisa resistensi sendiri terhadap suatu fenomena

banyak melihat hal-hal yang ada dalam keseharian masyarakat baik berupa

kisah-kisah, tema pembicaraan, umpatan serta puji-pujian dan perilaku lainnya sehingga

resistensi menjadi gayung bersambut dalam keilmuan sosial.12

Sebagian orang berpendapat isu mengenai resistensi sendiri mencuat sejak

tahun 1960-an dimana saat itu mulai banyak otokritik terhadap ilmu-ilmu sosial yang

dianggap menganut paradigma positivitik yang kerap mereduksi makna manusia

menjadi sekumpulan angka-angka dan kehilangan semangat untuk perubahan. Situasi

sejarah saat 1960an adalah ketika tengah berjayanya rezim totaliter seperti Hitler di

Jerman, Mussoulini di Italia serta berbagai rezim lainnya di Afrika. Kondisi seperti

ini seperti menjadi ancaman bagi kelangsungan memproduksi metode ilmu sosial

sebab harus memproduksi suatu pengetahuan yang menguntungkan satu rezim. Pada

saat inilah muncul ilmu sosial kritis yang tidak hanya mengkritik pada tataran

ideologi namun juga menkritik konfigurasi sistem sosial yang represif.13

Dalam khazanah antropologi, benih-benih kritik internal atau refleksi yang

dapat dilihat sebagai upaya resistensi telah muncul terhadap arus besar keilmuan

antropologi saat itu. Kritis tersebut mencuat ketika Talal Asad mengeluarkan buku

berjudul Antrhropology As Colonial Enceunter. Ia melihat bahwa realitas kebanyakan

antropolog masih terharu-haru oleh imajinasi para penjelajah Eropa yang terobsesi

12Yusron Darmawan, “Resistensi Dalam Kajian Antropologi” artikel diakses pada 27 April 2011 dari

(36)

menemukan masyarakat primitif untuk dianilisa dan ditekuk dalam satu kategori.14

Imaji tentang penaklukan, kekuasaan, serta menemukan masyarakat primitif danu

eksotik telah membimbing antropolog pada bentuk etnografi. Poin yang dipetik dari

Talal Asad adalah mereka para antropolog (ilmuwan sosial) masih terbelunggu dalam

dikotomi masyarakat primitif dan modern sehingga seakan-akan terdapat ego bahwa

primitif itu adalah barbar dan tak berperadaban.

Berbeda dengan penelitian ilmuwan sosial sebelumnya yang masih cenderung

untuk menemukan primitifnya suatu sistem sosial disebuah masyarakat atau

kelompok. Lila Abu-Lughod mencoba menggambarkan dalam penilitiannya

mengenai resitensi perempuan di sebuah komunitas Bedouin, Gurun Mesir Barat.

Penilitian yang bertujuan mendeskripsikan bagaimana kaum yang sering disisihkan

(perempuan) melakukan perlawanan terhadap struktur yang ada. Lila mencoba

mengangkat bagaimana strategi dan bentuk perlawanan perempuan didalam sebuah

struktur budaya yang mengekang hak-hak kaum perempuan.

Dari beberapa fakta yang didapatkannya mengenai bentuk perlawanan

perempuan terhadap kuasa laki-laki dalam struktur sosial, ia mengungkapkan bahwa

sesungguhnya untuk mempelajari hal tersebut diperlukan interpretasi dalam memotret

fenomena sehingga akan membawa kita pada berbagai bentuk relasi di dalam sebuah

struktur komunitas yang saling bertalian. Lila juga menganjurkan resistensi sebagai

sebuah strategi untuk menganalisa kuasa ( resistance as a diagnostic of power ). Hal

(37)

tersebut ia dapat setelah terinspirasi dari tulisan Foucault, sesungguhnya dimana ada

kekuasaan disitu terdapat resistensi (where there is power there is resistance).15

Dikalangan ilmuwan sosial, resistensi terkadang dimaksudkan dalam

paradigma konflik, padahal keduanya memiliki bentuk yang berbeda. Lazimnya

resistensi menjadi titik tengah dari dinamika teori konflik Marxian dan teori konflik

Non-Marxian. Jika konflik masih berkuat pada frame teoritis dalam melihat realitas,

maka resistansi menekankan pada aspek empiris serta melakukan sensitizing atau

dialog secara kreatif terhadap realitas sosial.16 Inilah yang kemudian menjadi titik

tengah atau jalan keluar dari kecendurungan teori konflik yang lebih melihat

persoalan dari atas sehingga sarat dengan adanya. Berdasarkan hal tersebut maka

resistensi lebih menekankan pada aspek manusia yang kemudian hal ini selaras

dengan lahirnya studi etnografi baru ( new ethography) yang telah mengalami

pergeseran memandang manusia yaitu dari obyek ke subyek.17

Antropolog Cliffort Geertz. Sendiri mengatakan bahwa antropolog tampaknya

harus berada ditengah-tengah karena posisinya yang tidak melulu pemikiran teori,

melainkan lapangan empiris yang langsung bersumber dari warga masyarakat yang

nyata.18 Hal ini terlihat bagaimana ia melakukan metode etnografi dalam melakukan

studi atas islam mojokuto, Geerzt melakukan partisipasi lapangan dalam kehidupan

15

Lila Abu-Lughod, “The Romance Of Resistance : Tracing Transformation Of Power Through Bedouin Women.”

16 Yusran Darmawan, Resistensi Dalam Kajian Antropologi.”

(38)

masyarakat di Jawa, ikut merasa, sehingga dapat menggambarkan bagaimana sistem

sosial hadir dalam keseharian masyarakat.

Sejarah resistensi memang bermula pada khazanah antropologi karena

memang gagasan tersebut berada pada posisi di tengah-tengah antara pemikiran

Marxisme dalam antropologi dan pemikiran antropologi simbolik yang lebih

berorientasi pada kebudayaan atau yang memiliki sensitivita budaya. Dalam keilmuan

sosiologi sepertinya bermula ketika terjadi kritik internal oleh mazhab Frankfurt

Jerman, sosiologi dikritik karena saintisme-nya, karena menjadikan metode ilmiah

sebagai tujuan itu sendiri,selain itu sosiologi juga dituduh melanggengkan status quo

sehingga keilmuan ini tidak mampu menyumbangkan hal-hal bemakna bagi

perubahan politik yang dapat melahirkan “masyarakat yang adil danmanusiawi”.19

Resistensi bermaksud melakukan rekonsiliasi dari dua kutub pemikiran

antropologi. Jika jalan tengah itu diterima, maka isu materi yang ada kajian Marx bisa

tercemin dalam kajian antropolog yang menganalisis berbagai peristiwa lokalitas.

1. Bentuk Resistensi

James Scott dalam studinya Weapons Of The Weak: Everyday Form Of

Peasant Resistance tentang resistansi petani Malaysia.20 Menurutnya selama ini telah

banyak bermunculan literatur mengenai bentuk-bentuk resistansi yang dipakai oleh

petani. Terlebih pada bentuk perlawanan diantara kelompok sosial dalam civil

19

George Ritzer Dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern ( Yogyakarta: Kreasi wacana,2009), h 303.

(39)

society. Berbeda dengan sebelumnya, Scott mencoba mengobservasi serta

mendeskripsikan tentang merasakan serta tingkah laku masyarakat miskin di

perkampungan Malaysia yang menjadi sebuah kerangka sosial kehidupan mereka

dalam melakukan kegiatan perlawanan. Scott membuat tiga level perbedaan atas

resistensi :

a. Ketika tingkat ekonomi makro dan proses perpolitikan diberikan

kepada petani namun hal tersebut jauh dari kerangka sosial yang

diharapkan oleh para petani.

b. Intervensi pemerintah yang kurang melakukan observasi terhadap

kehidupan masyarakat sekitar.

c. Dan yang terakhir, terdiri dari peristiwa lokal dan kondisi perasaan

serta pengalaman dari masing-masing individu.21

Scott mendokumentasikan kehidupan sehari-hari warga dan sejarah mereka

dan menunjukkan bagaimana mereka melakukan perlawanan dari campur tangan

negara dan agen perusahaan ekonomi. Bentuk-bentuk perlawanan mereka yaitu

teknik rendah diri (low-profile techniques), sebagian bersembunyi dan

menghindar,mengidentifikasikan diri dengan menyeret kaki mereka (foot dragging

evasions) dan pasif, dari pada penolakan terbuka atau perlawanan terbuka ( open

rejection or struggle ).22 Meski menurut Scott bentuk-bentuk perlawanan tersebut

21

John Martinussen, Society. State and Market: A guide to competing theories of development, h. 316.

(40)

kurang efektif, tetapi karena ada satu alasan bagi mereka melakukannya yaitu mereka

tidak ingin tergabung kedalam pola produksi kapitalis dan terjebak pada relasi kelas.

Resistensi dalam studi James Scott yaitu fokus pada bentuk-bentuk

perlawanan yang sebenarnya ada dan terjadi disekitar kita dalam kehidupan

sehari-hari, ia menggambarkan dengan jelas bagaimana bentuk perlawanan kaum minoritas

lemah. Mereka yang tidak punya kekuatan dalam melakukan penolakan terbuka

ternyata mempunyai cara lain dalam menghindari intervensi dari negara dalam

perusahaan.

Menurut Scott terdapat beberapa berbentuk resistensi yaitu:

a. Resistensi tertutup ( simbolis atau ideologis) yaitu

gosip,fitnah,penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan

kepada masyarakat serta penarikan kembali rasa hormat kepada pihak

penguasa.

b. Resistensi semi-terbuka (proses sosial atau demostrasi)

c. Resistensi terbuka, merupakan bentuk resistensi yang

terorganisasi,sistematis, dan berprinsip. Manifestasi yang digunakan

dalam resistensi adalah cara-cara kekerasan (violent) seperti

pemborantakan.23

Pada akhirnya pendekatan terhadap penelitian level lokal dan

bentuk-bentuknya mungkin dapat bernilai dalam memahami dinamika pembangunan.

(41)

Perlawanan sehari-hari dan bentuknya merupakan gejala yang terjadi disekitar kita,

yang kadang sering terlupa bahwa perlawanan atau penolakan akan sesuatu hal tidak

harus terbuka, karena memang secara tidak sadar kita melakukan perlawanan secara

diam-diam.

(42)

1.6. Metodologi Penilitian 1.6.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini termasuk tipe penelitian deskriptif, sedangkan pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif yang mana pendekatan ini di

dalam usaha penelitian, proses, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data

sampai sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek-aspek kecenderungan,

non perhitungan numerik, situasional deskriptif, interview mendalam.

Berdasarkan Williams(1988) pendekatan kualitatif terikat dari ikatan konteks

dan waktu (idiographic statements), penelitian kulitatif lebih menerjunkan diri dalam

riak gelombang gejolak obyek penelitian dan terbenam di dalamnya. Ini agar dia

menjadi mengerti, memahami, dan menghayati (verstehen) pada obyek penelitiannya

(Tosolve the problem by penetrating the problem). Pendekatan kualitatif selalu on

cylus process, kontinyu dan banyak arah, suatu interaksi yang dipetakan dan

masing-masing berupa sebab dan akibat sebagai kutub-kutubnya. Proses sebab akibat adalah

suatu kelanjutan dari proses sistem model atau paradigma tertentu, melihat segala

sesuatu tidak pernah bebas nilai, termasuk si peniliti sendiri yang subyektif.

Sedangkan menurut Masri Singarimbun (1989:45) penelitian diskriptif

dimaksudkan untuk dapat memahami dengan cermat fenomena sosial tertentu melihat

realitas ganda (majemuk), hasil kontruksi dalam pengertian holistik. Ada subtitusi

situasi dan mutual dan tumpang tindih. Penitian ini dimaksudkan untuk memahami

dengan cermat terhadap fenomena sosial tentang resistensi pedagang pasar tradisional

(43)

terhadap revitalisasi dengan mengambil informan di pasar Babat Kabupaten

Lamongan.

1.6.2.Batasan Konsep Penelitian

Pedagang pasar tradisional adalah aktor yang menjajakan dagangan

sehari-hari yang menggatungkan pasar sebagai mata pencasehari-harian dalam kelangsungan

hidupnya dan memiliki sedikitnya barang dagangan yang menetap secara permanen

ataupun semi permanen yang wajib membayar karcis retribusi sebagai akibat

menggunakan lahan atau kegiatan jual beli disekitar areal pasar.

Pasar tradisional adalah sebuah pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup,

suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek dalam

masyarakat.

Resistensi adalah mekanisme yang dilakukan para pedagang untuk menentang

keberadaan pasar yang baru. Meski sudah berdiri, tidak semua “bedhak” pasar baru

terisi, hal itu karena pedagang berdagang di luar pasar.

(44)

1.6.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kecamatan Babat kabupaten Lamongan yang

semula lokasi pasar tradisional tersebut di tengah-tengah kecamatan Babat yang

direlokasikan di pinggiran kecamatan Babat yang berada pada jalur arah Surabaya.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian resistensi pedagang pasar tradisional

terhadap revitalisasi ini berasal dari dua jenis data, yaitu : data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan cara :

Pertama, melakukan wawancara dengan menggunakan seperangkat

interview guide untuk mendapatkan gambaran umum tentang pedagang pasar

tradisional dipasar Babat Lamongan. Interview guide sebagian besar merupakan

pertanyaan yang terbuka sehingga peneliti bebas menggeplore sampai yang terdalam

permasalahan yang ditanyakan untuk memperoleh jawaban yang benar-benar

merepresentasikan permasalahan penelitian. Interview guide digunakan dalam

memahami pola-pola dalam asumsi- asumsi atau preposisi yang berkait dengan

karakteristik sosial pedagang pasar tradisional dipasar Babat-Lamongan.

Wawancara secara mendalam dilakukan pada pedagang yang dipilih secara

sengaja, yaitu pada strata bidang pekerjaannya sehingga diharapkan mampu mewakili

secara lebih luas tentang gambaran kondisi realitas yang nampak maupun

tersembunyi dari karakteristik pedagang pasar Babat Lamongan sementara data

(45)

sekunder diperoleh dari pihak laporan penelitian, jurnal, artikel, biro pusat statistic

(BPS)

1.6.5. Teknik Pemilihan Informan

Teknik pemilihan informan merupakan cara menentukan sampel, yang dalam

penelitian kualitatif disebut informan. Dalam penelitian tentang resistensi pedagang

pasar tradisional terhadap revitalisasi pasar ini, sumber data primer (informan)

diambil dengan menggunakan dua metode. Yaitu, purposive sampling dan snowball

sampling.

Purposive sampling, dilakukan dengan maksud tidak harus mewakili seluruh

populasi. Tetapi, informan yang menjadi sumber data primer, memiliki pengetahuan

yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek

penelitian.24 Adapun yang ditentukan menjadi sampel (subyek/informan) pada awal

penelitian ini, adalah para pedagang pasar tradisional Babat yang menolak atau

melakukan tindakan resistensi terhadap pembangunan atau revitalisasi pasar.

Snowball sampling, adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada

awalnya jumlahnya sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang lengkap,

maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data.25 Dengan

demikian dalam penelitian ini menggunakan snowball sampling yang didahului

dengan purposive sampling yang ditentukan selaras dengan tujuan studi.

(46)

Dalam penelitihan ini peneliti mengambil 7 ( Tujuh ) orang informan yang

dimana 7 ( Tujuh ) orang tersebut sudah cukup memberikan informasi untuk

menjawab permasalahan yang diteliti dalam permasalahan perlawanan pedagang

pasar Babat terhadap revitalisasi pasar. Ke 7 ( tujuh ) informan yang diambil adalah

pedagang yang sudah turun temurun berdagang di pasar tersebut yang dimana ke 7 (

tujuh ) informan sebagai anggota paguyuban PPTBB ( Persatuan Pedagang

Tradisional Babat Bersatu ) dan LPPK ( Lembaga Persatuan Pemburu Korupsi )

dalam permasalahan pasar Babat.

(47)

1.6.6. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis dalam penelitian ini, ada dua tahap yang dilakukan,

yaitu :

Mentraskrip hasil wawancara sesuai interview guide yang mana tidak

menutup kemungkinan untuk mengembangkan pertanyaan yang ada menjadi lebih

luas dan lebar guna memperoleh data-data yang lebih akurat dan mampu

mengungkap makna dibalik realitas yang diperolehkan. Dari gambaran umum

tersebut kemudian dilakukan pemilihan atau klasifikasi, dan diperoleh klasifikasi

seperti tindakan apa tindakan resistensi yang dilakukan oleh para pedagang pasar.

Secara rinci beberapa tahap yang dikerjakan dalam analisis kualitatif ini

adalah:

Pertama, melakukan open coding, yaitu mengidentifikasi kategori-kategori dari suatu fenomena, kemudian diberi sebutan atau label. Identifikasi juga dilakukan

terhadap atribut misalnya frekuensi, ruang lingkup bahasan, intensitas kajian, lama

kegiatan dan dimensi dari masing-masing atribut seperti sering tidaknya, atau luas

sempitnya ruang lingkup bahasan.

Kedua, axial coding. Dalam tahap ini, akan dilakukan pengkatagorian fenomena yang berhasil diungkap dengan menghubung-hubungkan satu sama lain

dari fakta-fakta lapangan yang berhasil dikumpulkan.

Ketiga, selective coding, yaitu suatu proses untuk menyeleksi kategori-kategori guna menemukan kategori-kategori mana yang inti atau sentral, yang secara sistemik

(48)

dapat dipakai secara konsepsional untuk merangkai atau mengintegrasikan

kategori-kategori lain ke dalam suatu jaringan kisah atau cerita.seluruh data kualitatif yang

berhasil di kumpulkan dan kategori ditulis dalam bentuk essay.

Penelitian ini juga mempertimbangkan suatu kriteria tentang persoalan

validitasnya. Untuk mencapai maksud tersebut maka digunakan teknik trianggulasi,

yaitu, memanfatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan

atau pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini digunakan model

trianggulasi Denzin, (1991:178) yang memanfaatkan sumber, metode penyelidikan

dan teori.

Trianggulasi penyidikan dengan diskusi-diskusi orang-orang yang ada di luar

struktur keluarga. Di samping itu ditelaah penelititian sebelumnya pernah dilakukan

di lokasi yang sama dengan masalah yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk

mengecek derajat kepercayaan bebeerapa sumber data dari pengamatan lain.

Trianggulasi teori dilakukan dengan mencari tema pembanding setelah

menguraikan pola, hubungan dan penjelasan yang muncul dari analisis. Setelah

kegiatan trianggulasi ini dilakukan dan diharapkan interpretasi data akan mampu

menjawab permasalahan yang ada dan akhirnya kesimpulan yang diperoleh pun akan

sesuai dengan tujuan penelitian yang mengarah ke bentuk dan faktor yang melatar

belakangi terjadinya resistensi.

(49)

BAB II II.1 Gambaran Umum Kabupaten Lamongan

Kabupaten Lamongan adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur,

Indonesia. Ibu kotanya adalah Lamongan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut

Jawa di utara, Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten

Jombang di selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat.

Pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan terletak 50 km sebelah barat Kota

Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Lamongan merupakan salah satu

wilayah yang masuk dalam kawasan metropolitan Surabaya, yaitu Gerbang

kertosusila.

Kabupaten Lamongan terdiri atas 27 kecamatan yang terdiri atas sejumlah

desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Lamongan.

II.2 Sejarah

Nama Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada

zaman dulu, ada seorang pemuda bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat

rangga, maka ia disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian bernama Mbah Lamong,

yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai

Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama

Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata Mbah Lamong inilah

kawasan ini lalu disebut Lamongan.

(50)

Adapun yang menobatkan Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan

yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen.

Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di

Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk

agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung

tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10

Dzulhijjah.

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang

kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari

peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari

buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa

Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak

Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya

Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung

di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya

saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.

Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari

pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan

bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan

dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu,

akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku pada

(51)

zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan

pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati,

Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam.

Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam

tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.

Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan

wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan

dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976

Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan

jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah

jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal

10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.

Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai

akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung pada

zaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang

bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta

yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama

bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan

Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi

pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Pengeluaran Perbulan Pedagang pasar modern

Referensi

Dokumen terkait

Satu hal yang menjadi kasus penelitian disini adalah kesejahteraan hidup para pedagang yang berjualan di suatu pasar apakah sudah cukup dikatakan makmur atau

Tipe Rasionalitas Perilaku Ekonomi Pedagang (Studi Kasus Pedagang Lesehan dan Kios di Pasar Lokal Sekitar Pabrik Rokok Gudang Garam, Desa Ngadirejo, Kecamatan

Berangkat dari kondisi-kondisi rill inilah menjadi salah satu motivasi para pedagang yang berjualan di pasar tradisional Cengek melakukan gerakan perlawanan

Saya menyusun Skripsi yang berjudul “(Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Sayuran Di Pasar Tradisional Aek Nabara)” yang merupakan salah satu syarat

Terkait dengan etika bisnis pedagang beras, buah, dan daging di Pasar Tradisional Roworejo seharusnya pedagang berlandaskan pada etika bisnis dalam Islam sehingga para

Distribusi Pedagang Gula Merah Berdasarkan Kategori Sikap tentang Penggunaan Bahan Tambahan Pangan, Zat Pewarna, Zat Pengawet, Rhodamin B dan Formalin di Pasar Tradisional

Perilaku para pedagang tradisional di Desa Sambonggede dalam mengahadapi pasca pandemi Covid-19 walaupun ditandai penurunan pendapatan yan cukup drastis namun para pedagang masih